Abstract
INDONESIA:
Pernikahan merupakan sebuah solusi yang di anggap paling baik dalam sebuah hubungan ataupun interaksi dengan lawan jenis yaitu interaksi antara laki-laki dan perempuan baik dalam kehidupan sosial dan agama, Pernikahan merupakan sebuah solusi dari berbagai permasalahan khususnya menyangkut hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Demikianlah yang dikemukakan oleh para aktivis HT. Lahirnya HT adalah upaya untuk mengembalikan kejayaan umat Islam dengan membentuk sebuah negara Islam yang sistem pemerintahannya adalah Khilafah dan keseluruhan aspek yang mendasari kehidupan bernegara harus sesuai dengan syariat Islam salah satunya dalam aspek sosial dan keluarga yaitu tentang pernikahan. Dalam hal ini dasar dari dilangsungkannya pernikahan adalah seruan dari Hadis Rasulullah untuk bersegera menikah bagi yang mampu dan diperkuat dengan dilarangnya membujang.
Berdasarkan hal itulah peneliti melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman para aktivis HT tentang makna hadis anjuran menikah yang kemudian diimplementasikan kehidupan sehari-hari di kalangan aktivis HT.
Penelitian menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif dan masuk dalam jenis penelitian lapangan. Yang menarik adalah dengan penggunaan metode pendekatan penelitian hadis yaitu Living Sunnah yang dikolaborasikan dengan ilmu sosial yaitu dengan cara meneliti sebuah pemahaman tentang hadis di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. metode ini masuk pada kategori pendekatan kualitatif karena karena berusaha untuk memahami tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya; perilaku, presepsi, motivasi dan tindakan. Untuk memperoleh data peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data, yakni wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa para aktivis HT memahami hadis anjuran menikah ini sebagai sebuah seruan yaitu sunnah yang sangat ditekankan untuk segera melaksanakan pernikahan bagi yang mampu baik laki-laki maupun perempuan, dan yang dianggap mampu disini adalah yang sudah baligh dan sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan bagi keluarganya kelak. Sedangkan makna dari kata mampu (istathâ’a) mereka jadikan tolok ukur dalam masalah usia nikah, dimana katika mereka mampu maka pernikahan akan dilangsungkan dan karena itu juga satu aktivis dengan aktivis lain terdapat perbedaan usia dalam melangsungkan pernikahan. Ini diperkuat dengan tidak adanya aktivis senior HT yang membujang, juga karena dilarangnya seseorang untuk membujang.
ENGLISH:
Marriage is a solution that is considered best in a relationship or interaction with the opposite type of interaction between men and women. In both social and religious life, marriage is a solution of various problems, especially concerning the relationship of interaction between men and women. So that put forward by activist of HT. the birth of HT is an attempt to restore the glory of those Muslims who are the caliphate system of government and all the underlying aspects of national life must be in accordance with Islamic shariah one of them in social and family aspects of marriage which is the hadith of the Prophet's call to hurry to get married for a capable and reinforced by the banning of celibacy.
Based on research that was conducted this research aims to determine how HT’s activists understanding of the meaning of the hadith recommendation married. And how the implementation of the recommendation of the Hadith married in everyday life among the activists of HT.
Research using research that is descriptive and include the type of field research. Of particular interest is the use of methods research approach that is Living Sunnah Hadith which collaborated with the social sciences is by way of researching an understanding of tradition in society in everyday life. This method is included in the category of the qualitative approach as it seeks to understand about what is experienced by research subjects, such as: behavior, perception, motivation and action. To obtain the data, researchers used three methods of data collection, namely interviews and documentation
The results of this study found that HT activists understand the traditions of this recommendation as a rallying cry to get married is a very stressed sunnah to be able to carry out the marriage for both men and women, and that is considered capable of here is the already baligh and was able to meet the needs of food, clothing, shelter for his family later. While the meaning of the word can (istatha'a) they made a benchmark in the marriage age issue, where when they can afford the wedding will take place and since it is also an activist with other activists there is a difference in the age to get married. This is reinforced by the absence of single HT senior activists, as well as prohibiting a person to remain single.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pernikahan
atau perkawinan merupakan pengaturan hubungan antara unsur kelelakian (adz
dzukûrah/maskulinitas) dengan unsur keperempuanan atau kewanitaan (al
unûtsah/feminitas) yang bersifat seksual (gharîzan an-naw‘).1 Dengan kata lain,
perkawinan merupakan pengaturan pertemuan (interaksi) antar dua jenis kelamin,
yakni laki-laki dan perempuan dengan aturan yang khusus. Disebut aturan khusus
karena secara umum pertemuan laki-laki dan 1 Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem
pergaulan dalam Islam (Jakarta: HTI Press,2007), 174. perempuan juga diatur
dalam hal hubungan jual beli, kontrak kerja (ijârah), perwakilan (wakâlah), dan
sebagainya.2 Jadi pengertian di atas menjelaskan bahwa bagi Hizbut Tahrir
laki-laki dan perempuan itu terpisah dan benar-benar dibatasi oleh
aturan-aturan, baik dalam hal aturan umum (jual beli, wakâlah dan sebagainya)
maupun dalam hal aturan khusus (pernikahanan). Menurut Hukum Islam, pernikahan
merupakan suatu akad yang masyhur dan merupakan salah satu sunnatullah yang
berlaku bagi semua makhluknya Allah SWT yang bernyawa.3 Sunnatullah yang sangat
dianjurkan kapada kaumnya bagi tiap-tiap yang mampu, karena dengan menikah ini
selain memperbanyak umat Islam juga sebagai penyempurna iman. Adapun
dibangunnya sebuah rumah tangga itu bertujuan untuk memperoleh keturunan yang
sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tujuan perkawinan dalam
Islam itu untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga
sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan
dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta
ketenangan dan ketentraman jiwa, ketentraman keluarga dan masyarakat.4
Pernikahan bertujuan kepada kebahagiaan dan ketenangan lahir batin karena
pernikahan merupakan sebuah ikatan yang bersifat batiniah. Sebagaimana dalam
hadis Rasulullah SAW: 2 Ibid. 3 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat
(Jakarta: Raja Grafindo: 2009), 2. 4 Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam
(Jakarta: PT Bumi Aksara ,1996), 26. ا
د ر
ا
ل: ل رس ل ا
‑ ا
وس: "ی 4 "ا 4ب اس-2ع 0 ا ءة +-,ج +*ن أ)' $" وأ%$ #"ج و ی -72 $ + م +*ن و5ء" -#8 Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada kami: ”Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berumah tangga, maka kawinlah, karena kawin dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaknya berpuasa, karena yang demikian dapat mengendalikanmu”. (HR. Mutafaq Alaih).5 Dari hadis Rasulullah di atas jelas bahwa perkawinan atau pernikahan itu sesuatu yang dianjurkan karena berfaedah bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara.6 Jadi dengan melakukan pernikahan seseorang akan terhindar dari perbuatan yang buruk, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syari’at Islam. Apabila seseorang belum sanggup untuk menikah wajib untuk berpuasa agar terhindar dari keburukan, namun apabila sesorang itu sudah merasa mampu maka di segerakanlah untuk menikah karena akan membawa kebaikan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Menyinggung tentang masyarakat pada masa sekarang, banyak sekali berbagai paham, gerakan, organisasi atau komunitas Islam. Tentu dari sekian banyak itu akan memunculkan perbedaan pandangan tentang arti dari sebuah perkawinan atau pernikahan, khususnya dalam membahas tentang hadis anjuran menikah baik pemahamannya dan atau implementasinya dalam kehidupan seharihari. Salah satu dari sekian banyak paham, gerakan, golongan, organisasi ataupun komunitas itu adalah Hizbut Tahrir, yang selanjutnya disebut HT. HT adalah gerakan yang berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis) Palestina. HT ini merupakan paham yang bergerak pada bidang politik, 5 Ibnu Hajar Al Asy Qalani, Syarah Bulughul Maram, penerjemah: Ahmad Sunarto (Surabaya: Halim Jaya, 2005), 585. 6 Ibid, 11. gerakan yang menitikberatkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalalui tegaknya kembali Khilâfah Islâmiyah ini dipelopori oleh syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni al-Azhar Mesir, dan pernah menjadi hakim di Mahkamah Syari’ah di Palestina.7 HT merupakan sebuah organisasi transnasional yang berseberangan dengan paham globalisasi politik. Dalam pandangan Hizbut Tahrir, globalisasi politik akan membawa akses yang buruk bagi negara penganutnya. Organisasi yang berasaskan pada nilai-nilai keIslaman ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menterjemahkan konsep pemerintahan. HT adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menegakkan dakwah, juga suatu keharusan menciptakan suatu partai politik Islam.8 HT adalah organisasi yang didirikan di Palestina dengan tujuan mengembalikan dunia pada nilai-nilai yang paling hakiki, yaitu nilai keIslaman. HT kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di timur tengah, sebagian negara Eropa, Afrika hingga ke Indonesia. HT masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia.9 HT berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. HT berupaya agar umat dapat menjadikan kembali daulah Islam sebagai negara terkemuka di dunia, sebagaimana yang telah terjadi di masa silam, sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai 7 Umi Sumbulah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam (Malang: UIN Malang Press, 2009), 104. 8 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang berpengaruh pada abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006).304. 9 http://id.wikipedia.org/wiki/hizbut-tahrir, (diakses 30 november 2010). dengan hukum Islam untuk direalisasikan, diemban dan diwujudkan dalam realitas umat dan negara. Mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar akidah Islam menjadi dasar negara dan sekaligus landasan konstitusi dan undang-undang. Sebab, akidah Islam adalah akidah yang bersifat rasional (aqidah aqliyyah) dan sekaligus akidah yang bersifat politis (aqidah siyasah). Akidah yang menurunkan aturan-aturan yang mampu menjadi solusi atas segenap problematika yang dihadapi manusia secara keseluruhan, baik dibidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan lain-lain.10 Sesuai dengan tujuan awal HT didirikan adalah untuk membangun sebuah negara Islam yang dipimpin oleh seorang khilâfah, dimana negara itu harus berdasarkan syari’at dalam segala aspek kehidupan sosial, agama maupun bernegara. Tentunya sebelum membangun sebuah negara berdasarkan syariat Islam harus membangun keluarga yang berdasarkan syariat juga terlebih dahulu, dengan adanya suatu pernikahan maka akan tercipta suatu keluarga. Pernikahan terjadi tentunya atas dasar syari’at Islam, dan dalam buku pedoman HT salah satu dasar dari terjadinya pernikahan adalah didasarkan pada hadis tentang anjuran menikah. Tentunya, hadis tersebut mereka pahami terlebih dahulu makna dan motivasi yang terkandung di dalamnya, sebelum mereka praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, apabila membicarakan atau meneliti tentang pemahaman terhadap suatu hadis oleh komunitas Islam tertentu (HT) yang selanjutnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (hadis in everyday life) yang penelitiannya itu mencakup ruang lingkup atau menyinggung suatu komunitas maka dapat dikaji lebih dalam 10 Mengutip dari skripsi Nur Hidayati, Konsep Keluarga Sakina Perspektif Aktivis Hizbut Tahrir Malang, Skripsi (Fakultas Syari’ah: Uin Malang.2009), 4. lagi dengan suatu metode yang sesuai untuk dijadikan sebagai cara untuk meneliti tentang makna hadis anjuran menikah pada kehidupan zaman sekarang ini yaitu metode living sunnah. Secara bahasa living adalah dari kosa kata bahasa inggris yang berarti ‘hidup’.11 Sedangkan sunnah mepunyai banyak definisi karena banyaknya para ulama’ berbeda dalam penafsiran apa itu sunnah, tapi peneliti mengartikan sunnah sama dengan hadis dimana sunnah yaitu segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat dan perilaku beliau sebelum ataupun sesudah menjadi Rasul.12 Jika dua kosa kata ini disatukan maka menjadi living sunnah, maka akan menjadi suatu metode yang baru dalam memahami sunnah dalam masyarakat.13 Setelah Nabi wafat, Sunnah Nabi tetap merupakan sebuah ideal yang hendak diikuti oleh para generasi muslim sesudahnya, dengan menafsirkannya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mereka yang baru dan materi yang baru pula. Penafsiran yang kontinyu dan progresif ini, didaerah-daerah yang berbeda misalnya Hijaz, Mesir dan Irak disebut dengan sunnah yang hidup atau living sunnah. Sunnah dengan pengertian sebagai sebuah praktik yang disepakati secara bersama (living sunnah) sebenarnya relatif identik dengan ijma’ para kaum muslimin dan kedalamnya termasuk pula ijtihad para ulama’ generasi awal yang ahli dan tokoh-tokoh politik didalamnya.14 Dengan demikian living sunnah secara bahasa adalah sunnah yang hidup (hadis in everyday life) sedangkan secara istilah 11 Jadi secara singkat paparan di atas bertujuan untuk menjelaskan bahwa Rasulullah dalam sebuah hadisnya menyebutkan bahwa nikah itu sangat dianjurkan bagi tiap-tiap muslim yang mampu yang dimaksud dalam kata Man istathâ’a. Akan tetapi dalam memaknai atau memahami maksud dari hadis tersebut terdapat suatu perbedaan karena paham yang berbeda pula, apalagi kelompok Islam fundamental ini seperti HT, yang semua aspek kehidupan harus sesuai dengan syari’at Islam. Tentu ini akan sangat menarik untuk diteliti bagaimana pemahaman mereka tentang hadis anjuran menikah tersebut dan juga dalam mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peneliti memasukkan istilah living sunnah hanya sebagai sebuah pandangan bagaimana memahami, menafsirkan suatau hadis oleh penguasa, hakim ataupun pihak-pihak lain. Jadi penelitian ini ditekankan pada pandangan HT tentang makna hadis anjuran nikah dan istilah living sunnah dipinjam untuk memperkuat atau mewakili sebuah muatan tentang suatu pemahaman terhadap suatu hadis.
د ر
ا
ل: ل رس ل ا
‑ ا
وس: "ی 4 "ا 4ب اس-2ع 0 ا ءة +-,ج +*ن أ)' $" وأ%$ #"ج و ی -72 $ + م +*ن و5ء" -#8 Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada kami: ”Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berumah tangga, maka kawinlah, karena kawin dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaknya berpuasa, karena yang demikian dapat mengendalikanmu”. (HR. Mutafaq Alaih).5 Dari hadis Rasulullah di atas jelas bahwa perkawinan atau pernikahan itu sesuatu yang dianjurkan karena berfaedah bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara.6 Jadi dengan melakukan pernikahan seseorang akan terhindar dari perbuatan yang buruk, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syari’at Islam. Apabila seseorang belum sanggup untuk menikah wajib untuk berpuasa agar terhindar dari keburukan, namun apabila sesorang itu sudah merasa mampu maka di segerakanlah untuk menikah karena akan membawa kebaikan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Menyinggung tentang masyarakat pada masa sekarang, banyak sekali berbagai paham, gerakan, organisasi atau komunitas Islam. Tentu dari sekian banyak itu akan memunculkan perbedaan pandangan tentang arti dari sebuah perkawinan atau pernikahan, khususnya dalam membahas tentang hadis anjuran menikah baik pemahamannya dan atau implementasinya dalam kehidupan seharihari. Salah satu dari sekian banyak paham, gerakan, golongan, organisasi ataupun komunitas itu adalah Hizbut Tahrir, yang selanjutnya disebut HT. HT adalah gerakan yang berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis) Palestina. HT ini merupakan paham yang bergerak pada bidang politik, 5 Ibnu Hajar Al Asy Qalani, Syarah Bulughul Maram, penerjemah: Ahmad Sunarto (Surabaya: Halim Jaya, 2005), 585. 6 Ibid, 11. gerakan yang menitikberatkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalalui tegaknya kembali Khilâfah Islâmiyah ini dipelopori oleh syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni al-Azhar Mesir, dan pernah menjadi hakim di Mahkamah Syari’ah di Palestina.7 HT merupakan sebuah organisasi transnasional yang berseberangan dengan paham globalisasi politik. Dalam pandangan Hizbut Tahrir, globalisasi politik akan membawa akses yang buruk bagi negara penganutnya. Organisasi yang berasaskan pada nilai-nilai keIslaman ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menterjemahkan konsep pemerintahan. HT adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menegakkan dakwah, juga suatu keharusan menciptakan suatu partai politik Islam.8 HT adalah organisasi yang didirikan di Palestina dengan tujuan mengembalikan dunia pada nilai-nilai yang paling hakiki, yaitu nilai keIslaman. HT kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di timur tengah, sebagian negara Eropa, Afrika hingga ke Indonesia. HT masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia.9 HT berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. HT berupaya agar umat dapat menjadikan kembali daulah Islam sebagai negara terkemuka di dunia, sebagaimana yang telah terjadi di masa silam, sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai 7 Umi Sumbulah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam (Malang: UIN Malang Press, 2009), 104. 8 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang berpengaruh pada abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006).304. 9 http://id.wikipedia.org/wiki/hizbut-tahrir, (diakses 30 november 2010). dengan hukum Islam untuk direalisasikan, diemban dan diwujudkan dalam realitas umat dan negara. Mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar akidah Islam menjadi dasar negara dan sekaligus landasan konstitusi dan undang-undang. Sebab, akidah Islam adalah akidah yang bersifat rasional (aqidah aqliyyah) dan sekaligus akidah yang bersifat politis (aqidah siyasah). Akidah yang menurunkan aturan-aturan yang mampu menjadi solusi atas segenap problematika yang dihadapi manusia secara keseluruhan, baik dibidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan lain-lain.10 Sesuai dengan tujuan awal HT didirikan adalah untuk membangun sebuah negara Islam yang dipimpin oleh seorang khilâfah, dimana negara itu harus berdasarkan syari’at dalam segala aspek kehidupan sosial, agama maupun bernegara. Tentunya sebelum membangun sebuah negara berdasarkan syariat Islam harus membangun keluarga yang berdasarkan syariat juga terlebih dahulu, dengan adanya suatu pernikahan maka akan tercipta suatu keluarga. Pernikahan terjadi tentunya atas dasar syari’at Islam, dan dalam buku pedoman HT salah satu dasar dari terjadinya pernikahan adalah didasarkan pada hadis tentang anjuran menikah. Tentunya, hadis tersebut mereka pahami terlebih dahulu makna dan motivasi yang terkandung di dalamnya, sebelum mereka praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, apabila membicarakan atau meneliti tentang pemahaman terhadap suatu hadis oleh komunitas Islam tertentu (HT) yang selanjutnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (hadis in everyday life) yang penelitiannya itu mencakup ruang lingkup atau menyinggung suatu komunitas maka dapat dikaji lebih dalam 10 Mengutip dari skripsi Nur Hidayati, Konsep Keluarga Sakina Perspektif Aktivis Hizbut Tahrir Malang, Skripsi (Fakultas Syari’ah: Uin Malang.2009), 4. lagi dengan suatu metode yang sesuai untuk dijadikan sebagai cara untuk meneliti tentang makna hadis anjuran menikah pada kehidupan zaman sekarang ini yaitu metode living sunnah. Secara bahasa living adalah dari kosa kata bahasa inggris yang berarti ‘hidup’.11 Sedangkan sunnah mepunyai banyak definisi karena banyaknya para ulama’ berbeda dalam penafsiran apa itu sunnah, tapi peneliti mengartikan sunnah sama dengan hadis dimana sunnah yaitu segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat dan perilaku beliau sebelum ataupun sesudah menjadi Rasul.12 Jika dua kosa kata ini disatukan maka menjadi living sunnah, maka akan menjadi suatu metode yang baru dalam memahami sunnah dalam masyarakat.13 Setelah Nabi wafat, Sunnah Nabi tetap merupakan sebuah ideal yang hendak diikuti oleh para generasi muslim sesudahnya, dengan menafsirkannya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mereka yang baru dan materi yang baru pula. Penafsiran yang kontinyu dan progresif ini, didaerah-daerah yang berbeda misalnya Hijaz, Mesir dan Irak disebut dengan sunnah yang hidup atau living sunnah. Sunnah dengan pengertian sebagai sebuah praktik yang disepakati secara bersama (living sunnah) sebenarnya relatif identik dengan ijma’ para kaum muslimin dan kedalamnya termasuk pula ijtihad para ulama’ generasi awal yang ahli dan tokoh-tokoh politik didalamnya.14 Dengan demikian living sunnah secara bahasa adalah sunnah yang hidup (hadis in everyday life) sedangkan secara istilah 11 Jadi secara singkat paparan di atas bertujuan untuk menjelaskan bahwa Rasulullah dalam sebuah hadisnya menyebutkan bahwa nikah itu sangat dianjurkan bagi tiap-tiap muslim yang mampu yang dimaksud dalam kata Man istathâ’a. Akan tetapi dalam memaknai atau memahami maksud dari hadis tersebut terdapat suatu perbedaan karena paham yang berbeda pula, apalagi kelompok Islam fundamental ini seperti HT, yang semua aspek kehidupan harus sesuai dengan syari’at Islam. Tentu ini akan sangat menarik untuk diteliti bagaimana pemahaman mereka tentang hadis anjuran menikah tersebut dan juga dalam mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peneliti memasukkan istilah living sunnah hanya sebagai sebuah pandangan bagaimana memahami, menafsirkan suatau hadis oleh penguasa, hakim ataupun pihak-pihak lain. Jadi penelitian ini ditekankan pada pandangan HT tentang makna hadis anjuran nikah dan istilah living sunnah dipinjam untuk memperkuat atau mewakili sebuah muatan tentang suatu pemahaman terhadap suatu hadis.
B. BATASAN MASALAH
Supaya penelitian ini tajam dan
sesuai dengan tujuan penelitian, haruslah selektif dan teliti dengan cara
memberikan batasan-batasan masalah, ini bertujuan agar permasalahan tetap fokus
dan tidak meluas, maka pembatasan terhadap masalah ini sangat diperlukan
sehingga tujuan dari penelitian bisa dicapai. Menetapkan batasan-batasan
masalah dengan jelas sehingga memungkinkan 15 Ibid, 93. penemuan faktor-faktor
yang termasuk ke dalam ruang lingkup masalah dan yang tidak. Untuk itu peneliti
akan membatasi masalah hanya pada pemahaman dan penerapan hadis tentang anjuran
menikah di kalangan aktivis Hizbut Tahrir di kota Malang. Sedangkan hadis
anjuran menikah yang di maksud dalam penelitian adalah hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunannya.
C. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah merupakan upaya menyatakan
secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dipecahkan dalam penelitian
yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti merumuskan masalah yang telah
dipaparkan di atas ke dalam sebuah pertanyaan bagaimanakah pemahaman para
aktivis HTI di kota Malang terhadap hadis nabi tentang anjuran nikah.
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah
peneliti rumuskan seperti yang terdapat pada uraian di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan menyangkut pemahaman aktivis HTI
terhadap hadis nabi yang berbicara tentang anjuran nikah tepatnya hadis riwayat
Ibnu Majah dalam kitab Sunannya. 16 Abi Abdillah, Sunan Ibnu Majah, juz-1
(Beirut:Darul Fikr), 579. E. MANFAAT PENELITIAN Salah satu tujuan penelitian
ini berdasarkan rumusan di atas, diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat
baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka memperluas pengetahuan pendidikan
masyarakat. Adapun manfaat yang diharapkan penelitian ini sebagai berikut 1.
Manfaat Teoritis a. Menambah, memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan
mengenai hadis anjuran menikah, terutama mengenai makna yang berkembang di
masyarakat. b. Digunakan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang
sejenis. c. Memberikan nuansa baru bagi peneliti selanjutnya tentang penelitian
hadis dengan memasukkan metode living sunnah. d. Memberikan pemahaman terhadap
masyarakat Islam, khusunya mahasiswa syari’ah tentang studi living sunnah
tentang makna hadis anjuran menikah di kalangan aktivis Hizbut Tahrir di kota
Malang. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan referensi dalam menyikapi fenomena yang ada dalam lingkungan
masyarakat secara umum, yang berkenaan dengan hadis tentang anjuran menikah.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Supaya
pembahasan ini terkonsep dan terstruktur dengan baik juga bisa di pahami oleh
pembaca, maka penulisan ini perlu adanya suatu sistematika pembahasan. Adapun
sistematikanya adalah: Bab I: Merupakan pendahuluan yang memuat beberapa aspek
yang sangat penting dalam sebuah penelitian, diantaranya latar belakang, yang
berisi hal-hal yang melatar belakangi pengambilan judul dan alasan pentingnya
di lakukan penelitian, juga berisi rumusan masalah, tujuan dan manfaat yang
ingin di capai dalam penelitian ini, selain itu juga berisi sistematika
pembahasan untuk memberi gambaran sistematika skripsi. Bab II: Memuat
penelitian terdahulu, sebagai perbandingan dan menjelaskan perbedaannya dengan
penelitian ini. Juga menjelaskan kajian pustaka secara global yang menjelaskan
berbagai kajian hadis, juga berkaitan dengan Hizbut Tahrir dan konsep
pernikahan. Bab III: Merupakan metode penelitian yang di dalamnya dimuat
tentang lokus penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, metode pengumpulan
data tentang bagaimana memperoleh data-data terkait dengan penelitian, sumber
data, metode yang di gunakan untuk menganalisis data-data yang telah di dapat
baik dari wawancara maupun dokumentasi. Bab IV: Merupakan bab yang berisi
tentang otentisitas hadis yang menjadi objek dalam penelitian serta memuat
paparan dan analisis data yang di peroleh peneliti dari hasil wawancara dengan
subjek maupun informan peneliti dan melalui observasi secara langsung, yang
kemudian data-data tersebut di analisis. Bab V: Bab terakhir merupakan bab yang
berisi tentang kesimpulan dan saransaran. Dalam kesimpulan di jelaskan hasil
yang di dapat dari penelitian yang telah di lakukan. Kesimpulan ini juga
menjawab rumusan masalah. Selain itu dalam bab ini juga di jelaskan saran-saran
yang di perlukan sabagai masukan untuk perbaikan-perbaikan bagi penelitian
selanjutnya. Selanjutnya merupakan lampiran-lampiran yang disertakan sebagai
tambahan informasi dan bukti kemurnian data.
No comments:
Post a Comment