Abstract
INDONESIA:
Santri Mahasiswa, santri yang berstatus ganda sebagai mahasiswa, tentunya memiliki keyakinan diri (Self-Efficacy) yang tinggi dalam menghadapi suatu masalah karena status dan tanggung jawab mereka lebih besar. Santri putri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang 95% adalah mahasiswa di berbagai universitas. Berkenaan dengan hal tersebut, Self-Efficacy santri mahasiswa menjadi sangat menarik untuk dikaji, dihubungkan dengan intensitas wiridan. Bagi santri, wiridan diyakini menjadi sumber ketenangan psikis pembangkit emosi positif. Maka, rumusan masalahnya 1) bagaimana tingkat intensitas wiridan santri mahasiswa putri, 2) bagaimana tingkat Self-Efficacy santri mahasiswa putri, dan 3) adakah pengaruh intensitas wiridan terhadap Self-Efficacy santri mahasiswa putri.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui tingkat intensitas wiridan santri mahasiswa putri, 2) mengetahui tingkat Self-Efficacy santri mahasiswa putri, serta 3) membuktikan adakah pengaruh dari intensitas wiridan terhadap self- efficacy santri mahasiswa putri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif deskfiptif. Teknik pengambilan datanya menggunakan skala likert, dengan rincian instrumen Intensitas Wiridan (variable independen) 34 item pernyataan dan Self-Efficacy (variabel dependen) sebanyak 36 item pernyataan. Instrument ini disebarkan kepada 86 responden yang dipilih menggunakan kuota sampling dan simple random sampling dari jumlah populasi sebesar 215 orang santri. Data tersebut dianalisis menggunakan analisis deskriptif, tabulasi silang, korelasi Product Moment dan uji regresi linier sederhana sebagai uji hipotesis (Uji F).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 69% santri mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang memiliki tingkat intensitas wiridan yang tinggi dengan skor mean 131,42, dalam kisaran antara skor minimum 99 dan skor maximum 161. Begitu pula dengan tingkat Self-Efficacy, 65% santri berada pada kategori tinggi dengan skor mean 137,62, dalam kisaran antara skor minimum 104 dan skor maximum 177. Selanjutnya dari hasil analisis tabulasi silang, hanya 7% yang memiliki intensitas wiridan dan Self-Efficacy sangat tinggi, sedangkan sebanyak 6% memiliki intensitas wiridan dan self-efficacy sedang. Kemudian dari analisis korelasi Product Moment menghasilkan rhit=0,395 dan rtabel=0,213, karena rhit>rtabel, maka kedua variabel ini dinyatakan memiliki korelasi yang positif. Sedangakan dari uji regresi diperoleh Rsquare=0,156, Fhit=15,558 dan Ftabel=3,954 (α = 0,05), karena Fhit >Ftabel dan α=0,05>Sig.F=0,000, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya bahwa intensitas wiridan memiliki pengaruh secara signifikan dengan tingkat kekuatan sebesar 15,6% terhadap Self-Efficacy santri mahasiswa.
ENGLISH:
Islamic boarding house female students (santri), who deal with double status as a university student also, definitely havehigh self-efficacyof facing a problem because of their status and their bigger responsibility. Female students at Islamic Boarding House of Sabilurrosyad Malang 95% are university students. In this regard, self-efficacy of the students is very interesting to be examined, moreover to be related to the intensity of wiridan. Wiridan-to the students, is believed as the supply of psychological tranquility generating positive emotions. Accordingly, The research questions are 1) how is the level of wiridan intensit y offemale students at Islamic Boarding House, 2) how is the level of student self- efficacy, and 3) is there any influence on the wiridan intensity to female student self-efficacy at Islamic Boarding House.
This study aims to 1) determine the level of wiridan intensity offemale students at Islamic Boarding House, 2) determine the level of student self- efficacy, and 3) prove there any influence on the wiridan intensity to female student self-efficacy at Islamic Boarding House of Sabilurrosyad Malang.
Methodologically, the researcher exerts descriptive quantitative methods approach. The data retrieval technique using a likert scale, by instrument detail Wiridan Intensity (independent variable) 34 items of statements and Self-Efficac y (dependent variable) 36 items of statements. This instrument distributed to 86 selected respondents using quota sampling and simple random sampling. The Data were analyzed using descriptive analysis, cross tabulation, Product Moment correlation and simple linear regression test as hypothesis testing (Test F).
This study showed some facts that 69% of female students at Islamic Boarding House of Sabilurrosyad Malang have high intensity level of wiridan and high level of self-efficacy as well. Their high intensity level of wiridan within mean score 131,42, turning between minimum score 99 and maximum score 161. Besides, the high level of self efficacy also, 65% of Islamic Boarding House students are in high category within mean score 137,62, turning between minimum score 104 and maximum score 177. Subsequently, from the result of cross tabulation analysis, only 7% who have wiridan intensity and high self- efficacy, whereas 6% have wiridan intensity and medium self-efficacy. Furthermore, from the analysis of Product Moment correlation creates rhit=0,395>rtabel=0,213, because of rhit>rtabel, so these both variable are declared that they have positive correlation. Whereas from the regression test acquires Rsquare=0,156, Fhit=15,558 and ftabel=3,954 (a = 0,05), because of Fhit>ftabel and a=0,05>Sig.F=0,000, so Ha is accepted and Ho is rejected. Means that the wiridan intensity significantly have influence in the level strength of 15,6% to the students self-efficacy.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hakikatnya setiap manusia akan diuji dengan masalah. Masalah yang
datang pun beragam, ada masalah sepele sampai masalah yang bertubi-tubi dan
rumit untuk diselesaikan. Contohnya, banyak mahasiswa mengalami permasalahan
atas perubahan sistem belajar mengajar, serta tuntutan tugas yang lebih sulit,
semenjak mereka masuk bangku perkuliahan dibandingkan pada masa SMA. Mereka
dituntut untuk dapat menyelasaikan tugas makalah dengan batas waktu yang lebih
sempit berikut bahan presentasinya baik secara individu maupun kelompok,
melaksanakan penlitian-penelitian, praktikum-praktikum yang prosesnya lebih
rumit berikut laporannya yang terkadang harus ditulis tangan. Pagi berangkat
kuliahnya, mengumpulkan makalah, presentasi, kumpul kelompok penelitian, siang
ke perpustakaan mencari bahan makalah dan presentasi, sore hingga larut malam
mulai mengerjakan tugas, terkadang jika mahasiswa mengikuti organisasi
intra/ekstra kampus mereka masih harus menyelesaikan dan mengerjakan
tugas-tugas dari organisasi. Dari fenomena tersebut, ternyata mahasiswa
benar-benar memiliki waktu yang sangat sempit, waktu mereka terforsir untuk dapat
menyelesaikan kesemuanya itu. Di sini, mereka sebagai mahasiswa yang baik dan
patuh peraturan membutuhkan kesiapan diri untuk penyesuaian diri agar
benar-benar mampu mengukuti perkuliahan serta 2 menyelesaikan tugas-tugas
tersebut dalam waktu yang dimiliki. Wijaya dan Pratitis (2012) dalam
penelitiannya menemukan fakta bahwa efikasi diri memberikan pengaruh yang cukup
dominan pada penyesuaian diri dalam persoalan tersebut.1 Sebagai seorang
individu yang baru memiliki satu status sebagai mahasiswa saja, mereka
seolah-olah sudah hampir kehabisan waktu. Sama halnya dengan seorang yang
berstatus sebagai santri saja disebuah pondok pesantren. Sebagai santri,
seorang juga mengalami perubahan pola kehidupan serta perubahan sistem
pembelajaran yang jauh berbeda dengan sebelumnya dia menyandang status santri.
Di pondok pesantren santri dituntut untuk mampu beradaptasi dengan
kegiatan-kegiatan yang harus dijalani oleh santri, ketatnya peraturan yang
harus dipatuhi oleh santri, jam keluar yang dibatasi serta padatnya kegiatan
mengaji pada setiap harinya. Setiap harinya kegiatan santri dimulai dari
sebelum subuh hingga tidur lagi di malam hari, santri diwajibkan untuk
mengikuti pengajian diniyah (sekolah salaf), pengajian wetonan, sorogan,
lalaran, sholat berjama’ah lima waktu serta berbagai macam piket. Seperti
halnya di Pondok Pesantren Salafiyah Nurudh Dholam Bangil, santri diwajibkan
bangun sebelum subuh agar dapat melaksanakan sholat malam, berjama’ah sholat
Subuh dan dilanjutkan tadarus Al-Qur’an hingga sekitar waktu dhuha awal.
Kemudian santri melaksanakan piket kebersihan hingga waktu jam ngaji diniyah
(sekolah salaf) dimulai. Dilanjutkan sholat jama’ah Dzuhur dan istirahat hingga
waktu ‘Ashar, kecuali 1 Intan P Wijaya & Niken Titi Pratitis, Efikasi Diri
Akademik, Dukungan Sosial Orang Tua dan Penyesuaian diri Mahasiswa dalam
Perkuliahan, Jurnal Psikologi Persona Vol.1 No.1(Kediri: Universitas Nusantara
PGRI Kediri, 2012) 3 santri yang mempunyai tanggungan setoran hapalan Al-Qur’an
pada pengasuh. Piket kebersiahan dilanjut kembali setelah jama’ah ‘Ashar hingga
menjelang persiapan jama’ah sholat Maghrib. Kemudian ngaji bandongan dengan
pengasuh hingga jama’ah ‘Isya dilanjutkan ngaji bandongan kembali dengan kitab
yang berbeda hingga sekitar pukul 10.00-11.00 WIB, baru setah itu bisa santri
kembali istrirahat.2 Padatnya kegiatan mahasiswa dan santri ini tentunya
memunculkan permasalahan dalam setiap penyelesaiannya. Seperti masih adanya
beberapa mahasiswa yang terlambat datang kuliah dan terlambat mengumpulksn tugas,
atau bahkan ada beberapa yang tidak mampu mengerjakan tugas yang mengakibatkan
mahasiswa tersebut mendapatkan nilai rendah atau bahkan harus mengulang mata
kuliah. Ada juga mahasiswa yang terlena dengan organisasi hingga menunda-nunda
kelulusannya serta kurangnya kepercayaan diri yang mempengaruhi keaktifannya di
perkuiahan. Dalam dunia pesantren juga banyak ditemukan permasalahapermasalaha,
seperti banyaknya santri yang membolos ngaji diniyah karena belum hapal lalaran
yang harus disetorkan yang mengakibatkan santri tersebut akan menerima ta’ziran
(hukuman). Kemudian banyaknya santri yang harus melaksanakan ro’an ta’ziaran
kaeran tidak mengikuti jama’ah dan ngaji bandongan. Ada juga santri yang tidak
naik kelas diniyah karena tidak mampu mengikuti pengajian yang diberikan.
Bahkan ada santri yang mencoba melarikan diri atau ingin boyong karena merasa
tidak mampu 2 Pengalamana Peneliti ketika mengikuti mondok kilatan di Pondok
Pesantren Salafiyah Nurudh Dholam Bangil tahun 2011. 4 beradaptasi dan merasa
tertekan dengan peraturan-peraturan yang ada di pondok.
Bagaimana jika masalah itu muncul di depan seorang yang memiliki
kedua status tersebut, yaitu tidak hanya berstatus mahasiswa saja tapi juga
berstatus santri? Atau istilahnya memiliki status ganda? Pondok Pesantren
Sabilurrosyad Malang adalah pondok pesantren yang mayoritas santrinya berstatus
ganda, yaitu sebagai santri dan mahasiswa. Permasalahan silih berganti muncul
di hadapan para santri ini. Di satu sisi, sebagai seorang santri mereka harus
tetap taat pada peraturan pondok, mengikuti pengajian wetonan dan diniyah,
kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwalkan, sholat jama’ah di masjid, melaksakan
segala macam piket kebersiahan dan keamanan, memiliki jam malam, meminta izin
ketika keluar masuk pondok. Sedangkan di sisi lain, sebagai seorang mahasiswa,
santri tersebut juga memiliki tanggungjawab akan studinya, menyelesaikan
seluruh tugas kuliahnya, memahami dan mempelajari setiap materi mata kuliah
yang diambil, mengikuti seluruh rangkaian kuliah yang terkadang memakan waktu
satu hari dari pagi hingga malam hari, mengikuti UKM, mengukuti kegiatan
kampus, jauhnya jarak antara kampus dengan asrama/pondok. Hal itu semua harus
dilakukan seorang santri mahasiswa secara beriringan demi mencapai sebuah
keberhasilan dan kesuksesan hidup. Lalu apakah semuanya bisa berjalan seimbang?
Berdasarkan statement beberapa santri putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad
Malang, sebagian darinya 5 menyatakan sikap untuk lebih mengutamakan kuliah dan
menomorduakan pesantren. Seperti keberhasilan yang diraih oleh salah satu
wisudawati dengan IPK tertinggi 3,95 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun
2010 dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Dengan IPK yang hampir mendekati
sempurna (4.00) tersebut membuktikan bahwa mahasiswa tersebut mampu mengerjakan
tanggung jawab studinya dengan sangat baik, dapat melaksanakan tugas-tugas
dengan sempurna sehingga dapat menyelesaikan studi tepat waktu. Setelah kita
menengok latar belakang mahasiswi tersebut, ternyata dia adalah salah seorang
santri di sebuah pondok pesantren dekat kampus UIN. Sayangnya sebagai seorang
lulusan terbaik pada waktu itu, di pesantren dia termasuk santri yang sedikit
mengenyampingkan kewajibannya sebagai santri. Dia sering tidak mengikuti
jama’ah sholat subuh dan pengajian wetonan ba’da subuh dengan alasan masih
harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Karena dia merasa tidak yakin mampu
menyelesaikan tugas tepat waktu jika dia masih harus mengikuti pengajian itu.
Sebagian lagi menyatakan sikap untuk mengutamakan pesantren dan menomorduakan
kuliah. Seperti sikap yang diambil seorang alumni santri Pondok Pesantren
Sabilurrosayad Malang mantan ketua panitia Halal Bi Halal tahun 2010. Dia
merupakan mahasiswa jurusan Matematika Fakultas Saintek UIN Maliki Malang
angkatan 2006. Demi kesuksesan acara pengajian tahunan di pondok tersebut, dia
menomorduakan studinya yang seharusnya dapat diselesaikan pada tahun 2010
tersebut, akan tetapi dia justru mengambil sikap untuk menunda kelulusannya
satu semester setelahnya, Mei 6 2011. Hal ini juga dirasakan oleh ketua Halal
Bi Halal tahun 2015 ini. Dia seorang mahasiswa jurusan PAI UIN Maliki Malang
angkatan 2011. Seharusnya dia mampu menyelesaikan studinya pada semester 8
tahun 2015 in, akan tetapi dengan beban tanggung jawab yang sedang dipikulnya
ini, dia merasa tidak yakin dapat mengerjakan tugas akhir dengan maksimal.
Hingga akhirnya dia mengambil sikap untuk menunda kelulusannya di semester
berikutnya. Selain itu ada beberapa santri di pondok di luar Malang, tepatnya
di Kota Kediri yang tertunda kelulusan sarjananya hingga lebih dari semester
14, dia merupakan salah satu mahasiswa di salah satu perguruan tinggi islam
setempat. Dan setelah ditengok kebelakang, ternyata santri tersebut adalah
santri yang mengabdikan dirinya di ndalem (mengurusi rumah kiai) secara total.
Mereka beranggapan bahwa patuh dan ta’dzim akan kyai, dan melaksanakan apa yang
diperintahkan oleh kyai adalah yang utama, karena pasti akan membawa barokah
dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan dunia dan akheratnya. Oleh karena
itu, dia akan melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh kyai meskipun
pada waktu itu dia memiliki jadwal kuliah maupun tugas presentasi. Pernah suatu
hari ketika dia akan berangkat kuliah, tiba-tiba sang kyai memerintahkan dia
untuk membenarkan saluran air yang rusak di ndalem kyai, maka seketika itu dia
kembali ke kamar menanggalkan sepatu dan pakaian kuliahnya berganti dengan
sarung dan kaos oblong, kemudian berangkat membenarkan saluran air yang rusak
tersebut. 7 Dan sebagian yang lain memilih untuk menjalani keduanya secara
seimbang. Dan ternyata ada beberapa santri yang mampu menyelesaikan studi tepat
waktu dengan tidak meninggalkan seluruh kegiatan pesantren. Seperti yang
terjadi pada wisudawan termuda pascasarjana UIN Malang periode Oktober 2013.
Dia adalah seorang santri putra Pondok Pesantren Sabilurrosyad
Malang berasal dari Lampung. Di satu sisi, sebagai seorang santri dia sangat
patuh akan peraturan pondok, seperti tertib mengikuti jam’ah sholat di masjid,
tidak pernah bolos pengajian wetonan dan diniyah kecuali jika sedang pulang ke
rumah, rajin melaksanakan Sholat Dhuha dan berwirid setiap setelah sholat,
berpakaian sopan, dan berperilaku baik. Di sisi lain, sebagai mahasiswa
pascasarjana UIN Maliki Malang yang memilki tingkat kesulitan yang lebih tinggi
daripada mahasiswa strata I, dia mampu menyelesaikan studinya tepat waktu dan
pada umur yang bisa dibilang muda. Bahkan kini dia meneruskan studi doktoralnya
juga di UIN Maliki Malang dan tetap nyantri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad.
Selain itu ada santri putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad yang juga menjalani
kedua status ini dengan seimbang, santri ini menyelesaikan studi sarjananya di
UIN Maliki Malang tepat 8 semester dan mengikuti wisuda pada periode Mei 2011
dengan kategori IPK sangat baik dan menjadi meraih gelar masternya di almamater
yang sama pada Oktober 2013 dengan IPK sangat baik juga. Sebagai santri, dia
tidak hanya patuh dan rajin, tapi dia sangat giat dalam melasanakan
kegiatan-kegiatan pondok, dia juga mengabdikan diri di ndalem kyai. Santri ini
pernah dibebani tanggung jawab 8 sebagai Ketua Pondok Putri periode September
2009 s/d Maret 2011, dan kini menjadi Dewan Pembina Putri mulai periode Maret
2011 s/d sekarang(2015). Bahkan dengan statusnya sebagai dosen di almamaternya,
dia masih tetap mampu melaksanakan segala kegiatan pondok dengan baik. Melihat
fenomena di atas tentunya seorang santri mahasiswa harus lebih bijak dalam
menghadapi persoalan yang muncul akibat status ganda yang disadangnya tersebut.
Sebagiman firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 26: üw $oY /uë 3 ÙMt6|°tF¯.$#
$tB $pkˆén=t„ur ÙMt6|°x. $tB $ygs9 4 $ygyËÛô„r ûwŒ) $²°¯ˇtR ™ !$# fl#œk=s3„É üw
ín?t„ ºÁmtF˘=yJym $yJx. #\ çÙ¹Œ) !$uZ¯än=t„ ˆ@œJÛss? üwur $oY /uë 4
$tR˘'s‹˜zr& ˜rr& !$uZäÅ°Æ S bŒ) !$tRıãœ{#xsË? $oYs9 ˆçœˇ¯Ó$#ur $® Yt„
fl#Ù„$#ur ( æœmŒ/ $oYs9 sps%$s¤ üw $tB $oY˘=œdJysË? üwur $uZ /uë 4 $uZŒ=ˆ6s%
`œB ö˙Ôœ% © !$# «À—œ» ö˙ÔÕçœˇªx6¯9$# œQˆqs)¯9$# ín?t„ $tRˆç›£R$$s˘ $uZ9s9ˆqtB
|MRr& 4 !$uZÙJymˆë$#ur Artiny: Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami
lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."(Q.S.
Al-Baqarah: 286)3 Dalam ayat di atas, sudah tertulis dengan jelas bahwa “Laa
yukallifullahu nafsan illa wus’ahaa” yang artinya “Allah SWT tidak membebani
seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya”. Jadi 3 Departement Agama
RI, Al-Hikmah Al-Qur’an Terjemah, (Cet. 6; Bandung: Diponegoro, 2007), h. 49. 9
Allah SWT tidak akan membebani hamba-hamba-Nya diluar batas kekuatan dan
kemampuannya. Atau dengan kata lain bahwa beban yang diberikan Allah kepada
santri yang berstatus ganda tersebut bukanlah suatu hal yang tidak disengaja
(di luar kuasa Allah), akan tetapi merupakan suatu ujian yang mau tidak mau
harus dihadapi oleh santri untuk senantiasa ingat kepada Allah. Dengan
mengingat dan memohon pertolongan kepada-Nya, maka InsyaAllah Allah akan
memudahkan dalam menghadapi persoalan tersebut. Dan pada akhirnya, santri lebih
memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya untuk menyelesaikan segala persoalan.
Kuatnya keyakinan akan kemampuan diri tersebut, menurut Zulfa menyebabkan
seseorang untuk terus berusaha sekuat tenaga dalam memecahkan segala
problematika kehidupan guna mencapai tujuan hidupnya, dan akan berlaku
sebaliknya, jika keyakinan akan kemampuan diri itu rendah, akan melemahkan dan
mengurangi usaha sesorang apabila dihadapkan dalam suatu permasalahan.
Bandura dalam Alwisol (2009) menyebut keyakinan diri ini sebagai
Self-Efficacy, yakni keyakinan individu terhadap kemampuan mereka akan
mempengaruhi cara individu ini dalam bereaksi terhadap situasi dan kondisi
tertentu.5 Berdasarkan konsep tersebut, maka keyakinan santri terhadap
kemapuannya akan sangat berpengaruh terhadap cara santri dalam mengahadapi
situasi dan kondisinya di lingkungan pesantren dan kampus. 4 Layina Tanal
Zulfa, Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Self Efficacy dalam Menghapal
Al-Qur’an pada Santri Komplek Aisyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren
Krapyak Yogyakarta, Skripsi, (Yogyakarta: Prodi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), h. 1.
5 Alwisol, Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi, (Malang: UMM Press, 2009), h.
10 Bagaimana keyakinan diri tersebut dapat diperoleh? Bandura mengemukakan
bahwa keyakinan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan
melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber, yakni pengalaman akan
kesuksesan, pengalaman dari individu lain, persuasi sosial, dan pembangkit
emosi atau keadaan emosinya.6 Disini dapat dipahami bahwa keadaan emosi yang
mengikuti suatu masalah akan mempengaruhi efikasi seseorang pada masalah
tersebut. Emosi negatif yang kuat seperti takut, cemas, stress dapat menurunkan
tingkat efikasi diri. Sebaliknya emosi positif yang kuat seperti semangat,
ketenangan, percaya diri akan meningkatkan tingkat efikasi diri seseorang.
Ketenangan sendiri merupakan perkembangan ruhaniah manusia yang paling tinggi,
disamping kebahagiaan. Terjadinya entitas, yaitu keutuhan laku, dan tercapainya
integritas kepribadian, yaitu keserasian dimensi fisik, mental dan spiritual
manusia. Ketimpangan salah satu dari hal tersebut akan menimbulkan masalah,
seperti kekecewaan, kegetiran, sampai kepahitan dalam hidup. Meskipun begitu,
selagi aspek spiritual manusia dapat menerimanya, maka masalah akan dapat
diurai dan kebahagiaan akan dapat dicapai.7 Sebagaimana Allah berfirman dalam
Al-Qur’an: æœ&Œ#ãŒ6yô íŒ˚ (#rflâŒgªy_ur s's#ãÅôuq¯9$# œm¯ãs9Œ)
(#˛q‰ÛtGˆ/$#ur © !$# (#q‡) Æ ?$# (#q„ZtB#u‰ ö˙Ôœ% © !$# $yg ï Ér'تtÉ «ÃŒ»
öcqflsŒ=¯ˇË? ˆN‡6 Ø =yËs9 6 Albert Bandura, Sosial Foundation of though and
actin: Asocial Cognitive Theory, (Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1986), h. 7
Drs. H. Mohammad Bisri, M.Si., “Zikir dan Implikasinya bagi Perkembangan
Ruhaniah Manusia”, Buletin Ar-Raudhah, Edisi 27/II, September 2014, h. 1 11
Artinya: Hai orang - orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya
kamu mendapat keberuntungan. (QS. al-Maa'idah; 35).8 Ada banyak cara yang digunakan
untuk memperoleh ketenangan, seperti meditasi, yoga, relaksasi dialam terbuka,
dan sebagainya. Namun tidak ada yang menyamai keefektifan dan kecepatan dzikir
dalam mencapai ketenangan batin. Bahkan Allah sendiri menegaskan bahwa zikir
adalah cara yang sangat efektif untuk menuju ketenangan batin9 . Sebagaiman
Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an: Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. Ar-Ra’du: 28)10 Adapun dzikir
yang efektif adalah yang dilakukan dalam jumlah banyak, sebagaimana yang
dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an:. Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat,
Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung
Berdasarkan firman Allah SWT
tersebut dapat diambil pemahaman bahwa dengan banyak berzikir (mengingat Allah)
seseorang akan menjadi lebih tenang. 12 Semua dzikir (mengingat Allah) adalah
berisi kebaikan. Dalam pelaksanaannya, dzikir lebih afdhol jika dilaksanakan
secara istiqomah atau continue. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Ahqof
ayat 13-14: « û öcqÁRtì¯tsÜ ˆNËd üwur ÛOŒg¯än=tÊ Ï$ˆqyz üxs˘ (#qflJªs)tFÛô$# ß
NËO ™ !$# $oY ö /zí (#q‰9$s% t˚Ôœ% © !$# ® bŒ) « Õ» tbqË=yJ˜ËtÉ (#qÁR%x. $yJŒ/
L‰!#tìy_ $pkéœ˘ t˚Ôœ$Œ#ªyz œp ® Ypg¯:$# ‹=ªptıær& y7եتs9'rÈ& Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah",
Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka Itulah penghuni-penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang Telah mereka kerjakan.
(Q.S. Al-Ahqof ayat 13-14) 13 Berdasarkan dalil tersebut, jelas bahwa untuk
memperoleh ketenangan jiwa diperlukan amal shaleh yang dilakukan secara
istiqomah atau kontinue (terus-menerus). Dalam dunia pesantren pada khususnya,
dan masyarakat Jawa pada umumnya, dzikir juga dikenal dengan istilah wiridan.
Berkenaan dengan penelitian ini, bagi seorang santri tentunya wiridan bukanlah
suatu hal yang 12 Drs. H. Mohammad Bisri, M.Si., “Zikir dan Implikasinya bagi
Perkembangan Ruhaniah Manusia”, Buletin Ar-Raudhah, Edisi 27/II, September
2014, h. 2 13 Departement Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an Terjemah, (Cet. 6;
Bandung: Diponegoro, 2007), h. 503.
asing lagi. Bahkan dalam
sebuah maqalah (ungkapan) dalam kitab Kifayatul Atqiya’ halaman 47 disebutkan
bahwa14 : “monyet seperti dia maka wirid tidak yang siapa barang “رْدٌ قِ هُوَ فـَ رْدٌوِ هُ لَسَ يْلَ مَنْ Artinya,
barang siapa orang yang tidak mengamalkan wirid dia termasuk orang yang lalai
kepada Tuhannya. Sehingga untuk seorang santri, mengamalkan wirid adalah suatu
hal yang diharuskan. Apalagi untuk santri yang juga menyandang ststus
mahasiswa, yang mana mereka akan menemukan berbagai permasalahan yang lebih
sulit diantara keduanya senhingga akan lebih membutuhkan ketenangan batin dalam
rangka pengambilan keputusan guna menghadapi permasalahan tersebut. Menurut
peneliti, kebiasaan wiridan di dunia pesantren yang dilakukan oleh santri ini,
menarik untuk dikaji sebab diperkirakan ada hubungan erat antara
wiridan(dzikir) dengan tingkat self-efficacy santri dalam menyikapi
permasalahannya, khususnya para santri mahasiswa yang dalam hal ini memiliki
status ganda yaitu sebagai seorang santri pondok dan juga sebagai seorang
mahasiswi. Kita ketahui bahwasannya sebagai seseorang yang berstatus ganda,
dalam melaksanakan kewajiban keduanya banyak terjadi benturan-benturan yang
menjadi masalah. Untuk itu perlu adanya efikasi diri seseorang untuk menjalani
kedua. Untuk membahas fenomena ini, peneliti mengambil subjek penelitian santri
mahasiswa putri Pondok 14 Abu Bakar Al-Ma’ruf, Kitab Kifayatul Atqiya’ Wa
Minhajul Ashfiya’, h. 47. (www.nu.or.id. 1 maret 2013) 14 Pesantren
Sabilurrosyad Malang, yang dalam hal ini mereka memiliki status ganda sebagai
seorang santri sekaligus mahasiswa.
B.
Rumusan
Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat Intensitas wiridan santri mahasiswa putri
di Pondok Pesantren Sabilurrosyad? 2. Bagaimana tingkat Self Efficacy santri
mahasiswa putri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad? 3. Adakah pengaruh wiridan
terhadap Self Efficacy santri mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabiurrosyad
Malang, dalam mengahadapi persoalan kuliah serta pesantren.
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tingkat Intensitas wiridan santri
mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad. 2. Untuk mengetahui tingkat
Self Efficacy santri mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad. 3. Untuk
membuktikn hasil uji regresi sederhana terkait pengaruh wiridan terhadap Self
Efficacy santri mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang dalam
menghadapi persoalan kuliah dan pesantren.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada upaya pengembangan Ilmu Psikologi khususnya
Psikologi Islam, terutama pada pemahaman psikospiritual serta tugas dan fungsi
Psikologi Islam, guna mewujudkan individu yang lebih berkualitas dari segi
spiritual, sehat emosional dan loyal dalam sosial.
2.
Manfaat Praktis Signifikansi praktis, yaitu membantu memecahkan masalah
terhadap subjek yang diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan, sumbangan pemikiran, dan informasi yang bermanfaat bagi para santri
mahasiswa putri Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang khususnya dan mahasiswa
pada umumnya agar lebih bertaqorrub ilallah dan yakin akan kemampuan diri baik
dari segi spiritual, intelektual, emosional serta sosialnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Pengaruh intensitas wiridan terhadap self-efficacy santri mahasiswa putri dalam menghadapi persoalan kuliah dan pesantren di Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD