Abstract
INDONESIA:
Menjadi orang tua merupakan salah satu dari sekian banyak tugas manusia sebagai makhluk sosial. “Keutuhan” orang tua (ayah-ibu) dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki rasa percaya diri dan mengembangkan diri. Namun, ada juga keluarga yang dirasa kurang lengkap, yaitu sebuah keluarga yang hanya dikepalai oleh seorang perempuan (ibu) saja. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan banyak hal antara lain akibat perceraian, ditinggal mati oleh suaminya ataupun karena menjadi pilihannya sendiri. Fenomena seperti ini sering juga disebut sebagai single parent. Tentu tidak mudah menjadi orang tua tunggal (single parent), karena ia harus berperan sebagai ayah dan juga ibu bagi anak-anaknya. Hal ini tentu akan menjadi beban yang berat bagi seorang perempuan, terutama dari segi psikologisnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menyusun skripsi yang berjudul BEBAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN SINGLE PARENT SEBAGAI KEPALA KELUARGA (Studi Kasus Keluarga Desa Prajekan Kidul Kec. Prajekan Kab. Bondowoso).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologis yang memfokuskan kajiannya pada beban psikologis perempuan single parent sebagai kepala keluarga. Untuk membantu penyusunan skripsi ini, data diambil melalui metode sampling, dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban psikologis perempuan single parent sebagai kepala keluarga sangat berat. Terdapat dua tipologi perempuan single parent. Pertama, kondisi psikologisnya cenderung labil dan yang kedua cenderung stabil. Upaya yang dilakukan perempuan single parent dalam mengatasi beban psikologisnya antara lain selalu berpikir positif dengan posisinya sebagai single parent dan yakin akan bisa menjadi kepala keluarga yang baik dengan dukungan dari keluarga terdekat.
ENGLISH:
Being a parent is one of the many tasks humans as social beings. "Wholeness" parents (father-mother) in a family is vital in helping the child to have self-confidence and develop themselves. However, there is also a family that feels less than complete, ie that only a family headed by a woman (mother) only. This could happen due to many things, among others, due to divorce, widowed by her husband or for being his own choice. This phenomenon is often also referred to as a single parent. Certainly not easy being a single parent (single parent), because he must act as father and mother to his children. This certainly would be a terrible burden for a woman, especially in terms of the psychological. Therefore, researchers interested in conducting research with his thesis entitled PSYCHOLOGICAL EXPENSES AS HEAD WOMEN'S SINGLE PARENT FAMILIES (Family Case Studies Prajekan Kidul Kec Village. Prajekan Kab. Bondowoso).
This research is a type of qualitative research using a sociological approach that focuses on the study of the psychological burden as a single parent female headed households. To assist in the preparation of this thesis, the data retrieved through the sampling method, with data collecting technique is observation, interview and documentation were then analyzed using qualitative descriptive analysis method.
This research is a type of qualitative research using a sociological approach that focuses on the study of the psychological burden as a single parent female headed households. To assist in the preparation of this thesis, the data retrieved through the sampling method, with data collecting technique is observation, interview and documentation were then analyzed using qualitative descriptive analysis method.
The results showed that the psychological burden as a single parent female household heads are very heavy. There are two typologies of female single parent. First, the psychological conditions tend to be unstable and the latter tend to be stable. Efforts are made female single parent in overcoming the psychological burden, among others, always think positively with its position as a single parent and is confident will be a good head of family with the support of family nearby.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pernikahan sebagai salah satu proses pembentukan suatu keluarga,
merupakan perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha) antara suami dan istri.
Perjanjian sakral ini, merupakan prinsip universal yang terdapat dalam semua
tradisi keagamaan. Dengan ini pula pernikahan dapat menuju terbentuknya rumah
tangga yang sakinah. Keluarga merupakan organisasi sosial paling penting dalam
kelompok sosial. Keluarga lembaga paling utama dan paling pertama bertanggung
jawab di tengah masyarakat dalam menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian
biologis anak manusia. Karena di tengah keluargalah anak manusia dilahirkan
serta dididik sampai menjadi dewasa. Keluarga sebagai kesatuan primer
memberikan bimbingan dan latihan bagi bakal warga Negara sejak kehidupan anak
yang sangat muda. Oleh Karena itu rumah tangga dan keluarga benar-benar
merupakan sentrum dari pola kultural untuk memberdayakan anak manusia. Keluarga
memberikan pada wanita arena bermain dan jaminan sekularitas untuk melakukan
fungsi-fungsi 2 kewanitaannya. Selanjutnya makin mantap wanita memainkan
berbagai peranan sosial tersebut di atas, semakin positif dan makin
produktiflah dirinya. Kesuksesan dalam memainkan peranan-peranan tersebut
memberikan rasa puas-bahagia dan kesetabilan jiwa dalam hidupnya. Setiap
keluarga menginginkan hidup bahagia. Keluarga bahagia tercipta apabila terjalin
hubungan yang harmonis dan serasi antara suami-istri dan anaknya. Untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka suasana harmonis, saling
menghormati dan saling ketergantungan serta membutuhkan harus dipelihara.
Menjadi suami-istri yang baik berarti harus sopan santun, tahu membawa diri,
pandai mengatur rumah tangga dan saling menghargai suami atau istri dan anggota
keluarga. Kehidupan keluarga pun, banyak mengalami perubahan dan berada jauh
dari nilai-nilai keluarga yang sesungguhnya. Dalam kondisi masa kini, yang
ditandai dengan modernisasi dan globalisasi, banyak pihak yang menilai bahwa
kondisi kehidupan masyarakat dewasa ini khususnya generasi muda dalam kondisi
menghawatirkan, dan semua ini berakar dari kehidupan dalam keluarga. Oleh
karena itu, pembinaan terhadap anak secara dini dalam keluarga merupakan suatu
ikhtiar yang sangat mendasar. Pendidikan agama, budi pekerti, tatakrama, dan
baca-tulis-hitung yang diberikan secara dini di rumah serta teladan dari kedua
orang tuanya akan membentuk kepribadian dasar dan kepercayaan diri anak yang
akan mewarnai perjalan hidup selanjutnya. Dalam hal ini, kedua orang tua
memegang peranan penting dan utama dalam memberikan pembinaan dan bimbingan
(baik secara fisik maupun psikologis) 3 kepada putra-putrinya dalam rangka
menyiapkan generasi penerus yang lebih berkualitas sebagai hamba Allah yang
mulia dan sebagai warga negara yang bertanggung jawab moral maupun sosial.
Keluarga idaman tentu menyadari bahwa tidak ada 2 orang yang sama persis
walaupun keduanya sebagai saudara kembar. Tiap orang memiliki sifat atau watak
yang berbeda. Keinginan untuk menyatukan (integritas) semua perbedaan adalah
sesuatu yang mustahil tetapi yang dapat diupayakan adalah bagaimana
mempertemukan hal-hal yang berbeda dan berusaha menghargai perbedaaan yang ada
sebagai suatu kekayaan bersama. Untuk mengantarkan menuju keluarga sakinah,
pengetahuan tentang psikologi keluarga sangat diperlukan calon mempelai, bagi
suami istri, bagi ayah ibu dan kakek nenek sebagai bekal untuk memahami,
memprediksi dan mengendalikan tingkah laku bagi anggota keluarga agar terjaga
hubunganhubungan harmonis yang menjadi dambaan setiap keluarga. Psikologi
keluarga juga bermanfaat untuk menghadapi berbagai problem keluarga yang
kemungkinan akan muncul, sehingga masing-masing keluarga mudah untuk menerima
sebagai bagian dari dinamika kehidupan keluarga yang memerlukan solusi bersama.
Psikologi keluarga memberikan kemudahan membangun relasi setiap anggota
keluarga, memahami karakteristik masing-masing, menghargai pengalaman dan
kecenderungan yang berbeda karena setiap individu memiliki orientasi hidup yang
beragam. Terutama dalam hal menciptakan suasana 4 kehidupan keluarga yang
egaliter atas dasar perbedaan jenis kelamin yang tidak akan dapat terwujud
tanpa menyelami dari aspek-aspek psikologinya. Menjadi orang tua merupakan
salah satu dari sekian banyak tugas manusia sebagai makhluk sosial. Masa
menjadi orang tua (parenthood) merupakan salah satu tahap perkembangan yang
dijalani kebanyakan orang dan bersifat universal. “Keutuhan” orang tua
(ayah-ibu) dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk
memiliki rasa percaya diri dan mengembangkan diri. Single parent adalah orang
tua tunggal yang menjadi tumpuan keluarga, di mana orang tua tersebut juga
menjadi bagian daripada dinamika sosial masyarakat, di Indonesia banyak sekali
fenomena itu terjadi yang mana seorang istri ditinggal oleh suaminya entah
sebab cerai atau mati, saat sang suami tiada tentunya menjadi tuntutan
tersendiri baginya untuk membentuk proses pendewasaan keluarga. Tugas sebagai
orang tua terlebih bagi seorang ibu, akan bertambah berat jika menjadi orang
tua tunggal (single parent). Setiap orang, terlebih bagi wanita tentunya tidak
pernah berharap menjadi single parent, keluarga lengkap pastilah idaman setiap
orang, namun ada kalanya nasib berkehendak lain. Kenyataannya kondisi ideal
tersebut tidak selamanya dapat dipertahankan atau diujudkan. Banyak dari orang
tua yang karena kondisi tertentu mengasuh, membesarkan dan mendidik anak
dilakukan sendiri atau menjadi single parent. 5 Kematian salah seorang dari
kedua orang tua adalah salah satu kondisi yang sangat mungkin terjadi pada
kehidupan setiap manusia. Hal tersebut merupakan penyebab seseorang terpaksa
harus menjalani kehidupan sebagai seorang single parent dan masih terdapat
alasan lain yaitu perbedaan pandangan, hal prinsip atau pengalaman buruk yang
dialami selama menjalani masa berumah tangga terkadang menyebabkan seseorang
terpaksa memilih berpisah dari pasangannya, atau dikarenakan hadirnya pihak
ketiga yang memaksa perpisahan harus terjadi. Dan jika memang pasangan yang
berpisah karena perceraian atau kematian ini memiliki anak dari perkawinan
tersebut maka mau tidak mau akan terjadi pola asuh single parent baik dalam
kurun waktu permanen atau sementara waktu. Tidak sedikit dari ibu yang memilih
menjadi single parent karena mereka merasa cukup mampu mendirikan suatu
keluarga meski tanpa didampingi pasangan. Hidup sebagai single parent ini pada
dasarnya tidak pernah diharapkan. Keluarga yang utuh dengan figur seorang ayah
yang menjadi pelindung atau seorang ibu yang memberikan sentuhan kelembutan
kasih diakui senantiasa menjadi impian. Menjadi single parent dalam sebuah
rumah tangga tentu saja tidak mudah, terlebih bagi seorang ibu yang terpaksa
mengasuh anaknya seorang diri karena bercerai dari suaminya atau suaminya
meninggal dunia. Hal tersebut membutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan
anak, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dan yang lebih memberatkan
lagi adalah anggapananggapan dari lingkungan yang sering memojokkan para ibu
single parent, hal tersebut bisa jadi akan mempengaruhi kehidupan si anak. Bagi
seorang ibu, 6 menjadi single parent merupakan pengalaman yang luar biasa
berat. Terlebih lagi di saat-saat lingkungan tidak berpihak, terkadang seorang
ibu takut jika hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak-anaknya,
sehingga diperlukan sikap kuat dan tegar tehadap setiap tantangan hidupnya
sebagai teladan bagi anak-anaknya. Seperti yang dialami oleh wanita yang
bercerai, bagi mereka masalah sosial lebih sulit diatasi dibandingkan pada
seorang pria yang menduda. Wanita yang diceraikan bukan hanya dikucilkan dari
kegiatan sosial tetapi lebih buruk lagi, wanita seringkali kehilangan teman
lamanya. Jika memang kondisinya memungkinkan seperti tingkat pendidikan, cara
berpikir, interaksi sosial yang baik serta kondisi ekonomi yang cukup, maka
menjadi orang tua tunggal bukanlah sutau masalah. Banyak hal yang melatar
belakangi seseorang lebih memilih menjadi orang tua tunggal atau single parent
selain karena kematian. Pengalaman konflik dalam berumah tangga baik yang
dialami pribadi atau melihat lingkungannya juga dapat menjadi penyebab
seseorang menjadi orang tua tunggal. Endang mengungkapkan, biasanya wanita
lebih mampu bertahan menjadi orang tua tunggal meskipun menurutnya adalah hal
yang berat. Baik ibu atau ayah harus mampu “berperan ganda” sehingga
ketimpangan dalam asuhan dapat diminimalisir. Menurutnya juga, idealnya pola
asuhan itu utuh diberikan kedua orangtua. Figur ayah menurutnya yang erat
dengan sosok pemberi perlindungan akan menjadikan anak memiliki cara pandang ke
depan. Sementara sosok ibu yang penuh kasih sayang akan menjadikan anak berhati
lembut dan peka terhadap lingkungan, namun tidak berarti anak yang diasuh 7
orang tua tunggal tidak tegar. Sebaliknya kondisi mereka yang “kurang utuh”
dalam menerima kasih sayang itu menjadikan mereka lebih peduli. Impian dan
harapan atau kenangan tentang asuhan yang lengkap menjadikan mereka lebih ingin
berkiprah besar terhadap lingkungan. Namun sekiranya kondisi orangtua tunggal
sudah cukup nyaman tidak hanya bagi orang tua juga anak, maka keputusan tetap
menjadi orang tua tunggal itu sah-sah saja, yang penting orang tua secara
bijaksana menyampaikan ke anak tentang kondisi keluarga mereka. Dengan demikian
anak akan menjadi paham dan memaklumi kondisi ketidaklengkapan sebuah keluarga.
Pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin oleh single
parent adalah masalah anak. Anak akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah
satu orang yang berarti dalam hidupnya. Anak di keluarga yang hanya memiliki
orang tua tunggal (single parent), rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan
sesuatu dengan baik dibanding anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya
utuh. Keluarga dengan single parent selalu terfokus pada kelemahan dan masalah
yang dihadapi. Sebuah keluarga dengan single parent sebenarnya bisa menjadi
sebuah keluarga yang efektif, layaknya keluarga dengan orang tua utuh. Yakni
dengan tidak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya, melainkan
harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimilikinya. Jika keluarga
dengan single parent memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang
dimilikinya, hal tersebut bisa membangun mereka untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya. 8 Jika melihat fenomena yang ada, banyak terjadi single sarent
di Desa Prajekan Kidul kecamatan Prajekan kabupaten Bondowoso, hal ini dilatar
belakangi oleh sosiokultur yang ada, yaitu kurangnya pendidikan serta ekonomi
yang masih digolongkan pada tingkat menengah ke bawah. Mereka beranggapan
bahwa, dengan menyandang status single parent akan merubah status keluarga
menjadi lebih baik, akan tetapi dalam realitasnya banyak yang justru bertolak
belakang dengan kondisi yang diharapkan. Dari permasalahan yang melibatkan ibu
single parent di atas, potensial sekali menimbulkan stres. Meski dalam kondisi
stres, seseorang tetap dapat bertahan jika mampu menyesuaikan diri secara
tepat. Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka penulis terinspirasi
untuk mengambil judul tentang “BEBAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN SINGLE PARENT SEBAGAI
KEPALA KELUARGA”. B. Kajian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah kajian kritis
terhadap beberapa hasil penelitian atau buku-buku yang terbit sebelumnya.
Tinjauan ini diperlukan untuk menegaskan, melihat kelebihan dan kelemahan
berbagai teori yang digunakan penulis lain dalam pengkajian permasalahan yang
sama. Berikut adalah penelitian terdahulu yang mengkaji permasalahan yang sama
yaitu: 9 1. Arif Budi Iswanto (2005) dengan judul skripsi “DAMPAK STATUS SINGLE
PARENT TERHADAP ANAK AKIBAT PERCERAIAN KAWIN DI BAWAH TANGAN ” (Studi Kasus Di
Desa Kalisat Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan). Dalam skripsi tersebut Arif
Budi Iswanto menyimpulkan bahwa anak yang dihasilkan dari perkawinan sirri
menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1794 dianggap tidak sah karena tidak
mengakibatkan hukum apa-apa. Sedang menurut hukum islam anak tersebut dianggap
sah secara mutlak dan berhak mendapat kedudukan sebagaimana mestinya dalam hal
perwalian, waris dan sebagainya. Di desa Kalisat, menurut Arif, kehidupan
setelah ditinggal kawin sirri, kebanyakan anak dititipkan kepada kakek atau
neneknya dan diasuh ibu kandung, sehingga kondisi anak dalam keluarga yang
demikian dapat mengakibatkan kurangnya perhatian dan pendidikan. Menurut
peneliti, di desa tersebut hampir tidak ada bedanya antara yang menikah di KUA
dan nikah di bawah tangan karena kawin sirri sudah membudaya apalagi didukung
dengan perekonomian yang kurang memadai sehingga mereka enggan untuk menikah di
KUA. Adat kebiasaan bisa menjadi faktor dominan, sebab eksistensi adat
kebiasaan dalam mempengaruhi masyarakat adalah sangat kuat sekali karena adat
kebiasaan tersebut sudah ada sejak nenek moyang di desa kalisat kawin sirri
sudah menjadi adat sehingga sulit dihilangkan. 11 2. Ririn Asmaniyah (2002)
dengan judul skripsi “UPAYA SINGLE PARENT DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH ”
(Studi Di Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek). Dalam skripsi tersebut Ririn
Asmaniyah menyimpulkan bahwa seorang yang berstatus single parent ternyata
mampu membentuk keluarga yang sakinah, walaupun pada akhirnya berdampak pada
dirinya yaitu depresi, stres dan kehilangan. Ini juga berdampak pada anaknya
seperti marah-marah, tertutup, temperamental dan minder. Tetapi mereka
menyadari bahwa mereka tidak berlarut dalam kesedihan. Sedangkan upaya yang
dilakukan single parent dalam membentuk keluarga yang sakinah adalah dengan
komunikasi, kerjasama, saling pengertian, saling menghormati dan saling
menghargai yang tentunta dengan anak. Orang tua tunggal juga harus menjadi
teman bagi anaknya dan tidak jarang untuk mengajak rekreasi. Merujuk pada
penelitian terdahulu mengenai keluarga single parent, maka skripsi yang
berjudul “BEBAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN SINGLE PARENT SEBAGAI KEPALA KELUARGA
(Studi Kasus di Desa Prajekan Kidul Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso)”,
berbeda dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini difokuskan pada beban
psikologis perempuan single parent dalam meyakinkan masyarakat bahwa dengan
tanpa pasangan mampu membentuk keluarga yang solid layaknya keluarga yang
normal dengan memiliki kemandirian yang kuat secara finansial dan emosional.
Skripsi ini juga mengulas mengenai dampak berstatus single parent dilingkungan
yang berdampak pada pelaku dan keluarganya. Tidak hanya 11 membahas mengenai
upayanya dalam membentuk keluarga, skripsi ini juga membahas mengenai upaya
mengatasi kondisi psikis pelaku single parent yang lebih ditekankan kepeda
pelaku perempuan pasca kesendirian yang disebabkan oleh kematian atau
perceraian sehingga tidak larut dalam kesedihan. C. Definisi Operasional Untuk
lebih mempermudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penelitian ini, perlu
dijelaskan beberapa kata kunci yang sangat erat kaitannya dengan penelitian
ini: 1. Keluarga merupakan masyarakat pertama yang menjadi kesatuan atau unit
masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang suami, istri, ayah, ibu dan
anak-anak. 2. Psikologi perempuan: ilmu yang mempelajari pribadi manusia tidak
sebagai “objek” murni, akan tetapi meninjau manusia dalam bentuk kemanusiaannya
yang dalam hal ini lebih ditekankan kepada perempuan. 3. Perempuan Single
parent merupakan orang tua perempuan tunggal yang menjadi tumpuan keluarga D.
Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan upaya menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan yang akan dipecahkan dalam penelitian yang dilakukan.1
Selanjutnya peneliti merumuskan masalah dari identifikasi masalah 1 M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta:Lentera Hati, Cet: III, 2006), 29. 12 yang
telah dipaparkan di atas untuk dikaji lebih mendalam lagi, maka rumusan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja beban
psikologis yang dialami oleh perempuan single parent sebagai kepala keluarga?
2. Bagaimana upaya perempuan single parent sebagai kepala keluarga dalam
mengatasi beban psikologis? E. Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan
yang muncul mengenai dengan: 1. Mengetahui beban psikologis apa saja yang
dialami oleh perempuan single parent sebagai kepala keluarga. 2. Mengetahui
upaya perempuan single parent sebagai kepala keluarga dalam mengatasi beban
psikologis. F. Manfaat Penelitian Penulis mengharapkan hasil penelitian ini
bermanfaat sekurang-kurangnya untuk: 1. Sumbangan pemikiran dalam
mengantisipasi adanya beban bagi perempuan single parent sebagai kepala
keluarga. 2. Dijadikan bahan untuk merumuskan masalah sebagai kepentingan
ilmiah. 3. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam kehidupan beragama khususnya
yang berkaitan dengan beban psikologis bagi perempuan single parent. 13 4.
Sebagai bahan rujukan atau pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. G.
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari
V Bab yang terdiri dari beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang
berkaitan dengan permasalahan yang peneliti ambil. Adapun sistematika
pembahasan dalam penelitian ini sebagai berikut: Pada Bab I dijelaskan secara
singkat mengenai beberapa permasalahan yang melatarbelakangi serta urgensi
dilakukannya penelitian. Oleh karena itu dalam Bab ini berisi latar belakang,
definisi operasional, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika pembahasan. Pada Bab II mengulas mengenai kajian
teori yang berhubungan dengan judul penelitian, dalam hal ini mendiskripsikan
mengenai beban psikologis perempuan single parent yang dihubungkan dengan
statusnya sebagai kepala keluarga. Pada Bab ini mengulas tiga sub bab yaitu,
pertama, tentang keluarga yang mengulas tentang pengertian keluarga, bentuk,
fungsi-fungsi, peran-peran keluarga dan upaya membentuk keluarga sakinah,
kedua, tentang psikologi perempuan, yang mengulas tentang pengertian psikologi
perempuan, wanita sebagai ibu, dan bangunan keluarga dalam perspektif psikologi,
ketiga, single parent yang di dalamnya berisi tentang pengertian single parent,
psikologi single parent, beban perempuan single parent dan upaya mengatasi
kesedihan pasca perceraian atau kematian. 14 Pada Bab III menjelaskan tentang
jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data yang
meliputi data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data yang di
dalamnya menggunakan observasi, interview dan dokumentasi, teknik pengolahan
data seperti editing, classifying, verifying, analyzing dan concluding. Yang
terakhir metode analisa data dengan cara induktif dan deskriptif kualitatif.
Pada Bab IV penulis memaparkan penyajian data, hasil analisis, diskusi dan
interpretasi data terkait dengan pembahasan yang telah penulis paparkan pada
Bab sebelumnya. Pada Bab V ini merupakan penutup berisi kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan dari penelitian serta mengungkapkan hasil penelitian.
Disamping itu pada bab ini juga terdapat saran dari penulis untuk para pelaku
single parent dan lingkungan sekitarnya seperti masyarakat.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Beban psikologis perempuan single parent sebagai kepala keluarga: Studi kasus keluarga di Desa Prajekan Kidul Kec. Prajekan Kab. Bondowoso." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment