Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Pengelompokan ahli waris perspektif fiqih Ja’fariyah

Abstract

INDONESIA:
Salah satu aturan yang ditetapkan Allah dalam al-Qur’an adalah aturan tentang harta waris yaitu kepemilikan harta akibat dari kematian seseorang, maka harta yang ditinggalkan dari seseorang yang meninggal dunia memerlukan hukum penetapan hak waris.
Islam mempunyai dua pedoman yaitu al-Qur’an dan al-hadits yang semua umat memeganginya dan menjadikannya sebagai rujukan pengambilan keputusan, dari kedua sumber tersebut melahirkan beberapa perbedaan kesimpulan dan pemikiran, bahkan melahirkan beberapa aliran-aliran, salah satu aliran yang berpengaruh dalam dunia muslim adalah aliran Fiqih Ja’fariyah.
Perbedaan tersebut terlihat dalam persoaalan pembagian ahli waris, salah satunya Fiqih Ja’fariyah membolehkan memberikan warisan dan menerima hak waris dari agama yang berbeda, perbedaan ini muncul dari pemahaman mereka tentang ayat-ayat hak waris metode dan latar belakang keagamaan yang berbeda pula, sehingga Fiqih Ja’fariyah mempunyai rumusan tersendiri tentang pembagian hak waris.
Dengan rumusan pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah dan latar belakang pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah.
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui mengetahui rumusan pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah dan yang melatar belakangi pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah.
Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji sumber pustaka sebagai sumber data adalah Fiqih Imam Ja’far Shadiq, Al-jawahir al-Kalam, Wasa’il As-Syi’ah dan buku-buku waris secara umum.
Dengan menggunakan analisa deskriptif, metode yang bertujuan untuk memberi gambaran atau mendiskripsikan data yang telah terkumpul, sehingga peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya dan deduktif, metode yang menggunakan penalaran atau secara rasional dengan menarik kesimpulan yang dimulai dari penyataan-pernyataan umum, menuju pernyataan-penyataan khusus.
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa urutan dan pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah adalah: Pertama, dua orang tua, anak-anak dan anak-anak mereka (cucu). Kedua, kakek nenek, saudara lelaki dan perempuan serta anak-anak mereka. Ketiga, paman dari ayah dari ibu serta anak-anak mereka dan latar belakang pengelompokan dan penerima waris dalam Fiqih Ja’fariyah adalah politik dan mensucikan kepada Sayyidina ‘Ali dan keturunannya dari kesalahan dan dosa serta penafsiran/pemahaman al-Hadits dan al-Qur’an dan pemahaman keduanya wajib merujuk kepada Sayyidina ‘Ali dan keturunannya. Lebih jelasnya Fiqih Ja’fariyah waris yang lebih dekat kekerabatannya dengan mayit (al-Aqrab Fa al-Aqrab).
ENGLISH:
One of the rules established by Allah in the Qur'an is the rule on the property ownership as a result of someone's death, the property was left of the man who died of law requiring the determination of inheritance.
Islam has two guidelines namely Al-Quran and al-Hadith that all the people holding them and make them as a referral of decision making, from both sources produce several different conclusions and thoughts, and even spawned several streams, one stream of influence in the world Islamic jurisprudence is a fiqh.
The difference can be seen in the distribution of inheritor problem, one of which allows a legacy Fiqh is able to accept the right of inheritance from different religions, the difference arises from their understanding of the verses of method inheritance and different religious backgrounds as well, so that the Fiqh scholar has a jurisprudence about the division of inheritance.
With grouping formulation of inheritor according to Ja'fariyah Fiqh and background grouping inheritor according to Ja'fariyah Fiqh.
The purpose of this study was to determine the formulation of grouping inheritor according to the Fiqh Ja'fariyah and the background of grouping inheritor according to the Fiqh Ja'fariyah.
Refers of its kind, the study included literature research (library research) by reviewing references as the source data are Fiqh of Imam Ja'far al-Sadiq, Al Jawahir al-Kalam, Fiqh As-Wasa'il and inheritance books in general.
Using descriptive analysis, a method that aims to give a picture or describe the data collected, so researcher will not see that it is indeed situation and deductive, rational method or rational conclusions starting from general statements to special statements.

The conclusion of this discussion is the order and grouping inheritor according to the Fiqh Ja'fariyah / Imam Ja'far Sadiq are: First, parents, children and their children (grandchildren). Second, grandparents, brothers and sisters and their children. Third, uncle from mother and father and their children, and grouping background and inheritance receiver in Fiqh Ja'fariyah / Imam Ja'far Sadiq is a politic and to purify Sayyidina 'Ali and his descendants from mistakes and sins and interpretation / understanding of al-hadith and al- Qur'an and understanding both shall refer to Sayyidina 'Ali and his descendants. More details Fiqh inheritance more closely related to the deceased (al-Aqrab Fa al-Aqrab).

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dalam al-Qur’an Allah telah menetapkan aturan hukum yang bertujuan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan hidup manusia. Kehidupan diatur oleh Allah dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia dengan Allah dalam hal ini disebut ibadah yang tujuannya untuk menjaga hubungan antara Allah dengan hambaNya yang disebut hablum min Allah. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam lingkungannya dalam hal ini disebut hablum min al-nas. Salah satu aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang telah ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta waris yaitu kepemilikan harta 2 akibat dari kematian seseorang. Harta yang ditinggalkan dari seseorang yang meninggal dunia memerlukan hukum penetapan hak waris, sebagaimana firman Allah: Èb#t$Î!ºuqø9$# x8ts? $£JÏiB Ò=ŠÅÁtR Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur tbqç/tø%F{$#ur Èb#t$Î!ºuqø9$# x8ts? $£JÏiB Ò=ŠÅÁtR ÉA%y`Ìh=Ïj9 .$ Z Êrãøÿ¨B $Y7ŠÅÁtR 4 uŽèYx. ÷rr& çm÷ZÏB ¨@s% $£JÏB šcqç/tø%F{$#ur Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.1 Ketentuan hukum dalam ayat di atas merupakan landasan utama yang menunjukkan bahwa dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak menjadi ahli waris dan mewarisi. Oleh karena itu bagi umat Islam melaksanakan pengaturan-pengaturan syari’at yang ditunjukkan oleh nash-nash dalam pembagian harta waris adalah suatu kewajiban, bahkan semua ulama menfatwakan bahwa mempelajari ilmu faraid dalam Islam adalah fardlu kifayah.2 Islam mempunyai dua pedoman yaitu al-Qur’an dan al-hadits yang semua umat memeganginya dan menjadikannya sebagai rujukan pengambilan keputusan, dari kedua sumber tersebut melahirkan beberapa perbedaan kesimpulan dan pemikiran, bahkan melahirkan beberapa faham fiqih yang berbeda, salah satu mazhab yang berpengaruh dalam dunia muslim adalah Fiqih Ja’fariyah. Syi’ah dikenal sebagai salah satu aliran politik yang berkarakter Islam, kelompok ini berkembang menjadi sebuah gerakan pemikiran yang sangat 1Al-Qur’an Digital, Surat an-Nisa’, Ayat 7. 2 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 10. 3 berpengaruh, perkembangan selanjutnya pemikiran Syi’ah tidak hanya terbatas pada masalah politik, pada hal pada masa sebelumnya, masa Rasulullah Saw, keberadaan Syi’ah hanya sebatas embrio, Syi’ah dalam hal ini merupakan suatu golongan yang mendukung dan setia kepada Ali ibn Abi Thalib dan keturunannya sebagai pewaris kepemimpinan Rasulullah Saw, baik dalam masalah keduniaan maupun keagamaan.3 Sebagai salah satu aliran dalam Islam yang jumlahnya sepuluh persen dari jumlah keseluruhan umat Islam di dunia, mereka hanya percaya bahwa yang berhak menggantikan Nabi baik dalam masalah keduniaan maupun keagamaan hanyalah dari kalangan ahl al-bait. Keyakinan tersebut mewarnai kekhasan Syi’ah di samping adanya konsep lain. Syi’ah memiliki pemikiran yang berbeda dengan aliran lainnya.4 Perbedaan tersebut bermula dari permasalahan politis yang mewarnai kelahiran aliran Syi’ah menjadikan aliran tersebut masuk ke bingkai pemikiran teologis yang mempunyai corak keyakinan tertentu yang membedakan satu dengan lainnya. Implikasinya adalah, adanya perbedaan dalam memahami masalah yang menyangkut sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Hadits merupakan dasar Syi’i. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh aliran Syi’ah dalam masalah tersebut sangat prinsip. Oleh karena itu, dalam berbagai masalah khususnya terhadap al-Qur’an banyak kajian dilakukan yang menyangkut otentisitas al-Qur’an Syi’i.5 3 Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal (Beirut: Dar al-Fikr, Tt), 146. 4 Al-Syaikh Muhammad Husain al-Kasyif al- Gita, al-Syi’ah wa Usuluha. (Kairo: Maktabah al- Arabiyah, 1957), 65. 5 Ahmad Muhammad Subki, Nazariyat al-Imamat lada al-Syi’ah Isna Asyariyah Tahlil al-Falsafi li al-Qaidah (Mesir: Dar al-Ma’arif, Tt), 40. 4 Dari analisis otentisitas al-Qur’an Syi’i, selanjutnya muncul ragam yang bergulat pada wilayah masyarakat, yaitu dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh agama. Artinya, agama adalah pondasi bagi terbentuknya suatu komunitas kognitif, yaitu suatu komunitas atau kesatuan hidup yang diikat oleh keyakinan akan kebenaran hakiki yang sama, yang memungkinkan berlakunya suatu patokan pengetahuan yang sama, atau sebuah penjabaran tentang doktrin keagamaan yang menghasilkan pemahaman, baik pada dataran teoritis maupun praktis. Jadi, meskipun bermula sebagai suatu ikatan spiritual, para pemeluk agama membentuk masyarakat sendiri yang berbeda dengan masyarakat kognitif lainnya. Dalam pandangan Islam, perintah Allah termanifestasikan ke dalam bentuk hukum yang jelas dan lengkap dengan adanya syari’ah. Karena hukum suci atau syari’ah memiliki sifat yang serba mencakup, maka di dalam realitasnya tidak ada aspek kehidupan sosial yang secara mutlak terpisah dari prinsip-prinsip religius. Dalam memahami agama, masyarakat Syi‘ah mengimplementasikannya ke dalam setiap aspek kehidupan, sehingga mereka memandang segala hukum yang mereka pahami dan yang mereka laksanakan, baik dari sumber syari’ah maupun tidak, dianggap mempunyai nilai-nilai suci. Seperti, mereka merasa telah melaksanakan kewajiban agama ketika mereka bekerja dalam rangka mencari nafkah, meskipun pekerjaan tersebut tidak bersifat agamis. Bagi mereka, kehendak Allah sudah jelas dan mencakup keseluruhan segi kehidupan manusia dengan sebuah nilai-nilai dalam hukum suci.6 6 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1983), 170. 5 Sehingga semangat agama terlihat di dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya, tidak di dalam norma-norma spesifiknya tetapi di dalam sikap-sikapnya. Pandangan Islam mengenai hal-hal yang dihalalkan dan hal-hal yang diharamkan, kutukan Islam terhadap riba, terhadap perbuatan menumpuk emas dan perak, merampas hak anak-anak yatim, dan peraturan- peratuannya yang lain, walaupun tidak dipraktekkan oleh semua pihak namun sangat memengaruhi kehidupan mereka. Adapun selain yang di atas adalah, sikap yang lebih bersifat filosofis mengenai ketidakpastian nasib di masa yang akan datang, ketidakpercayaan bahwa segala sesuatu yang terjadi semata-mata merupakan akibat dari perbuatan manusia, dan keyakinan mengenai kefanaan segala sesuatu semuanya memengaruhi bidang-bidang kehidupan, di mana norma-norma keagamaan yang spesifik mungkin saja tidak terlihat.7 Ja’fari sebagai sebuah mazhab yang berkembang dalam sejarah perkembangan Islam memiliki keunikan tersendiri dan perkembangan yang signifikan. Walaupun jumlahnya tidak banyak, namun eksistensi kaum Ja’fari terus terjaga dan berkembang. Melalui doktrin keagamaan yang menjadikan ciri khas tersendiri yang membedakan Ja’fari dengan tradisi lainnya. Perbedaan tersebut terlihat dalam persoaalan pembagian ahli waris, salah satunya Mazhab Ja’fariyah membolehkan memberikan warisan dan menerima hak waris dari agama yang berbeda, perbedaan ini muncul dari pemahaman mereka tentang ayat-ayat waris metode dan latar belakang keagamaan yang berbeda pula, sehingga mazhab Ja’fariyah mempunyai rumusan tersendiri tentang pembagian hak waris. 7 Idem., hal. 181. 6 Maka berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengurai perbedaan pengelompokan ahli waris dalam aliran Syi’ah, dengan rumusan “Pengelompokan Ahli Waris Perspektif Fiqih Ja’fariyah”. B. Batasan Masalah Membatasi masalah merupakan kegiatan melihat bagian demi bagian, dan mempersempit ruang lingkupnya sehingga dapat dipahami. Membatasi masalah bertujuan untuk menempatkan batas-batas masalah dengan jelas sehingga memungkinkan penemuan faktor-faktor yang termasuk dalam ruang lingkup masalah dan yang bukan.8 Akhirnya, dari pemaparan di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah hanya bertumpu pada mazdhab Ja’fariyah dan pemahaman Nash (al-Qur’an dan al-Hadits). C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah? 2. Apa yang melatar belakangi pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah. 2. Untuk mengetahui latar belakang pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah. 8 M. Saad Ibrahim, Diktat Metodologi Penelitian Hukum Islam, Makalah disajikan pada mata kuliah Metodologi Penelitian Hukum Islam SMT VII (Malang : UIN), 27. 7 E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis a. Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khazanah keilmuan yang terkait dengan penelitian ini, yakni tentang hak waris. b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian- penelitian selanjutnya. 2. Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa atau kalangan umum yang mempelajari hukum waris. b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum untuk dijadikan rujukan guna menyelesaikan masalah-masalah waris. F. Definisi Operasional 1. Pengelompokan Adalah penentuan kumpulan orang atau lapisan masyarakat menurut pangkat dan profesinya.9 Maksud dalam pembahasan ini adalah perbuatan membagi dan perbuatan pemberian bagian sesuai status ahli waris. 2. Ahli Waris Adalah orang berhak mendapatkan harta warisan.10 Maksud dalam pembahasan ini adalah orang-orang yang mendapatkan harta peninggalan mayit, karena ada hubungan nasab dan perkawinan. 9 Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Arkola, Tt), 303. 10 Idem., 17. 8 3. Perspektif Adalah usaha meninjau dan menilai terhadap sesuatu yang berakibat kepada kesimpulan-kesimpulan yang kongkrit.11 Maksud dalam pembahasan ini adalah perbuatan menyimpulkan dari ayat-ayat waris menurut peninjauan Fiqih Ja’fariyah/Madzhab Ja’far Shadiq. 4. Fiqih Ja’fariyah Fiqih Ja’fariyah adalah syari’at Islam yang bersandar kepada Imam Ja’far As-Shodiq.12 Maksud dalam pembahasan ini adalah kitab karangan Imam Ja’far Shadiq serta murid-muridnya. G. Penelitian Terdahulu Kegiatan penelitian hampir semuanya selalu bertolak dari ilmu pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Semua ilmu pengetahuan, seorang peneliti selalu memulai penelitiannya dengan cara mengutip informasi yang sudah dirumuskan penemu sebelumnya, yaitu peneliti yang sudah mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian. Penelitian terdahulu yang mengangkat tema tentang kewarisan adalah sekripsi yang ditulis oleh Moch. Arwani (01210004), dalam skripsinya telah melakukan penelitian dengan judul Kewarisan Wanita Menurut Pandangan Syi’ah Imamiyah. Dalam penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa menurut pemikiran Syi’ah Imamiyah hak waris wanita dalam al-Qur’an sangat berbeda dengan yang diketahui oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. 11 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Pupuler (Surabaya: Arkola, 2001), 592. 12 Op cit, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 194. 9 Dengan menghasilkan bahwa wanita menerima harta waris lebih banyak yang tidak merugikan pihak laki-laki. H.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian pustaka (library research) dalam kategori penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif.13 Penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu.14 Penelitian hukum normatif menurut Soejono Soekanto adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.15 Penelitian ini akan menampilkan argumentasi penalaran keilmuan dari hasil kajian pustaka dan hasil olah pikir peneliti mengenai suatu masalah atau topik kajian. Jenis penelitian ini didukung oleh data yang diperoleh dari sumber pustaka yang berupa jurnal penelitian, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, laporan seminar, diskusi ilmiah, atau terbitan-terbitan resmi pemerintah dan lembaga-lembaga lain. Bahan-bahan 13 Burhan Ash Shofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 120. 14 M Iqbal Hasan, Pokok-pokok materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 11. 15 Soejono dan H Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 110. 10 pustaka tersebut dibahas secara kritis dan mendalam dalam rangka mendukung gagasan dan proposisi untuk menghasilkan kesimpulan dan saran dari ahli waris perspektif Fiqih Ja’fariyah. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya pada proses penyimpulan komparasi serta pada analisis terhadap dinamika hubungan fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.16 Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang yang diamati yang tidak dituangkan ke dalam istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif.17 3. Jenis dan Sumber Data Dalam pembahasan ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji sumber pustaka sebagai sumber data, adapun sumber data yang penulis perlukan dalam pembahasan ini berupa buku-buku hukum kewarisan Islam tentang pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah (Imam Ja’far Shadiq). Sehingga jenis data yang berusaha digali oleh penulis dalam skripsi ini adalah mengenai: a. Data tentang pengelompokan ahli waris menurut Fiqih Ja’fariyah (Imam Ja’far Shadiq). b. Data tentang latar belakang pengelompokan ahli waris menurut Fiqih (Imam Ja’far Shadiq). 16 Saifuddin Azmar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001), 5. 17 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 133. 11 Untuk itu data-data tersebut merupakan sumber data dalam penelitian ini.18 Terkait sumber data penelitian ini, dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Sumber Primer Yakni tulisan ulama yang bersangkutan atau tulisan yang dinisbahkan dengan ulama tersebut.19 a) Wasâ’il As-Syi’ah, karya Syaikh ‘Amili, wafat tahun 1104 H. b) Al-jawâhir al-Kalam, karya Syaikh Muhammad Hasan Najafi, wafat tahun 1266 H. c) Fiqih Imam Ja’far Shadiq, karya Muhammad Jawad Mughniyah. 2) Sumber Sekunder Data ini berfungsi sebagai data tambahan yang merupakan pendukung dari data primer.20 Data sekunder bersumber dari literaturliteratur fiqh baik klasik maupun kontemporer, jurnal, majalah, internet dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian. Karena dalam penelitian normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder.21 Seperti: a) Madârik, karya Sayid Muhammad, wafat tahun 1009 H. b) Hadâ’iq, karya Syaikh Yusuf Bahrani, wafat tahun 1186 H. c) Misbâh al-Faqîh, Syaikh Ridha Hamadani, wafat tahun 1322 H. 4. Teknik Pengumpulan Data 18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik (Cet. XIII; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 107. 19 Cik Hasan Bisri, Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Social (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 309. 20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2007), 141-142. 21 Sarjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 24. 12 Mengingat data yang digunakan oleh penulis dari hasil karya tulis berupa buku, maka dalam pengumpulan data ini penulis menelusuri, kemudian membaca dan mencatat bahan-bahan yang diperlukan untuk memperoleh informasi yang bekaitan dengan pembahasan.22 5. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan cara yang dipakai untuk menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.23 Dengan melalui penelusuran, membaca dan mencatat, tindakan selanjutnya adalah penyusunan data, mengklasifikasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan penganalisaan data ahli waris menurut Fiqih (Imam Ja’far Shadiq) dan latar belakang Fiqih (Imam Ja’far Shadiq), untuk diperoleh sebuah kesimpulan. Dalam menganalisa data, menggunakan metode sebagai berikut: 1. Deduktif, yaitu metode yang menggunakan penalaran atau secara rasional dengan menarik kesimpulan yang dimulai dari penyataan-pernyataan umum, menuju pernyataan-penyataan khusus.24 Peneliti akan membaca dan menelusuri semua hukum ahli waris perspekftif Fiqih Ja’fariyah secara umum, kemudian peneliti menarik kesimpulan secara khusus. 2. Deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk memberi gambaran atau mendiskripsikan data yang telah terkumpul, sehingga peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya.25 22 Moh Nazir, Metode Penelitian (Cet. VI; Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 103. 23 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 190. 24 Tohardi, Petunjuk Praktis Menulis Skripsi (Cet. I Bandung: Sumber Sari Indah, 2008), 22. 25 Idem, Arikunto, Prosedur Penelitian, 267. 13 Peneliti tidak merubah ketentuan-ketentuan hukum ahli waris perspekftif Fiqih Ja’fariyah, yang peneliti lakukan adalah hanya membaca, menjelaskan dan menyimpulkan sebagaimana aslinya. I. Sistematika Pembahasan Dalam bab pertama dibahas mengenai Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan. Dalam bab dua membahas, Kewarisan Menurut Fiqih Syafi’iyah Dan Ja’fariyah, meliputi: Pengertian, Sejarah Lahirnya, Metode Istinbath, Pemahaman Metode Fiqih Ja’fariyah Terhadap Al-qur’an dan Pemahaman Fiqih Ja’fariyah Terhadap Hadis Nabi, Hukum Kewarisan Menurut Syafi’iyah, Meliputi: Pengertian Waris, Golongan Ahli Waris Dalam Islam, Hukum Waris Dalam al-Qur’an, Sumber-sumber Hukum Waris, Rukun Waris, Sebab-sebab Menerima Warisan, Syarat-syarat Menerima Warisan, Penghalang Warisan dan Ahli Waris. Kedua, Kewarisan Menurut Fiqih Ja’fariyah, Meliputi: Pemikiran, Tirkah, Hak-hak Harta Peninggalan, Harta Warisan, Penyebab Warisan, Penghalang Warisan, Saham, Ta’sib, ‘Aul dan Raad, dan Pengelompokan Ahli Waris Menurut Fiqih Ja’fariyah. Bab tiga merupakan inti dari sekripsi berisi Analisis Pengelompokan Ahli Waris Menurut Fiqih Ja’fariyah dan Latar Belakang Pengelompokan Ahli Waris Menurut Fiqih Ja’fariyah. Pada bab empat, agar memudahkan pembahasan, maka berisi Penutup: Kesimpulan dan Saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Pengelompokan ahli waris perspektif fiqih Ja’fariyahUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment