Abstract
Pernikahan adalah ikatan suci antara lakilaki dan perempuan sebagai suami istri, yang dengannya diperbolehkan hubungan intim. Sebagai kepala keluarga, suami wajib mencari nafkah untuk keluarga. Sebagai ibu rumah tangga, seorang istri dibutuhkan untuk mendidik dan merawat anakanak disamping suami. Bagi seorang istri yang sudah dikaruniai anak, hal tersebut akan menjadi permasalahan ketika ia ikut bekerja atau sebagai wanita karir. Ketika suamiistri sibuk bekerja tentunya akan sulit untuk menjalankan kewajiban rumah tangga dan bias berdampak pada keharmonisan keluarga. Fenomena yang demikian terjadi pada dosen Wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dari fenomena tersebut muncul pertanyaan bagaimana pemahaman dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah serta bagaimana upaya yang mereka lakukan untuk menciptakan keluarga sakinah dalam keluarga karir.
Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, skripsi ini akan menggambarkan beberapa data yang diperoleh dari lapangan, baik dengan wawancara, observasi, maupun dokumentasi sebagai metode pengumpulan data. Kemudian dilanjutkan dengan proses editing, diklasifikasikan, kemudian dianalisa. Selain itu, proses analisa tersebut juga didukung dengan kajian pustaka sebagai referensi untuk memperkuat data yang diperoleh dari lapangan. Sehingga dengan proses semacam itu, dapat diperoleh kesimpulan sebagai jawaban atas dua pertanyaan diatas.
Dari pertanyaan yang ada, muncul jawaban tentang bagaimana pemahaman dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah yaitu sebuah keluarga dimana kondisi keluarga tersebut yang harmonis, tenang, bahagia, nyaman, damai, rukun, tenteram, tidak pernah tengkar, serta semua perbuatan atau aktifitas dalam keluarga tersebut didasarkan pada syari’ah atau aturan-aturan dan ajaran agama Islam. Sedangkan upaya yang mereka lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah diantaranya menjaga komunikasi, instropeksi diri, menyamakan persepsi, saling terbuka, mengalah, memahami, dan menghargai, peningkatan suasana kehidupan keberagamaan dalam rumah tangga, peningkatkan intensitas romantisme dalam rumah tangga, suami mendukung terhadap karir istri, tetap kosentrasi, mengatur waktu dengan baik, serta bisa menempatkan diri.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama yang
sempurna. Islam adalah agama pelengkap atau agama
yang melengkapi aturan atau syariat dari agama sebelumnya.
Agama Islam banyak mengatur tentang aturanaturan
(syariat) dalam kehidupan yang belum pernah ada atau belum
pernah diatur oleh agama sebelum Islam. Seperti dalam hal pernikahan,
Islam mengaturnya bertujuan agar kehidupan sosial masyarakat menjadi
tenteram. Sebelum datangnya agama Islam beserta
syari’atnya yang dibawa Nabi Muhammad saw, di zaman
jahiliyah berlaku pernikahan yang unik yang
sangat merendahkan martabat dan derajat seorang perempuan.
Misalnya seorang lakilaki mengirim istrinya untuk
digauli lakilaki lain agar mendapatkan keturunan yang xviii
berkualitas, tukarmenukar istri, dan lain sebagainya. 1 Namun
setelah masa Rasulullah saw, atas firman dari Allah swt, maka Islam
mengatur pernikahan dengan caracara yang baik atau ”memanusiakan” perempuan
dan hilang pula kebiasaan atau adat jahiliyah tersebut.
Perempuan pada zaman dahulu memang seperti barang dagangan,
diperlakukan seperti binatang, dikasari, dipukuli, karena dianggap
sebagai kaum yang lemah. Ketika rumah tanggapun demikian,
tidak ada bedanya sekalipun sudah menikah dan ada suami. Selalu
didiamkan di rumah, tidak boleh keluar rumah, apalagi
bekerja. Selain itu, perempuan juga sebagai tempat untuk
memperbanyak keturunan. Karena hanya berfungsi sebagai alat
untuk memperbanyak anak, ketika melahirkan anak dan
anak tersebut cacat atau lemah, tidak mampu dijadikan
tentara yang kuat, maka anak tersebut akan dibunuh.
Tidak ada bedanya antara bangsa barat dengan jaman
jahiliyah. Ketika agama Islam datang, sedikit demi sedikit
kebiasaan yang ada pada jaman dahulu atau pada jaman
jahiliyyah segera hilang. Kondosi masyarakatnya menjadi beradab
kembali setelah aturanaturan agama Islam diterapkan. Perempuan
dilindungi, dihormati derajat dan martabatnya, hak dan
kewajibannya dijamin oleh agama Islam
sehingga tidak ada lagi yang merampasnya. Demikian pula dalam
hal kedudukannya di dalam rumah tangga, diberikan porsi
yang sama dengan suami sesuai tugas dan tanggung
jawabnya. Hal ini semua tidak pernah dilakukan oleh
agama atau syari’at sebelum Islam. Allah swt melihat kedudukan hambaNya hanya
melalui ketaatan ibadah atau ketaqwaan kepadaNya. 2 1 Fajar alQalami,
Abu, Tuntunan Jalan Lurus Dan Benar ( Gita Media Press:
2004 ), 416. 2 Gymnastiar, Abdulloh, Meraih Bening Hati Dengan
Manajemen Qalbu, ( Jakarta: Gema Insani, 2002), 66. xix
Sebagai contoh persoalan yang amat membedakan antara jaman
jahiliyyah dengan masa pasca Islam adalah pembagian hak dan
kewajiban. Sebalum syariat Islam ada, peran seorang lakilaki
atau suami sangat dominan atau terlalu superrior
terhadap perempuan atau istri, lebihlebih soal urusan rumah
tangga. Salah satu yang merupakan hak dan
kewajiban manusia, baik perempuan atau lakilaki adalah
perkawinan. Perkawinan merupakan sunatulloh yang umum dan
berlaku bagi semua makhluk, baik manusia, tumbuhan
ataupun hewan.3 Allah swt telah menciptakan semua yang ada di
bumi berpasangpasangan, manusia antara lakilaki dan perempuan
yang melakukan pernikahan dan menjadi suami istri secara sah. Dalam
Islam, penikahan diartikan sebagai suatu aqad atau perjanjian
yang mengikat antara lakilaki dan perempuan untuk menghalalkan
hubungan badan antara kedua belah pihak dengan sukarela. 4
Penikahan itu sendiri merupakan sarana untuk menyambung
generasi atau menjaga keturunan. Dalam alQur’an surat anNisa’ ayat
1 Allah swt berfirman £ ]t/ur $ygy_˜ryó $pk˜]œB t,n=yzur ; oyâœnºur <
߯ˇ Ø R `œiB /‰3s)n=s{ ìœ% © !$# „N‰3 /uë (#q‡) Æ ?$# ‚®$® Z9$# $pk ö âr'تtÉ
tb%x. © !$# ® bŒ) 4 tP%tnˆëF{$#ur æœmŒ/ tbq‰9u‰!$|°s? ìœ% © !$# © !$# (#q‡) ®
?$#ur 4 [‰!$|°ŒSur # Z éçœWx. Z w%y`Õë $uKÂk˜]œB $Y 6äœ%uë ˆN‰3¯ãn=tÊ
artinya: ”Hai sekalian manusia, bertaqwalah
kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan dari padanya Allah swt
menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Alloh swt
memperkembangbiakkan lakilaki dan perempuan yang
banyak. Dan
bertaqwalah kepada Allah swt yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (jagalah)
hubungan silaturrahmi.
Sesungguhnya Allah swt selalu mengawasi kamu ”. 3
Fajar alQalami, Abu, Op. Cit., 415. 4 La Jamaa, Hadidjah, Hukum Islam Dan
UU Anti KDRT ( Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008 ), 103. xx Pernikahan
merupakan pintu gerbang munculnya hak dan
kewajiban antara lakilaki dan perempuan, antara suami dan istri.5
Mereka telah terikat satu sama lain dan mempunyai
hak dan kewajiban yang tidak dapat dilepaskan. Setelah
menikah, mereka akan mempunyai hak dan kewajiban masingmasing. Suami
wajib memenuhi kebutuhan keluarga, istri dan anakanaknya sesuai dengan
kemampuannya. Kewajiban semacam ini dinamakan kewajiban memberi nafkah.
Para Fuqoha’ menegaskan bahwa pemenuhan nafkah keluarga
merupakan kewajiban suami. 6 Kewajiban tersebut merupakan
kompensasi dari kewajiban istri memberikan pelayana seks kepada
suami. Dalam bahasa yang lain, hak istri untuk
mendapatkan nafkah dari suaminya merupakan nilai tukar dari
hak suami untuk menikmati tubuh istrinya (annafaqoh fi
muqobalat alistimta’). 7 Termasuk kewajiban suami terhadap
istri dan anakanaknya diantaranya adalah menyediakan sandang,
pangan, dan papan. Adapun dalil normatif yang digunakan para
fuqaha’ tentang kewajiban suami dalam memberikan nafkah diantaranya:
1) alQur’an surat alBaqarah ayat 233Artinya: ”Para ibu
hendaklah menyusukan anakanaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.
dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.” 2) Surat alThalaq ayat 67 Artinya : ”Tempatkanlah mereka
(para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
dan jika mereka (isteriisteri yang sudah
ditalaq) itu sedang hamil, Maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga
mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan
(anakanak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.” Memberikan nafkah oleh seorang suami kepada seorang
istri telah menjadi suatu kelaziman dan merupakan kenyataan umum
atau menjadi adat dalam masyarakat sejak dahulu
hingga kini. Nafkah tersebut merupakan yang bersifat meteri.
Sedangkan nafkah yang bersifat nonmateri atau nafkah batin
diantaranya kasih sayang, kebutuhan biologis, dan lain sebagainya.
xxii Disamping itu semua yang merupakan kewajiban
suami atau yang menjadi hak istri, istri juga
mempunyai kewajiban atau sesuatu yang menjadi hak
suami. Diantaranya istri mempunyai kewajiban taat atau patuh
terhadap suami, menjaga harta suami, mengurus rumah
tangga serta mendidik anak dan mengasuhnya. Dari penjelasan
singkat yang telah dipaparkan tersebut, dapat difahami
bahwa suami bertugas mencari dan memenuhi nafkah sedangkan
istri bertugas untuk mengaturnya. Sebagai penata ekonomi
keluarga istri harus mempunyai kecakapan, ketrampilan, kreatifitas
agar penerimaan dan penggunaan nafkah dapat mengarah pada peningkatan
ekonomi keluarga. Sebuah tugas yang tidak kalah
pentingnya bagi seorang suami adalah menjadi pemimpin
dalam keluarga. Agama Islam mengakui betapa pentingnya
keberadaan seorang pemimpin dalam sebuah kelompok, seperti
kepemimpinan dalam keluarga. Suami adalah nahkoda rumah tangga bagi
istri dan anakanaknya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw
bersabda yang artinya :
”sekiranya ada tiga orang atau lebih
dalam sebuah perjalanan, hendaklah salah seorang
diantaranya bertindak sebagai kepala rombongan
(pemimpin)”. Bila dihubungkan dengan hadits yang lain, Nabi
mengisyaratkan bahwa rekomendasi menjadi pemimpin selayaknya jatuh
kepada
mereka yang mampu mengantar kelompoknya pada tujuan
yang ingin dicapai.8 Rekomendasi menjadi pemimpin dalam rumah tangga
atau keluarga jatuh kepada suami. Hal ini didasarkan pada alQur’an
surat alNisa’ ayat 34: Ù`œB (#q‡)xˇRr& !$yJŒ/ur < Ÿ˜Ët/ 4ín?t„
ÛOflgü“˜Ët/ ™ !$# ü@û “s˘ $yJŒ/ œ‰!$|°œiY9$# ín?t„ ö cq„Bºß qs% „A%y`Ãhç9$# ™
!$# x·œˇym $yJŒ/ …=¯ãtÛ˘=œj9 × Mªs‡œˇªym Ï MªtGœZªs% ‡MªysŒ=ª ¢ £9$$s˘ 4
ˆNŒgœ9ºuq¯Br& 8 Mulyati, Sri, Op. Cit., 41. xxiii Artinya:
”Kaum lakilaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Alloh swt
telah melebihkan sebagian mereka (lakilaki) atas
sebagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (lakilaki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab
itu maka wanita yang shalehah ialah yang taat kepada Allah
swt lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada oleh karena Allah swt telah
memelihara (mereka)”. Dari sini dapat diambil sebuah pengertian
bahwa agama Islam telah mensyari’atkan tugas
atau kewajiban utama seorang suami adalah mencari nafkah
di luar rumah. Selain itu, ia juga menjadi
seorang pemimpin bagi keluaarga atau rumah tangganya. Sedangkan
tugas atau kewajiban bagi seorang istri kebanyakan bersifat
domestik atau di dalam rumah diantaranya mengatur dan
mengurus rumah serta merawat dan mendidik anak. Dalam
penjelasan diatas telah disebutkan bahwa kewajiban memberikan
nafkah bagi keluarga adalah tugas utama seorang suami.
Kewajiban suami memberikan nafkah berupa sandang dan
pangan kepada istri adalah logis karena berkaitan dengan
pemenuhan hak hidup istri sebagai anggota dalam suatu
rumah tangga. Keberadaan istri dalam relasinya dengan suami mengantarnya
dalam relasi ibu dengan anaknya sehingga istri memiliki
status tugas ganda yaitu sebagai istri dan ibu. Namun demikian
apabila tugas dalam sebuah rumah tangga dibebankan
kepada suami, tentulah sangat memberatkan. Suami
juga manusia yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Oleh
karena itu, tugastugas dalam rumah tangga
hendaknya ditanggung bersama antara suami dan istri.
xxiv Allah swt menciptakan lakilaki dan wanita masingmasing
lengkap dengan software dan hardware.9 Lakilaki dengan
ototnya yang mempunyai kekuatan lebih dari perempuan. Sedangkan
wanita diciptakan dengan perasaannya yang lemah lembut,
kegemarannya bersolek, dan lain sebagainya. Semakin hari berjalan dan
bertambah, ikut pula mempengaruhi perubahan strata sosial, kemajuan
peradaban dan IPTEK, serta permasalahan atau realita sosial semakin
kompleks ikut membawa dampak dalam kehidupan rumah tangga. Dimana
kebutuhan ekonomi keluarga semakin bertambah atau
semakin banyak. Ketika kebutuhan rumah tangga semakin
kompleks, maka sebuah keluarga tidak akan cukup jika
hanya mengandalkan nafkah kepada suami yang memiliki
penghasilan kurang dari cukup. Akhirnya semakin
banyak pula para wanita atau istri ikut
bekerja membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Banyak pula dalam sebuah keluarga yang
akhirnya dalam hal ekonomi atau nafkah keluarga banyak
yang ditopang oleh istri dari pada pihak suami.
Fenomena seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
dimana istri ikut menanggung beban ekonomi keluarga
semakin nyata. Sehingga pada akhirnya perempuan atau istri
harus menerima konsekuensi logis, tugas atau kerja ganda
sebagai istri. Disamping harus mengurusi suami dan anakanaknya,
mereka juga harus ikut bekerja. Sudah
barang tentu jika hal ini dilakukan oleh seorang istri,
maka akan berdampak pada kekuatan atau tenaganya
yang semakin terkuras, membuat ia lemas karena perempuan
diciptakan tidak sama dengan lakilaki atau suami. 9 Gymnastiar,
Abdulloh, Loc. Cit., 65. xxv Sebuah
fakta atau realita sosial dimana perempuan atau para istri
ikut bekerja membantu ekonomi keluarga seperti halnya
seorang lakilaki atau suami dalam Agama Islam
diperbolehkan. Ketidakmampuan seorang suami memenuhi kewajiban
nafkah lazimnya memaksa istri ikut serta melakukan tugastugas
produktif secara ekonomis. Ketentuan diperbolehkannya istri
ikut membantu suami dalam mencari nafkah sekiranya dalam
kondisi darurat. Syarat tersebut juga disebutkan oleh para fuqoha’.
10 Agama Islam memang tidak melarang perempuan
atau para istri untuk bekerja. Hanya saja persoalan
tersebut juga tidak dianjurkan. Agama Islam membenarkan
perempuan atau istri bekerja diluar rumah dengan catatan
dalam keadaan darurat. Darurat diartikan sebagai suatu pekerjaan
atau keadaan yang sangat perlu, mendesak, atas
dasar kebutuhan pribadi karena tidak ada yang membiayai
atau yang menanggung biaya hidup (suami
atau ayah) tidak mampu untuk mencukupi.11
Ketika perempuan atau wanita ikut bekerja, juga ada
syarat yang lain diantaranya adanya mahram yang
menemani, tidak berbaur atau bercampur dengan lakilaki.
Keterlibatan seorang istri dalam mencari nafkah
atau bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi
kehidupan runah tangga, akan membawa dampak
positif. Dengan istri ikut bekerja, maka beban suami akan lebih ringan.
Namun disisi lain, ada akibat negatif yang sangat fatal apabila
tidak dipikirkan dengan matang. Kesibukan istri bekerja atau
berkarir akan membawa konsekuensi waktunya di rumah akan semakin
berkurang. Dengan begitu, akan berdampak pula dengan
persoalan yang lain. Kasih
sayang terhadap anak yang berkurang, anak menjadi
liar 10 Mulyati, Sri, Loc. Cit., 48. 11 Ibid., 50. xxvi atau
bandel, nakal karena kurang perhatian dari orang tua,
pendidikan anak terlantarkan. Yang lebih parah lagi
bila istri sibuk dengan karirnya, maka dikhawatirkan
terjerumusnya anakanak kepada hal yang negatif
karena kurangnya perhatian dari oarang tua seperti
tindak kriminal atau narkoba.12 Hal lain yang ditakutkan adalah
perceraian antara suami dan istri. Jika hal ini benarbenar terjadi,
maka tentunya dampak negatif yang ditimbulkan bagi
anak akan semakin mengkhawatirkan atau lebih parah lagi.
Dampak tersebut wajar terjadi
bilamana sering terjadi cekcok atau pertengkaran
antara suami dan istri yang tidak mau mengalah. Padahal
tujuan utama dalam sebuah pernikahan adalah membentuk keluarga
yang langgeng, dipenuhi dengan kasih sayang, ketenangan, suasana
nyaman, dan tidak sampai terjadi perceraian. Permasalahan perempuan
yang bekerja atau berkarir di ranah sosial dan ekonomi akan
semakin pelik bilamana harus dihadapkan pada permasalahan
aurat dan didampingi oleh mahram. Persoalan pembentukan keluarga
sakinah, juga termasuk permasalahan yang tidak dapat
dihindarkan oleh perempuan atau para istri yang ingin
berkarir. Apapun motifasi atau alasannya, ketika wanita
atau istri ikut bekerja akan membawa dampak negatif
bagi rumah tangga seperti urusan anak yang terlantarkan,
terjerumus pada halhal negatif, dan memungkinkan terjadinya perceraian.
Jika semua itu sampai terjadi, maka akan sulit mewujudkan
keluarga yang sakinah. Melihat fenomena yang telah
dijelaskan sebelumnya, muncul pertanyaan bagaimana pandangan dosen
Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam 12 Fanani,
Bahrudin, Wanita Islam Dan Gaya Hidup Modern ( Jakarta: Pustaka Hidayah,
1993), 199. xxvii Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
tentang keluarga sakinah serta bagaimana
upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sakinah dalam
keluarga karir. Melihat realitas sosial yang terjadi sebagaimana
telah disebutkan, penulis merasa tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian dengan judul ”UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA
SAKINAH DALAM KELUARGA KARIR ( Studi pada Dosen Wanita
Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang )”. B. Batasan Masalah
Menurut hemat penulis, obyek penelitian atau permasalahan
yang dibahas disini perlu dibatasi dan ditegaskan agar
dalam penelitiannya bisa lebih fokus dan terarah sehingga nantinya hasil
yang diharapkan dari penelitian berkualitas dan jelas.
Pada penelitian ini, penulis memfokuskan pada dua hal
pokok permasalahan yang akan diteliti. Pertama berkaitan
dengan pandangan beberapa dosen Fakultas Humaniora dan Budaya
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
tentang keluarga sakinah. Kedua berhubungan dengan upaya
yang dilakukan oleh dosen Fakultas Humaniora dan Budaya
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang untuk mewujudkan keluarga sakinah dalam
keluarga karir C. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang
masalah yang telah diungkapkan oleh penulis, maka perlu dibuat
rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini
dimaksudkan untuk menjawab semua permasalahan yang ada.
Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : xxviii 1. Bagaimana pandangan dosen wanita
yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang
keluarga sakinah ? 2. Bagaimana upaya dosen wanita
di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang untuk mewujudkan
keluarga sakinah dalam keluarga karir ? D. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang diungkapkan oleh penulis
didalam latar belakang, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan dosen wanita yang
ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang tentang Keluarga Sakinah. 2. Untuk mendeskripsikan
upaya beberapa dosen wanita yang ada di Fakultas
Humaniora dan Budaya Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mewujudkan
keluarga sakinah dalam keluarga karir. E. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
: 1. Teoritis a. Dapat menambah wawasan atau
pengetahuan tentang caracara bagaimana mewujudkan
keluarga yang sakinah sekalipun keluarga itu, suamiistri samasama berkarir
atau bekerja. b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini diharapkan oleh penulis dapat memberikan kontribusi pengetahuan
atau teori bagi Fakultas Syari’ah Jurusan alAhwal alSyakhsiyyah.
xxix c. Sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian
selanjutnya. 2. Praktis a. Dapat dijadikan bahan acuan
atau rujukan bagi siapa saja yang ingin menciptakan
keluarga yang sakinah sekalipun antara suami dan istri
samasama mempunyai kesibukan bekerja. b. Sebagai sumber
pengetahuan untuk memecahkan permasalahan dalam sebuah rumah
tangga ketika terjadi pertentangan atau pertengkaran
yang disebabkan oleh keduanya, suamiistri yang
mempunyai kesibukan bekerj
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Upaya mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir: Studi pada beberapa dosen wanita di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment