Abstract
INDONESIA:
Fasakh di dalam sebuah perkara perceraian di Peradilan Agama diposisikan sebagai salah satu alasan perceraian, karena dalam hukum terapan yang digunakan dalam perkara perceraian di Peradilan Agama hanya dikenal dua istilah yaitu cerai talak dan cerai gugat. Padahal di dalam Islam Fasakh memiliki kedudukan tersendiri terkait halnya dengan sebuah perceraian.
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama kota Malang, dengan meneliti pandangan hakim tentang putusan gugatan perceraian yang disebabkan murtadnya suami (Fasakh karena Murtad). Penelitian membahas seputar Fasakh dan aturan perundang-undangan yang terkait dengan hal tersebut. Penelitian ini termasuk penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dan data yang diambil yaitu data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil dokumentasi dan wawancara dengan pihak terkait.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwasanya; 1) dalam memutuskan perkara ini ada beberapa yang menjadi pertimbangan hakim, berupa hasil analisis dan verivikasi data mulai dari keabsahan penggugat hingga kaidah fiqh dan aturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan hukum memutus perkara tersebut. 2) dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia memang tidak ada aturan yang secara eksplisit membahas mengenai Fasakh sebagaimana hukum Islam. Namun ada wewenang yang diberikan untuk hakim melakukannya, sehingga hakim merasa cukup dengan aturan yang tang telah ada.
ENGLISH:
Fasakh in a divorce case in the Religious Courts positioned as one of the reasons the divorce, because the law applied used in a divorce case in the Religious Courts only known two-term divorce divorce and divorce is final. Whereas in Islam fasakh has its own position associated with a divorce case.
This research was conducted in the Religious Court of Malang city, by examining the views of the judge as the verdict divorce is caused murtadnya husband (fasakh because Apostate). The study discusses about fasakh and the rule of law related to it. This research includes empirical research using qualitative descriptive approach. And data derived namely primary and secondary data obtained from the documentation and interviews with relevant parties.
The results of this study concluded that; 1) in deciding this case there are some judges that into consideration, such as the analysis and verification of data ranging from the validity of the plaintiff to the rules of fiqh and rules of law which is used as a legal basis to decide the case. 2) the legislation on marriage in Indonesia is no rule explicitly discussed the fasakh as Islamic law. However, there is an authority given to the judge to do so, so the judge had enough with pliers existing rules
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap mahluk, mulai
dari binatang, tumbuhan hingga manusia. Namun bedanya bagi manusia yang
notabennya diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi, dalam
menjalin sebuah perkawinan manusia memiliki aturan-aturan yang harus dipenuhi
untuk melegalkan hubunganya. Artinya untuk melegalkan sebuah hubungan ada
hal-hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu, itulah yang menjadikan perbedaan
antara sebuah hubungan yang dijalin oleh manusia dan hubungan yang dijalin oleh
mahluk lain. Allah SWT menghendaki hamba-hambanya untuk melakukan perkawinan,
dan Allah SWT menjadikan dalam perkawinan tersebut ketenteraman dan terciptanya
rasa saling menyayangi. Maka jelaslah bagaimana Islam begitu menghendaki adanya
sebuah perkawinan dan begitu banyaknya hikmah-hikmah yang terkandung dalam
sebuah perkawianan tersebut. Dalam Islam perkawinan bernilai sangat sakral.
Islam memaknai yang dimaksud dengan sebuah perkawianan adalah akad yang
ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara seorang laki-laki
dan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.1
Sedangkan menurut undang-undang perkawinan nomer 1 tahun 1974 perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Mahaesa.2 Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam dalm
pasal 2 menyebutkan bahwasanya perkawinan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu kad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah. Dari beberapa paparan
mengenai arti perkawinan semua merujuk pada satu kesimpulan bahwasanya
perkawinan merupakan suatu tahap legalisasi dari sebuah hubungan. 1 Abd. Rahman
Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.8. 2 Lihat pasal 1 UU
Perkawinan No.1 Tahun 1974. Setiap manusia tentunya pasti menginginkan
kebahagian dan kelanggengan dalam hubungan perkawinanya. Keinginan-keinginan
tersebut hanya akan dapat diperoleh jikalau dalam menjalani hubungan, setiap
pasangan suami istri mengetahui dan menjalankan aturan-aturan yang diterapkan
oleh agama. Aturan-aturan tersebut berkaitan dengan masalah penjalanan hak dan
kewajiban suami maupun istri karena salah satu maksud dari perkawinan adalah
mengatur tentang hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hal ini sebagaimana
definisi perkawinan yang disampaikan oleh Muhammad Abu Ishrah, menurut beliau
perkawinan berarti “Akad yang memberikan Faedah hukum kebolehan mengadakan
hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong
menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi
masing-masing”3 . Jika aturan-aturan agama tersebut dapat dilaksanakan maka
kehidupan yang didambakan akan dapat dibentuk, namun sebaliknya apabila pasangan
suami istri mengabaikan aturan tersebut kehidupan rumah tangga akan hancur
ditengah jalan. Awal kehancuran dari sebuah rumah tangga biasanya diawali
dengan keributan dalam rumah tangga, dan puncaknya adalah penyelesaian di meja
hijau berupa perceraian. Dalam Hukum Islam sebagaimana membentuk sebuah
perkawinan diatur dengan sedemikian rupa, Islampun mengatur mengenai putusnya
sebuah perkawinan tersebut. Meski Islam membenci perceraian namun apabila suatu
hubungan pernikahan memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi dan apabila
dilanjutkan hanya kan menimbulkan kerugian bagi pasangan suami istri, maka 3
Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.10. Islam
membolehkan demi kemaslahatan kedua belah pihak. Dalam Islam putus dan
berakhirnya suatu perkawinan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena
terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya, atau karena
Khuluk, atau dengan cara Fasakh. Sedangkan dalam undang-undang disebutkan dalam
pasal 38 tentang putusnya perkawinan serta akibatnya, disebutkan perkawianan
dapat putus karena tiga hal yakni kematian, perceraian dan atas keputusan
pengadilan. Dalam Islam Fasakh secara bahasa berarti rusak atau putus, jadi
yang dimaksud dengan memFasakh nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan
hubungan suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya
syarat-syarat ketika akad nikah maupun karena hal-hal yang membatalkan
kelangsungan perkawinan yang disebabkan oleh hal-hal tertentu. Sedangkan
menurut syara‟ pula bahwasanya pisahnya suami istri akibat Fasakh berbeda
dengan pisahnya karena Talak. Sebab Talak terbagi dua yakni Raj’i dan Ba’in,
talak Raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri seketika itu namun talak ba’in
mengakhirinya seketika itu. Adapun Fasakh mengakhiri ikatan suami istri
seketika itu juga. Dewasa ini tingkat perceraian suami istri sangatlah tinggi,
khususnya di wilayah Malang sendiri, alasan pisahnya suami istripun beragam
serta beragam pula cara pisahnya, mulai dari Talak oleh suami, Khulu’ maupun Fasakh.
Dalam sebuah perkawinan yang sah, pada pelaksanaan proses perceraian atara
suami istri harus dilakukan di depan Hakim, dalam hal ini berarti di Pengadilan
Agama. Namun ternyata hal tersebut masih terjadi dualisme pemahaman, sebagian
dari para ahli mengatakan bahwa perceraian biasa terjadi meskipun belum
diputuskan oleh hakim misalkan talak ataupun Fasakh karena murtad tersebut,
sebab mereka berpendapat bahwasanya murtad secara otomatis telah merusak sebuah
ikatan perkawinan dan pasangan tersebut harus segera saling menjahui. Namun
sebagian dari para ahli berpendapat bahwasanya perceraian bisa terjadi apabila
dilakukan didepan Hakim di Pengadilan Agama sebagaiman yang diatur dalam
perundangundangan. Hal ini tentunya berdampak di masyarakat, ada yang pernikahanya
telah putus karena salah satu murtad namun tetap hidup bersama ada pula yang
bercerai namun tidak diselesaikan di Pengadilan Agama. Dalam pelaksanaan proses
perceraian, Hakim tentunya tidak hanya menjadikan Hukum Islam berupa Fiqh untuk
pertimbangan mengambil keputusan, akan tetapi dengan peraturan
perundang-undangan yang diterapkan pemerintah, sebab terkait masalah perkawinan
pemerintah juga memiliki rumusan fiqh tersendiri yang berasal dari hukum Islam
yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun
kaitannya dengan masalah perceraian peraturan perundangundangan tidak secara
detail sebagaimana Fiqh Islam dalam mengaturnya satu persatu, dalam
perundang-undangan tidak menjelaskan tentang konsep Fasakh secara jelas. Pada
prakteknya dalam acara di Pengadilan Agama, hanya mengenal istilah cerai gugat
dan cerai talak, sedangkan Fasakh dijadikan alasan yang bisa masuk kedalam
kategori talak maupun gugat. Misalkan seorang Istri yang menuntut suaminya di
depan Hakim supaya perkawinannya difasakhkan, dikategorikan dengan gugat cerai.
Begitupula sebaliknya, apabila ada suami yang hendak memutuskan perceraian
dengan Fasakh ia mengajukan permohonan Talak kepada hakim. Sedangkan Fasakh
merupakan sebuah putusnya perkawinan yang disebabkan adanya ‘illat, sedangkan
Khulu’ ataupun Talak tidak karena adanya ‘illat. Sedangkan dalam Fiqh Islam
Fasakh dengan Khulu’ dan Talak adalah suatu hal yang berbeda mulai dari
pengertian hingga akibat hukum yang ditimbulkannya. Berangkat dari
permasalahan-permasalahan itulah peneliti ingin melakukan penelitian mengenai
pandangan hakim di Pengadilan Agama Kota Malang terkait hal tersebut, dan
peneliti akan menyajikan dalam sebuah kajian ilmiah yang berbentuk Skripsi yang
akan diberi judul “PENERAPAN FASAKH DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG
PERKAWINAN .”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, peneliti menentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pandangan Hakim Pengadilan Kota Malang tentang aturan Fasakh dalam
peraturan perundang-undangan tentang perkawinan? 2. Apa dasar pertimbangan
hakim dalam mememutuskan perkara Fasakh di Pengadilan Agama Kota malang? C.
Tujuan Penelitian Adapun dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mencapai
tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tentang bagaimana pandangan Hakim
Pengadilan Agama Kota Malang tentang aturan Fasakh dalam peraturan
perundangundangan tentang perkawinan. 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan
hakim dalam memutus perkara Fasakh di Pengdilan Agama Kota Malang. D. Manfaat
Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian dapat
memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis dalam dunia pendidikan maupun
masyarakat pada umumnya. Adapun manfaatnya adalah: 1. Secara Teoritis: Secara
teoritis penelitian ini mempunyai manfaat yang sangat signifikan diantaranya:
a. Untuk menambah keilmuan di bidang hukum keluarga Islam terkait masalah
Perceraian khususnya Fasakh. b. Memberikan kontribusi ilmiah bagi Fakultas
Al-Ahwal AlSyakhsiyyah di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. c. Memberikan
bacaan kepada pembaca terkait Fasakh dalam undangundang serta tinjauan fiqh. 2.
Secara Praktis: Adapun secara praktis temuan penelitian ini juga mempunyai
manfaat yang tidak kalah pentingnya, yaitu: a. Untuk digunakan sebagai salah
satu referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis. b. Dapat dijadikan
sebagai pertimbangan para praktisi dalam bidang hukum berkenaan dengan
perkawinan khususnya pada bab Fasakh.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Penerapan fasakh dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan: Studi pandangan hakim di Pengadilan Agama Kota Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment