Abstract
INDONESIA:
Hukum adat adalah hukum yang hidup. Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat terus menerus tumbuh dan berkembang seperti masyarakat sendiri dan termasuk Living Law yang merupakan bagian dari aspek kebudayaan bangsa Indonesia. Tiap-tiap masyarakat baik yang amat komplek maupun yang sederhana bentuknya mempunyai aktifitas-aktifitas yang berfungsi dalam pengendalian masyarakat atau norma sosial. Sebagaimana masyarakat Desa Sukosari yang mayoritas beragama Islam, mereka juga masih berpegang teguh pada norma adat yang berlaku mulai dari zaman nenek moyang. Pada hukum kewarisan yang digunakan oleh masyarakat Desa Sukosari bukanlah hukum Islam maupun hukum Perdata, akan tetapi tradisi turun-temurun, dan hal ini memang terlihat dari kondisi sosial dan budaya yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih jauh bagaimana praktik pembagian harta waris masyarakat Desa Sukosari, dan bagaimana living law mempengaruhi praktik pembagian waris yang dilakukan oleh masyarakat.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktek pembagian waris di masyarakat Desa Sukosari Jember serta mengetahui pembagian waris di Desa tersebut dalam perspektif teori living law. Penelitian ini berjenis empiris yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan fenomena pembagian waris yang ada pada masyarakat Desa Sukosari. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adapun data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang dilakukan dengan teknik wawancara, dan dokumentasi yang kemudian diolah dengan diedit, klasifikasi, diverifikasi, dan dianalisis. Sebagai penutup adalah kesimpulan yang merupakan hasil penelitian dan saran-saran kepada para pihak yang bersangkutan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hukum waris yang berlaku pada masyarakat Desa Sukosari masih berlandaskan adat-istiadat setempat. Sistem kewarisan yang berlaku adalah sistem kewarisan bilateral, dengan menarik dua jalur yaitu laki-laki dan perempuan. Penentuan ahli waris dan bagian masing-masing ahli waris didasarkan pada keadilan distributif yang melihat pada jasa-jasa ahli waris. Anak kandung jika dilihat dari pengabdiannya lebih banyak dari pada para kerabat yang ada. Sedangkan masing-masing anak bagian yang didapatkan juga tergantung pada pengabdian masing-masing terhadap orang tua. Suatu hukum hidup dan berkembang di masyarakat, hal itu sesuai dengan tujuan hukum yang bedasar pada keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ketiga unsur tersebut sangat sulit untuk digabungkan, hal itu dilihat dari kondisi sosial masyarakat yang melatar belakanginya. Sehingga antara satu komunitas dengan komunitas lain bisa saja berbeda.
ENGLISH:
Customary law is the law of life. In accordance with his nature, customary law continues to grow and evolve as the community itself and includes Living Law that is part of the cultural aspects of Indonesia. Each community both complex and very simple forms have activities functioning in the control of society or social norms. As villagers Sukosari Muslim majority, they still cling to the applicable customary norms ranging from the time of the ancestors. Inheritance law used in Sukosari is not Islamic law and civil law, but the tradition passed down through generations, and this is evidence from the social and cultural conditions that exist in the area. Therefore, researcher wanted to know more about the practice of the devision of the community in Sukosari, and how does living law affect the division of inheritance practice carried out by the community.
The purpose of this study is to determine the division of inheritance practices in Sukosari, Jember and knows the division of inheritance in the village in the perspective of Living Law. This research is a descriptive empirical phenomenon by describing the division of inheritance in Sukosari area. The approach used is qualitative approach. The data collected in the form of primary and secondary data were conducted by interview, and documentation that procecded with the editing, classification, verifying, and analyziz. Finally a conclusion that is the result of research and advice to the parties concerned.
Research results showed that the inheritance laws in Sukosari based on local customs, but the division of inheritance that is used although, basically the division of inheritance is not in accordance with the rules of Islamic inheritance law. The Sukosari’s Community included in kinship Parental / Bilateral division of inheritance and when they use individual inheritance system. Descendant heirs of testator itself, unless the testator, itself has no biological children, then the estate given to the heir siblings. In essence, there are two things that affect the inheritance law in Sukosari, the villagers of the marriage culture in Sukosari requiring husbands to wives, where the culture requires a wife to have their own properties so as not to burden her husband. It is based on the assumption that the husband and wife have the same rights and responsibilities in married life, especially in matters of the family economy. This is wedding cultural heritage affect existing systems. Boys and girls have the same rights in the receiving portion legacy.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia adalah negara yang
penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia
yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh pada adat kebudayaan
lokal yang kuat. Masing-masing anggota masyarakat di daerah pedesaan pada
umumnya sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka secara turun temurun. Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama
terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. Istilah hukum adat sendiri
merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda, yaitu “adatrecht”.
Snouck Hurgronje adalah orang yang pertama yang memakai istilah “adatrecht” dan
kemudian dipakai selanjutnya oleh Van Vollenhoven.1 Sedangkan kata “adat”
sendiri berasal dari bahasa 1Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu
Pengantar,(Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 1991),9. Arab yang berarti kebiasaan.2
Suku-suku di Indonesia memakai istilah yang bermacam-macam, misalnya di daerah
Gayo menggunakan istilah odot, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan
istilah adat dan ngadat, dan masih banyak lagi di daerah lain seperti
Minangkabau.3Dalam adat atau kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat tersebut
terdapat juga hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Adat istiadat yang kemudian
menjadi suatu hukum bukanlah suatu aturan yang tertulis seperti halnya
undang-undang, akan tetapi suatu hukum yang tidak tertulis dan hidup
ditengah-tengah masyarakat sebagai norma. Soepomo menyatakan bahwa hukum adat
adalah hukum yang hidup. Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat terus menerus
tumbuh dan berkembang seperti masyarakat sendiri.4 Pengertian di atas dapat
memberikan pengetahuan bahwa the living law adalah hukum yang hidup dan sedang
aktual dalam suatu masyarakat, sehingga tidak membutuhkan upaya reaktualisasi
lagi, jugabukan sesuatu yang statis, tetapi terus berubah dari waktu ke waktu.
Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis yang berlaku di masyarakat dinyatakan
dalam Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.5Dalam pasal tersebut 2Bushar Muhammad, Asas, 11. 3Bushar
Muhammad, Asas,11. 4 Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2003), 3. 5 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya,
15. menyatakan bahwa hukum adat yang diakui adalah hukum adat yang hidup dan
berkembang (living law) di suatu komunitas masyarakat. Termasuk dalam hal ini
mengenai hukum waris adat. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum
perdata secara keseluruhan dan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat berkaitan dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap
manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian, dan
setelah itu akibat hukum yang muncul adalah masalah bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia
tersebut, dan semua masalah itu diatur dalam hukum waris.6Dalam hal
penyelesaian hak-hak dan kewajiban tersebut hukum waris juga bisa dikatakan
sebagai ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan
(berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para ahli warisnya.7
Masyarakat adat Indonesia mempunyai hukum adat waris masingmasing. Di mana
biasanya hukum adat mereka dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem
kewarisan yang mereka anut serta menganggap hukum waris adat lebih bisa
memberikan keadilan bagi ahli waris. Hukum adat pada masing-masing daerah
cenderung berbeda meskipun banyak mempunyai kesamaan. Hukum adat di Jawa
berbeda dengan di Batak, begitu juga dengan daerah lain. 6Eman Suparman, Hukum
Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:PT. Refika
Aditama, 2011), 1. 7 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra
Aditya Bakti ,2003), 8. Perlu disadari bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
hidup selalu beradaptasi, berinterkasi dan terikat satu sama lain. Begitu juga
keterikatan dengan lingkungannya sangat erat dan hal itu akan berpengaruh terhadap
pola pikir dan perilaku masyarakat itu sendiri. Manusia akan berusaha
menyesuaikan diri terhadap segala perubahan dan perkembangan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Seperti halnya pelaksanaan hukum kewarisan di lingkungan
masyarakat Desa Sukosari Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Pembagian harta
waris masyarakat Desa Sukosari menggunakan adat atau tradisi yang digunakan
oleh nenek moyang mereka. Masyarakat menganggap pembagian sesuai treadisi itu
lebih bisa memberikan keadilan bagi ahli waris dari pada memakai hukum
konvensional. Padahal, pada prinsipnya masyarakat Desa Sukosari mayoritas
beragama Islam tunduk dan patuh pada norma-norma agama Islam seperti
mengerjakan sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya, akan tetapi apabila
sudah berhadapan dengan hukum kewarisan masyarakat tidak tunduk pada hukum
waris Islam.. Pembagian tersebut dilakukan melalui musyawarah keluarga
masing-masing, kemudian meminta bantuan tokoh agama yang mereka percaya
disertai oleh beberapa perangkat desa sebagai saksi, sehingga jika ada
permasalahan di kemudian hari mereka akan memanggil para saksi dari perangkat
desa. Ketertarikan peneliti berawal dari keunikan pembagian harta waris, dengan
menentukan ahli waris hanyalah dari anak kandung saja, orang tua maupun kerabat,
terhalang kewarisannya, jika masih ada pewaris utama. Oleh karena itu peneliti
ingin lebih jauh mengetahui praktik pembagian waris masyarakat Desa Sukosari.
B. Batasan Masalah Adanya batasan masalah dalam suatu penelitian sangatlah
diperlukan agar penelitian yang dilakukan lebih terfokus pada substansi
persoalan yang akan diteliti, sehingga tujuan dari penelitian dapat terarah
dengan baik. Oleh karena itu batasan dalam penelitian ini ialah meneliti
praktik pembagian waris yang terdapat di Desa Sukosari Kabupaten Jember. C.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menentukan ahli waris di Desa Sukosari
Kabupaten Jember? 2. Bagaimana praktik pembagian harta waris masyarakat Desa
Sukosari Kabupaten Jember dalam perspektif living law? D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diadakan dengan harapan mampu menjawab apa yang telah
dirangkum dalam rumusan di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui penentuan ahli waris masyarakat Desa Sukosari Kabupaten Jember. 2.
Mengetahui praktik pembagian harta waris masyarakat Desa Sukosari Kabupaten
Jember dalam perspektif living law?. E. Manfaat Penelitian Adanya tujuan
penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik
secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi
dalam mengembangkan khazanah keilmuan, baik peneliti khususnya dan masyarakat
pada umumnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Sebagai tambahan ilmu
pengetahuan yang dapat bermanfaat di masa sekarang dan masa depan serta dapat
digunakan oleh peneliti dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
hukum adat dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. b. Bagi
Masyarakat Mampu memberikan sumbangan pikiran kepada masyarakat tentang
pluralisme hukum. Sehingga, pedoman yang dipakai oleh masyarakat bukan hanya
statis, akan tetapi bisa berubah sesuai perkembangan zaman. F. Penelitian
Terdahulu Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, maka sangat
penting untuk mengkaji terlebih dengan masalah yang sama atau yang berdekatan
dengan variabel dalam judul skripsi ini. Dalam hal itu, tidak ada satupun
skripsi yang secara khusus membahas praktik pembagian harta waris di Desa
Sukosari dan kaitannya pada penelitian living law. 1. Absyar Surwansyah, S.H.,
”Suatu Kajian Tentang Hukum Waris Adat Masyarakat Bangko Jambi.”8 Penelitian
ini adalah penelitian yuridis empiris dan bersifat deskriptis analitis yang
akan menggambarkan, memaparkan dan mengungkapkan bagaimana sesungguhnya hukum
waris adat masyarakat Bangko Jambi khususnya yang dilaksanakan oleh masyarakat
adat di Kecamatan Sungai Manau. Sebagai salah satu bagian dari bangsa
Indonesia, masyarakat Bangko Jambi yang, menempati wilayah Kecamatan Sungai
Manau memiliki adat dan hukum adat tersendiri dengan sistem kekerabatan yang
bersifat matrilineal. Sistem kekerabatan yang dilaksanakan masyarakat Bangko
Jambi di Kecamatan Sungai Manau mengakibatkan pelaksanaan hukum waris oleh
masyarakat Kecamatan Sungai Manau telah menjadi objek penelitian meliputi
sistem ahli waris, waktu harta waris dapat dibagi-bagikan serta proses
pewarisan harta waris dari pewaris kepada ahli waris, sehingga mengenai
pelaksanaan hukum waris oleh masyarakat Bangko Jambi belum banyak diketahui oleh
masyarakat Indonesia dan masih dibutuhkan berbagai penelitian untuk mengetahui
dengan tepat tentang hal tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa sistem
hukum waris adat yang dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan
Sungai 8AbsyarSurwansyah, S.H.,
SuatuKajianTentangHukumWarisAdatMasyarakatBangko Jambi, Tesis S2, (Semarang:
Universitas Diponegoro, 2005). Manau merupakan kombinasi antara sistem
kewarisan individual dan sistem kewarisan kolektif. Terhadap harta warisan oleh
masyarakat di Kecamatan Sungai Manau dibeda-bedakanh antara harta pusaka
tinggi, harta pusaka rendah, harta bawaan serta harta pembawaan sedangkan yang
dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris hanya harta pusaka tinggi dan harta
pusaka rendah. Dalam hal pembagian warisan dibedakan pula berdasarkan apakah
pewaris meninggalkan anak atau tidak. Bila suami istri wafat tanpa meninggalkan
anak maka harta dibagi dua, namun apabila suami istri meninggalkan anak maka
harta pencaharian tidak dibagi akan tetapi diwarisi kepada anak. Pembagian
warisan dilakukan oleh ninik mamak yaitu ninik mamak dari para ahli waris
dengan jalan memisahkan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah dengan harta
bawaan suami istri, setelah itu baru pembagian warisan dapat dilaksanakan
kepada ahli waris. Penyelesaian waris yang menjadi sengketa diselesaikan oleh
Penguasa Adat dalam bentuk keputusan tidak tertulis sehingga disarankan agar
putusan Penguasa Adat dibuat dalam bentuk tertulis untuk menghindari terjadi
masalah di kemudian hari dan menjadi salah satu upaya untuk melestarikan
putusan-putusan tersebut. Persamaan mendasar dengan skripsi yang ditulis oleh
peneliti adalah sama-sama fokus pada penelitian hukum waris adat. Akan tetapi
pada tesis yang dilakukan oleh saudara Absyar Surwansyah ini pembahasan yang utama
adalah pada penyelesaian sengketa waris adat, dan hukum waris adat yang
digunakan oleh masyarakat Desa Sukosari berbeda dengan masyarakat Bangko Jambi.
2. Martadinata, “Pemahaman Masyarakat Desa Bunut Wetan kecamatan Pakis
Kabupaten Malang tentang Hukum Waris Islam dan Kecenderungan Penggunaannya”.9
Banyak masyarakat Islam yang tidak memahami hukum waris Islam sendiri.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis yang bersifat deskriptif
menjelaskan atau menggambarkan pemahaman Masyarakat Desa Bunut Wetan Kecamatan
Pakis tentang waris Islam. Hasil dari penelitian ini mayoritas masyarakat Desa
Bunut Wetan Kecamatan Pakis belum memahami hukum waris, terutama mengenai
sumber hukum Islam, istilah-istilah yang digunakan dalam hukum waris Islam, bagian-bagian
ahli waris, dan kapan harta warisan dibagikan menurut hukum Islam. Selain itu
pembagian warisan menurut hukum Islam 2: 1 tidak mendapat simpati dari
masyarakat. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan dalam skripsi ini, yaitu tentang konsep pembagian harta waris. Akan
tetapi memiliki perbedaan dalam tradisi atau budaya yang mempengaruhinya. 3.
Asma Junaidah, “ Pembagian Harta Peninggalan dalam Masyarakat Dayak Muslim
(Studi Kasus di Desa Loksado, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kalimantan Selatan”.10 9Martadinata, “ Pemahaman Masyarakat Desa Bunut Wetan
kecamatan Pakis Kabupaten Malang tentang Hukum Waris Islam dan Kecenderungan
Penggunaannya”, Skripsi S1: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: 2005. Masyarakat
Desa Loksado memahami hukum waris Islam tidak secara langsung mengikuti teks
Al-Quran, akan tetapi memakai hukum Adat yang telah menjadi tradisi mereka.
Dengan tanpa memandang status laki-laki atau perempuan. Mereka berpendapat yang
membedakan lebih banyak atau lebih sedikitnya bagian ahli waris adalah
pengabdian ahli waris kepada pewaris semasa hidupnya. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian empiris yang berfokus pada keadaan masyarakat
Dayak Desa Loksado khususnya masyarakat yang beragama Islam. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Hasil
dari penelitian ini yaitu kurangnya pemahaman masyarakat Dayak tersebut tentang
hukum waris Islam. Dalam pembagian harta peninggalan mereka memakai sistem hibah
dengan alasan pertama, agar ahli waris dapat menikmati harta warisan dalam
kehidupannya sehari-hari. Kedua, menghindari adanya penguasaan harta oleh salah
satu ahli waris di kedepannya nanti. Ketiga, untuk menghindari adanya sengketa.
Pembagian harta warisan di sana sama rata dengan alasan perempuan juga ikut
bekerja mewujudkan kesejahteraan keluarga. Penelitian ini memiliki kesamaan
dalam aspek pembagian warisan yang tidak berdasar pada al-Qur’an maupun hukum
Perdata, akan tetapi menggunakan dasar hukum adat. Perbedaannya adalah dalam
pembahasan yang dilakukan oleh saudari Asma Junaidah ini lebih fokus 10Asma
Junaidah, “ Pembagian Harta Peninggalan dalam Masyarakat Dayak Muslim (Studi
Kasus di Desa Loksado, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kalimantan Selatan”, Skripsi S1: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: 2010. pada
pemahaman masyarakat tentang hukum waris Islam dan penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan penelitian pada skripsi yang dilakukan
oleh peneliti lebih fokus pada keterkaitan antara living law terhadap tradisi
pembagian waris yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat. 4. Ika
Islamiatiningsih “Pembagian harta peninggalan dengan Pertimbangan kemampuan
ekonomi Ahli waris di desa langkap Kec. Bangsalsari kab. Jember.”11 Pada
skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian case study (studi kasus)
menjelaskan bahwa pembagian waris di sana berdasar pada pertimbangan kemampuan
ekonomi yang berdasar pada status pekerjaan, sehingga fenomena model pembagian
harta peninggalan yang terjadi di desa Langkap menganut salah satu sistem
keturunan yang ada di Indonesia yaitu sistem bilateral. sistem bilateral ini
menarik garis Dalam hukum Adat pembagian harta peninggalan yang diberikan
kepada ahli waris bukan bagian-bagian yang ditentukan oleh angka, melainkan
berdasarkan unit per unit (satuan benda). Hal ini dimaksudkan agar supaya ahli
waris (anak-anak) mengetahui dengan pasti bagian yang menjadi haknya.
Masyarakat Langkap memang berpegang teguh pada agama Islam, mereka mengerti
ketentuan pembagian harta peninggalan (waris, hibah dan wasiat) yang ada dalam
hukum Islam. Namun dalam setiap keluarga mempunyai keinginan dan keyakinan
masing-masing 11Ika Islamiatiningsih, Pembagian harta peninggalan dengan
pertimbangan kemampuan ekonomi Ahli waris di Desa Langkap Kec. Bangsalsari Kab.
Jember, Skripsi S1, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2010. dalam
pembagiannya, sehingga sangat beragam, ada keluarga yang menganut pembagian
waris dua banding satu (2:1) ada pula yang membaginya sama rata (1:1) dan ada
pula yang membagi hartanya yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi ahli waris.
Pembagian harta peninggalan tersebut telah dilakukan melalui wasiat dan hibah
ketika pewaris masih hidup, dan dilakukan dengan musyawarah keluarga (bersama
ahli waris). Dalam pembagiannya pun disaksikan langsung oleh para ahli waris,
sehingga tahu bagian masing-masing yang mereka peroleh. Meski demikian pewaris
tetap memanggil sekretaris atau carik desa sebagai saksi adanya pelaksanaan
pembagian waris dalam keluarga tersebut, sehingga apabila terjadi sengketa
antar ahli waris kita dapat memanggilnya kembali sebagai saksi dari pihak luar
keluarga. Adapun cara pembagian waris tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
atau kondisi ekonomi ahli waris. Bagi mereka yang memiliki pekerjaan tetap
(PNS), akan mendapatkan sedikit dari harta warisan, begitupun sebaliknya bagi
mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap akan mendapat bagian waris lebih
banyak. Yang melatarbelakangi adanya pembagian ini, karena pewaris berasumsi
bahwa seorang pegawai akan memperoleh pendapatan yang pasti dalam setiap
bulannya. Lain hal nya dengan ahli waris yang tidak mempunyai pekerjaan tetap,
tentunya tidak mempunyai penghasilan yang tetap juga. Penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, di mana perbedaannya pada
objek penelitian, di mana mereka menggunakan sistem hibah dan wasiat. G.
Sistematika Pembahasan Agar penyusunan skripsi ini terarah, sistematis dan
saling berhubungan satu bab dengan bab yang lain serta agar dapat ditelusuri
oleh pembaca dengan mudah, maka peneliti secara umum dapat menggambarkan
susunannya sebagai berikut: Pada Bab I merupakan kerangka dasar penulisan yang
terlebih dahulu diawali dengan sebuah pendahuluan. Adapun sistematika
pembahasannya berisi: latar belakang masalah yang menjelaskan paparan dasar dan
gambaran umum pengambilan judul penelitian tentang waris, kemudian dilanjutkan
dengan rumusan masalah yang berisi apa saja pokok masalah yang akan dibahas,
dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian ini berisi tentang
manfaat yang akan diperoleh setelah penelitian ini, juga terdapat penelitian
terdahulu yang mempunyai kesamaan topik dengan penelitian ini dan yang terakhir
adalah sistematika pembahasan. Penulisan bab satu ini penting untuk
didahulukan, karena sebagai guide (petunjuk) pada bab-bab berikutnya. Sehingga
tulisan ini terangkai dengan tajam dan sistematis. Bab selanjutnya adalah Bab
II yang berisi tentang kajian umum tentang waris yang di dalamnya menjelaskan
the living law secara umum, kewarisan adat, dan kewarisan hukum Islam sebagai
pedoman untuk mengkaji lebih dalam teori yang akan dipakai dalam penelitian
ini. Sedangkan pada Bab III membahas metode penelitian yang akan mengulas
metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Metode tersebut
meliputi pendekatan dan jenis penelitian,, lokasi penelitian, sumber data,
metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data. Sehingga dengan
pembahasan tersebut dapat mengungkap sejumlah cara yang diatur secara
sistematis, logis, rasional dan terarah tentang bagaimana pekerjaan sebelum,
ketika dan sesudah mengumpulkan data sehingga diharapkan mampu menjawab secara
ilmiah perumusan masalah yang telah ditetapkan. Bab IV merupakan pemaparan hasil
penelitian yang meliputi: deskripsi lokasi penelitian (kondisi geografis,
penduduk, sosial keagamaan, dan pendidikan), paparan data subyek penelitian
(keterangan informan dari Desa Sukosari mengenai praktik pembagian waris yang
dilakukan di desa tersebut). Serta di dalam bab ini di bahas juga mengenai
analisis terhadap hasil penelitian di atas yaitu “Praktik Pembagian Harta Waris
di Desa Sukosari Kabupaten Jember (Kajian Living Law)”. Sebagai penutupan
adalah Bab V, skripsi ini ditutup dengan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
sebagai konklusi penelitian, hal ini penting sebagai penegasan kembali hasil
penelitian yang ada pada bab empat. Pada kesimpulan ini dapat diketahui konsep
pembagian waris yang ada di desa Sukosari serta mengetahui pengaruh living law
terhadap praktik pembagian waris yang dilakukan oleh masyrarakat. Sedangkan
saran merupakan harapan-harapan dan anjuran-anjuran peneliti pada pihak-pihak
yang berkompeten dalam masalah ini agar penelitian ini sebagai legitimasi
pengembangan pemikiran yang menuju maslahah
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Praktik pembagian harta warisan di Desa Sukosari Kabupaten Jember: Kajian living law." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment