Abstract
INDONESIA:
Hibah merupakan akad yang masih sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia.Hal ini mungkin disebabkan hibah termasuk perbuatan yang dianjurkan atau di syari'atkan oleh agama. Di Indonesia, aturan atau Undang-undang yang mengatur persoalan hibah di antaranya terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Maksud dan tujuan hibah itu sendiri adalah agar antara penghibah dan penerima hibah itu timbul rasa saling mencintai dan menyayangi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, a) persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat antara KUH Perdata dan KHI. b) akibat hukum hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari teori-teori yang telah berkembang yang diperoleh dari buku-buku atau bahan pustaka yang ada hubungannya dengan permasalahan. Adapun data penelitian ini dikumpulkan melalui studi dokumen. Sedangkan analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini ialah KUH Perdata dan KHI mempunyai persamaan dan perbedaan yang mengatur tentang hibah dan wasiat. KUH Perdata dan KHI dalam hal ini lebih rinci dalam mengatur masalah hibah dan wasiat. Adapun persamaan hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1) Dalam melaksanakan hibah baik menurut KUH Perdata maupun KHI tersebut harus ada bukti autentik. (2). Dalam melaksanakan hibah harus dilakukan sebelum si penghibah meninggal dunia. Sedangkan perbedaan hibah menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1). Pasal 1666-1693, Pasal 210-214 KHI (2). Dalam melaksanakan hibah orang tersebut bukan orang muslim saja, akan tetapi orang non muslim bisa melaksanakan hibah. (3). Dalam melaksanakan hibah bukan harta pusaka saja, tetapi bisa harta yang lainnya. (4). Di dalam KUH Perdata tidak di jelaskan tentang bentuk hibah. Perbedaan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1). Pasal 874-912 dan 930-932, Pasal 194-209 KHI. (2). Orang yang hendak melaksanakan wasiat bukan orang muslim saja, tetapi bisa orang non muslim, orang yang akan melaksanakan wasiat hanya orang muslim saja (KHI). (3). Barang yang di wasiatkan maksimal 1/3 dari harta tersebut. (4). Lisan, tertulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Allah SWT telah
menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka
saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan hidup. Ada
beberapa bentuk tolong-menolong untuk menjalin tali silaturrahmi, di antaranya
adalah memberikan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, yang
dikenal dengan nama hibah. Hibah merupakan akad yang masih sering di lakukan
oleh masyarakat Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan hibah termasuk perbuatan
yang dianjurkan atau di syari'atkan oleh agama. Akan tetapi oleh kebanyakan
orang, hibah hanya dipahami sebagai bentuk pemberian saja, tanpa menyadari apa
yang dimaksud dengan hibah itu sendiri. Oleh karena itu, harus ada
Undang-Undang yang mengatur 1 2 tentang hibah di Indonesia. Dengan demikian,
maka di harapkan masyarakat dapat mengerti apa yang dimaksud dengan hibah,
tujuan hibah, cara melaksanakan hibah, menghindari larangan-larangan di
dalamnya, menghindari hal-hal yang merusak akad hibah, menghindari
persengketaan, dan sebagainya.
Wasiat apabila dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, maka wasiat
tersebut pada dasarnya juga bermakna transaksi pemberian sesuatu kepada pihak
lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta atau
pembebanan/pengurangan utang ataupun pemberian manfaat dari milik pemberi
wasiat kepada pihak yang menerima wasiat. Oleh karena itu, harus ada
Undang-Undang yang mengatur tentang wasiat di Indonesia. Di Indonesia, aturan
atau Undang-Undang yang mengatur persoalan hibah di antaranya terdapat dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). Hibah juga merupakan suatu pemberian yang tidak ada kaitannya dengan
kehidupan keagamaan. Tetapi yang menjadi pokok pengertian dari hibah ini selain
unsur keikhlasan dan kesukarelaan seseorang dalam memberikan sesuatu kepada
orang lain adalah pemindahan hak dan hak miliknya. Di dalam Hukum Islam yang
dimaksud dengan hibah adalah pemindahan hak dan hak milik dari sejumlah
kekayaan.1 Perkataan hibah atau memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai
perbuatan hukum itu dikenal, baik di dalam Kompilasi Hukum Islam maupun
Burgerlijk Wetboek (BW). Pada dasarnya peraturan tentang hibah dalam KUH
Perdata secara
umum bersumber dari gabungan hukum kebiasaan/hukum kuno Belanda dan
code civil Prancis. Berdasarkan atas gabungan berbagai ketentuan tersebut, maka
pada tahun 1838, kodifikasi hukum perdata barat Belanda ditetapkan dengan Stb.
1838. sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1848, kodifikasi hukum
perdata barat Belanda diberlakukan di Indonesia dengan Stb. 1848.2 Jadi, KUH
Perdata yang berlaku di Indonesia adalah kutipan dari KUH Perdata yang berlaku
di Belanda yang setelah disesuaikan dengan keadaan masyarakat di Indonesia yang
menggunakan asas konkordansi. Hibah itu sendiri harus ada suatu persetujuan.
Dilakukan sewaktu pemberi hibah masih hidup, dan harus diberikan secara
cuma-cuma. Hal ini sudah dirumuskan dalam Pasal 1666 KUH Perdata (BW)
Biasanya pemberian-pemberian tersebut tidak akan pernah dicela oleh
sanak keluarga yang tidak menerima pemberian itu, oleh karena pada dasarnya
seorang pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa untuk memberikan harta
bendanya kepada siapapun. Hibah ini termasuk materi hukum perikatan yang diatur
di dalam Buku Ketiga Bab kesepuluh Burgerlijk Wetboek (BW). Berbeda dengan
hukum waris salah satu syarat dalam hukum waris untuk adanya proses pewarisan
adalah adanya orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta
kekayaan. Sedangkan dalam hibah, seorang pemberi hibah itu masih hidup pada
waktu pelaksaan pemberian. Berkaitan dengan hibah ini, dalam KUH Perdata
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Hibah merupakan perjanjian
sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika hidupnya untuk memberikan sesuatu
barang dengan cuma-cuma kepada penerima hibah. 2. Hibah harus dilakukan dengan
akta notaris, apabila tidak dengan akta notaris, maka hibah batal. 3. Hibah
antara suami-isteri selama dalam perkawinan dilarang, kecuali jika yang
dihibahkan itu benda-benda bergerak yang harganya tidak terlampau mahal.5 Hibah
baru dianggap telah terjadi apabila barang yang dihibahkan itu telah diterima.
Hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya kelak dapat diperhitungkan
sebagai harta warisan apabila orang tuanya meninggal dunia. Hibah tidak dapat
ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Hibah yang diberikan
pada saat orang yang memberikan hibah dalam keadaan sakit yang membawa kematiannya,
maka hibah yang demikian itu haruslah mendapat persetujuan dari ahli warisnya,
sebab yang merugikan para ahli waris dapat diajukan pembatalannya ke Pengadilan
Agama agar hibah yang diberikan itu supaya dibatalkan.6 Perumusan hukum hibah
yang diatur dalam KHI mengalami modifikasi dan ketegasan hukum demi terciptanya
persepsi yang sama, baik bagi aparat penegak hukum maupun bagi anggota
masyarakat.7 Hibah dalam KHI dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara
lisan, bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam KHI, pemberian berupa
harta tidak bergerak dapat dilakukan
dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis.8 Selain hibah dalam
masyarakat dan peraturan juga mengenal yang namanya wasiat. Sedangkan wasiat
itu sendiri terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Wasiat dalam hukum perdata dikenal dengan nama testamen yang diatur
dalam buku kedua bab ketiga belas terdapat pada pasal 875. Pernyataan kehendak
yang berupa amanat terakhir orang yang menyatakan wasiat itu dikemukakan secara
lisan dihadapan notaris dan dua orang saksi. Wasiat dalam hukum perdata harus
dibuat dalam bentuk surat wasiat (testamen) dan pembuatan surat wasiat itu
merupakan perbuatan hukum yang sangat pribadi. BW mengenal tiga macam bentuk
surat wasiat, yaitu: wasiat olografis, wasiat umum, wasiat rahasia. Surat
wasiat model ini harus disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan
dihadiri empat orang saksi, penyegelan dilakukan dihadapan notaris. Sebaiknya
pembuat wasiat harus membuat keterangan di hadapan notaris dan saksisaksi bahwa
yang termuat dalam segel itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri atau
yang ditulis orang lain dan ia menandatanganinya, kemudian notaris membuat
keterangan yang isinya membenarkan keterangan tersebut.9 Dalam Kompilasi Hukum
Islam sudah disebutkan pada pasal 171 huruf (f). Ketentuan tentang wasiat ini
terdapat dalam pasal 194-209 yang mengatur secara keseluruan prosedur tentang
wasiat. Orang yang hendak melakukan wasiat harus sudah berusia
sekurang-kurangnya 21 tahun dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada
orang lain atau.
Pemilikan terhadap harta benda ini baru dapat dilaksanakan sesudah
pewasiat meninggal dunia (pasal 194 KHI). Wasiat yang berupa hasil dari suatu
benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu
(pasal 198 KHI). Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi atau
tertulis di hadapan dua orang saksi atau di hadapan notaris. Wasiat kepada ahli
waris hanya berlaku apabila disetujui oleh semua ahli warisnya (pasal 195 KHI).
Dalam wasiat, baik secara lisan maupun tertulis, harus disebutkan dengan tegas
dan jelas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima
harta benda yang diwasiatkan (pasal 196 KHI). Mengkaji uraian tersebut, maka
timbullah pertanyaan tentang masalah yang perlu atau menarik untuk dibahas dan
diteliti. Adapun masalah yang muncul adalah tentang persamaan dan perbedaan
hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI. Seperti yang kita pahami banyak
persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat tersebut, masyarakat masih belum
mengetahui apa persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat tersebut. Selain hal
tersebut jika terjadi sengketa bagaimana akibat hukum menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan melihat
permasalahan maka peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian ilmiah dengan
mengkaji dan menyusun skripsi dengan judul: “Hibah dan Wasiat dalam Analisis
Perbandingan antara KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA dan KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI)”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persamaan dan
perbedaan hibah dan wasiat antara Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan
Kompilasi Hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Hal-hal yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah ingin
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah tersebut
yang telah dipaparkan diatas. Dengan demikian, maka tujuan penelitian ini
antara lain:
1. Untuk membandingkan
perbedaan antara hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan Kompilasi Hukum
Islam.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian
adalah sebagai berikut
1. Aspek Teoritis Untuk memperkaya wacana keislaman dalam bidang
hukum yang berkaitan antara hibah dan wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam yang
dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Aspek Praktis Sebagai
pengetahuan sekaligus pengalaman dan kontribusi bagi penulis dalam penyusunan
karya ilmiah yang berhubungan dengan hibah dan wasiat menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam.
E. Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui lebih jelas
tentang penelitian yang akan diteliti, maka disini penting untuk mengkaji
terlebih dahulu hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini
baik secara teori maupun kontribusi keilmuan. Ada beberapa judul skripsi yang
tidak jauh berbeda dengan judul yang peneliti angkat antara lain yaitu:
1. Hibah Sebagai Cara Untuk Menyiasati Pembagian Harta Waris (Studi
Hukum Islam Di Desa Randuagung Kec. Singosari Malang). Penelitian dari Moh.
Nafik menjelaskan tentang pelaksanaan hibah orang tua pada anak wanita tidak
banyak menimbulkan sengketa. Hal yang demikian itu disebabkan karena semua anak
menerima apa yang telah menjadi ketentuan orang tua sebagai rasa hormat mereka
terhadap orang tua. Kendatipun ada yang menjadi sengketa, namun tidak sampai ke
meja hijau dan diselesaikan secara kekeluargaan.10 Penelitian tersebut hampir
sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang sama-sama membahas tentang
hibah dan wasiat. Akan tetapi, penelitian tersebut lebih banyak membahas
tentang pelaksanaan hibah orang tuan pada anak wanita.
2. Wasiat Wajibah bagi anak angkat (kajian terhadap pasal 209 KHI).
Penelitian dari Sahirul Alim menjelaskan tentang wasiat wajibah bagi anak
angkat di KHI dirumuskan dalam asal 209 ayat (2) yang menyatakan bahwa terhadap
anak angkat yang tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya diberi wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 warisan.11 Penelitian tersebut hampir sama
dengan penelitian yang penulis angkat, yang sama-sama membahas hibah 10 Nafik,
Moh, Hibah Sebagai Cara Untuk Menyiasati Pembagian Harta Waris (Studi Hukum
Islam Di Desa Randuagung Kec. Singosari Malang), (Malang: Universitas Islam
Negeri, 2003).
Akan tetapi penelitian tersebut lebih banyak membahas tentang
wasiat wajibah bagi anak angkat dan tidak membahas secara detail tentang hibah
wasiat. 3. Wasiat Wajibah Bagi Non Muslim (Kajian Terhadap Putusan Mahkamah
Agung No. 368 K/AG/1995). Penelitian dari M. Arif Arwani menjelaskan tentang
wasiat wajibah dalam putusan Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995 dilandasi oleh
pendapat sebagian fuqaha’ yang berpendapat bahwa surat AlBaqarah ayat 180 masih
berlaku dan tidak pernah dinasakh oleh ayat-ayat mawaris. Menurut fuqaha’
golongan ini bagi ahli waris yang tidak mendapatkan harta pusaka karena adanya
ahli waris yang lebih utama atau karena adanya halangan mewaris diberikan
wasiat wajibah dengan ketentuan tidak boleh melebihi 1/3. Dalam putusan
Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995, disebutkan bahwa bagi orang non Muslim karena
merupakan halangan mewaris masih berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka
melalui wasiat wajibah sebesar bagian pokoknya. Wasiat wajibah adalah wasiat
yang wajib berlakunya tanpa harus adanya persetujuan dari pewaris maupun dari
ahli waris yang lain.
Penelitian tersebut hampir
sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang sama-sama membahas hibah dan
wasiat. Akan tetapi penelitian tersebut lebih banyak membahas tentang wasiat
wajibah bagi non Musli
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Hibah dan wasiat dalam analisis perbandingan antara kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment