Abstract
INDONESIA:
Membentuk sebuah keluarga bahagia dan harmonis adalah tujuan sebuah pernikahan setiap manusia dimuka bumi ini. Pernikahan adalah sebuah manajemen perbedaan, barang siapa mampu menerima dan memahami perbedaan pasangannya, maka kebahagiaan dan keharmonisan adalah hasilnya. Akan tetapi apabila seseorang tidak mampu menerima dan memahami perbedaan tersebut, rumah tangga akan menjadi penderitaan yang berujung kepada perceraian. Banyak sebab tertentu yang dapat mengakibatkan sebuah pernikahan tidak dapat diteruskan, seperti halnya yang terjadi di daerah kabupaten Ngawi yang menurut laporan Pengadilan Agama Ngawi tahun 2007 mencatat sebanyak 911 kasus perceraian yang 67 diantaranya disebabkan keterlibatan pihak ketiga. Berdasarkan data tersebut, penelitian skripsi ini meneliti masalah tentang apa faktor yang melatarbelakangi munculnya pihak ketiga dalam rumah tangga, sehingga memicu terjadinya perceraian, dan bagaimana persepsi hakim tentang bentuk prilaku keterlibatan pihak ketiga sebagai penyebab perceraian.
Penelitian ini termasuk studi kasus (Case Study) yang bertujuan mengetahui persepsi hakim tentang keterlibatan pihak ketiga terhadap terjadinya perceraian dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memfokuskan kajiannya pada fenomena pihak ketiga dalam memicu perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Ngawi. Sedangkan data diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan hakim dan dokumentasi di Pengadilan Agama, selanjutnya data diolah dan dipilah-pilah untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi keterlibatan pihak ketiga adalah ekonomi lemah, adanya kesempatan dan rendahnya akhlak, kemudian menurut pendapat hakim di PA Ngawi bahwa bentuk perilaku keterlibatan pihak ketiga adalah perselingkuhan, baik itu melalui telepon/SMS, hubungan asmara dan hubungan badan yang semua itu dapat menimbulkan pertengkaran dan perselisihan berujung pada perceraian.
Pihak ketiga adalah faktor atau indikator yang menyebabkan perselisihan yang terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya suatu perceraian. Oleh sebab itu hendaknya bagi pasangan suami isteri harus saling menjaga diri dalam menciptakan keluarga yang harmonis untuk menjalani hidup bersama, sehingga membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin
antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga
bahagia selamanya, yang berdasar kepada kepercayaan dan keyakinan yang sama.
Pernikahan dalam Islam adalah sebuah perkara yang dianjurkan untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia sampai datangnya hari kiamat, seperti dalam firman
Allah yang berbunyi; e Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (Q.S. An Nahl 16:72)
Bukan menjadi perkara yang mengherankan apabila Islam menjadikan pernikahan
sebagai ibadah yang mulia dan menjadikannya sebagai sebuah amal saleh yang
dijanjikan kepadanya pahala yang besar apabila diniatkan karena Allah sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Besar.1 Pernikahan adalah
akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Dari pengertian-pengertian sebelumnya dapat
kita artikan bahwa pernikahan dapat dipertahankan dengan menjaga kepercayaan,
perilaku yang mulia dan kebiasaan yang baik dengan tujuan untuk membina sebuah
keluarga sakinah. Di sinilah dibutuhkan kesungguhan, keikhlasan serta
pengorbanan karena dalam mencapai tujuan tersebut pasangan suami-istri akan
menemukan kendala-kendala dan kesulitan-kesulitan, baik yang menyangkut
kebutuhan primer dan sekunder maupun pelengkap. Apabila pasangan suami-istri
tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka, tidak ada lagi alasan bagi
mereka untuk melanjutkan kehidupan berumah tangga, karena keadaan seperti ini
akan menyebabkan keretakan dan kehancuran dalam rumah tangga sehingga
terputuslah hubungan pernikahan antara suami dan istri yang akan terjadi
perceraian antara keduanya. Di antara kewajiban suami istri menurut Martiman
adalah saling mencintai, saling menghormati, setia, dan menghargai satu sama
lainnya.
Selain itu juga diperlukan adanya
saling memberi dan menerima bantuan lahir dan batin satu sama lainnya, sebagai
suami berkewajiban mencari nafkah bagi anak-anak dan istrinya serta wajib
melindungi istri serta memberikan segala keperluan hidup rumah tangga, lahir
batin, sesuai dengan kemampuannya, dan sebagai istri berkewajiban mengatur
rumah tangga sebaik-baiknya.3 Selain mensyari'atkan pernikahan, Islam juga
mensyari'atkan talak dan menetapkan batasan dan hukum-hukumnya, karena
perceraian adalah pemecahan terbaik untuk menyudahi hubungan antara laki-laki
(suami) dan perempuan (istri), bila dirasa antara keduanya tidak ada lagi
kesefahaman dan tidak mungkin untuk melanjutkan kehidupan rumah tangganya.
Artinya: “…..wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Q.S. An Nisa’ 4:34) Ajaran
Islam yang bertujuan untuk membangun umat dan menegakkan agama Islam
sebaik-baiknya sepanjang zaman menghalalkan perceraian meskipun itu adalah
perkara yang dibenci Allah, sebagaimana hadist Nabi yang berbunyi; 3 Martiman
Prodjohamidjojo, “Hukum Perkawinan Indonesia”, dalam Amiur Nuruddin dan Azhari
Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia “Dari Ibnu Umar ia berkata;
telah berkata Rosulullah SAW; “Perkara halal yang dibenci Allah adalah talak
(Perceraian)”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dan dinyatakan shoheh oleh Al Hakim)5
Fenomena perceraian telah tersebar dan banyak sekali terjadi di seluruh penjuru
dunia, baik di barat maupun di timur dengan berbagai faktor yang melatar
belakanginya.
Mengenai alasan dilakukan perceraian
tersebut diatur dalam pasal 19 PP. No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perceraian dapat terjadi
karena alasan: a) Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b) Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c)
Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. d) Salah satu
pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. e) Antara suami dan istri
terus menerus terjadi percekcokan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga. f) Suami melanggar taklik-talak. g)
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah tangga. Faktor lain yang sering kita jumpai dalam kasus perceraian adalah
adanya pihak luar yang berperan dalam perceraian, dan pihak luar tersebut
dikatakan sebagai pihak ketiga. Menurut Salman Assyakiri, pihak ketiga adalah
istilah 5 Muhammad Abu Bakar, Terjemah Subulus Salam III, (Surabaya: Al Ikhlas,
1992), 609. hukum bagi pihak luar yang masuk kedalam suatu kebijakan, dikatakan
juga bahwa pihak ketiga adalah semua pihak yang mempunyai hubungan dengan
suami-istri karena adanya pernikahan seperti halnya anak.6 Pemahaman yang salah
kaum perempuan jaman sekarang tentang berkarir, adalah bekerja diluar dan
diluar urusan rumah tangga, karena perempuan yang hanya menjadi ibu rumah
tangga disebut sebagai pengangguran. Padahal dengan adanya perempuan bekerja
diluar rumah, banyak Pria Idaman Lain (PIL) dan Wanita Idaman Lain (WIL), yang
keduanya dapat merusak rumah tangga.7 Namun terkadang ada wanita yang sengaja
menggoda laki-laki yang sudah menikah dengan tujuan agar suami mau menceraikan
istrinya atau bersedia menikahinya, mungkin karena dendam, iri melihat
kebahagiaan orang lain, atau karena kegemaran serta senang berpetualang saja.8
Kasus perceraian yang disebabkan oleh pihak ketiga ini sekarang banyak kita
temui, baik itu di surat kabar, televisi maupun dilingkungan kita tinggal.
Begitu pula kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Ngawi. Berangkat dari
fenomena yang banyak terjadi dewasa ini, penulis tertarik untuk meneliti
keterlibatan pihak ketiga terhadap kehidupan berumah tangga sehingga dapat
memicu perceraian. Berkaitan dengan hal itu penulis ingin mengetahui tentang
fenomena munculnya pihak ke tiga dalam rumah tangga pasangan suami-istri yang
bercerai di Pengadilan Agama Kabupaten Ngawi. B. Definisi Operasional Persepsi
: Pendapat, anggapan. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
indranya9 Pihak ketiga : Istilah hukum bagi pihak luar yang masuk kedalam
kebijakan, dikatakan juga bahwa pihak ketiga adalah semua pihak yang mempunyai
hubungan dengan suami istri karena adanya pernikahan.10 Yang dimaksud dengan
pihak ketiga dalam Penelitian ini adalah Wanita Idaman Lain atau Pria Idaman
Lain. Keterlibatan : Tersangkut, terbawa dalam suatu masalah, turut
berkecimpung.11 Hakim : Orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan
dakwaan-dakwaan dan persengketaan di suatu badan Peradilan.12 Dalam Penelitian
ini adalah hakim Pengadilan Agama Kabupaten Ngawi yang mengetahui dengan benar,
yang mengadili perkara perceraian dengan sebab adanya pihak ketiga dalam rumah
tangga.
C. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang
melatarbelakangi munculnya pihak ketiga dalam rumah tangga, sehingga memicu
terjadinya perceraian?
2. Bagaimana persepsi hakim tentang
bentuk perilaku keterlibatan pihak ketiga sebagai penyebab perceraian ?
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan secara teoritis atau objek operasional. Pada Penelitian ini akan
diberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan pihak ke tiga adalah Wanita Idaman
Lain (WIL) dan Pria Idaman Lain (PIL) yang terlibat dalam perceraian di
Pengadilan Agama Kabupaten Ngawi menurut persepsi hakim, dengan data perceraian
tahun 2007
. E. Tujuan Penelitian Berkenaan
dengan rumusan masalah di atas, Penelitian ini memiliki tujuan yang hendak
dicapai di akhir kegiatan Penelitian ini. Pertama, Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya pihak ketiga
dalam rumah tangga, sehingga memicu terjadinya perceraian di Pengadilan Agama
Kab Ngawi . Kedua, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perilaku
keterlibatan pihak ketiga sebagai penyebab perceraian di Pengadilan Agama
Kabupaten Ngawi menurut persepsi hakim. F. Manfaat Penelitian Dengan adanya
tujuan yang ingin dicapai dalam Penelitian ini, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat dan kegunaan antara lain; 1. Secara Teoritis Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan khazanah pemikiran Islam
tentang fenomena pihak ketiga dan keterlibatannya terhadap terjadinya
perceraian di Pengadilan Agama, serta dapat dijadikan referensi bagi Penelitian
yang sejenis sehingga lebih mampu mengaktualisasikan fenomena tersebut dalam karya
yang lebih baik di masa yang akan datang. 2. Secara Praktis Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para praktisi hukum di
lembaga pengadilan agama, masyarakat umum dan penulis lain. Sekaligus sebagai
informasi dalam mengembangkan rangkaian Penelitian lebih lanjut dalam karya
keilmuan yang lebih berbobot.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Persepsi hakim tentang keterlibatan pihak ketiga terhadap terjadinya perceraian: Studi kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Ngawi." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment