Abstract
INDONESIA:
Sistem kekeluargaan adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang kedalam kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah. Hubungan keluarga dapat dihadirkan secara nyata (ibu, saudara, kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan.
Dalam masyarakat sendiri terdapat bermacam-macam sistem kekeluargaan yang dianut dan dijalankan. Misalnya sistem patrilineal yang menarik garis keturunan dari garis laki- laki (ayah). Sistem ini dianut di Tapanuli, Lampung, Bali dan lain-lain. Sedangkan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pada garis ibu yang disebut matrilineal banyak dianut di daerah Minangkabau. Ada pula sistem kekeluargaan parental yang menarik garis keturunan dari garis laki-laki (ayah) dan perempuan (ibu), sistem ini dianut Jawa, Madura dan Sumatera Selatan.
Berkenaan dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian ini, maka penulis mencoba untuk mendeskripsikan dan mengkorelasikannya dengan penafsiran (interpretasi) para ulama terhadap surat al-Nisa’ ayat 22 dan 23. Penulis mengambil dua ayat ini dikarenakan memiliki keterkaitan erat dan mempunyai esensi pembahasan yang sama dengan ketiga bentuk sistem kekeluargaan di atas yakni di dalamnya mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan yang dilarang.
Sehingga pada akhirnya, berdasarkan interpretasi (penafsiran) para ulama terhadap surat al-Nisa’ ayat 22 dan 23 ini, dapat diperoleh kesimpulan tentang sistem kekeluargaan dalam Islam yang telah digariskan al-Qur’an.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian literer dan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh dari bahan kepustakaan yang mencakup kitab-kitab tafsir para ulama’ tentang surat al-Nisa’ ayat 22 dan 23. Sumber data meliputi primer dan skunder. Sedangkan metode analisis data menggunakan teknik kajian isi (content analysis). Hasil analisis terhadap masalah yang dibahas dituangkan secara deskriptif dalam laporan hasil penelitian.
Dalam surat al-Nisa’ ayat 22 dan 23 dijelaskan secara terperinci tentang wanita-wanita yang dilarang untuk dinikahi. Adapun larangan tersebut dikarenakan adanya hubungan nasab, karena hubungan persusuan dan adanya hubungan perkawinan. Oleh karena itu, bentuk larangan perkawinan paralel counsins menurut hukum adat Minangkabau yang matrilineal maupun bentuk larangan cross counsins dalam hukum adat Batak yang patrilineal ternyata bertolak belakang dengan konsep sistem kekeluargaan Islam yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-N isa’ ayat 23 dan 24. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sistem kekeluargaan dalam Islam yang telah digariskan al-Qur’an adalah parental. Penegasan yang lebih konkret diberikan oleh Nabi Muham mad yang menikahkan puteri beliau Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Di mana ayah Rasulullah adalah saudara kandung dengan ayah Ali bin Abi Thalib. Jika dipergunakan sistem menarik garis keturunan yang patrilineal maupun matrilineal, maka antara Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah dilarang menikah.
ENGLISH:
Kinship system is one fundamental principle to classify each person into social groups, roles, categories, and genealogy. Family relationships can be presented in real (mother, sister, grandfather) or abstractly according to levels of kinship.
In his own community there are a variety of kinship systems adopted and implemented. Patrilineal system is an interesting example lineage of male line (father). This system is adopted in Tapanuli, Lampung, Bali and others. While the kinship system which drew a line on matrilineal descent, called matrilineal Minangkabau prevalent for many areas. There is also an interesting system of parental familial lineage of male line (father) and female (mother), this system is adopted for Java, Madura and South Sumatera.
With regard to the problem have been the object of this study, the authors tried to describe and mengkorelasikannya with interpretation (interpretation) of the scholars to the letter al-Nisa’ verse 22 and 23rd. The author takes two of this paragraph due to have a close relationship and have a discussion of the same essence with the third form on the family system that is in it regulates other forms of marriage are prohibited.
So in the end, based on the interpretation (interpretation) of the outstanding scholars of al-Nisa’ verse 22 and 23, can be obtained conclusions about the family system in Islam which has been outlined al-Qur'an.
This research includes the study of literary and performed with a qualitative approach. Sources of data obtained from the literature that includes books of Tafseer of the scholars 'about the letter al-Nisa’ verse 22 and 23. Sources include primary and secondary data. The method of data analysis using content analysis techniques (content analysis). The results on the issues discussed descriptively outlined in research reports.
In the letter al-Nisa’ verse 22 and 23 described in detail about the women who are prohibited to marry. The ban was due nasab relationship, because the relationship of dairy and marital relationships. Therefore, the form of ban on parallel marriage under customary law counsins matrilineal Minangkabau and the form of cross counsins prohibition in the patrilineal Batak customary law was contrary to the Islamic family system concepts contained in the letter of al-Qur'an al-Nisa’ verse 23 and 24. Thus we concluded that the Islamic family system that has been outlined in the Koran is parental. The assertion that more concrete is given by the Prophet Muhammad who married the daughter of the mad¬ Fatimah to Ali ibn Abi Thalib. Where is the Prophet's father is the sibling with the father of Ali bin Abi Thalib. If the system is used to draw a line of patrilineal and matrilineal descent, then between Ali ibn Abi Thalib by Fatimah forbidden to marry.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang dibangun di atas
nilai-nilai yang sakral (suci). Bukan hanya dipandang sebagai hubungan
keperdataan yang kosong dari nilainilai yang luhur, kesucian sebagai lambang
perkawinan bukan hanya atas adanya perintah untuk menjalankanya, baik itu dari
dalam al-Qur‟an maupun hadits. Karena, perkawinan juga ikut menentukan kualitas
individu seseorang. Anjuran Nabi juga sangat mendukung ikatan perkawinan.
Perkawinan harus didukung dengan totalitas kesiapan dan ketertiban lahir batin,
sebagai tanda seseorang telah memasuki tahap baru dalam hidup yang akan
menentukan keberadaannya di kemudian hari. Perkawinan juga merupakan peletakkan
batu pertama untuk sebuah bangunan indah dan megah di masyarakat dan tidak
mungkin tercipta sebuah rumah tangga yang bahagia dan indah kecuali bangunan
tersebut tegak di atas pilar-pilar dasar ketenangan atau sakinah, saling
mencintai, saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling melindungi atau
dalam bahasa orang awam saling asah, saling asuh, saling asih. Perkawinan
bertujuan untuk mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak-hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera
artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan terpenuhinya keperluan
hidup sehingga menimbulkan kebahagian, yakni rasa kasih sayang antara anggota
keluarga. Hal ini tercermin dalam al-Qur‟an: N à 6uZ÷t/ @yèy_ur $ygøs9Î) (#þq ã Z ä3ó¡tFÏj9 %[ `ºurør& öN ä3Å¡à ÿRr& ô`ÏiB / ä3s9 t,n=y{ ÷br& ÿÏmÏG»t#uä ô`ÏBur ÇËÊÈ tbr ã © 3xÿtGt 5 Qöqs)Ïj9 ; M»tUy y7Ï9ºs Îû ¨ bÎ) 4 º pyJômuur Z o ¨ uq ¨B
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir." (Q.S. Rum: 21) Perkawinan dari sudut pandang Islam merupakan
sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah
yang agung. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita (yang
secara fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil
pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan
dari perkawinan tersebut. Dari perkawinan itu pula terbentuk keluarga yang di
atasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan.
Dalam pandangan manapun, keluarga dianggap sebagai elemen sistem sosial yang
akan membentuk sebuah masyarakat. Adapun lembaga perkawinan, sebagai sarana
pembentuk keluarga adalah lembaga yang paling bertahan dan digemari seumur
kehadiran masyarakat manusia. Perbedaan pandangan hidup dan adat istiadat
setempatlah yang biasanya membedakan definisi dan fungsi sebuah keluarga dalam
sebuah masyarakat. Peradaban suatu bangsa bahkan dipercaya sangat tergantung
oleh struktur dan interaksi antar keluarga di dalam masyarakat tersebut. Dalam
bukunya "Sosiologi Suatu Pengantar" , Prof.Dr.P. J. Bouman
menjelaskan tentang pengertian tatanan keluarga sebagai berikut ; Pada zaman
dahulu famili itu adalah satu golongan yang lebih besar dari keluarga. Kebanyakan
famili terdiri dari beberapa keluarga atau anak-anak dan cucu-cucu yang belum
kawin yang hidup bersama-sama pada suatu tempat, dikepalai oleh seorang kepala
famili yang dinamakan patriach (garis ayah). Ikatan famili itu akan mempunyai
pelbagai fungsi sosial, kesatuan hukum, upacara-upacara ritual dan juga
pendidikan anak. 1 Salah satu fungsi keluarga yang penting selain untuk
meneruskan keturunan adalah "persaudaraan". Dalam Islam hubungan
persaudaraan begitu erat hingga berkonsekuensikan hukum dan kewajiban.
Konsekuensi hukum dan ikatan kekeluargaan inilah yang tidak akan didapatkan
oleh jenis sistem sistem keluarga manapun. Bahkan hukum adat yang tumbuh di
daerah tertentu tidak akan mampu berlaku adil dalam rangka memenuhi
aturan-aturan kekeluargaan ini. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat terbatasnya
kemampuan manusia. Manakala seseorang ingin mengkaji sistem kekeluargaan atau
keturunan dalam masyarakat, pastilah ia harus mempelajari sistem perkawinan
yang terjadi dalam masyarakat itu. Karena hukum menentukan bentuk masyarakat
dan masyarakat yang belum dikenal dapat dicoba mengenalnya pada pokok-pokoknya
dengan mempelajari hukum yang berlaku dalam masyarakat itu. Hukum 1 Bouman .
Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Pustaka Sarjana, 2000), 54. mencerminkan
masyarakat dan dari seluruh hukum, maka hukum perkawinanlah yang menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat itu. Misalnya,
sistem kekeluargaan matrilineal yang dianut pada masyarakat Minangkabau di
Sumatra Barat, merupakan sistem kekerabatan yang tertua. Sistem kekerabatan ini
menempatkan status kaum perempuan yang tinggi dan disertai dengan sistem
perkawinan semendonya dan sekaligus sebagai penerus keturunan. Sedangkan dalam
sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat Tapanuli, Lampung,
Bali dan lain-lain sangat jelas menempatkan kaum laki-laki pada kedudukan yang
lebih tinggi. Laki-laki berkedudukan sebagai pelanjut nama keluarga, sebagai
penerus keturunan, sebagai anggota masyarakat adat dan juga mempunyai peranan
dalam pengambilan keputusan keluarga maupun masyarakat luas. Ada pula yang
menganut sistem kekeluargaan parental, di mana setiap orang menghubungkan
dirinya dalam hal keturunan baik kepada ibu maupun kepada ayahnya. Keadaan
inilah yang menimbulkan kesatuan-kesatuan keluarga yang besar seperti tribe
ataupun rumpun. 2 Sistem kekeluargaan atau keturunan tersebut pada prinsipnya
menimbulkan dan dipertahankan dengan adanya sistem perkawinan yang dilakukan
oleh masyarakat itu. Benteng untuk mempertahankan sistem kekeluargaan
matrilineal atau patrilineal tersebut disebabkan bentuk perkawinan 2 Soerojo
Wignjodipoero. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. (Jakarta: PT Toko Gunung
Agung), 109-110. yang eksogami, terlarang perkawinan antara laki-laki dan
perempuan yang seclan. Atau larangan perkawinan sepupu (cross-cousins) dan
paralel-cousins. Bagi masyarakat hukum adat Minangkabau misalnya, perkawinan
sepupu yang dilarang, perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang ibu mereka
masing-masing bersaudara kandung atau saudara seibu. Akan tetapi larangan itu
dapat dilangkahi dengan membayar denda, karena dianggap perkawinan pecah
periuk. Maksudnya antara mereka yang satu clan tidak boleh melakukan
perkawinan, karena dianggap mengganggu keseimbangan kosmis magis religius dari
suku (clan). Berawal dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai sistem kekeluargaan dalam perspektif Islam. Dengan kata lain, dari
beberapa bentuk di atas, sistem kekeluargaan manakah yang dianut Islam, karena
dalam alQur‟an sendiri banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan dan mengatur
tentang hukum perkawinan dan kekeluargaan. Berkenaan dengan permasalahan yang
menjadi obyek penelitian kali ini, maka penulis mencoba untuk mendeskripsikan
dan mengkorelasikannya dengan penafsiran (interpretasi) para Ulama‟ terhadap
surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23. Penulis mengambil dua ayat ini dikarenakan
memiliki keterkaitan erat dan esensi pembahasan yang sama dengan ketiga bentuk
sistem kekeluargaan di atas yakni pada intinya mengatur tentang bentuk-bentuk
perkawinan yang dilarang. Sehingga pada akhirnya, berdasarkan interpretasi
(penafsiran) para ulama‟ terhadap surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23 ini, dapat
diperoleh kesimpulan tentang sistem kekeluargaan dalam Islam yang telah
digariskan al-Qur‟an. Adapun penelitian ini berjudul
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas dapat diindentifikasikan
pokok permasalahan yang dijadikan sebagai rumusan masalah yaitu bagaimanakah
sistem kekeluargaan dalam Islam berdasarkan interpretasi surat al-Nisa‟ ayat 22
dan 23?
C.
Tujuan
Penelitian
Berangkat dari uraian di atas, maka dalam
pembahasan selanjutnya perIu diketahui apa tujuan dari penelitian ini. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem kekeluargaan
dalam Islam berdasarkan interpretasi surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23. D. Definisi
Opersional
Agar tidak menimbulkan salah
pengertian dan kesulitan dalam pembahasan berikutnya nanti, maka terlebih
dahulu perlu dikemukakan tentang beberapa pengertian sebagai berikut: 1.
Patrilineal : sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis
lakilaki (ayah), sistem ini dianut di Tapanuli, Lampung, Bali dan lain-lain 2.
Matrilineal : sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan pada garis
keturunan ibu. Dalam hal ini ibu beserta anak-anaknya baik perempuan atau
laki-laki dan anak dari anak perempuannya dan seterusnya ke bawah berdasarkan
garis perempuan adalah satu kesatuan kerabat. Seorang suami bukanlah bagian
dari kerabat, dia dipandang sebagai pendatang.. Contohnya adalah pada
masyarakat Minangkabau. 3. Parental: sistem kekerabatan yang menarik garis
keturunan dari garis laki-laki (ayah) dan perempuan (ibu), sistem ini dianut
Jawa, Madura, Sumatera Selatan dan lain-lainnya3 4. Interpretasi: penafsiran
D.
Kegunaan
Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian
ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Secara teoritis Memberikan
pejelasan tentang sistem kekeluargaan dalam Islam, sehingga dapat digunakan
sebagai landasan kajian teoritis berikutnya jika terdapat permasalahan yang
sama muncul. 2. Secara praktis a. Diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan
bagi para mahasiswa Syari'ah Jurusan al-Ahwal al-Syakhsyiyah seputar sistem
kekeluargaan dalam Islam yang telah diatur al-Qur‟an. b. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi umat Islam mengenai sistem
kekeluargaan yang telah digariskan al-Qur‟an. F. Metode Penelitian 3 Sri
Widoyatiwiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES ,
1989),58-59. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library
research), yaitu suatu penelitian yang berusaha menggali teori-teori yang telah
berkembang dalam bidang ilmu yang berkepentingan, mencari metode-metode, serta
teknik penelitian baik dalam mengumpulkan data atau menganalisis penelitian
yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu, memperoleh orientasi yang lebih
luas dalam permasalahan yang dipilih serta menghindarkan terjadinya duplikasi
yang tidak diinginkan dengan mengarah pada pengembangan konsep dan fakta yang
ada. 4 Di samping itu, penelitian ini juga termasuk penelitian hukum normatif,
yaitu penelitian yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika
hukum, taraf singkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum.5 Di
sini peneliti menggunakan metode tersebut dalam meneliti sistem kekeluargaan
dalam masyarakat dan penafsiran para Ulama‟‟ terhadap surat al-Nisa‟ ayat 22
dan 23. 1. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini tidak berbentuk angka atau tidak dapat diangkakan, karena dalam
menganalisis data menggunakan kata-kata bukan dalam bentuk angka-angka (rumusan
statistik).6 Dalam hal ini datanya adalah berupa teori-teori atau konsep-konsep
tentang penafsiran para Ulama‟ maupun pendapat Ilmuwan mengenai sistem
kekeluargaan terhadap surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23. 4 Moh. Nasir, Metode
Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 111 5 Soejono dan Abdurrahman,
Metode Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 55 6 Arikunto, Suharsimi.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cet. XII; (Jakarta: PT.Rineka
Cipta,2003),31 2. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah berupa bahan
kepustakaan yang berwujud buku, peraturan perundang-undangan, ensiklopedia, dan
sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan masalah ini. Oleh karena itu,
sumber data tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu: a. Sumber data primer,
yaitu bahan pustaka yang berisi pengertian baru tentang fakta yang telah
diketahui maupun ide-ide, yaitu mencakup kitab-kitab tafsir para Ulama‟ yang
dijadikan bahan penelitian, diantaranya adalah: 1. Ash Shobuni, Muhammad Ali
(2001). Rawa’i al-Bayan, Tafsir Ayat alAhkam Min al-Qur’an. Beirut: Dar
al-Kutub al-Islamiyyah. 2. Al Qurtubi (1968). Al Jami’ li al-Ahkam al-Qur’an.
Kairo: Dar al-Kutub al Mishriyyah. 3. Al-Razi, Fakhr.(tt) Tafsir al-Kabir, Juz
10. Beirut: Dar al-Fikr. 4. Ibnu Katsir. (1994). Tafsir al-Qur’an al-Karim, Juz
1. Beirut: Dar al Kutub al „Ilmiyyah. b. Sumber data sekunder, yaitu bahan
pustaka yang berisi informasi tentang sumber bahan primer, yaitu buku, abstrak
perundang-undangan, ensiklopedia hukum, dan kamus hukum.7 Bahan sekunder itu
antara lain: 1. Ahmad Ghundur. )2006( al Ahwal al Syakhshiyyah fi Tasyri' al
Islamy. Beirut: Dar al-Fallah. 2. Imad Zaki al Barudi. )2003(. Tafsir Wanita.
Jakarta: Pustaka al Kautsar. 7 Soeryono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian
Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 29 3. Soerojo
Wignjodipoero. (1995). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung. serta data lainnya yang mempunyai keterkaitan dalam pembahasan
sistem kekeluargaan Islam berdasarkan interpretasi surat al-Nisa‟ ayat 22 dan
23. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik
dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.8 Untuk teknik pengumpulan
data penelitian diperoleh dari data yang ada berupa literer atau pustaka,
langkah-langkah yang harus dilakukan pertama oleh peneliti adalah9 : 1. Mencari
dan menemukan data-data yang berkaitan dengan pokok permasalahan. 2. Membaca
dan meneliti data-data yang didapat untuk memperoleh data yang lengkap
sekaligus terjamin. 3. Mencatat data secara sistematis dan konsisten. 4. Metode
Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecahkan dalam kelompok, diadakan kategori untuk dilakukan
manipulasi 8 Moh. Nasir, Op Cit., 211 9 Ibid, 24 serta dikemas sedemikian rupa
sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah.10 Adapun untuk
teknik analisa dalam penelitian ini, sesuai dengan data yang diperoleh maka
penulis menggunakan teknik analisa isi atau kajian isi (content analysis),
yaitu teknik atau metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha
menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.11
Analisis ini dapat digunakan untuk membandingkan antara satu buku dengan buku
yang lain dalam bidang yang sama. Selain itu metode ini dapat juga digunakan
untuk menarik kesimpulan dari beberapa pendapat para pakar tentang permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan penafsiran surat
al-Nisa‟ ayat 22 dan 23 dengan harapan akan menemukan karakteristik yang
obyektif dan sistematis sesuai dengan data kualitatif yang diperoleh. Pemahaman
terhadap data tersebut kemudian disajikan dengan menggunakan metode deskriptif,
yaitu digunakan untuk mendiskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok
pembicaraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor dan
sifat-sifat serta hubungan dua fenomena yang diselidiki. Dari sinilah akhirnya
diambil sebuah kesimpulan umum yang semula berasal dari data-data yang ada
tentang sistem kekeluargaan Islam berdasarkan interpretasi surat al-Nisa‟ ayat
22 dan 23. 10 Moh, Nasir. Op Cit, 221 11 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 1989), 179 Kemudian dari kesimpulan yang
masih umum itu peneliti akan menganalisa lebih khusus lagi dengan menggunakan
teknik analisis deduktif, yaitu suatu analisis yang berangkat dari teori-teori
umum tentang bentuk-bentuk sistem kekeluargaan yang ada saat ini, kemudian
dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus, yakni tentang sistem kekeluargaan
dalam Islam berdasarkan alQur‟an surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23. G. Sistematika
Pembahasan Sistematika pembahasan merupakan rangkaian urutan dari beberapa
uraian suatu sistem pembahasan dalam suatu karangan ilmiah. Dalam kaitannya
dengan penulisan ini secara keseluruhan terdiri empat bab, yang disusun secara
sistematis sebagai berikut : BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti
mendeskripsikan secara umum keseluruhan isi skripsi ini yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional,
kegunaan penelitian, metode penelitian yang berisi· jenis penelitian,
pendekatan penelitian, data, analisis data dan yang terakhir sistematika
pembahasan. BAB II: Bab ini merupakan kajian teori, karena untuk dapat melihat
dan menentukan sebuah masalah,. maka harus dipahami terlebih dahulu bagaimana
teorinya, sehingga setelah diketahui bahwa teorinya seperti ini misalnya, maka
akan diketahui apakah itu merupakan masalah atau tidak, inilah yang sebenarnya
disebut orientasi skripsi yaitu mencocokan antara teori dengan masalah yang dikaji.
BAB III: Pembahasan. Dalam bab ini membahas tentang sistem kekeluargaan dalam
Islam berdasarkan interpretasi surat al-Nisa‟ ayat 22 dan 23. Bab ini merupakan
pembahasan analisis, karena pada bab inilah akan dilakukan proses pencocokan
antara teori dengan masalah yang dikaji. BAB IV: Penutup yang terdiri dari
kesimpulan secara menyeluruh dan saran-saran dalam pembahasan penulisan ini.
Jadi bab ini merupakan hasil dari proses pencocokan antara teori dengan
masalah. yang dikaji yang terangkum dalam kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka
Lampiran- lampiran
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Sistem kekeluargaan dalam Islam: Interpretasi surat an-Nisa’ ayat 22 dan 23" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment