Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Thursday, June 8, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Upaya pengadilan agama dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri pada cerai talak: Studi kasus Pengadilan Agama Kota Malang

Abstract

INDONESIA:
Perkawianan adalah ikatan lahir batin antara suami dan istri yang dibangun untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Namun kenyataannya di dalam sebuah kehidupan rumah tangga terkadang terjadi perselisihan dan percekcokan antara suami istri, walaupun pada dasarnya mereka selalu menginginkan adanya penyesuaian pendapat dan pandangan hidup yang seirama namun tidak mustahil di antara suami istri terdapat perbedaan watak, sifat, tabiat, pendidikan dan pandangan hidup, terkadang karena salah satu hal bisa menimbulkan kerenggangan atau ketidakcocokan antara suami istri dan bahkan jika masalah yang timbul sudah dirasa tidak ada solusi untuk menyatukan keduanya kembali maka perceraian menjadi solusi diantara keduanya. Islam memberikan toleransi terhadap kemungkinan terjadinya perceraian jika perceraian dirasakan jalan terbaik yang harus ditempuh oleh keduanya sekalipun pada prinsipnya perceraian merupakan hal yang paling di benci oleh Allah.
Apabila terjadi perceraian, maka mantan suami masih mempunyai kewajiban terhadap mantan istri, salah satunya adalah pemberian nafkah. Akan tetapi kadangkala muncul sebuah keraguan dalam hati seorang istri yang telah diceraikan akankah suami mempunyai i’tikat baik untuk memenuhi kewajibannya memberikan hak-hak istri seperti yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama? Sebab hal tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan orang bahwa berakhirnya proses persidangan memberi implikasi terbebasnya mantan suami terhadap mantan istri pasca perceraian terkait dengan dana kompensasi dan bagaimana jika anggapan tersebut terjadi.
Oleh karena itulah, Penelitian ini difokuskan pada upaya Pengadilan Agama Malang dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri dalam perkara cerai talak, agar diketahui dasar hukum dan langkah-langkah Pengadilan Agama Kota Malang dalam menangani masalah tersebut.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif agar dapat mengetahui serta mendeskripsikan secara jelas dan rinci kegiatan yang berkaitan dengan upaya yang dilakukan Pengadilan Agama Malang, sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Selanjutnya data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu digunakan untuk menafsirkan dan menguraikan data kualitatif yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebagai hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Malang dengan mengadakan pendekatan persuasif akibat belum dipenuhinya kewajiban nafkah istri, tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan apapun. Semata-mata hasil ijtihad hakim dalam upaya menegakkan hukum dan menjamin pelaksanaan peradilan yang seadil-adilnya.



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah Seluruh ajaran perundang-undangan yang diatur termasuk di dalamnya hukum Islam bertujuan untuk mengantarkan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan untuk mencapai kebahagiaan di kemudian hari. Oleh karena itu, Islam tidak hanya mengatur masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan shalat, zakat dan haji, akan tetapi Islam juga memberi perhatian dalam segala aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya relasi suami istri dan keluarga dalam rumah tangga. Sepanjang pergaulan suami istri tentunya menghendaki adanya kasih sayang di antara keduanya, sehingga tercipta kehidupan yang bahagia 2 selamanya. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa” 1 . Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dalam pasal 3 yaitu: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah”. 2 Namun kenyataannya di dalam sebuah kehidupan rumah tangga terkadang terjadi perselisihan dan percekcokan antara suami istri, walaupun pada dasarnya mereka selalu menginginkan adanya penyesuaian pendapat dan pandangan hidup yang seirama namun tidak mustahil di antara suami istri terdapat perbedaan watak, sifat, tabiat, pendidikan dan pandangan hidup, terkadang karena salah satu hal bisa menimbulkan kerenggangan atau ketidakcocokan antara suami istri dan bahkan jika masalah yang timbul sudah dirasa tidak ada solusi untuk menyatukan keduanya kembali maka perceraian menjadi solusi diantara keduanya. Islam memberikan toleransi terhadap kemungkinan terjadinya perceraian jika perceraian dirasakan jalan terbaik yang harus ditempuh oleh keduanya sekalipun pada prinsipnya perceraian merupakan hal yang paling di benci oleh Allah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: 1 UUP No.1 Th.1974. 2 KHI 3 !

 Artinya: “Sesuatu perbuatan halal yang paling di benci oleh Allah adalah talak (perceraian). HR Abu Daud dan Ibnu Majjah dari Ibnu Umar. 3 Hadits ini menunjukkan bahwa perceraian itu hendaknya merupakan upaya terakhir yang mestinya bisa untuk di hindari. Dan sebetulnya dalam Al Quran banyak ayat yang bisa dirujuk untuk menstimulasi perkawinan agar senantiasa dapat di pertahankan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah ayat 229: "


 Artinya: “Talak itu dua kali. Maka jika kamu mau rujuk, peganglah dengan baik, dan jika kamu mau lepaskan, lepaskan dengan baik” 4 Maksud dalam ayat tersebut menyatakan bahwa talak yang ditetapkan Allah sekali sesudah sekali. Dan suami berhak merujuk istrinya dengan baik sesudah talak pertama, dan begitu pula ia masih berhak merujuknya dengan baik sesudah talak kedua kalinya. 5 Misi ayat ini untuk memberikan dukungan agar perkawinan senantiasa utuh dapat ditunjukkan oleh penahapan perceraian, artinya jika perceraian diungkap dengan menggunakan satu talak maka masih bisa dirujuk, kecuali jika telah diucapkan talak yang ketiga maka berakhirlah perkawinan. Dengan kata lain perceraian merupakan alternatif terakhir yang boleh ditempuh jika bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhannya. 3 As-Qolani, Imam Ibnu Hajar, Bulughul Maram Min Adillatul Ahkam, 231 4 QS al Baqarah (2): 229: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al Qur’an DEPAG RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Mujamma’ Malik Fahd,1971). 55 5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8 (Bandung: PT Al Maarif, 1980), 60. 4 Secara operasional, menurut hukum Islam suami yang mempunyai kekuasaan memegang tali perkawinan, oleh karena itu jika terjadi perselisihan maka suami mempunyai hak untuk melepaskan ikatan tali perkawinannya dengan mengucapkan talak, talak adalah perceraian sederhana yang masih bisa dirujuk kembali ketika masih berada dalam kondisi 1 atau 2 kali talak, bukan mengakhiri sebuah perkawinan. Adapun tata cara perceraian di Indonesia telah diatur dalam Undangundang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 38-41, dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113-162 dan hal-hal tekhnis lainnya dalam Peratursn Menteri Agama No.3 Tahun 1975. Sejak berlakunya Undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang perkawinan yang termasuk di dalamnya tentang perceraian, maka tata cara talak harus melalui campur tangan Pengadilan Agama. Dengan demikian apabila suami hendak mengucapkan talak kepada istrinya maka ia harus mengajukan permohonan izin kepada Pengadilan Agama untuk mengucapkan ikrar talak. Selanjutnya Pengadilan Agama akan melihat dan menilai alasanalasan yang diajukan, sehingga apabila terjadi perceraian akan tercipta perceraian secara baik dan adil sebagaimana yang dikehendaki oleh agama Islam. Permohonan cerai talak pada dasarnya berbentuk voluntair akan tetapi pada hakikatnya adalah termasuk perkara contensius, karena didalamnya mengandung unsur sengketa. Oleh karena itu harus diproses sebagai perkara 5 contensius guna untuk melindungi hak-hak istri dalam mencari upaya keadilan. 6 Apabila terjadi perceraian, maka mantan suami masih mempunyai kewajiban terhadap mantan istri, sebagaimana yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 149, 7 kewajiban tersebut meliputi: 1. Pemberian mut’ah yang layak 2. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah selama masa iddah 3. Melunasi mahar yang masih terhutang 4. Memberikan biaya hadhonah bagi anak yang belum berumur 21 tahun Pemberian nafkah oleh mantan suami kepada mantan istri setelah perceraian dimaksudkan agar istri dapat memenuhi semua kebutuhan primernya selama masa iddah tanpa harus melanggar aturan-aturan iddah. Begitu pula mut’ah yang disyari’atkan oleh Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 241 sebagaimana berikut: &
 ‑ Artinya: “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf, sebaga suatui kewajiban bagi orang-orang yang takwa”. 8 Ayat tersebut menunjukkan bahwa mut’ah dimaksudkan sebagai uang kompensasi yang harus diberikan kepada istri yang diceraikannya. Besar kecilnya nafkah atau mut’ah berdasarkan atas kesepakatan yang disesuaikan dengan kemampuan suami, kalau terjadi perselisihan pendapat antara 6 Mukti Artho, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 207 7 KHI. 8 QS. Al Baqarah (2): 241, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al Qur’an DEPAG RI, Op.cit. 59 6 keduanya, maka Pengadilan Agama dalam hal ini hakim yang mengadili perkara tersebut dapat menentukan jumlahnya setelah mempertimbangkan argumentasi dari kedua belah pihak. Dari sini maka timbul suatu kekhawatiran yang terkadang muncul akankah suami mempunyai i’tikat baik untuk memenuhi kewajibannya memberikan hak-hak istri seperti yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama? Sebab hal tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan orang bahwa berakhirnya proses persidangan memberi implikasi terbebasnya mantan suami terhadap mantan istri pasca perceraian terkait dengan dana kompensasi dan bagaimana jika anggapan tersebut terjadi. Dari latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dibahas tentang “UPAYA PENGADILAN AGAMA DALAM MENJAMIN EKSEKUSI PERMOHONAN NAFKAH IDDAH ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAK (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kota Malang Tahun 2007-2008)”. B. Batasan Masalah
 Agar dalam pembahasan ini tidak melebar maka pembahasannya difokuskan pada upaya Pengadilan Agama dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri dalam perkara cerai talak khususnya di Pengadilan Agama Kota Malang, mulai tahun 2007-2008. 
 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apakah dasar hukum Pengadilan Agama Kota Malang dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri pada perkara cerai talak? 2. Apa langkah-langkah Pengadilan Agama Kota Malang dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri pada perkara cerai talak?
 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah diatas. Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui upaya Pengadilan Agama Kota Malang dalam menjamin permohonan nafkah iddah istri pada perkara cerai talak. 2. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh Pengadilan Agama Kota Malang dalam menjamin permohonan nafkah iddah istri pada perkara cerai tala



Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" :Upaya pengadilan agama dalam menjamin eksekusi permohonan nafkah iddah istri pada cerai talak: Studi kasus Pengadilan Agama Kota Malang  Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment