Abstract
INDONESIA:
Adanya penjualan harta waris sebelum dilaksanakan pembagian yang sesuai dengan hak perolehan ahli waris menjadikan ketidak adilan antara ahli waris. Sedangkan terhadap warisan tersebut masih terdapat harta waris yang belum tepat sistem pembagiannya dan ahli waris tidak mendapatkan hak pembagian yang sesuai dengan haknya. Kajian ini difokuskan pada penjualan harta waris sebelum dibagi dan sistem pembagian harta warisan.
Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) Apa alasan masyarakat melakukan penjualan terhadap harta waris yang belum dibagi di Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 2) Bagaimana sistem pembagian harta waris yang diterapkan oleh masyarakat Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 3) Bagaimana pandangan tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang penjualan harta waris sebelum dibagi di Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Adapun pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Data tersebut diperoleh dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Kemudian data tersebut di analisis dengan cara menggali data yang diperlukan serta menganalisis dan menarik kesimpulan dari persoalan tersebut.
Berdasarkan penemuan penelitian, penulis menyimpulkan hasil akhir dari penelitian penjualan harta waris sebelum dibagi di kelurahan Tunjungsekar kecamatan Lowokwaru kota Malang sebagai berikut: 1) faktor keluarga dan ekonomi yang menjadikan alasan masyarakat untuk menjual harta waris. 2) sistem pembagiannya menggunakan sistem yang ditentukan oleh orangtua yang masih hidup dan pembagian yang diatur oleh kakak tertua. 3) pandangan tokoh mayarakat dan agama tentang penjualan harta waris tersebut menemui pendapat yang berbeda, tetapi setelah penulis menganalisis persoalan tersebut, akhirnya penulis menarik kesimpulan bahwa penjualan harta waris sebelum dibagi diperbolehkan dikarenakan faktor kesejahteraan dan kedamaian antar sesama ahli waris.
ENGLISH:
The sale of the estate before the division carried out in accordance with the acquisition of the right heirs make injustice among heirs. Meanwhile, the legacy is still there is not proper estate and heirs of the distribution system does not get the right fit with the right division. This study focused on the sale of the estate before the split and division of property inheritance system.
In this study, there is a formulation of the problem, namely: 1) What is the reason the people selling the undistributed estate in the Village Tunjungsekar Lowokwaru Malang? 2) How does the division of property inheritance system implemented by the village community Tunjungsekar Lowokwaru Malang? 3) How do religious leaders and community leaders about the sale of the estate before it is divided in the Village Tunjungsekar Lowokwaru Malang?
This research is an empirical study. The approach used in this study used a qualitative descriptive approach. Source of data used in this study are primary and secondary data sources. The data obtained by interview, observation and documentation. Then the data is analyzed by digging the necessary data and analyze and draw conclusions from these problems.
Based on the study findings, the authors conclude the final results of the study before the sale of the estate is divided in sub Tunjungsekar Lowokwaru Malang districts as follows: 1) family and economic factors that make the community a reason to sell the estate. 2) the distribution system using the system specified by the surviving parent and the division is regulated by the eldest brother. 3) view of society and religious leaders about the estate sale to see different opinions, but after the authors analyze these issues, the authors ultimately conclude that the sale of the estate before it is allowed due to factors shared prosperity and peace among fellow heirs.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin. Al-Qur’an sendiri telah,
sedang, dan akan selalu ditafsirkan. Al-Quran memberikan kemungkinankemungkinan
arti yang tak terbatas. Dengan demikian ayat selalu terbuka untuk interpretasi
baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.1 Al-Qur’an
sebagai fenomena linguistik, al-Qur’an bisa menimbulkan pemahaman yang berbeda
di kalangan umat Islam, utamanya dalam bidang penafsiran. Artinya, bagaimana
menafsirkan teks-teks al-Qur’an yang pada hakikatnya berasal dari Tuhan, yang
tidak terbatas, bisa dipahami dengan baik 1M. Quraish Shihab, Membumikan
Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1989), 43. oleh manusia yang terbatas. Sebab, sejak
meninggalnya Nabi Muhammad SAW, yang diyakini sebagai penafsir al-Qur’an yang
paling otoritatif, penafsiran terhadap al-Qur’an tidak pernah dikatakan tuntas,
karena penafsiran sebagai cara pemahaman manusia pada dasarnya selalu
berkembang seiring perkembangan cara berpikir manusia itu sendiri. Sehingga,
tidak ada suatu metode atau bentuk penafsiran yang bisa diklaim sebagai
penafsiran yang mutlak benar dan otoritatif.2 Dengan keberadaan umat Islam yang
menghuni setiap pelosok dunia, maka tafsir juga berkembang di semua tempat.
Sudah barang tentu, tafsir yang muncul di suatu kawasan akan berlainan dan
memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan yang muncul di daerah lain.
Demikian pula, tafsir yang dihasilkan pada suatu masa mesti cenderung berbeda
dari sebelum atau sesudahnya. Hal yang demikian ini disebabkan oleh adanya
perubahan yang terus terjadi pada manusia seiring dengan berlalunya waktu.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada diri manusia itu berhubungan dengan hal
yang berhubungan dengan budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kebiasaan cara pandang objek yang ditelaah, dan lain sebagainya. Semua itu
tentu berpengaruh pada kemampuan akal dalam menganalisis ayat-ayat yang
ditafsirkan. Tafsir al-Qur’an, sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan
maksud ayat-ayat suci al-Qur’an, telah melahirkan sejumlah karya penafsiran.
Dinamika kegiatan penafsiran tersebut berkembang seiring dengan tuntutan zaman.
Keanekaragaman latar belakang individu dan kelompok manusia, turut pula
memperkaya tafsir dan metode pendekatan memahami al-Qur’an, dengan segala
kelemahan dan kelebihannya. Dalam wilayah ini, konsep-konsep dan teori 2
Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual Usaha Memaknai Kembali
Pesan AlQur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 3,5. mengenai bagaimana
sebaiknya menafsirkan dan memahami al-Qur’an telah banyak dilontarkan. Salah
satu tema yang berkembang dan sering menjadi bahan diskusi dalam dunia tafsir
dan ilmu tafsir adalah bagaimana membumikan al-Qur’an atau lebih tepatnya
adalah bagaimana memahami al-Qur’an secara kontekstual. Di satu pihak pemahaman
yang kontekstual itu merupakan kebutuhan umat Islam untuk merujuk kepada
al-Qur’an dalam berbagai aspek kehidupan; di lain pihak, tafsir yang
kontekstual itu tentunya akan menjadi bukti bahwasannya al-Qur’an memang
merupakan petunjuk yang final dan bisa operasional dalam berbagai ruang dan
waktu. Betapapun tidak mudah untuk melaksanakan ideal kontekstualisasi alQur’an
tersebut. Upaya ke arah sana sudah berlangsung sejak lama; hal itu terbukti
dengan telah banyak munculnya kitab-kitab tafsir al-Qur’an dengan tokoh dan ciri
khasnya masing-masing dalam khazanah kepustakaan muslim, yang berusaha untuk
memahami al-Qur’an secara kontekstual dalam arti menjawab persoalan-persoalan
yang muncul pada zaman ketika tafsir tersebut disusun secara operasional dan
fungsional. Muatan tafsir dengan corak ini biasanya ditujukan untuk
mengedepankan petunjuk al-Qur’an dan ajaran-ajarannya untuk dapat diambil
petunjuknya secara praktis dalam kehidupan yang dengannya dapat diperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat. Tafsir jenis ini pada dasarnya ingin agar
petunjuk-petunjuk dari al-Qur’an itu bisa digali dan dimanfaatkan secara
fungsional oleh umat Islam dalam kehidupan nyata di dunia ini.3 Indonesia
merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh umat Islam dalam kuantitas yang cukup
besar. Bahkan dapat dikatakan bahwa kaum muslimin di republik ini merupakan
umat Islam terbesar di suatu negara dibandingkan dengan negara lain. Dengan
jumlah pemeluk yang demikian banyak, pastilah mereka juga membutuhkan tafsiran
dari al-Qur’an yang diyakini sebagai sumber ajaran agamanya. Oleh karena itu,
tidak mengherankan bila di kawasan ini selalu bermunculan karya-karya tafsir
dari masa ke masa. Seakan tiada putusnya hasil karya semacam ini terus
bermunculan sampai saat sekarang. Para ulama dan cendikiawan muslim dengan ilmu
pengetahuan dan produktifitas yang ada pada mereka terus melakukan kegiatannya
dalam upaya menjelaskan makna dan kandungan al-Qur’an. Itu semua dilakukan
sebagai wujud dari kepedulian mereka untuk menularkan pengetahuan yang dimiliki
kepada sesama umat Islam. Tafsir yang dihasilkan oleh para ulama di Indonesia
dewasa ini dapat dikatakan cukup banyak. Hasil kajian yang diterbitkan, sesuai
dengan kemampuan dan keinginan yang ada pada masing-masing mufassir yang
kemudian dituangkan dalam bentuk buku, cenderung berbeda dari hasil karya masa
sebelumnya. Selain itu, metode dan corak penafsiran yang dianut dan
dipergunakan dalam penafsiran juga semakin beragam dan tidak bertumpu pada
metode tertentu. Hal ini menunjukan telah semakin berkembangnya pengetahuan dan
kecenderungan dalam menafsirkan al-Qur’an. Tentu saja, kenyataan semacam ini
sangat 3 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani Antara Teks, Konteks, dan
Kontekstualisasi (Yogyakarta: QALAM, 2002), 5-7. menggembirakan. Sebab, tanpa
mengurangi penghargaan pada ulama Indonesia terdahulu beserta hasil karyanya,
hal itu juga dapat dijadikan sebagai parameter dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan kepedulian para ulama dan cendekiawan muslim terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan keislaman. Tafsir yang merupakan hasil karya para ulama
Indonesia cenderung bermacam-macam, baik dari segi sumber pengambilan, metode,
corak, maupun sistematikanya. Metodologi yang dianut dalam penyusunan tafsir
yang ditulis oleh seorang ulama berbeda dari yang disusun oleh yang lain. Kenyataan
yang semacam ini merupakan sesuatu yang sangat logis, mengingat masing-masing
ulama tentunya memiliki bekal pengetahuan dan segala sesuatu yang tidak sama.4
Salah satu tujuan dilakukannya upaya penafsiran al-Qur’an berdasarkan konteks
keindonesiaan ini adalah pentingnya untuk membangun masyarakat Indonesia
menjadi lebih baik. Oleh karena itu peran keluarga menjadi sangat penting dalam
hal ini. Karena keluarga merupakan suatu unit terkecil dari masyarakat.
Keluarga merupakan sub sistem penting bagi pembentukan sistem masyarakat yang
lebih luas. Penanaman nilai akan lebih efektif jika dilakukan oleh suatu
keluarga. Hal ini disebabkan keterikatan emosional dalam keluarga menjadikan
sosialisasi dapat berjalan lebih cepat dan mengakar. Keluarga, atau katakanlah
unit terkecil dari keluarga adalah suami dan istri, atau ayah, ibu, dan anak
yang bernaung di bawah satu rumah tangga. Unit ini 4 Sahiron Syamsuddin,
Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), 247-248.
memerlukan seorang pemimpin, dan dalam pandangan al-Qur’an yang wajar memimpin
adalah suami atau ayah.5 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ (4)
ayat 34: Ïä!$|¡ÏiY9$# n?tã cq ãBº§ qs% ãA%y`Ìh9$# kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.6 Namun ketika
memasuki era informasi dan era globalisasi, bersamaan dengan itu dunia juga
dihadapkan pada perubahan pandangan mengenai fungsi dan status wanita dalam
berumah tangga. Persentase wanita yang bekerja hampir menyamai persentase
sejumlah pria yang bekerja. Pada masa lampau, yang kita ketahui secara umum
fungsi wanita adalah mengurus rumah tangga, membesarkan anak-anak serta
mengurus kepentingan suami dan urusan lain yang berkenaan dengan kehidupan
rumah tangga. Sedikit sekali wanita yang dibebani masalahmasalah ekonomi
sebagaimana yang mereka alami sekarang. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai
dampak, baik positif maupun negatif.7 Bersamaan dengan terbukanya pemikiran
rakyat akan gagasan demokrasi, terbuka pula pemikiran perempuan Islam akan gagasan
emansipasi. Secara berangsur-berangsur kondisi dan posisi wanita Indonesia
membaik. Diberikannya kesempatan pada kaum wanita untuk mengenyam pendidikan,
telah membuka 5 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur-an Tafsir Tematik atas
Berbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), 279. 6QS. An-Nisa’ (4): 34. 7
Ibnu Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21 (Bandung: Al-Bayan. 1993),
50. jalan bagi mereka untuk bersikap kritis dan tidak menerima begitu saja
sistem, budaya, dan nilai-nilai yang merugikan mereka.8 Di tengah arus
emansipasi, isu konsep persamaan hak dan kesempatan nampaknya masalah
kepemimpinan dalam keluarga perlu ditafsirkan lebih detail. Secara psikologis
lebih sulit bagi wanita sekarang ini menerima konsep kepemimpinan dalam
keluarga. Tidak banyak wadah sosialisasi untuk wanita agar belajar bagaimana
menerima kepemimpinan suami. Hal inidisebabkan dalam setiap aspek kehidupan di
sektor publik wanita memiliki hak dan kesempatan yang sama, maka para wanita
perlu belajar lagi menerima kepemimpianan dalam lembaga keluarga yang memiliki
corak hubungan yang lebih emosional dan ekspresif dibandingkan hubungan
interpersonal di sektor publik yang bersifat lebih formal dan rasional.9
Sebagaimana permasalahan di atas adalah salah satu contoh dari berbagai
persoalan yang ada di Indonesia pada saat ini. Oleh karena itu dibutuhkan
penafsiran al-Qur’an yang sesuai dengan konteks keindonesiaan. Banyak mufassir
yang mencoba untuk menafsirkan al-Qur’an dalam konteks keindonesiaan. Di antara
sekian banyak mufassir tersebut adalah Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim
Amrullah) dan M. Quraish Shihab yang akan menjadi fokus pembahasan dalam
penelitian ini. 8 Said Agil Husin Al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Kesalehan
Hakiki (Jakarta: Ciputat Press, 2003), 216,217. 9Wazin Baihaqi, “Keluarga Islam
dan Kemajemukan Nilai dalam Masyarakat”, http://wazin
mendale.blogspot.com/2012/02/keluarga-islam-dan-kemajemukan-nilai.html, diakses
tanggal 8 Mei 2013. Buya Hamka dan M. Quraish Shihab merupakan tokoh agamawan
yang cukup disegani di Indonesia. Keduanya merupakan tokoh penafsir al-Qur’an
yang sama-sama memiliki karya yang monumental yaitu Tafsir al-Azhar dan Tafsir
alMishbah. Di sini peneliti di dalam membandingkan kedua tokoh tersebut
menggunakan contoh di dalam surat an-Nisa’ ayat 34. Jadi penelitian ini
menganalisis tentang bagaimana kedua tokoh tersebut menafsirkan ayat ini dalam
kedua kitabnya yakni Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbah. Penelitian ini
membahas tentang bagaimana pandangan kedua mufassir tersebut melihat permasalahan
yang semakin kompleks di Indonesia, sehingga diperlukannya tafsir al-Qur’an
dalam konteks keindonesiaan. Peneliti tertarik meneliti kedua tokoh ini karena
kedua tokoh tersebut merupakan tokoh yang ahli di bidang tafsir dan berbagai
permasalahan umat. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana persamaan dan perbedaan
penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dalam surat an-Nisa’ ayat 34 dari
segi substansinya? 2. Bagaimana metode tafsir yang digunakan oleh Buya Hamka
dan M. Quraish Shihab dalam surat an-Nisa’ ayat 34 ? C. Batasan Masalah Batasan
masalah dibutuhkan untuk memberi batasan pembahasan dalam penelitian, sehingga
objek tertentu akan dapat diteliti secara lebih spesifik dan mengena. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih utuh dan jelas, serta terhindar dari
interpretasi yang meluas dan tidak fokus. Tafsir yang dilakukan oleh Buya Hamka
dan M. Quraish Shihab meliputi beberapa aspek dan yang menjadi fokus pada
penelitian ini adalah kontekstualisasi surat an-Nisa’ ayat 34. D. Tujuan
Penelitian 1. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan penafsiran Buya Hamka
dan M. Quraish Shihab dalam surat an-Nisa’ ayat 34 dari segi substansinya. 2.
Untuk menganalisis metode tafsir yang digunakan oleh Buya Hamka dan M. Quraish
Shihab dalam surat an-Nisa’ ayat 34. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan
penelitian di atas, diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat secara teoritis
maupun praktis dalam rangka aplikasinya di dunia pendidikan maupun di
masyarakat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah khazanah
ilmu pengetahuan, khususnya mengenai tafsir al-Qur’an di Indonesia. 2. Manfaat
Praktis Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
implementasi kepemimpinan keluarga di Indonesia yang didasarkan atas
mufassir-mufassir Indonesia. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research),
yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber (data) primer, sehingga lebih
sebagai penelitian dokumenter (documentary research). Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis), yaitu
menggambarkan secara umum tentang objek yang akan diteliti.10 Dalam hal ini
peneliti memaparkan tentang kontekstualisasi surat an-Nisa’ ayat 34 perspektif
Buya Hamka dan M. Quraish Shihab. 2. Metode Pengumpulan Data a. Sumber Data 1)
Sumber Data Primer Sumber data primer adalah buku-buku atau literatur-literatur
yang menjadi referensi utama dalam penelitian ini. Adapun literatur pokok yang
menjadi acuan dalam penelitian ini adalah Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka dan
Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab. 2) Sumber Data Sekunder Sumber data
sekunder adalah bahan rujukan kepustakaan yang menjadi pendukung dalam
penelitian ini, baik berupa buku, artikel, tulisan ilmiah, dan lain sebagainya
yang dapat melengkapi data-data primer di atas. Di antara literatur-literatur
tersebut adalah hasil penelitian atau karya ilmiah yang ditulis oleh Buya Hamka
dan M. Quraish Shihab serta tulisan-tulisan yang mendiskusikan pemikiran kedua
tokoh tersebut secara umum dan pemikiran mereka di bidang tafsir al-Qur’an
khususnya. b. Tehnik Pengumpulan dan Analisis Data Untuk menghindari banyaknya
kesalahan dan mempermudah pemahaman, maka peneliti menggunakan: 10 Soerjono
Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1984), 48. 1) Editing
Editing adalah proses penelitian kembali terhadap catatan, berkas-berkas,
informasi yang dikumpulkan oleh pencari data. Pemeriksaan tersebut terutama
dari segi kelengkapannya, kejelasan maknanya, kesesuaian serta relevansinya
dengan kelompok data yang lain dengan tujuan agar data-data tersebut sudah
mencukupi untuk memecahkan permasalahan yang diteliti dan meminimalisir
kesalahan dan kekurangan data dalam penelitian serta untuk meningkatkan
kualitas data. Dalam hal ini, data-data yang diteliti kembali adalah penafsiran
dua mufassir, yaitu Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dalam menginterpretasikan
ayat tentang kepemimpinan keluarga yang terdapat pada Tafsir al-Azhar dan
Tafsir al-Mishbah. 2) Classifaying Tahapan ini adalah mereduksi data dengan
cara menyusun dan mengklasifikasikan data yang diperoleh ke dalam pola tertentu
untuk mempermudah pembacaan dan pembahasan sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Di sini terdiri dari beberapa kategori tertentu, yaitu berdasarkan, pertama,
sejarah hidup Buya Hamka dan M. Quraish Shihab yang meliputi: latar belakang
keluarga, pendidikan, karir organisasi, dan karya-karyanya. Kedua, metode yang
digunakan dan akar penafsirannya. 3) Verifying Sebagai langkah lanjutan adalah
pembuktian kebenaran data untuk menjamin validitas data yang telah terkumpul.
Di samping itu, untuk sebagian data peneliti memverifikasi dengan cara
triangulasi, yaitu mencocokkan antara hasil dari data yang satu dengan data
yang lainnya sehingga dapat disimpulkan secara proporsional.11 4) Analyzing
Analisis terhadap data penelitian dengan tujuan agar data yang telah diperoleh
tersebut bisa mudah untuk dipahami. Teori yang digunakan adalah analisis isi
(content analysis), artinya metode atau analisis yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek kajian di dalam tulisan ini adalah menyangkut aspek isi. Seperti
yang diungkapkan oleh Holsti yang dikutip Lexi J. Moleong bahwa content analysis
adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha
untuk menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan
sistematis. 12 Dengan tehnik ini, data kualitatif yang diperoleh kemudian
dipaparkan dan dianalisis secara kritis untuk mendapatkan analisis yang tepat.
Data tersebut kemudian dikaji lebih dalam lagi sehingga mencapai kesimpulan
dari permasalahan yang dibahas. Menurut Carney, prosedur analisis isi (content
analysis) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Ada problem yang
perlu dikonsultasikan kepada kerangka acu teoritik. Perlu diuji validitas
metode yang digunakan serta perlu ditetapkan sampelnya, dengan hasil akhir
berupa kategori dan unit rekaman dan konteks. Menyusun dalam unit-unit perlu
format keterbakuan. Unit rekaman merupakan berbagai sesuatu yang perlu
dihitung, mungkin berupa kata, tema, atau interaksi. Unit konteks merupakan
suatu karangan yang di dalamnya terdapat unit rekaman; sedangkan unit konteks
memberikan makna dari karangan itu. 11 M. Amin Abdullah, Metodologi Penelitian
Agama: Pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2006), 223.
12Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Liberty, 1999),
163. Menghitung dalam arti kualitatif menyangkut pemaknaan mencari arti,
diangkat dari intensitas kejadiannya.13 Untuk mempermudah dalam penulisan ini,
maka sangat diperlukan untuk menggunakan pendekatan-pendekatan. Dalam hal ini
peneliti menggunakan pendekatan komparasi. Komparasi digunakan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh yang diteliti oleh
penulis. Langkah-langkah dari metode komparasi adalah: 14Pertama, menelusuri
permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya, dalam penelitian ini yang
dijadikan obyek yaitu kontekstualisasi surat an-Nisa’ ayat 34 perspektif Buya
Hamka dan M. Quraish Shihab, bagaimana kedua tokoh tersebut dalam
menginterpretasikan ayat tentang kepemimpinan keluarga yang terdapat pada
Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbah serta bagaimana metode tafsir yang
digunakan keduanya. Kedua, mempertemukan dua atau lebih permasalahan yang
setara tersebut, dalam kaitannya dengan penelitian ini setiap permasalahan
dipertemukan agar diketahui persamaan dan perbedaannya. Ketiga, mengungkapkan
cirri-ciri dari obyek yang sedang dibandingkan secara jelas dan terperinci.
Keempat, menyusun atau memformulasikan teori-teori yang bisa dipertanggung
jawabkan. 5) Concluding Pada langkah ini adalah pengambilan kesimpulan dari
data-data yang telah diolah untuk mendapatkan suatu jawaban. Peneliti membuat
kesimpulan atau menarik poin-poin penting yang kemudian menghasilkan gambaran
secara 13Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu pemikiran dan
Penerapan (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 17. 14 Mujamil Qomar, Epistemologi
Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005),
348,349. ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang kontekstualisai surat
an-Nisa’ ayat 34 perspektif Buya Hamka dan M. Quraish Shihab. H. Sistematika
Penulisan Untuk melengkapi penjelasan dalam pengembangan materi penelitian ini
serta untuk mempermudah dalam memahami maka pembahasan dalam penelitian ini
akan dipaparkan dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut: Bab I
membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang sebagai penjelasan
timbulnya gagasan dalam penelitian ini. Di samping juga berisi tentang rumusan
masalah sebagai fokus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka yang di
dalamnya mencakup kajian teori dan penelitian terdahulu yang digunakan untuk
mengetahui rumah kajian dalam penelitian ini, serta sisematika pembahasan. Bab
II, merupakan kajian teori yang memuat penelitian terdahulu dan kajian pustaka
yang meliputi, pengertian, macam-macam, dan urgensi tentang tafsir
keindonesiaan, kontekstualisasi, kepemimpinan keluarga dan kajian metode
tafsir. Bab III memaparkan tentang biografi Buya Hamka dan M. Quraish Shihab
yang meliputi latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, karir
organisasi, dan karya-karyanya. Bab IV memuat tentang analisis yakni akar dan
metode penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab. Terdiri dari penafsiran
Buya Hamka dan M. Quraish Shihab tentang surat an-Nisa’ ayat 34, akar
penafsiran dan analisis metodologis tafsir kedua tokoh tersebut. Bab V berisi
tentang penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan masyarakat tentang penjualan harta warisan sebelum dibagi: Studi di Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru Kota Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment