Abstract
INDONESIA:
Islam memandang perkawinan sebagai suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia serta merupakan sarana untuk mewujudkan rasa kasih sayang sesama manusia yang dari padanya dapat diharapkan kelestarian proses historis keberadaan manusia dalam kehidupan di dunia.
Perkawinan yang ideal, harus memenuhi rukun dan syarat yang telah disyari’atkan. Namun, bagaimana dengan perkawinan yang dilakukan oleh orang berketerbelakangan mental sebagaimana yang terjadi di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Di desa tersebut terdapat 42 KK yang mengalami keterbelakangan mental yang disebabkan oleh faktor kekurangan iodium, karena daerahnya terletak di daerah perbukitan yang tanahnya tandus dan berkapur.
Dalam perkawinan yang dilaksanakan oleh orang berketerbelakangan mental terdapat permasalahan yang sangat signfikan, yaitu bagaimana ijab-qabul dari orang berketerbelakangan mental tersebut, padahal ijab-qabul termasuk rukun dan syarat sahnya perkawinan.
Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui: 1) Pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo, 2) Keturunan yang dihasilkan dihasilkan dari perkawinan orang berketerbelakangan mental di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dan pendekatannya yakni kualitatif. Adapun sumber datanya menggunakan sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan metode pengolahan data dengan editing, classifying, verifying, analyzing, concluding.
Berdasarkan hasil penelitian, orang terbelakang mental yang melakukan perkawinan adalah orang berketerbelakangan mental dalam kategori ringan dan sedang. Selain berketerbelakangan mental, mereka juga mengalami bisu dan tuli. Dalam pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental ini, rukun dan syarat perkawinannya lengkap. Namun hanya dalam ijab dan qabulnya yang berbeda dengan orang normal. Untuk orang berketerbelakangan mental disertai bisu, ijab qabulnya dengan menggunakan isyarat. Sedangkan orang berketerbelakangan mental disertai tuli, ijab qabulnya denga ucapan, tapi suaranya harus keras sekiranya dapat terdengar. Namun, dengan itu saja belum bisa menjadikan sah perkawinan mereka. ketika ia melakukan akad, keabsahan akad yang dilakukannya itu bergantung kepada izin dari wali atau tuannya.
Sedangkan keturunan yang dihasilkan oleh orang berketerbelakangan mental tidak selalu berketerbelakangan mental, seperti yang dialami orang tuanya. Hal ini, selain dikarenakan oleh faktor genetik, juga dikarenakan pada saat di dalam kandungan, janin kekurangan gizi dan yodium yang dapat merusak pertumbuhan janin, terutama pada otaknya. Sehingga berfikirnya tidak berkembang.
ENGLISH:
According to Islam marriage is an important event in human life and it is a means to bring the affection between human beings who can be expected to preservation of the historical process of human life in the world.
An ideal Marriage must be fill essential principle and requirements that have been decided. However, how the marriages performed by mental retardation people as occurred in the village of Karangpatihan, Balong district, in Ponorogo. In that village there are 42 families who got mental retardation caused by iodine deficiency, because the area is located in hilly areas where the land is barren and chalky.
There is significance problems that is occur to mental retardation person who have got marriage. Namely, how is ijab-qabul can imply in a person who got mental retardation whereas, ijab-qabul is included the essential principle and legally requisite of marriage.
The purpose of this study is to determine: 1) the marriage implementation of mental retardation people in Karangpatihan Village Ponorogo. 2) the mental retardation people generation that come from the marriage between the retardation people. This research is a kind of field research and used qualitative approach. The data source was primary and secondary. The methods that are used to collect data were observation, interviews, and documentation while the methods to analyze the data were editing, classifying, verifying, analyzing, and concluding.
Based on this research, the finding of this study was the people who got mental retardation in debil and embisil categories. In addition the people who got mental retardation also have been mute and deaf. Thus, in the implementation of mental retardation people when they were marriage the essential principle and requirements is completely. However, the ijaab-qobul which was done different by the mental retardation people with the normal people. For mental retardation people who are mute the ijab-qobul using sign while mental retardation people who are deaf the ijab-qobul using speeches but the voice must be louder. However, using that way the mental retardation people may not be able to make their marriage legal. They made validity of the contract must be through permission from their guardian.
The generation that was born by the mental retardation people not always mental be retardation people, such as, faced by their parents. Thus, the mental retardation appears because not only the genetic factor influenced to the next generation but also when they were in womb. The embryo is lack of malnutrition and iodine that can damage the embryo growth, especially in the brain. So theirhow the way they to think is not growth.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia diciptakan dengan
potensi hidup berpasang-pasangan, di mana dalam pergaulan hidupnya di
masyarakat tidak dapat terlepas dari ketergantungan antara manusia dengan yang
lainnya. Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan fisiologi, psikologi, sosial, maupun religi. Bagi
seorang laki-laki maupun seorang perempuan yang mencapai 2 usia tertentu,
mereka tidak akan terlepas dari kebutuhan tersebut. Sehingga, untuk dapat
memenuhi seluruh kebutuhan tersebut seseorang dianjurkan menikah. Pernikahan
merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada
manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh
Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan
melestarikan hidupnya.2 Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ibadah dan
ketaatan. Dengannya seorang mukmin meraih pahala dan balasan, tentu bila ia
mengikhlaskan niat, menuluskan kehendak, serta bertujuan demi menjaga dirinya
dari hal-hal yang diharamkan, bukan sekedar dorongan kebinatangan yang menjadi
tujuan mendasar dari pernikahan.3 Pernikahan yang diserukan oleh syari’at yang
mulia ini merupakan salah satu tanda fitrahnya manusia dan termasuk sunnah para
nabi dan rasul yang merupakan manusia pilihan dan makhluk paling sempurna.
Mereka adalah teladan dan qudwah bagi segenap manusia. Mereka telah menikah
serta memiliki anak dan keturunan. Dan meneladani para nabi dan rasul merupakan
sebuah tuntunan.
ernikahan merupakan hal yang
sakral bagi manusia yang menjalaninya, tujuan pernikahan di antaranya untuk
membentuk sebuah keluarga yang harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia
menuju terwujudnya ketenangan, kenyamanan bagi suami istri serta anggota
keluarga. Islam dengan segala kesempurnaannya memandang pernikahan adalah suatu
peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena Islam memandang pernikahan
merupakan kebutuhan dasar manusia, juga merupakan ikatan tali suci atau
merupakan perjanjian suci antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu
pernikahan adalah sarana yang terbaik untuk mewujudkan rasa kasih sayang sesama
manusia dari padanya dapat diharapkan kelestarian proses historis keberadaan
manusia dalam kehidupan di dunia ini yang pada akhirnya akan melahirkan
keluarga sebagai unit kecil dalam kehidupan masyarakat.5 Dalam pernikahan yang
ideal, pernikahan harus memenuhi rukun dan syarat pernikahan, antara lain: a)
calon mempelai baik laki-laki maupun perempuan, b) ada wali dari calon istri,
c) ada dua orang saksi, d) ada ijab dan qabul. Ketika keempat rukun dan syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka pernikahan yang dilakukan dianggap tidak sah
menurut hukum.6 Pernikahan tidak hanya dilakukan oleh orang yang normal, akan
tetapi pernikahan juga dilakukan oleh orang yang mengalami keterbelakangan mental.
Orang berketerbelakangan mental termasuk dalam golongan orang yang kurang
sempurna akalnya. Dalam hal ini, orang berketerbelakangan mental termasuk orang
yang tidak mampu memelihara harta dan agama. Dalam perkawinan yang dilaksanakan
oleh orang berketerbelakangan mental terdapat permasalahan yang sangat
signfikan, yaitu bagaimana ijab-qabul dari orang berketerbelakangan mental
tersebut, padahal ijab-qabul termasuk rukun dan syarat sahnya 5 Djamal Latief,
Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), 12. 6
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
Kementerian Agama, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah (Kantor
Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur, 2010), 138. 4 perkawinan. Sebagaimana
yang terjadi di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Di
Desa Karangpatihan terdapat banyak sekali warga yang mengalami keterbelakangan
mental. Dari 1722 KK terdapat 42 KK yang terdiri dari 70 jiwa yang disebabkan
oleh kekurangan yodium, karena desa Karangpatihan terletak di perbukitan yang
tanahnya tandus dan berkapur. Berkenaan dengan permasalahan perkawinan,
Al-Quran menjelaskannya sebagaimana terdapat dalam fiirman Allah SWT Surat
Ar-Ruum (30):Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” 7 Secara ringkas ayat ini mencakup kebutuhan timbal
balik antara suami dan istri, dimana suami dapat merasa aman dan tenteram.
Begitu pula sebaliknya istri akan merasa tenteram jika berada disamping suami,
karena suami merupakan pemimpin bagi rumah tangganya, suami akan melindungi
istri dan anak-anaknya. Sehingga dapat mewujudkan tujuan rumah tangga bahagia
dan sejahtera dengan mewujudkan suasana rukun dan damai dalam rumah tangga yang
selalu mendapat taufik dan hidayahnya dari Allh Swt. 7 Departemen, Al-Qur’an,
644. 5 Senada dengan ayat di atas, Nabi Muhammad saw. memberikan tuntunan agar
dalam melaksanakan seorang muslim harus memiliki berbagai persiapan, baik
fisik, psikis, maupun ekonomi, sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
bin Mas’ud, Rasulullah SAW. berkata: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara
kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah kawin. Maka sesungguhnya kawin
itu menghalangi pandanan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara
faraj. Dan barang siapa yang tidak sanggup hendaklah berpuasa. Karena puasa itu
adalah perisai baginya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)8 Di dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 disebutkan, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa “perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.”9 Dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 dijelaskan bahwa, “Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”10 8 Muhammad Nashiruddin
al-Albani, “Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara,
2007), 2. 10 Undang-Undang, 229. 6 Dari permasalahan tersebut, peneliti
mengangkat judul “Pelaksanaan Perkawinan Orang Berketerbelakangan Mental Di
Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo”.
B.
Pembatasan
Masalah
Dalam penelitian ini perlu dilakukan
agar pembahasan yang ada tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan, disamping itu juga untuk mempermudah melaksanakan penelitian.
Maka penulis membatasi penelitian pada pelaksanaan perkawinan orang
berketerbelakangan mental di desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten
Ponorogo.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka peneliti menguraikan rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
pelaksanaan dan keabsahan perkawinan orang berketerbelakangan mental di Desa
Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo? 2. Bagaimana keturunan
yang dihasilkan dari perkawinan orang berketerbelakangan mental di Desa
Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka peneliti menguraikan tujuan penelitian sebagai berikut: 7 1. Untuk
mengetahui pelaksanaan dan keabsahan perkawinan orang berketerbelakangan mental
di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. 2. Untuk mengetahui
keturunan yang dihasilkan dari perkawinan orang berketerbelakangan mental di
Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.
E.
Definisi
Operasional
Perkawinan : pernikahan, hal-hal
yang berhubungan dengan kawin.11 Sedangkan pernikahan adalah perjanjian resmi
antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga.12 Keterbelakangan mental :
keterbelakangan mental dalam istilah Psikologi disebut dengan mental
retardation. Mental adalah suatu hal yang menyinggung masalah fikiran, akal,
ingatan, atau proses-proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal, ingatan.13
Sedangkan retardation adalah perlambatan sebarang proses.14 Jadi mental
retardation adalah suatu keterlambatan proses berfikir seseorang, entah dalam
hal ingatan, intelektual, maupun interaksi sosial. 11Peter Salim dan Yenny
Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press,
1991), 676. 12 Peter, Kamus, 1035. 13 James P Chaplin, “Dictionary of
Psychology”, diterjemahkan Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Cet. V; Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada, 1999), 296 14 James, Dictionary, 432 8 F. Manfaat
Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut: 1. Secara Teoritis Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran baru bagi Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang khususnya Fakultas Syari’ah Program Studi Al-Ahwal
AlSyakhsiyyah, tentang pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental
di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Yakni sebagai
upaya pengembangan wawasan keilmuan secara empiris, sehingga diperoleh
pemahaman yang utuh dan integral mengenai berlakunya hukum dalam masyarakat. 2.
Secara Praktis 2.1 Bagi Penulis Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Bidang Ilmu Hukum. Selain itu diharapkan dapat
meningkatkan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis
tentang pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental. 2.2 Bagi
Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat pada umumnya dan para pembaca penelitian ini dan sebagai sumbangan
pikiran dari peneliti bagi kemajuan hukum 9 Islam yang hingga kini masih
berkembang seirama dengan perkembangan zaman. G. Sistematika Pembahasan Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas, menyeluruh dan mempermudah pemahaman, maka
dalam penulisan penelitian ini disusun dalam lima bab. Masing-masing bab
diuraikan secara sistematis sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Merupakan
pendahuluan yang memuat beberapa aspek yang sangat penting dalam penelitian,
diantaranya latar belakang yang berisi hal-hal yang melatar belakangi
pengambilan judul dan alasan pentingnya dilakukan penelitian, juga berisi
rumusan masalah, batasan masalah, definisi operasional, tujuan masalah serta
manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Selain itu juga berisi
sistematika pembahasan untuk memberi gambaran sistematika skripsi. BAB II :
KAJIAN PUSTAKA Berupa kajian pustaka. Sebagai landasan awal dalam penelitian,
poin pertama menerangkan tentang kajian terhadap hasil penelitian terdahulu dan
poin selanjutnya menerangkan tentang konsep perkawinan yang meliputi pengertian
perkawinan, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat sahnya perkawinan, tujuan
dan hikmah perkawinan. Kemudian ruang lingkup keterbelakangan mental yang
meliputi pengertian keterbelakangan mental, klasifikasi keterbelakangan mental,
penyebabnya, dan penyesuaian sosial. 10 BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab
ini menjelaskan tentang metode yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian, antara lain jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data, serta teknik pengecekan
keabsahan data. BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA Bab ini akan menguraikan
tentang paparan dan analisa data yang diperoleh di lapangan yang dimulai dari
deskripsi penelitian, pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental di
Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, keabsahan perkawinan
yang dilakukan oleh pasangan berketerbelakangan mental di Desa Karangpatihan,
Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, serta keturunan yang dihasilkan dari
perkawinan pasangan berketerbelakangan mental di Desa Karangpatihan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo. BAB V : PENUTUP Dalam bab ini akan memuat
kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dan beberapa
saran yang berhubungan dengan topik pembahasan dalam penelitian ini, guna
perbaikan yang berhubungan dengan penelitian yang akan datang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pelaksanaan perkawinan orang berketerbelakangan mental di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment