Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah,: Pembagian harta peninggalan dengan pertimbangan kemampuan ekonomi ahli waris di Desa Langkap Kec. Bangsalsari Kab. Jember

Abstract

INDONESIA:
Proses penerusan atau perpindahan harta keluarga kepada anak-anak, kepada turunan keluarga telah dimulai ketika orang tua masih hidup, pengalihan hak atas harta dalam masyarakat muslim di Indonesia selain dalam bentuk pewarisan juga dikenal dalam bentuk hibah dan wasiat. Melihat fenomena yang ada di desa Langkap, peneliti tertarik dengan adanya praktek pembagian warisan, hibah dan wasiat dengan pertimbangan ekonomi ahli waris, bagi ahli waris PNS akan mendapat pembagian harta peninggalan dengan jumlah sedikit daripada ahli waris bukan PNS. Dalam pembagiannya berdasarkan atas kesepakatan ahli waris karena dalam pembagian ini lebih mengutamakan asas musyawarah mufakat antar ahli waris. Perlu diketahui, fenomena pembagian harta peninggalan yang terjadi di desa Langkap menganut salah satu sistem keturunan yang ada di Indonesia yaitu sistem bilateral. sistem bilateral ini menarik garis keturunan bapak maupun ibu, sehingga dalam kekeluargaan semacam ini pada hakikatnya tidak membeda-bedakan ahli waris dari pihak ibu atau pun pihak bapak.
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan hal-hal yang menjadi dasar masyarakat desa Langkap dalam pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) dengan pertimbangan ekonomi ahli waris serta mendeskripsikan langkah/cara yang dilakukan masyarakat Langkap untuk menghindari konflik antar ahli waris dalam pembagian harta peninggalan
Penelitian ini termasuk ke dalam studi kasus (case study). Secara umum, Robert K.Yin dalam Case Study Research Design and Methods yang dikutip oleh Imam Suprayogo mengemukakan bahwa studi kasus sangat cocok digunakan dalam penelitian dengan menggunakan pertanyaan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa), yang akan digunakan dalam wawancara. Berkaitan dalam masalah penelitian ini, maka unit analisis adalah masyarakat Langkap, karena penelitian ini merupakan studi kasus kemasyarakatan.
Alasan dari pembagian harta peninggalan dengan pertimbangan ekonomi antara lain adalah karena adanya rasa belas kasihan, menghindari kesenjangan ekonomi, dan menghindari pertikaian. Cara untuk menghindari konflik dapat dilakukan dengan pembagian harta penuinggalan dengan pertimbangan ekonomi ahli waris, pembagian harta peninggalan sama rata, musyawarah dan menyerahkan persoalan kepada pihak desa.
ENGLISH:
The process of resumption or transferring of family estae to children and family generation have been started when the old fellow is still alive, the transfer of esta rights in Indonesian moslem society is in the form of endowment and the form of escrow and donation. Comprehending the phenomenon existing in the countryside of Langkap, the researcher is interested in the existence of heritage division practice, escrow and donation under heir’s economic consideration, the PNS heir will get the different amount of estae ommission than the non PNS heir. These divisions is based on the agreement of heir because an agreement becomes the very basic principle. It is important to know that the phenomenon of estae omission division of Langkap people refers to bilateral system. The system of bilateral draws a father and a mother lineage, so that there is no discrimination in familiarity.
The aim of research is to explain the basic principles of Langkap in the matter of estae omission division (heir, escrow and donation) with the consideration of heir economics and to explain the way taken by the society of Langkap to avoid conflict between heir in the matter of estae omission division.
This research is a case study research. In general, written in Robert K.Yin of Case Study Research Design Methods as quoted by Imam Suprayogo that the case study is very compatible to be used in this research by applying the question ‘how’ and ‘why’ in the interview. In relation with the problem of this research, the society of Langkap becomes the unit of analysis.

Some principles of estae omission division are economic consideration for example compassion feeling, economic unbalancing and to avoid conflict. The way to avoid conflict can be done by the division of estae omission by considering to the economic status of heirs, the undiscimminated division of estae ommission, the deliberation and delivering problems to the officials.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
 Proses penerusan atau perpindahan harta keluarga kepada anak-anak, kepada turunan keluarga telah dimulai ketika orang tua masih hidup, pengalihan hak atas harta dalam masyarakat muslim di Indonesia selain dalam bentuk pewarisan juga dikenal dalam bentuk hibah dan wasiat. Permasalahan waris merupakan salah satu aspek penting dalam bidang hukum perdata, khususnya dalam kelangsungan / pemindahan kepemilikan harta benda perseorangan. Maka dari itu setiap individu harus dapat memahami ilmu yang berkaitan dengan praktek waris serta pembagiannya Syari’at Islam menetapkan aturan waris, yang dikenal dengan istilah ilmu pembagian waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Syari’at Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, baik dari segi nasab maupun kerabat yang ada, tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, besar ataupun kecil. Al-Qur’an sendiri menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semua telah dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah ia berstatus sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara 30 seayah atau seibu.1 Oleh karena itu, Al-Qur’an dijadikan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris. Namun dalam ayat Al-Qur’an sendiri sedikit sekali yang merinci suatu hukum secara detail, maka sebagai pelengkap untuk menjabarkannya adalah dengan sunnah Rasul (hadits) beserta hasil ijtihad ulama terkemuka. Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia hingga saat ini belum mempunyai unifikasi hukum. Karena hukum yang ada di Indonesia beragam dan pastinya masyarakat Indonesia sendiri mengikuti hukum yang berlaku, yaitu hukum Barat (hukum positif), Islam dan Adat. Akibatnya sampai saat ini pengaturan masalah waris di Indonesia belum mempunyai kesamaan. Adapun bentuk dan sistem hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan, Sedangkan sistem kekeluargaan yang ada pada masyarakat Indonesia menarik dari sebuah garis keturunan. Secara umum, garis keturunan yang ada pada masyarakat Indonesia dikenal dengan tiga macam sistem keturunan, yaitu sistem patrilineal, sistem matrilineal dan sistem bilateral.2 Dari adanya perbedaan sistem keturunan yang tercantum di atas, menunjukkan bahwa sistem hukum warisnya pun sangat pluralistik. Meski demikian, sistem hukum waris di Indonesia tidak hanya melihat pada sistem kekeluargaan masyarakat yang beragam, melainkan juga disebabkan oleh adat istiadat masyarakat Indonesia yang bervariasi. Oleh sebab itu, tidak heran jika sistem hukum waris adat yang ada juga beraneka ragam serta memiliki corak dan sifat-sifat tersendiri sesuai dengan 1 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 32 (Buku ini selanjutnya “Pembagian”); Idem, Hukum Waris, (Solo: Pustaka Mantiq, 1994), (Buku ini selanjutnya disebut “Hukum”). 2 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, adat dan BW, (Bandung: Refika Aditama, 2005), 5-6 31 system kekeluargaan dari masyarakat adat tersebut. Begitu pula dengan hukum waris Islam dan hukum waris Barat (hukum positif) yang mempunyai corak dan sifat berbeda dengan hukum waris adat, Karena sumber dari ke dua hukum tersebut berbeda, hukum waris Islam berdasar pada kitab suci Al-Qur’an, sedang hukum waris Barat peninggalan zaman Hindia Belanda bersumber pada BW (Burgerlijk Wetboek). 3 Selain mengenal hukum kewarisan, masyarakat muslim juga mengenal sistem pengalihan yang disebut hibah. Hibah merupakan pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang lain ketika ia masih hidup. Hibah yang berkaitan dengan kewarisan adalah pemberian sejumlah harta yang dapat menjadi modal dasar dalam membina rumah tangga yang diberikan seseorang kepada orang yang berhak menjadi ahli waris bila penghibah meninggal dunia. Pemberian yang demikian, biasa disebut permulaan pewarisan dalam hukum adat.4 Selain itu, hibah yang diberikan kepada orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan penghibah, dan hibah yang diberikan kepada orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan penghibah tetapi tidak dapat dijadikan modal kerja, maka tidak disebut hibah yang berkaitan dengan kewarisan, tetapi hanya disebut pemberian biasa (hibah). Pemberian (hibah) yang disebutkan di atas, dapat dibedakan atas pemberian sejumlah barang tertentu yang dilakukan oleh seorang ayah atau ibu kepada beberapa orang anaknya, dan pemberian seluruh harta kekayaan oleh seorang ayah atau ibu kepada semua orang yang berhak menjadi ahli waris bila ia meninggal dunia. 3 Ibid., 7 4 Zainudddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 24 32 Kedua bentuk hibah di atas, seperti telah diuraikan sebelumnya sebagai permulaan pewarisan. Demikian pula, jika ahli waris sudah mendapat bagian tertentu melalui hibah, seperti rumah, ternak, kebun, dan sebagainya. Pemberian itu sudah diperhitungkan sebagai pembagian harta warisan tidak dilakukan lagi karena pengaturan harta benda tersebut sudah sesuai dengan kehendak si pewaris ketika ia masih hidup. Selain itu, kalau pada saat meninggalnya orang tua masih ada sisa harta yang telah dihibahkan dan masih ada ahli waris yang masih kurang bagiannya atau belum mendapatkan hibah, maka dalam pembagian harta warisan akan diseimbangkan bagian diantara ahli waris.5 Selain hibah hukum Islam juga mengenal system pengalihan harta peninggalan melalui wasiat, wasiat merupakan pengalihan dari seseorang yang sudah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup, berarti wasiat merupakan suatu penetapan yang dilakukan oleh seseorang tentang bagaimana harta peninggalannya harus dibagi oleh ahli warisnya ketika ia meninggal dunia. Wasiat juga dapat dilakukan kepada sejumlah harta tertentu untuk ahli waris tertentu atau orang lain, dan dapat juga dilakukan kepada seluruh harta untuk semua ahli waris bila ahli waris itu menyetujuinya. Tidak menutup kemungkinan harta yang diwasiatkan dapat diberikan kepada orang yang tidak termasuk ahli waris seperti anak angkat, anak tiri, dan anak luar kawin. Selain itu, dapat juga berwasiat kepada lembaga-lembaga social keagamaan, misalnya lembaga yang pernah berjasa kepada pewasiat atau kepada masjid-masjid, madrasah-madrasah, dan sebagainya.6 5 Ibid., 25 6 Ibid., 22 33 Wasiat tidak mensyaratkan bentuk tertentu, baik wasiat secara lisan maupun wasiat secara tulisan, tetapi yang penting syarat-syarat materialnya terpenuhi yakni disetujui oleh ahli waris. Dalam praktiknya, secara umum wasiat diucapkan secara lisan pada saat-saat terakhir masa hidup pemilik harta dengan menyatakan kehendaknya tentang harta peninggalannya. Pernyataan itu disaksikan oleh para ahli waris, atau disampaikan kepada orang tertentu yang telah memiliki kepercayaan dari para ahli waris.7 Jika dilihat dari bentuknya, wasiat dilakukan oleh seseorang dengan sejumlah harta tertentu, dan wasiat tersebut hanya sebagian dari jumlah keseluruhan harta milik pewasiat yang ditujukan kepada ahli waris tertentu. Bila dihubungkan dengan pembagian harta warisan tampak bahwa wasiat ini tidak berkaitan dengan pelaksanaan hukum kewarisan dan tidak dianggap sebagai permulaan pembagian warisan. Sedangkan wasiat yang dilakukan oleh seseorang dengan keseluruhan harta yang kelak menjadi harta peninggalan pewasiat bila ia meninggal dunia dan semua ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan memperoleh harta melalui wasiat. Hal ini berkaitan dengan pembagian harta warisan bila semua ahli waris menyetujuinya.8 Melihat fenomena yang terjadi, peneliti tertarik dengan adanya model pembagian warisan, hibah dan wasiat dengan pertimbangan ekonomi ahli waris yang terjadi di desa Langkap. Perlu diketahui, dalam fenomena model pembagian harta peninggalan yang terjadi di desa Langkap menganut salah satu sistem keturunan yang ada di Indonesia yaitu sistem bilateral. sistem bilateral ini menarik garis 7 Ibid. 8 Ibid., 23 34 keturunan bapak maupun ibu, sehingga dalam kekeluargaan semacam ini pada hakikatnya tidak membeda-bedakan ahli waris dari pihak ibu dan pihak bapak. Dalam hukum Adat pembagian harta peninggalan yang diberikan kepada ahli waris bukan bagian-bagian yang ditentukan oleh angka, melainkan berdasarkan unit per unit (satuan benda). Hal ini dimaksudkan agar supaya ahli waris (anak-anak) mengetahui dengan pasti bagian yang menjadi haknya. Masyarakat Langkap memang berpegang teguh pada agama Islam, mereka mengerti ketentuan pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) yang ada dalam hukum Islam, namun dalam setiap keluarga mempunyai keinginan dan keyakinan masing-masing dalam pembagiannya, sehingga sangat beragam, ada keluarga yang menganut pembagian waris dua banding satu (2:1) ada pula yang membaginya sama rata (1:1) dan ada pula yang membagi hartanya yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi ahli waris. Pembagian harta peninggalan tersebut telah dilakukan melalui wasiat dan hibah ketika pewaris masih hidup, dan dilakukan dengan musyawarah keluarga (bersama ahli waris). Dalam pembagiannya pun disaksikan langsung oleh para ahli waris, sehingga tahu bagian masing-masing yang mereka peroleh. Meski demikian pewaris tetap memanggil sekretaris atau carik desa sebagai saksi adanya pelaksanaan pembagian waris dalam keluarga tersebut, sehingga apabila terjadi sengketa antar ahli waris kita dapat memanggilnya kembali sebagai saksi dari pihak luar keluarga. Adapun cara pembagian waris tersebut disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi ekonomi ahli waris. Bagi mereka yang memiliki pekerjaan tetap (PNS), akan mendapatkan sedikit dari harta warisan, begitupun sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap akan mendapat bagian waris lebih banyak. Yang 35 melatarbelakangi adanya pembagian ini, karena pewaris berasumsi bahwa seorang pegawai akan memperoleh pendapatan yang pasti dalam setiap bulannya. Lain hal nya dengan ahli waris yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, tentunya tidak mempunyai penghasilan yang tetap juga. Meskipun pembagian harta peninggalan di atas dilakukan melalui musyawarah dan atas kesepakatan keluarga, namun tidak menutup kemungkinan nantinya akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan oleh para ahli waris, seperti timbul perselisihan atau terjadi sengketa antar ahli waris. Apabila terjadi hal-hal demikian, mereka menyelesaikannya dengan cara seperti semula dilakukannya pembagian waris, yaitu diselesaikan dengan musyawarah sesama ahli waris, dengan memanggil sekretaris atau carik desa sebagai saksi yang hadir ketika pelaksanaan pembagian waris berlangsung. Namun ketika usaha musyawarah ini gagal, baru permasalahan diajukan ke pengadilan. Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pembagian harta peninggalan (waris, wasiat dan hibah) yang ada. Maka dalam penelitian nanti, peneliti menggunakan judul "PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DENGAN PERTIMBANGAN KEMAMPUAN EKONOMI AHLI WARIS DI DESA LANGKAP KEC. BANGSALSARI KAB. JEMBER”
B.     RUMUSAN MASALAH
 Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, sebab suatu masalah merupakan obyek yang hendak diteliti dan perlu dicari pemecahannya. Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, peneliti menganggap perlu memberikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:  1. Mengapa kemampuan ekonomi menjadi dasar pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) pada masyarakat Langkap? 2. Bagaimana langkah/cara yang dilakukan untuk menghindari konflik dalam pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) pada masyarakat Langkap?
C.     TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan sebuah target yang hendak dicapai melalui beberapa langkah penelitian. Tujuan merupakan sebuah cita-cita yang diinginkan dalam setiap usaha, karena sebuah usaha tidaklah ada artinya tanpa ada tujuan yang pasti. 1. Untuk mendeskripsikan hal-hal yang menjadi dasar masyarakat desa Langkap dalam pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) dengan pertimbangan ekonomi ahli waris 2. Untuk mendeskripsikan langkah/cara yang dilakukan masyarakat Langkap untuk menghindari konflik antar ahli waris dalam pembagian harta peninggalan D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis, dari hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur bagi peneliti selanjutnya, khususnya dalam penelitian waris. Memberikan kontribusi wacana ilmiah bagi pengembangan/pengetahuan, khususnya dalam ilmu waris. 2. Secara praktis 37 a. Sebagai kontribusi pemikiran bagi mahasiswa fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, bahwa pembagian waris, wasiat dan hibah tidak selalu berdasarkan pada hukum Islam, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi social masyarakat. b. Sebagai sumbangsih pengetahuan bagi masyarakat Jember pada umumnya dan masyarakat langkap khususnya, tentang pembagian waris, wasiat dan hibah yang tidak berdasarkan pada hukum Islam.

 E. BATASAN MASALAH Dalam sebuah penelitian perlu adanya ditulis batasan masalah, agar dalam penelitian nanti penulis dapat fokus pada pokok permasalahan yang akan dibahas dalam sebuah penelitian. Tentunya dalam penelitian ini hanya akan membahas beberapa permasalahan tentang pembagian harta peninggalan yang meliputi waris, hibah dan wasiat.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pembagian harta peninggalan dengan pertimbangan kemampuan ekonomi ahli waris di Desa Langkap Kec. Bangsalsari Kab. JemberUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment