Abstract
INDONESIA:
Dalam hubungannya dengan masalah agama, apalagi dalam hubungannya dengan pernikahan dewasa ini banyak kita jumpai realita di masyarakat dengan adanya hubungan pria dan wanita yang berbeda agama yaitu Muslim dengan non Muslim menjalin sebuah hubungan, yang mana hubungan tersebut tidak menutup kemungkinan sampai pada jenjang pernikahan, sehingga menimbulkan kegelisahan dalam kehidupan kita, dalam kaitannya persoalan di atas ada perbedaan pendapat menurut Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid, sehingga perlu adanya penelitian untuk menggali lebih dalam persoalan di atas.
Untuk lebih spesifik dan terarah dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua rumusan masalah dalam menggali data yang diperlukan. Yakni bagaimana analisis persamaan dan perbedaan serta apa dasar-dasar hukum yang digunakan Masjfuk dan Nurcholis dalam berargumen. Dengan demikian akan diketahui tujuan yang akan dicapai, yakni dapat mengetahui persamaan, perbedaan dan dasar-dasar hukum yang digunakan oleh kedua tokoh tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Analisis ini akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian, yakni dapat mengetahui dengan jelas pendapat dan dasar hukum Masjfuk dan Nurcholis tentang nikah beda agama.
Dari penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa, menurut pendapat Masjfuk pernikahan antara laki-laki Muslim dengan perempuan ahl al- kitab adalah boleh berdasarkan QS. al-Maidah: 5, dan laki-laki Muslim dengan perempuan musyrik haram hukumnya berdasarkan QS. al-Baqarah: 221, serta pernikahan antara perempuan Muslim dengan laki-laki non Muslim maka hukumnya haram berdasarkan QS. al-Baqarah: 221 dan QS. al-Mumtahanah: 10. Lain halnya menurut Nurcholis, menurutnya pernikahan beda agama itu boleh baik dengan ahl al-kitab maupun musyrik, asalkan bukan musyrik bangsa Arab, ia mendasarkan pendapatnya pada QS. al-Maidah: 5, dan juga membolehkan pernikahan antara perempuan Muslimah denga laki-laki non Muslim, menurutnya diperbolehkannya pernikahan ini lantaran tidak ada larangan yang sharih. Yang ada justru bersumber dari hadits yang tidak begitu jelas kedudukannya.
ENGLISH:
In the issue of religion, especially in relation to marriage today we meet a lot of reality in the community with an association of men and women of different religions namely Muslims and non Muslims to establish a relationship, in which the relationship did not rule until to the level of marriage, so that cause anxiety in our lives, in relation to the above issues there are differences opinion according to Masjfuk Zuhdi and Nurcholis Madjid, so there is need to do research to dig deeper into the issues listed above.
To be more specific and targeted in this study, the researcher used two formulations of the problem in digging the data. Those are how the analysis of the similarities is and differences as well as what the legal basis of Nurcholis and Masjfuk used in their argument. Thus, it would be known the objectives to be achieved, namely to find out the similarities, differences and the legal basis used by the two men.
In writing of these research, researcher used a type of qualitative research by descriptive analysis methods. This analysis will be used in an attempt to locate and collect data, organize, use and interpret an existing data. To describe fully, regularly and accurately to an object of research, which able to have a clear opinion and the legal basis Nurcholis and Masjfuk about interfaith marriages.
From the result of this research, it is could make a conclusion that in the Masjfuk’s opinion of marriage between Muslim men with women ahl al-kitab is to be based on the QS. al-Maidah: 5, and Muslim men to women is unlawful under QS polytheists. al-Baqarah: 221, and the marriage between Muslim women with non-Muslim men is haraam according to QS. al-Baqarah: 221 and QS. al- Mumtahanah: 10. In another case, according to Nurcholis, he argues that interfaith marriage may be good with the ahl al-kitab and the idolaters, as long as it is not idolatrous Arabs. He based his opinion on the QS. al-Maidah: 5, and also allow marriages between Muslim women with non-Muslim men, according to the permissibility of marriage because there is no sharih prohibition. There was actually derived from the hadith that is not so clear the position.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut arti sebenarnya kata “Nikah”
mengandung arti jima’ (masuknya kelamin laki-laki pada kemaluan wanita), namun
menurut arti majazi memiliki arti hukum al-aqdu (perjanjian) yakni yang
menjadikannya halal hubungan seksual antara suami dan istri.1 Dapat kita
sederhanakan bahwa, nikah berarti sebuah perkawinan sedangkan al-aqdu sebuah
perjanjian. Jadi, akad nikah berarti sebuah perjanjian suci yang mengikatkan
diri dalam perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga bahagia dan kekal. Yang juga dalam memenuhi kebutuhan
biologis antara seorang suami dan istri, dengan mematuhi aturan-aturan tertentu
yang harus dipenuhi dan bila dilanggar 1 Idris Ramulyo., Hukum Perkawinan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hlm. 1. 2 mempunyai sanksi baik di dunia
maupun di akhirat. Sanksi yang dimaksud yaitu manakala pria dan wanita dalam
memenuhi kebutuhan biologisnya tanpa diikat oleh suatu tali pernikahan. Sayuti
Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia mendefinisikan perkawinan
merupakan suatu perjanjian suci dalam membentuk keluarga antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan.2 Sementara Mahmud Yunus menegaskan,
perkawinan ialah akad antara calon mempelai laki-laki dan istri untuk memenuhi
hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at.3 Yang notabene pernikahan itu
sendiri terjadi melalui sebuah proses, yaitu kedua belah pihak saling menyukai
dan merasa akan mampu hidup bersama dalam menempuh bahtera rumah tangga yang
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang ma’ruf dan
diridhai Allah SWT. Namun demikian, pernikahan itu sendiri mempunyai syarat dan
rukun yang sudah ditetapkan baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits. Produk
fiqh mengemukakan, rukun pernikahan ada lima dan masing-masing rukun itu memiliki
syarat-syarat tertentu.4 Berbeda dengan perspektif fiqh, menurut Amiur Nuruddin
dan Azhari Akmal Tarigan dalam bukunya: Hukum Perdata Islam di Indonesia
menyatakan bahwa UU Nomor 1/1974 tidak mengenal adanya rukun perkawinan. hanya
memuat hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan sebagaimana
diatur dalam Bab II pasal 6 dan pasal 7.5 Berbeda dengan UU Nomor 1/1974, KHI
ketika membahas rukun perkawinan tampaknya mengikuti sistematika fiqh yang
mengaitkan rukun dan syarat yang dimuat dalam pasal 14. Meskipun KHI
menjelaskan lima rukun perkawinan sebagaimana fiqh, ternyata dalam uraian
persyaratannya KHI mengikuti UUP yang melihat syarat hanya berkenaan dengan
persetujuan kedua calon mempelai dan batasan umur.6 Dalam hubungannya dengan
masalah agama, apalagi dalam hubungannya dengan pernikahan dewasa ini banyak
kita jumpai realita di masyarakat dengan adanya hubungan pria dan wanita yang
berbeda agama yaitu Muslim dengan non Muslim menjalin sebuah hubungan, yang
mana hubungan tersebut tidak menutup kemungkinan sampai pada jenjang
pernikahan, sehingga menimbulkan kegelisahan dalam kehidupan kita, dalam
kaitannya persoalan yang ada, sedikitnya memunculkan sebuah permasalahan. Yakni,
apakah sah dalam hukum jika seseorang yang berbeda agama – Muslim dan non
Muslim - melangsungkan sebuah perkawinan? Dapat kita cermati dalam konteks
ke-Indonesia-an fenomena yang ada sedapatnya kita melihat dalam Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pasal 2 ayat 1 bahwa “Perkawinan adalah sah jika
dilakukan menurut 5Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam
di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm. 67. 6 Ibid., hlm. 72. 4 hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya” sehingga apabila hal ini terjadi, maka,
pernikahannya tidak sah demi hukum.7 Peristiwa di atas berarti menyangkut
perkawinan antar agama “perkawinan antar orang yang berlainan agama”, yang
dimaksud di sini ialah perkawinan orang Islam baik laki-laki maupun perempuan
dengan orang bukan Islam (pria/wanita). Dengan demikian Islam membedakan
hukumnya sebagai berikut: 1. Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan
perempuan musyrik; 2. Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan perempuan ahl
al-Kitab; dan 3. Perkawinan antara perempuan Muslimah dengan laki-laki non
Muslim.8 Akibat hukum dari perkawinan beda agama di sini adalah apabila
perkawinan beda agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan
laki-laki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun ahl al-Kitab, maka
para ulama’ Imamiyah – sebagaimana halnya dengan keempat madzhab lainnya –
sepakat bahwa perempuan Muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki non
Muslim baik dari kalangan musyrik maupun ahl al-Kitab. 9 Dengan demikian,
apabila perkawinan beda agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan
lakilaki non Muslim, baik laki-laki tersebut musyrik ataupun ahl al-Kitab, maka
ulama’ fiqh sepakat hukumnya tidak sah.10 Argumen mereka menggunakan firman
Allah SWT dalam ”Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.”11 Dan juga terdapat dalam QS. al- Mumtahanah: 10: “Hai orang-orang
yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. 11QS. al-Baqarah:
221 6 Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu
bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah
hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” 12 Sudah sangat jelas bahwa tidak dapat kita pungkiri
kenyataan hidup di masyarakat perkawinan beda agama terjadi sebagai realitas
yang tidak dapat dielakkan. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
secara positif di Indonesia serta produk hukum Islam yang sebagai masyarakat
Indonesia menggunakannya, yang biasa disebut fiqh. Telah jelas dan tegas
menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan beda agama tidak diinginkan, karena
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan hukum agama. Tetapi
ternyata pernikahan beda agama masih saja terjadi dan akan terus terjadi
sebagai akibat interaksi sosial di antara seluruh warga negara Indonesia yang
pluralis agamanya. Banyak kasus-kasus yang terjadi di dalam masyarakat kita
saat ini, seperti perkawinan antara artis Jamal Mirdad dengan Lydia Kandau,
Katon Bagaskara dengan Ira Wibowo, Yuni Shara dengan Henri Siahaan, Adi Subono
dengan Chrisye, Ari Sihasale dengan Nia Zulkarnaen, Dedi Kobusher dengan Kalina,
Frans dengan Amara, Sonny Lauwany dengan Cornelia Agatha, dan masih banyak
lagi.13 Pernikahan beda agama yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
seharusnya tidak terjadi jika dalam hal ini negara atau pemerintah secara tegas
melarangnya dan menghilangkan sikap mendua dalam mengatur dan melaksanakan
suatu perkawinan bagi rakyatnya. Sikap ambivalensi pemerintah dalam pernikahan
beda 12 QS. al-Mumtahanah: 10 13http://www. Ihm Hambuako's .Weblog.com
18-03-2011 7 agama ini terlihat dalam praktek bila tidak dapat diterima oleh
Kantor Urusan Agama, dapat dilakukan di Kantor Catatan Sipil dan menganggap sah
perkawinan berbeda agama yang dilakukan diluar negeri. Melihat dari fenomena
yang ada tentunya menimbulkan banyak persepsi dan bahkan bermacam-macam
penafsiran terkait dengan bagaimana hukum seseorang yang akan melangsungkan
sebuah janji suci (pernikahan) bila dilakukan dengan melihat kesekufuan
agamanya, antara laki-laki yang beragama Islam dengan wanita non Muslim (ahl
al-Kitab dan musyrik) atau sebaliknya. Banyak di kalangan para tokoh-tokoh
Islam – klasik - kontemporer - yang selama ini berbicara mengenai pernikahan
beda agama. Namun peneliti mengerucutkan pembahasan dan tertarik dengan
pendapat Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid tentang pernikahan beda agama, yang
mana keduanya berbeda pendapat terkait dengan pernikahan beda agama tersebut,
yang tentunya kedua tokoh ini memiliki dasar hukum atau bahkan penafsiran yang
berbeda sehingga memunculkan pendapat yang berbeda pula. Dengan demikian bahwa
perbedaan di antara kedua tokoh yang tentunya sudah mempunyai kredibilitas yang
tinggi dari karya-karya yang ditulisnya menarik untuk diteliti lebih jauh,
dengan menelusuri data-data yang dapat membantu dalam penelitian ini.
B.
Batasan
Masalah
Agar penelitian ini tidak
melebar dan fokus pada suatu permasalahan serta dapat dipahami secara baik dan
benar sebagaimana yang diharapkan. Maka dalam hal ini, peneliti membatasi
penelitian ini pada pemikiran Masjfuk Zuhdi dan 8 Nurcholis Madjid, dengan
menfokuskan pada satu poin yang cukup urgen, yakni tentang Fiqh Munākahah
(nikah beda agama) antara orang Muslim dengan ahl alKitab ataupun musyrik.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, agar
pembahasan yang akan diteliti tidak melebar maka perlu adanya rumusan masalah
sebagai acuan dalam penelitian nantinya: 1. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan
Pendapat Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid Tentang Nikah Beda Agama? 2. Apa
Dasar-Dasar Hukum Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid Tentang Nikah Beda Agama?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Persamaan dan Perbedaan Pendapat Masjfuk Zuhdi dan
Nurcholis Madjid Tentang Nikah Beda Agama 2. Mengetahui Dasar-Dasar Hukum
Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid Tentang Nikah Beda Agama
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
sebagai berikut: Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan penjelasan secara teoritis mengenai pernikahan beda agama, sehingga
dapat memperluas wacana bagi peneliti khususnya dan umumnya bagi para pembaca
baik dari kalangan akademisi, politisi maupun masyarakat umum. 9 Secara praktis
penelitian ini sebagai gambaran pemikiran Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid
tentang nikah beda agama yang selama ini menjadi kontroversi dalam praktiknya
di masyarakat. Secara formal untuk memenuhi kewajiban akademis dalam rangka
memperoleh gelar S. HI pada Fakultas Syari'ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
F. Metodologi Penelitian Ketepatan menggunakan metode dalam penelitian adalah
syarat utama dalam menggunakan data. Apabila seorang mengadakan penelitian
kurang tepat metode penelitiannya, maka akan mengalami kesulitan, bahkan tidak
akan menghasilkan hasil yang baik sesuai yang diharapkan. Berkaitan dengan hal
ini Winarno Surachmad mengatakan bahwa metode merupakan cara utama yang
digunakan dalam mencapai tujuan.14 1. Jenis Penelitian Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis.
Analisis ini akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data,
menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Untuk menguraikan
secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian,15 yaitu
menguraikan dan menjelaskan pemikiran Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid
tentang nikah beda agama. 14 Surachmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar-Dasar
Metode danTeknik, (Bandung: Tarsito Rimbuan, 1995), hlm.121 15 Sudarto, Metode
penelitian filsafat, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), hlm.116 10 2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer Merupakan data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian,16 dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data
langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber utama
tersebut yaitu, karya Masjfuk Zuhdi dengan judul Masāil al-Fiqhiyyah, buku ini
diterbitkan oleh CV Haji Masagung cetakan keenam tahun 1993. Buku ini membahas
tentang masalah-masalah hukum Islam yang cukup aktual di masyarakat dewasa ini.
Dan karya Nurcholis Madjid yang berjudul Fiqh Lintas Agama, yang diterbitkan
oleh PARAMADINA cetakan keenam tahun 2004. Buku ini merupakan hasil rangkaian
pertemuan yang dimaksudkan untuk memikirkan ulang keberadaan fiqh di tengah
perkembangan zaman yang senantiasa meminta etika dan paradigma baru. Sehingga
dengan perkembangan zaman yang dahsyat telah menyebabkan rumusan fiqh klasik
tidak mampu lagi dalam menampung kebutuhan di zaman modern ini, sehingga
hadirlah buku ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut lintas
agama. b. Sumber Data Skunder Yaitu sumber data yang diperoleh, dibuat dan
merupakan perubahan dari sumber pertama, yaitu data yang dijadikan sebagai
literatur pendukung. Sumber data ini dipakai untuk mendukung dan melengkapi
sumber-sumber 16 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rake
Sarasin, 1993) hlm.. 5 11 primer, yang diambil dari buku-buku atau karya ilmiah
yang isinya dapat melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Diantaranya: 1) Kawin Lintas Agama (Perspektif Kritik Nalar Islam), diterbitkan
oleh LKiS tahun 2006, yang ditulis oleh Suhadi. Buku ini memberikan gambaran
bagaimana kearifan lokal menghadapi konteks pernikahan agama yang notabene
banyak masyarakat menjalaninya. 2) Perkawinan Campuran (Menurut Pandangan
Islam), yang diterbitkan oleh PT. Bulan bintang pada tahun 1988, yang ditulis
oleh Abdul Mutāl Muhammad Al-Jabry. Yang mana buku tersebut mengupas bagaimana
Islam memandang tentang pernikahan beda agama. 3) Status Perkawinan Antar Agama
(ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1/1974), diterbitkan oleh PT. Dian
Rakyat pada tahun 1986, yang ditulis oleh Asmin. Buku ini membahas bagaimana
Undang-undang Perkawinan No. 1/1974 menilai dan menjadikannya sebagai dasar. 4)
Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam), diterbitkan oleh PT. Bumi Aksara pada tahun 2004,
yang ditulis oleh Moh. Idris Ramulyo. Ruang lingkup dalam pembahasan buku ini
mengenai hukum perkawinan Islam ditinjau dari kacamata Undang-Undang dan KHI.
12 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
menghimpun data dari berbagai literatur, baik dari perpustakaan maupun di
tempat-tempat lain.17 Dalam hal ini peneliti melakukan penelusuran untuk
memperoleh data-data yang diperlukan berdasarkan buku-buku, artikel, jurnal dan
yang ada relevansinya dengan permasalahan tersebut. 4. Metode Analisa Data a.
Metode Deskriptif Metode deskriptif merupakan suatu penyajian data dengan cara
menggambarkan senyata mungkin sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Karena tujuan analisa data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.18 Dalam hal ini peneliti
mendeskripsikan teori serta fokus permasalahan yang sedang diteliti dengan
menggunakan referensi-referensi yang peneliti peroleh, sehingga dalam
memperoleh informasi yang didapat akan sempurna. b. Metode Komparasi Metode
selanjutnya adalah menggunakan analisis komparatif, yaitu peneliti menganalisis
dengan menggunakan logika perbandingan. Komparasi yang dibuat nantinya
menggunakan komparasi fakta-fakta replikatif. Komparasi fakta-fakta dapat
dibuat konsep atau abstraksi teoritisnya sehingga dapat menyusun kategori
teoritis pula. Komparasi juga 17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang
Sosial, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993) hlm. 31 18 Hadari Nawawi,
Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) hlm. 139 13 dapat
menghasilkan generalisasi. Fungsi generalisasi adalah untuk membantu memperluas
terapan teorinya, memperluas daya prediksinya.19 G. Penelitian Terdahulu
Skripsi Chusana Churori dengan judul Perkawinan Antar Agama Menurut Hukum Islam
dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tahun 2001 STAIN Malang. Hasil dari
penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum Islam dan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tidak menghendaki perkawinan antar agama, di sisi lain hukum
Islam menggunakan pisau analisis ushul fiqh untuk mengupas materinya, sehingga
terlihat bahaya (madhorot) yang tampak. Namun karena Peraturan Pemerintah tidak
mendukung maka masih ada celah untuk melakukan perkawinan antar agama, dengan
cara mencari dispensasi / izin dari Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
Penelitian saudari Meisaroh dalam bentuk skripsi dengan judul Status Perkawinan
Campuran Karena Perbedaan Agama Ditinjau dari Yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia, tahun 2002 UIIS Malang. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh saudari Meisaroh mendapatkan hasil bahwa, Status Perkawinan
Campuran Karena Perbedaan Agama Ditinjau dari Yurisprudensi dapat dikatakan sah
jika salah satu pihak calon mengikuti pihak calon yang lain. Hal ini sudah
sesuai dengan Aturan Pelaksanaan Perkawinan Dinas Kependudukan Kota Malang.
Skripsi saudara Nanang Yakub Yuasa yang berjudul Akibat Yuridis Perkawinan
Antar Agama Menurut Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), 19 Ibid., hlm. 88 14
tahun 2006 UIN Malang. Hasil penelitian yang ada memunculkan hasil bahwa
menurut fiqh terbagi menjadi dua, yaitu yang diperbolehkan dan yang di larang.
Yang diperbolehkan ialah perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita Ahl
al-Kitab, dan yang dilarang perkawinan antara orang Muslim dengan orang musyrik
baik laki-laki ataupun perempuan. Dan perkawinan antara perempuan Muslim dengan
laki-laki non Muslim baik dari golongan Ahl al-Kitab maupun musyrik, hukumnya
tidak boleh (haram). Sedangkan menurut KHI adalah dilarang, karena KHI tidak
membedakan antara Ahl al-Kitab dengan Musyrik. Hal ini dapat kita lihat dalam
pasal 40 sub c dan pasal 44. Penelitian atas nama Ria Lestariningsih dengan
judul Relevansi Pandangan Madzhab Syafi’i Tentang ahl al-Kitab Terhadap
Perkawinan Antar Agama di Indonesia (UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam), tahun 2006 UIN Malang. Hasil penelitian saudari Ria memperoleh
kesimpulan bahwa dalam pandangan madzhab Syafi’i tentang ahl al-Kitab sangat
relevan dalam pembentukan hukum positif Islam di Indonesia, akan tetapi dalam
UU No. 1 tahun 1974 secara eksplisit tidak menjelaskan tentang pernikahan beda
agama yang disebabkan karena terjadinya ikhtilaf pendapat dan juga
Undang-undang tersebut berlaku untuk semua agama yang sifatnya umum, sedangkan
kesesuaiannya dengan KHI adalah dikarenakan dalam pembentukannya mengkaji
terlebih dahulu 38 kitab yang sebagian besar kitab tersebut bermadzhab Syafi’i.
Dari beberapa penelitian di atas yang membedakan peneliti dengan penelitian
sebelumnya yakni terletak pada pemikiran yang berbeda, peneliti menggunakan
pemikiran Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid tentang nikah beda agama. 15 H.
Sistematika Pembahasan Dalam sistematika pembahasan ini akan mengantar pembaca
untuk mempermudah memahami isi penelitian ini dengan cepat. Peneliti membagi
penelitian ini menjadi lima bab yaitu sebagai berikut: BAB I berisi pendahuluan
yang mencakup latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penelitian terdahulu serta
sistematika pembahasan. BAB II menguraikan tentang pernikahan, pernikahan beda
agama, syarat dan rukun nikah dan pendapat para ulama’ Klasik dan Kontemporer
tentang nikah beda agama. Adapun kegunaan bab ini agar dapat memudahkan
peneliti dalam menganalisa permasalahan yang diteliti. Pada BAB III ini berisi
tentang pendapat Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid tentang nikah beda agama,
serta biografi (latar belakang kehidupan dan pendidikan), karya-karya serta
dasar-dasar hukum Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid mengenai nikah beda agama.
BAB IV memaparkan analisis dari perbandingan pendapat antara Masjfuk Zuhdi dan
Nurcholis Madjid, yang menghasilkan persamaan dan perbedaan dari kedua pendapat
yang berbeda tersebut, serta berisi tentang analisis dasar-dasar hukum Masjfuk
Zuhdi dan Nurcholis Madjid tentang nikah beda agama. BAB V adalah penutup yang
mana berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang bertujuan untuk menyimpulkan
secara umum mengenai penelitian yang diteliti oleh peneliti.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Studi komparatif pemikiran Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid tentang nikah beda agama." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment