Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Thursday, June 15, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Psikologi: Hubungan antara strategi coping (koping) stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract

INDONESIA:
Pertukaran hidup manusia merupakan salah satu faktor timbulnya tekanan pada manusia. Di mana manusia berupaya menyesuaikan dirinya terhadap lingkungann baru yang bisa menyebabkan munculnya tekanan dalam diri manusia. Begitu juga yang dialami mahasiswa baru. Dimana mereka dituntut untuk mandiri dalam segala hal yang bisa menyebabkan stres. Dan untuk mengurangi stres mahasiswa berbeda-beda dalam menggunakan strategi Coping. Faktor yang mempengaruhi bentuk stres salah satunya adalah strategi Coping. Strategi Coping adalah salah satu cara untuk mengurangi tekanan yang dihadapi individu ketika mengalami stres. Strategi Coping ada dua yaitu Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping. Dalam hal ini mahasiswa berbeda-beda dalam menghadapi stres.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana strategi coping mahasiswa baru, bagaimana bentuk stres mahasiswa baru, dan hubungan antara strategi coping dengan bentuk stres mahasiswa baru. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana strategi coping stres mahasiswa baru, untuk mengetahui bagaimana bentuk stres mahasiswa baru, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara strategi coping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan menggunakan korelasi Spearman untuk menguji hubungan antara kedua variabel. Adapun subyek penelitian adalah 60 mahasiswa baru Fakultas Psikologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Problem Focused Coping sebanyak 53, 3% mahasiswa. Dan Emotional Focused coping sebanyak 46, 7% mahasiswa. Sedangkan bentuk stres mahasiswa baru pada Too Little Stres sebanyak 28, 3% mahasiswa, Optimum Stres sebanyak 28, 3% mahasiswa, Too Much Stres 23, 4% mahasiswa, dan Breakdown Stres sebanyak 20% mahasiswa. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Too Little Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 5. Tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Optimum stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 076. Tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Too Much Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 051. Dan adanya hubungan negatif antara Problem Focused Coping dengan Breakdown Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 378. Sedangkan pada model Emotional Focused Coping yaitu tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Too Little Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 104. Adanya hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Optimum Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 892. Tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Too Much Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 272. Dan tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Breakdown Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi
-0, 053.
ENGLISH:
Human’s life exchange is one of the factor incidence of pressure for human. In which the human trying to adjust themselves into the new environment that can causing appearance of pressure in human mind. That also happened on new high school student. They were charge to be autonomous in everyway that can be stressing. So, in order to decrease stress, there is different method in coping strategy. on of the factor that affect stress is coping strategy. coping strategy is on way to decrease pressure that individual facing when stress happened. There are 2 coping strategy which is problem focused coping and emotional focused coping. In this matter they have different way to facing stress.
Question formula in this research is how the freshman high school student coping strategy taking place and the relation between coping strategy and their stress’s form. The goal of this research is to knowing how the freshmen of high school student, and how their stress’s form, and to knowing the relation between stress coping strategy and psychology student stress’s form.
This research is quantitative correlational research using spearman’s correlation to test the correlation between to variable. As for the subject of this research is 60 freshman of psychology high school students.


The result of this research is showing that the focused problem copping strategy is 53,3% of total students and emotional focused coping about 46,7% meanwhile the freshman student;s stress form in too little stress level about 28,3% students . optimum stress student about 28,3% and too much stress at problem coping with too little stress. With correlation coeficience value -0,5. There is no relation between problem focused coping and optimum stress with correlation coefisien value -0,076. There is relation between problem focused coping with too much stress with correlation coefisien value 0,051. There is relation between problem focused and breakdown stress with negative correlation coeffience value -0, 378. meanwhile at emotional focused coping, there is no relation between emotional focused coping with too little stress with correlation coefficient value 0,104. There is relation between emotional focused coping with optimum stress with correlation coefficient value 0,892. There is no relation between emotional focused coping with too much stress with correlation coefficient value 0,272. Lastly, there is no relation between emotional focused coping with breakdown stress with correlation coefficient value -0,053.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Stres dan ketidakpuasan merupakan aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan remaja akhir yang tidak luput dari stres. Para mahasiswa oleh orangtua dan masyarakat umum sudah dianggap dewasa dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi (dalam Indonesian Psychological Journal Vol.3 No.1 Januari 2006: 51). Perpindahan dari sekolah menengah ke perguruan tinggi ini memicu timbulnya stres bagi mahasiswa baru. Di mana mahasiswa baru dihadapkan pada perubahan hidup mereka. Di sekolah mereka di bimbing dan di ajar serta diarahkan penuh oleh guru. Tetapi di perguruan tinggi mereka di tuntut untuk mandiri dalam segala hal. Belum lagi problem mahasiswa dari faktor personal seperti jauhnya dari orang tua dan keluarga, pengaturan keuangan, dan problem dengan teman sebaya. Perpindahan dari sekolah menengah menuju Perguruan tinggi juga melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi. Interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang beragam latar belakang etniknya dan peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaiannya (Santrock, 2002: 74). 2 Perpindahan dari sekolah menengah ke Perguruan tinggi juga memberikan hal positif seperti penigkatan rasa tanggung jawab namun demikian nampaknya mahasiswa baru lebih menunjukkan tekanan sebagai bentuk reaksi terhadap masa perpindahan, hal ini mengacu pada survei terhadap kurang lebih 3000 mahasiswa baru pada sekitar 500 sekolah tinggi dan Universitas (Santrock, 2002: 74). Setiap mahasiswa pasti memiliki rasa jenuh, apalagi ketika mendekati ujian ataupun ketika mendapati banyak tugas sedang kondisi fisik atau psikisnya tidak dalam keadaan sehat. Seperti kata kebanyakan orang, mahasiswa baru masih mencari jati diri dan cenderung bermain-main, dan puncaknya mereka merasakan menjadi mahasiswa sejatinya ketika memasuki semester 6, yang mana sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk skripsi. Tetapi pengalaman berkata lain, banyaknya mahasiswa baru saat ini sedang gencar-gencarnya mengikuti segala kegiatan maupun sesuatu yang berkaitan dengan akademis (dalam kompasiana.com diakses/2013/11/1). Berdasarkan data yang di peroleh dari Biro Pelayanan Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (dalam Indonesian Psychological Journal Vol.3 No.1 Januari 2006: 51) bahwa sebagian besar klien yang datang adalah mahasiswa. Masalah yang banyak di alami mahasiswa adalah salah memilih jurusan, gangguan hubungan interpersonal, praktikum dan tugas-tugas yang banyak, nilai yang kurang memuaskan, manajemen waktu dan kesulitan keuangan, konflik dengan pacar dan keluarga, serta tuntutan orang tua yang 3 tinggi dan desakan untuk menyelesaikan studi. Sebagian mereka terbebani dengan tugas-tugas dan praktikum. Menurut penelitian yang dilakukan Shenoy (dalam Indonesian Psychological Journal Vol.3 No.1 Januari 2006: 51) bahwa tuntutan terhadap mahasiswa bisa merupakan sumber stres yang potensial. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya tanggung jawab baru yang harus di hadapi oleh mahasiswa, contohnya tekanan untuk meningkatkan prestasi akademik, kehidupan yang mandiri dan pengaturan keuangan. Penelitian yang dilakukan Novita Silalahi tentang gambaran stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang tinggi (dalam Novita Silalahi, 2010: 04). Masa perkuliahan menimbulkan banyak masalah bagi mahasiswa baru. Di sekolah merupakan masa dimana istilahnya bisa berfoya-foya, bersenangsenang dengan teman dan menikmati dunia ABG yang sebenarnya. Akan tetapi di perkuliahan mereka dituntut untuk aktif dan fokus, jika lalai tidak masuk kuliah satu hari mereka akan ketinggalan dengan teman-temannya. Jadwal kuliah yang padat, kegiatan-kegiatan Ma’had yang penuh dari jam 04.00 WIB mereka sudah dibangunkan untuk mengikuti shalat berjama’ah. Kemudian shobahul Lughah dan diikuti kegiatan Ma’had lainnya. Belum lagi jika mereka mengikuti kegiatan ekstra kampus yang akan lebih membuat mereka harus berbagi waktu. 4 Stres adalah kondisi seseorang yang mengalami tekanan baik secara fisik maupun mental (Chaplin, dalam Tita Amelia: 06). Dari hasil wawancara pada beberapa mahasiswa psikologi mengatakan bahwa ketika masa-masa kuliah pertama mereka tidak bisa mengatur waktu untuk kegiatan ma’had, kuliah, PKPBA, kegiatan ekstra lainnya dan juga tugas kuliah yang dirasa banyak bagi mahasiswa baru. Kadang kala mereka juga merasa mudah lelah, pusing, migran, sesak nafas, sering melamun dan sebagainya. Pengakuan meraka ini terjadi karena mereka sering tidur malam untuk mengerjakan tugas. Dan kegiatan ma’had yang padat juga membuat mereka kurang tidur, sehingga mereka sering pusing dan lainnya. Penyelesaian yang mereka lakukan adalah dengan menyendiri, pergi jalan-jalan, shoping, makan yang banyak dan berdo’a (Wawancara, 03 Februari 2014). Ada juga mahasiswa lain mengatakan bahwa ketika masa-masa kuliah mereka merasa enjoy, tidak merasa cepat lelah, dan kegiatan-kegitan Ma’had, kuliah, ekstra merupakan hal-hal baru dalam lingkungan barunya. Mereka selalu masuk kuliah, selalu mengikuti semua kegiatan ma’had, mengerjakan tugas dan selalu membuat rencana kegiatan sehari-harinya (Wawancara, 03 Februari 2014). Stres muncul dari berbagai sumber. Sumber itu antara lain adalah peristiwa hidup, kesibukan sehari-hari, dan faktor social budaya. Para psikolog telah mengevaluasi dampak serangkaian peristiwa hidup serta kemungkinan pengaruhnya terhadap kesehatan mental dan fisik (Wilburn & Smith, 2005). Sebuah studi menemukan bahwa remaja yang memiliki ide 5 bunuh diri cenderung pernah mengalami peristiwa hidup yang negatif di tahun sebelumnya dibandingkan remaja yang tidak memiliki ide bunuh diri (Liu & Tein dalam John Santrock, 2007: 295-296). Sumber stres pada mahasiswa baru dapat berbeda. Bentuk stres diantara mereka pun berbeda, sesuai cara mahasiswa baru memandang stres yang mereka alami. Hal ini akan menerapkan strategi koping yang berbedabeda. Ada yang memakai strategi koping berfokus pada emosi. Atau memakai strategi yang berfokus pada masalah. Stres yang dialami mahasiswa baru harus dikelola dengan baik. Cara menghadapi stres lazim disebut coping (koping). Konsep umum koping adalah menangani masalah atau mengatur emosi akibat masalah. Tuntutan atau konflik yang dialami dimana lebih banyak efek negatif yang di timbulkannya. Strategi koping menunjuk pada berbagai upaya atau proses seseorang dalam mengelola suatu kondisi yang penuh dengan tuntutan atau tekanan dengan berbagai sumber daya baik perubahan kognitif atau perilaku untuk mendapatkan rasa aman dari dirinya. Menurut Folkman dan Moskowitz coping (koping) melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan menguragi stres. Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah karakteristik, termasuk penghayatan mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal (John Santrock, 2007: 299). Koping merupakan bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya (Gerald 6 C.Davison, 2010: 275). Menurut Lazarus dan Folkman koping ini ada dua yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Pada koping yang berfokus pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stresor, dengan menyangkal adanya stresor atau menarik diri dari situasi. Namun koping pada emosi tidak menghilangkan stresor (sebagai contoh penyakit yang serius) atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stresor. Sebaliknya koping yang berfokus pada masalah ini orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut (Jeffrey S. Nevid, 2003: 144-145). Kedua strategi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Hasilnya juga berbeda. Dalam kenyataannya, mahasiswa baru yang tingkat stresnya tinggi cenderung menggunakan peran emosi (emotional focused coping) dalam menyelesaikan masalahnya, yaitu ketika mereka merasa capek, pusing, migran, sesak nafas mereka cenderung untuk pergi jalan-jalan, makan yang banyak dan berdo’a tidak menyelesaikan masalah secara langsung. Sebaliknya mahasiswa baru yang tingkat stresnya rendah mereka cenderung menyelesaikan masalahnya secara langsung yaitu mereka selalu mengikuti kegiatan-kegiatan dengan enjoy, selalu mengikuti kegiatan-kegiatan, dan mengerjakan tugas. Padahal sebagai mahasiswa psikologi diharapkan mampu untuk mengelola stres secara tepat agar tidak ada efek negatif yang ditimbulkannya. 7 Jika dilihat lagi, strategi emotional focused coping lebih bersifat menyelesaikan masalah sementara saja. Jadi penggunaan emotional focused coping lebih banyak menimbulkan efek negatif. Suis dan Fletcher (Panji, 2007: 15) mengadakan suatu penelitian tentang kelebihan problem focused coping dibandingkan emotional focused coping. Hasil dari penelitian tersebut, mereka mengemukakan bahwa emotional focused coping sering digunakan oleh individu untuk menghindari dari stres, namun hanya memberikan penyelesaian sementara saja. Strategi ini hanya efektif untuk jangka waktu pendek. Sedangkan problem focused coping berguna untuk jangka waktu panjang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dini Eka Pratiwi tentang pengalaman stres dan strategi koping stres pada mahasiswa baru asal Riau yang berkuliah di Surabaya. Hasil menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa perantauan terdapat sumber stres yang muncul, seperti permasalahan persiapan perkuliahan, permasalahan bahasa, permasalahan adaptasi dan lainnya. Sebagian mereka menganggap masalah sebagai ancaman dan ada yang menganggap masalah itu sebagai tantangan. Selain itu, terdapat beberapa strategi coping yang dipilih oleh subjek penelitian sebagai usaha mengurangi ataupun mengatasi sumber stress yang ada seperti, melakukan konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah, menilai kembali masalah secara positif, menerima tanggung jawab, dan lari/penghindaran dari masalah (dalam Dini, 2011: 01). 8 Penelitian yang dilakukan Prety Lestarianita tentang perbedaan koping stres pada perawat pria dan wanita. Penelitian ini dilakukan pada 50 orang perawat pria dan 50 orang perawat wanita. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemilihan koping stres baik itu Problem Focused Coping, Emotional Focused Coping, dan Religion Coping pada perawat pria dan perawat wanita (Prety Lestarianita, 2007: 01) Dari masalah tersebut, maka peneliti ingin mengungkap strategi koping mana yang digunakan mahasiswa baru, bentuk stres mahasiswa baru, dan hubungannya antara strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana strategi koping stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ? 2. Bagaimana bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ? 3. Bagaimana hubungan antara strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui strategi koping stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. 9 2. Untuk mengetahui bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. 3. Untuk mengetahui hubungan antara strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi penelitianpenelitian selanjutnya mengenai hubungan antara strategi koping stress dengan bentuk stress mahasiswa baru UIN Maliki Malang. Selain itu diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan wawasan kajian ilmu pengetahuan terutama dalam bidang psikologi. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat sebagai tambahan wawasan bagi peneliti mengenai hubungan antara strategi koping stress dengan bentuk stress mahasiswa baru UIN Maliki Malang.



Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :  Hubungan antara strategi coping (koping) stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini

DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment