Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Mediasi perkara perceraian: Studi perbandingan hakim mediator Pengadilan Agama dan Tokoh Agama di Kabupaten Kediri.

Abstract

INDONESIA:
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi bagi para pihak yang berperkara dalam perceraian merupakan tahapan pertama yang harus dilakukan seorang mediator dalam menyelesaikan suatu perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama.Usaha mendamaikan juga dilakukan oleh tokoh agama dalam menyelesaikan perkara perceraian. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) proses mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator dan tokoh agama. 2) efektifitas mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator dan tokoh agama.
Peneliti menggunakan jenis penelitian empiris, dengan pendekatan deskriptif kualitatif.Pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi sebagai bahan analisis terhadap hasil wawancara.Peneliti menggunakan wawancara sebagai data primer, dan sumber data sekunder berupa bahan publikasi literatur, buku-buku bacaan yang relevan dengan pokok pembahasan, kemudian dianalisis sampai pada kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya proses mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator dan tokoh agama melalui beberapa tahapan, yakni pramediasi, pelaksanaan mediasi, dan akhir mediasi. Proses mediasi antara keduanya tidak jauh berbeda sama-sama melalui tahapan pramediasi, proses pelaksanaan mediasi dan tahap akhir mediasi. Perbedaanya terletak pada para pihak yakni jika mediasi itu dilakukan oleh seorang kyai sebagai mediator, pada umumnya, para pihaklah yang datang secara sukarela untuk dibantu memecahkan permasalahannya.Tetapi jika mediasi dilakukan oleh seorang hakim sebagai mediator merupakan keharusan yang harus dilalui oleh para pihak sebagai salah satu tahapan dari persidangan.Tokoh agama yang berperan sebagai mediator lebih banyak mendamaikan para pihak yang bersengketa karena beberapa faktor, salah satunya yakni masalah yang terjadi antara kedua para pihak itu masih dikatakan dalam kategori masalah yang wajar dan nasehat seorang kyai lebih dapat diterima oleh para pihak karena karisma dan ketaatan para pihak kepada kyai tersebut. Sedangkan mediasi oleh hakim mediator kurang efektif karena banyaknya perkara yang di mediasi dan perkara tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Agama, selain itu tingkat masalahnya sudah kritis.

ENGLISH:
Mediation is a way of resolving disputes through negotiation process to obtain the agreement of the parties with the assistance of a mediator. Mediation for the litigants in divorce is the first stage to do a mediator in resolving a case submitted to the Court of religion. Reconcile effort also made by religious leaders in resolving a divorce case. Based on this study aims to determine: 1) the mediation process conducted by judges mediators and religious leaders. 2) the effectiveness of mediation conducted by a judge mediators and religious leaders.
Researchers used type of empirical research, with qualitative descriptive approach. Data collection with interviews and documentation as material analysis of the interviews. Researchers used interviews as the primary data and secondary data sources in the form of publicity materials literature, reading books that are relevant to the subject matter, then analyzed to the conclusion.


Results from this study indicate that the mediation process conducted by judges mediators and religious leaders through several stages, namely pramediasi, the implementation of mediation, and the end of the mediation. The mediation process is not much different between the two equally through the stages pramediasi, the process of implementation of the final phase of mediation and mediation. The difference lies in the parties that if the mediation was conducted by the clerics as mediator, in general, would assume who came voluntarily to help solve the problem. But if mediation conducted by a judge as a mediator is a necessity that must be passed by the parties as one of the stages of the trial. Religious leaders who act as mediators more reconcile the conflicting parties due to several factors, one of the problems that occur between the two parties were still said to be in the category of reasonable issues and advise the clerics more acceptable to the parties because of the charisma and obedience parties to the clerics. While mediation by a judge mediator is less effective because of the many cases in mediation and the case is already registered in the Religious, in addition to the level of the problem is already critical.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dari konflik atau perselisihan, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun dalam keluarga. Demikian juga perselisihan akan terjadi dalam kehidupan berumah tangga yang telah dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Perselisihan ini terjadi karena suami istri memiliki cara pandang yang berbeda dalam menjalani kehidupan rumah tangga, baik dalam berkomunikasi ataupun dalam menyikapi suatu permasalahan. 2 Adapun faktor yang menyebabkan perbedaan cara berfikir serta sudut pandang diantara suami istri adalah pendidikan, pengalaman hidup, latar belakang keluarga, jenis kelamin dan masih banyak yang lainnya. Dalam Islam telah disebutkan bahwa pernikahan bagi umat manusia hendaknya menjadi ikatan yang sakinah, mawaddah, wa rohmah. Hal tersebut akan terwujud dengan adanya persiapan yang matang. Perselisihan dan persengketaan dalam rumah tangga bukanlah sebuah penghalang seseorang untuk mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga, karena pada dasarnya setiap permasalahan ada jalan keluar dan cara untuk menyelesaikannya. Dalam hubungan pernikahan yang harmonis, perselisihan akan selalu diselesaikan dengan cara yang baik dan tidak merusak, yaitu dengan cara membangun komunikasi yang baik, serta lebih mengedepankan kebaikan bersama daripada sikap egois untuk memenangkan pendapat sendiri. Meskipun pasangan yang sudah menikah tidak menutup kemungkinan masih memiliki perbedaan pendapat yang mengakibatkan munculnya masalah dalam rumah tangga yang dibina. Namun dengan bergantinya waktu banyak juga pasangan suami istri yang belajar untuk mengatasi perselisihan dengan cara yang terkendali dan saling menghargai, dan ada juga pasangan yang mengalami masa-masa dimana mereka menyalahgunakan kata-kata sebagai senjata ditengah-tengah konfliknya, seperti kata “cerai” menjadi sebuah solusi yang terucap. Untuk mencapai proses perceraian tidaklah semudah yang kita bayangkan, harus menjalani proses litigasi. Sebelum perceraian itu masuk pada ranah pengadilan, harus ada upaya 3 pendamaian terlebih dahulu, dan itu sudah tercantum dalam Pasal 2 PERMA bahwasanya semua perkara perdata wajib diselesaikan dengan melalui mediator. Dalam proses berperkara di Pengadilan Agama istilah perdamaian lebih dikenal dengan mediasi yang berarti penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator.1 Peraturan peradilan tentang harus adanya mediasi di pengadilan termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 (PERMA No. 1 Th. 2008) tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th. 2003). Secara garis besar PERMA tersebut berisi tentang semua perkara perdata wajib diselesaikan dengan melalui mediator. Dengan cara menunjuk mediator Pengadilan Agama yang bersertifikat Mahkamah Agung untuk menjadi pihak ketiga yang netral dan dipercaya dapat menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Hal ini juga sejalan dengan anjuran Islam, yakni bila ada orang yang berselisih maka wajib menunjuk perantara dari masing-masing keluarga suami istri untuk melakukan upaya perdamaian. Bentuk perdamaian antara suami isteri yang sedang berselisih terdapat dalam Al-Qur’an surat Al- Nisa’ ayat 35. Ayat ini lebih dekat dengan pengertian dan konsep mediasi yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. ْن ِ َو ْ إ ِهَم ِشقَ ا ِخ ا َق ْفتُم بَ ْينِ ىا فَاْب َح َكًما ِم ْه ْهِل ِه َعثُ َ َه ِم ا ْه َو َح أ َكًما ْهِل أ ْن َ ِ ِر إ يدَا ِ يُ ْصال ًحا ِك إ ّ َىفِ يُ ا َّللُ ِ بَ ْيَن َن ُهَما َ إ ا َّلل َكا َن َعِلي ًما ي ًرا َخب )٥٣ِ ) 1 Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 4 dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam2 dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. An Nisa’ 35) Ayat ini menjelaskan bahwa jika ada syiqaq/persengketaan antara suami isteri, maka Hakim mengutus 2 (dua) orang hakam/juru damai. Kedua hakam tersebut bertugas untuk mempelajari sebab-sebab persengketaan dan mencari jalan keluar terbaik bagi mereka, apakah bai bagi mereka perdamaian ataupun mengakhiri perkawinan mereka. Mediator sendiri sebenarnya ada 2 yakni mediator litigasi (pengadilan) nonlitigasi (non pengadilan). Mediator litigasi adalah para mediator atau hakim mediator yang bekerja di Pengadilan Agama yang tentunya memiliki sertifikat resmi dari Mahkamah Agung, sedangkan Mediator nonlitigasi adalah orang-orang yang dianggap memiliki karismatik dalam dirinya, seperti tokoh agama, pengasuh pondok pesantren, ketua adat, dan sebagainya, yang melakukan upaya mediasi di masyarakat. Pada dasarnya seorang hakim Pengadilan Agama selain menjadi hakim dalam persidangan, beliau juga berperan sebagai mediator dalam Pengadilan Agama tersebut, yang biasa disebut dengan hakim mediator. Pengertian dari mediator sendiri yakni pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. 3 Mediator disini sebagai pihak ketiga yang turut membantu penyelesaian sengketa. Beliau 2 Hakam ialah juru pendamaian 3 Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 5 harus netral dalam artian tidak memihak pada salah satu pihak yang bersengketa. hakim mediator juga harus bersertifikat Mahkamah Agung.4 Kewajiban hakim mendamaikan pihak-pihak yang berperkara adalah sejalan dengan ajaran Islam, yang menganjurkan apabila terjadi perbedaan pendapat yang akan membahayakan keutuhan keluarga antara suami istri, maka hendaklah ditunjuk hakam5 atau penengah guna menghilangkan perbedaan tersebut serta mendamaikan mereka. Mediasi bagi para pihak yang berperkara dalam perceraian merupakan tahapan pertama yang harus dilakukan seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya. Usaha mendamaikan para pihak dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa, sebab dalam mendamaikan tersebut tidak ada pihak yang kalah dan yang menang, tetapi mencarikan solusi yang terbaik untuk keduanya dan tetap mewujudkan kerukunan.6 Dalam proses penelitian yang penulis lakukan, penulis menemui mediator yang bertugas di Pengadilan Agama yakni di Pengadilan Agama Kediri, yang terletak di Jalan Sekartaji No. 12 Kab Kediri. Di Pengadilan tersebut belum ada mediator asli atau mediator yang bersertifikat Mahkamah Agung, namun di pengadilan tersebut masih menggunakan hakim yang merangkap menjadi mediator yang tentunya juga mempunyai sertifikat Mahkamah Agung. 4 Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 5 Yang dimaksud dengan hakam adalah seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga tersebut 6 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Agama, ct ke-5 )Jakarta:Kencana, 2008), hal. 151 6 Dalam masyarakat seorang kyai atau tokoh agama juga seringkali dijadikan pihak ketiga atau penengah dalam suatu permasalahan rumah tangga. Keberadaan seorang kyai sebagai penerus peruangan Nabi (Warasatul Anbiya) diharapkan sanggup menjadi pengayom umat. Seorang kyai juga diharapkan bisa menjadi perantara untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. Dengan mengadukan masalah pada kyai, sengketa selesai dengan cepat dan biayanya lebih ringan, selain itu permasalahan antara kedua belah pihak menjadi lebih berkurang. Hal ini lebih baik dari pada apabila perkara sampai ke pengadilan dan diputus dengan suatu putusan biasa, maka pihak yang dikalahkan dalam pelaksanaan putusan harus menerima putusan tersebut walaupun dengan terpaksa. 7 Tokoh agama atau seorang kyai memposisikan dirinya sebagai pendamai antara kedua belah pihak, karena setiap ucapan dari beliau dijadikan panutan oleh kedua belah pihak tersebut. Sebagian besar masyarakat lebih ta’dzim dan tawadhu’ dengan apa yang disampaikan seorang kyai, hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena sosok tokoh agama atau kyai dipandang memiliki pemahaman yang lebih di bidang ilmu agama dan memiliki kearifan dalam berinteraksi dalam masyarakat. Faktor inilah yang melatarbelakangi masyarakat memilih seorang kyai sebagai penengah dalam permasalahannya. Berkaitan dengan peran tokoh agama atau kyai tersebut, fenomena yang menarik dengan peristiwa yang penulis temui di wilayah Dusun Semanding Desa Jambu Kec. Pagu Kab. Kediri, seorang kyai yang bernama KH. Yasin pengasuh 7 Retno Wulan Sutantio S.H, Iskandar Ceri Kertawinarta, S.H, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung, Masdar Maju, 1997, hal 35 7 dari Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar, beliau juga sebagai ketua Suriyah NU Kab Kediri. Dan di wilayah Dusun Semen Kec Pagu Kab Kediri, Kyai bernama KH. Imam Syafi’i salah satu pengasuh Pondok Pesantren Salafiyyah Kapurejo Pagu Kediri. Dalam kesehariannya, selain menjadi pengasuh Pondok Pesantren tersebut, beliau juga sering kali mendapat tamu yang ingin berkonsultasi perihal masalah rumah tangga. Berbagai macam konflik rumah tangga yang pernah beliau selesaikan, dan yang paling banyak yakni konflik ketidak harmonisan disebabkan karena tidak punya keturunan, masalah ekonomi dan kesalahfahaman. Kyai tersebut dianggap sebagai figur yang sangat dihormati dan disegani masyarakat. Sehingga apa yang dikatakan seorang kyai dengan ikhlas mereka laksanakan dengan sikap yang sami’na wa ato’na dan tanpa keraguan. Wajar apabila masyarakat lebih percaya kepada kyai untuk mengadukan masalah-masalah kehidupan sehari-hari, termasuk problematika dalam kehidupan berumah tangga. Berangkat dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Mediasi Perkara Perceraian (Studi Perbandingan Hakim Mediator Pengadilan Agama dan Tokoh Agama di Kabupaten Kediri)”. Yang diteliti disini yakni proses pelaksanaan mediasi dan tingkat efektivitas mediasi yang dilakukan oleh masingmasing antara hakim mediator dan tokoh agama tersebut. Kemudian dari hasil penelitian tersebut akan dibandingkan untuk lebih memfokuskan tingkat keberhasilan diantara hakim mediator dan tokoh agama. Penulis merasa bahwa permasalahan ini menarik untuk dibahas dan dikaji. Karena penelitian ini memadukan antara peran Hakim Mediator dan Tokoh Agama dalam memediasi 8 para pihak yang berperkara, kemudian diambil kesimpulan diantara keduanya yang lebih efektif dan banyak berhasil. B. Batasan Masalah Untuk membatasi pembahasan sehingga tidak melebar dan melenceng dari kajian yang diteliti, penulis mencoba membatasi serta memfokuskan pembahasan dalam ruang lingkup mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dan tokoh agama Kabupaten Kediri yakni KH Yasin dan KH Imam Syafi’i. Mengenai cara yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dan tokoh agama dalam memediasi sebagai penengah suatu perselisihan rumah tangga. Selain itu juga membahas tentang efektifitas mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator dan tokoh agama dalam jangka waktu setahun di tahun 2014. Sehingga dalam kesimpulannya peneliti dapat mengetahui efektifitas mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator dan tokoh agama. Serta menemukan alasan yang kuat atau faktor-faktor yang nyata terkait keberhasilan mediasi oleh Hakim Mediator dan tokoh agama. Adapun dalam pembahasan apabila ada permasalahan diluar hal tersebut maka sifatnya hanyalah sebagai penyempurna sehingga pembahasan ini sampai pada sasaran yang dituju. 9 C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama dan tokoh agama Kabupaten Kediri (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i)? 2. Bagaimana efektifitas mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama dan tokoh agama Kabupaten Kediri (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i)? D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, sedikitnya terdapat dua tujuan yang harus tercapai dalam penelitian ini. Yakni sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama dan tokoh agama Kabupaten Kediri (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i). 2. Untuk mengetahui efektifitas mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama dan tokoh agama Kabupaten Kediri (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i). E. Manfaat Penelitian Secara teoritis diharapkan ini dapat menambah pengetahuan dan keilmuan khususnya dalam ruang lingkup mediasi, terutama yang berkaitan dengan efektifitas mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dan tokoh agama (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i). Dari situ 10 penulis akan mengetahui cara yang dilakukan oleh keduanya dalam memediasi para pihak yang bersengketa. Secara praktisi penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan informasi dan sebagai rujukan kualitatif bagi para praktisi hukum, memberikan wawasan baru terkait dengan peranan Hakim Mediator dalam Pengadilan Agama Kab. Kediri juga tokoh agama Kab. Kediri (KH Yasin dan KH Imam Syafi’i) sebagai penengah dari suatu permasalahan rumah tangga. Serta memberikan pemahaman kepada masyarakat yang memiliki sengketa untuk segera menyelesaikan persengketaan kepada siapa yang mereka anggap lebih dominan untuk menyelesaikan atau mendamaikan masalah tersebut. F. Definisi Operasional Untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dari judul skripsi Mediasi Perkara Perceraian (Studi Perbandingan Hakim Mediator Pengadilan Agama dan Tokoh Agama di Kabupaten Kediri). 1. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator 2. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. 3. Tokoh Agama adalah seseorang yang memiliki pengetahuan lebih dibidang keagamaan, dan menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya. 11 G. Sistematika Penulisan Agar penulisan ini dapat terarah dan pembahasannya komperhensif, maka sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang mana dalam bab ini di jelaskan kerangka pemikiran dari kerja penelitian. Sebab, bab ini memuat pembahasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, orisinalitas penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. Teknik pengolahan data dan analisis data. Metode penelitian ini merupakan suatu cara atau teknis yang akan di lakukan dalam proses penelitian lebih terarah dan terorganisir. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Merupakan kajian teori penelitian, dimana mendiskripsikan gambaran umum mengenai mediasi litigasi dan non litigasi. Pada bab kedua ini di maksudkan untuk memberikan penelasan secara teoritik terhadap masalah yang di sajikan. Tidak hanya itu saja, pada bab kedua ini di maksudkan untuk mendapatkan landasan teori, dasar hukum, mendapatkan batasan/ definisi/ arti dan kekuatan hukum yang dimiliki akta perdamaian yang di buat oleh kedua belah pihak. BAB III : METODE PENELITIAN Dijelaskan mengenai metode yang akan mengulas metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Metode tersebut meliputi pendekatan dan jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan analisis data. Sehingga dengan pembahasan tersebut dapat mengungkap sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional dan terarah. 12 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan hasil penelitian inti dari penelitian karena pada bab ini akan menganalisa data-data baik melalui data primer maupun data sekunder yang berguna untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. Penulisan judul ditulis dengan hasil penelitian dan pembahasan dan judul sub-subnya disesuaikan dengan tema-tema yang dibahas dalam penelitian. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran, dalam bab ini bukan merupakan ringkasan dan penelitian yang dilakukan, melainkan jawaban yang singkat atau akhir atas rumusan masalah yang telah ditetapkan. Saran adalah usulan atau anjuran kepada pihak-pihak yang terkait atau memiliki kewenangan lebih terhadap tema yang diteliti untuk pengetahuan bagi masyarakat atau penelitian di masa-masa mendatang.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Mediasi perkara perceraian: Studi perbandingan hakim mediator Pengadilan Agama dan Tokoh Agama di Kabupaten Kediri.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment