Abstract
INDONESIA:
Pada hakikatnya, setiap orang menginginkan pernikahan yang dilakukan hanya sekali sepanjang hidupnya. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menyebabkan putusnya perkawinan, dalam arti jika hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudharat-an akan terjadi. Dalam Islam sendiri ke-mudharat-an tersebut harus dihilangkan, karena tujuan syariah adalah untuk meraih kemaslahatan dan menolak ke-mafsadat-an. Oleh karena itu penyelesaian yang paling adil dan maslahah adalah dengan percerian.
Namun untuk melaksanakan sebuah perceraian harus ada sebab-sebab yang dibenarkan, alasan yang kuat dan dibenarkan Islam, serta sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, sehingga sebuah perceraian dapat dilaksanakan. Di Pengadilan Agama Malang terdapat sebuah kasus, yaitu seorang isteri mengajukan gugatan cerai untuk suaminya dengan alasan suami tersebut adalah seorang waria. Walaupun alasan tersebut tidak diatur dalam Pasal-Pasal yang mengklarifikasi mengenai alasan percerian, namun majelis hakim menerima alasan perceraian tersebut dan majelis hakim mengabulkan gugatan dari penggugat. Berdasarkan kasus tersebut, dalam skripsi ini penulis meneliti bagaimana proses pembuktian hakim untuk mengetahui bahwa seorang suami itu adalah waria dan menggali dasar hukum dan pertimbangan hakim yang digunakan dalam putusan tersebut sehingga alasan gugatan perceraian karena suaminya adalah waria ini dapat dikabulkan.
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan desain penelitian deskriptif dengan jenis penelitian hukum normatif atau studi perpustakaan dan dokumen (Library research). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), karena penelitian ini untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Sedangkan tipe penelitian ini adalah yuridis normatif. Kemudian sumber data diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari dokumentasi berupa putusan serta wawancara sebagai pelengkap. Data-data tersebut kemudian diolah melalui tahap editing, koding, concluding serta deskriptif analitis sebagai motode analisa, sehingga penelitian ini menjadi sebuah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dari hasil peneletian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hakim untuk mengetahui suami sebagai seorang waria, melihat dari alat bukti yang telah diajukan oleh penggugat. Sedangkan dasar pertimbangan hukum yang digunakan untuk memutuskan perkara ini adalah Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang tujuan perkawinan, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 379/K/AG/1995 tanggal 26 maret 1997, pendapat Dr. Mustofa Assiba’i dalam bukunya Al Mar’atu Bainal Fiqhi Wal Qanun, pendapat Abdurrahman AshShabuni dalam kitab Mada Hurriyyatuzzaujain, Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo, dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Pasal 116 Huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
ENGLISH:
Essentially, everyone wants a marriage for only once throughout his life. However, in certain circumstances, there are things that cause marital breakdown, in the sense that the marital relationship will cause a disadvantage if it keeps maintained. In Islam itself, this disadvantage should be eliminated since the goal of sharia is to achieve the benefit and reject the disadvantage. Therefore, the most equitable and best settlement is divorce.
However, carrying out a divorce, one must have strong and justifiable reasons in Islam, which are also in accordance with the applicable law so that a divorce can be executed. A case occurs in the Malang Court in which a wife sues her husband for a divorce with the reason that her husband is a transgender. Although the reason is not written in the Articles clarifying the reasons of divorce, the panel judges accept the divorce reason and grants the lawsuit. Based on that case, this study tries to examine the process of the judges’ proving that the husband is a transgender. It also explores the legal basis and the judges’ consideration used in that decision so that the divorce lawsuit, with a reason that the husband is a transgender, can be granted.
This study uses a descriptive research design using a normative legal research or library research and document. The approach used in this study is a statute approach since this study examines the application of the rules or norms of positive law. The type of research is normative. The sources of data are obtained from the primary and secondary legal materials as the result of documentation in the form of decision and interview as a complement. The data are then processed through editing, coding, concluding, and analytical descriptive as the method of analysis so that the result of this sudy is liable.
From the results of this study, it can be concluded that to determine whether the husband is a transgender or not, the judge checks the evidences that has been filed by the plaintiff. The legal consideration basis used to decide this case is Law No. 1 of 1974 concerning the purpose of marriage, Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number: 379/K/AG/1995 dated March 26, 1997, Dr. Mustafa Assiba'I’s opinion as stated in his book “Al Mar'atu Bainal Fiqhi Wal Qanun”, Abdurrahman Ash-Shabunis’ opinions in the book “Al-Mada Hurriyyatuzzaujain”, Article 39 paragraph (2) Law No. 1 of 1974 Jo, and Article 19, subparagraph (f) of Government Regulation No. 9 of 1975, Article 116 subparagraph (f) of Compilation of Islamic Law.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Untuk saat ini kasus perceraian terlihat ada
peningkatan yang begitu segnifikan. Tidak hanya terjadi di kalangan para artis,
akan tetapi sudah terjadi pada masyarakat secara luas. Hubungan yang tidak
harmonis antara suami-istri yang mengakibatkan perceraian, menjadi potret buram
perjalanan hidup sebuah keluarga, karena perkawinan merupakan ikatan suci
(mitsaqan ghalidzan) antara seorang pria dan wanita, yang saling mencintai dan
menyayangi. Ikatan suci yang berada dalam lingkup perkawinan ini terkait dengan
keyakinan dan keimanan kepada Allah. 2 Kasus perceraian dari tahun ke tahun
selalu mengalami peningkatan. Terlebih kenyataaan tersebut didorong dengan
diperbolehkanya seoarang istri mengajukan cerai terhadap suaminya di pengadilan
Agama, atau yang sudah dikenal oleh masyarakat kita dengan istilah cerai-gugat.
Bahkan dari sekian banyak kasus perceraian yang ada dipengadilan Agama
misalnya, cerai-gugat atau gugatan cerai yang diajukan oleh istri mendominasi
daripada cerai-talak. Pada hakikatnya, setiap orang hanya menginginkan
pernikahan yang dilakukan hanya sekali sepanjang hidupnya. Namun dalam keadaan
tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan, dalam arti jika
hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka ke-mudharat-an akan terjadi dan
dalam Islam sendiri ke-mudharat-an harus dihilangkan, karena tujuan syariah
adalah untuk meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan. Udang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 38 menerangkan bahwa perkawinan dapat putus
karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Kemudian dalam
Pasal 39 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami
istri. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan tersendiri. Karena dimata hukum, perceraian tentu tidak bisa
terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk
melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang
notabene 3 berwenang memutuskan, apakah sebuah percerian layak atau tidak untuk
dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi terjadinya
perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan percerian. Adapun
alasan-alasan yang dapat digunkan sebagai dasar untuk perceraian sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116
KHI. a. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar di sembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat
hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak cacat badan atau penyakit
dengan akibat-akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dalam KHI
terdapat tambahan mengenai alasan terjadinya perceraian yang berlaku khusus
kepada suami isteri (pasangan perkawinan) yang memeluk agama Islam, yaitu: g.
Suami melanggar taklik talak. 4 h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan
terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.1 Berdasarkan pada alasan-alasan
perceraian dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 Kompilasi Hukum Islam di atas,
perceraian karena alasan suami waria belum masuk dalam KHI tersebut, begitu
juga dalam peraturan-peraturan yang ada dalam hukum positif yang lain. Padahal
dalam dataran teori dan praktek fenomena yang ada, perceraian karena suami
waria sempat mencuat sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Agama Malang.
Perceraian karena suami waria yang peneliti maksud di sini adalah, perceraian
yang terjadi antara suami dan istri disebabkan karena suami tersebut bukan laki
laki seperti pada umumnya, namun ia memiliki kelainan yaitu seorang waria.
Waria adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan
antara jati diri yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya
memilih dan berusaha untuk memiliki sifat dan perilaku lawan jenisnya yaitu
wanita. Fisik mereka laki-laki namun cara berjalan, berbicara dan dandanan mereka
mirip perempuan. Dengan cara yang sama maka dapat dikatakan bahwa jiwa mereka
terperangkap pada tubuh yang salah. Kondisi seperti ini disebut dengan gejala
transeksual atau transeksualisme. Pada dasarnya supaya keputusan hakim
benar-benar mewujudkan keadilan dalam menyelesaikan perkara, maka hendaklah
hakim mengetahui duduk perkara gugatannya dan harus mempertimbangkan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Seperti kasus gugatan perkara nomor
1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg. 1 Zainudin Ali, Hukum Acara Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika:2009. 75 5 Yang dalam perkara ini isteri (Penggugat)
mengajukan gugatannya kepada suami (Tergugat) dengan alasan bahwa perceraian
ini diawali dengan sering terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan
tergugat kurang mencukupi nafkah dan tergugat diduga sebagai seorang waria.
Sehingga nafsu berhubungan suami isteri ke Penggugat tidak ada, dan ketika akan
berhubungan suami isteri Tergugat memakai obat-obatan. Tergugat suka berdandan
perempuan dan itu dilakukan oleh Tergugat sejak awal menikah dengan penggugat.
Dan kalau berhubungan suami isteri Tergugat suka meminta dari belakang,
kemudian juga pernikahan antara penggugat dan tergugat bukan atas saling
mencintai akan tetapi dijodohkan oleh orangtua dan kesemuanya ini dijalani oleh
seorang isteri tersebut selama kurang lebih 15 (lima belas) tahun. Akan tetapi
yang membuat penelitian ini menjadi menarik adalah walaupun alasan suami waria
tidak diatur dalam Pasal-Pasal yang mengklarifikasi mengenai alasan percerian
namun majelis hakim menerima alasan perceraian tersebut, sehingga majelis hakim
mengabulkan gugatan Penggugat, selain itu juga Tergugat adalah seorang waria,
meskipun Tergugat seorang waria namun ia mampu memberi nafkah lahir walau hanya
secukupnya dan memberi nafkah bathin walau harus dengan memakai obat - obatan.
Serta mampu memberi keturunan dan dikaruniai 2 (dua) orang anak. Berdasarkan
pada hal ini, peneliti juga akan meneliti bagaimana hakim dalam memproses
pembuktian jika seorang suami tersebut benar-benar seorang waria dan apa dasar
atau pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Hal ini dikarenakan
seorang hakim mempunyai keharusan dasar dan alasan yang 6 sesuai dengan
perundang undangan yang berlaku, dalam memutuskan sebuah perkara. Disamping
itu, perceraian yang dapat diterima dan dilakukan di dalam Pengadilan Agama
apabila perkara itu sudah memenuhi alasan yang dibenarkan oleh hukum maupun
pertimbangan. Perceraian tidak dapat dilakukan dengan jalan permufakatan saja,
hal ini sudah dimaklumi bahwa undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan
permufakatan saja antara suami istri, tetapi harus ada alasan yang sah dan
dibenarkan oleh hukum. Sehingga dengan alasan suami waria tersebut seorang
istri mengajukan gugat cerai, dengan gugat cerai karena suami waria sebagai
alasan dalam gugat cerainya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di
atas maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses pembuktian hakim untuk mengetahui bahwa seorang suami itu
adalah waria atas perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg? 2. Apa dasar
pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara cerai
gugat karena suami waria atas perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg C. Tujuan
Penelitian Adapun tujuan penelitian tersebut adalah: 1. Untuk mengetahui
bagaimana proses pembuktian hakim untuk mengetahui bahwa seorang suami itu
adalah waria. 7 2. Untuk mengetahui apa dasar hukum yang digunakan oleh hakim
dalam memutuskan perkara cerai gugat karena suami waria atas Nomor perkara
1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini
penulis berharap dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain: 1. Manfaat
Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terhadap
kajian akademis sekaligus sebagai masukan bagi penelitian yang lain dalam tema
yang berkaitan, sehingga bisa dijadikan salah satu referensi bagi peneliti
berikutnya. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk
bahan pengetahuan tentang fenomena waria sebagai alasan cerai gugat, dan
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi hakim-hakim di Pengadilan
Agama yang lain. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a) Sebagai bahan masukan bagi badan pembuat undang-undang perkawinan mengenai
alasan perceraian. b) Sebagai bahan wacana dan diskusi bagi para mahasiswa
fakultas Syari’ah jurusan al-Ahwal al-Shakhshiyyah UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang khususnya, serta bagi para masyarakat pada umumnya. c) Sebagai bahan
kajian untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama. 8 E. Definisi
Operasional 1. Pengadilan Agama: Badan peradilan khusus untuk pemeluk agama
Islam yang memeriksa dan memutuskan perkara perceraian, talak dan sebagainya,
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.2 2. Cerai Gugat: Perceraian yang
disebabkan oleh adanya suatu gugatan terlebih dahulu oleh pihak istri kepada
Pengadilan.3 3. Waria: Orang-orang yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan
perempuan secara sekaligus, atau tidak memiliki alat kelamin sama sekali.4 F.
Penelitian Terdahulu ”Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Cerai Gugat Karena
Istri Selingkuh, Study Perkara Nomor: 603/ Pdt.G/2009/PA.Mlg.” merupakan judul
skripsi yang ditulis oleh Nur Khamidah. Penelitian ini membahas tentang cerai
gugat karena istri selingkuh, hal ini berbeda pada umumnya sebab yang menggugat
seorang istri karena dia telah melakukan perselingkuhan. ”Analisis Cerai Gugat
tahun 2001 di Pengadilan Agama Kepanjen Kabupaten Malang” merupakan judul
skripsi yang ditulis oleh Kholis Adi Wibowo pada tahun Penelitian ini membahas
tentang analisis cerai gugat secara umum yang terjadi di PA Kepanjen Kabupaten
Malang secara umum pada tahun 2001. 2 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), 12. 3 Soemiyati,
Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan), (Yogyakarta: Liberty), 131 4 Suhrawardi K.
Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, (Jakarta:Sinar
Garfika Offset:2007). 70 9 Analisis cerai gugat ini mencakup pengertian sampai
tata cara cerai gugat di PA serta landasan hukum berdasarkan Hukum Islam dan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam skripsi ini disebutkan
tentang hal-hal yang diperbolehkannya cerai gugat yaitu karena suami tidak
memberi nafkah, suami melakukan penganiayaan dan karena suami selingkuh.
Skripsi yang ditulis oleh Nanin Sudardi pada tahun 2002 yang berjudul ”Putusan
Pengadilan Agama tentang Cerai gugat karena Suami Menyeleweng di kota Malang
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang)”. Penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif ini tidak sama dengan penelitian waria sebagai alasan
cerai gugat. Karena hanya memaparkan tentang beberapa kasus cerai gugat karena
suami menyeleweng dan putusan masing-masing kasus cerai gugat tersebut,
sehingga bisa dikatakan tidak ada analisis kasusnya. Di antara ketiga
penelitian di atas, ada yang memiliki persamaan judul maupun pembahasan yang
akan dibahas dalam skripsi yang akan peneliti tulis. Namun persamaan itu hanya
terdapat pada satu segi saja, seperti pada cerai gugatnya dan tempat studi
kasusnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belum ada satu skripsipun yang
membahas tentang waria sebagai alasan cerai gugat (Studi Perkara Nomor:
1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg.) G.Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif dalam istilah lain juga dapat disebut penelitian
doktriner atau bisa juga disebut sebagai penelitian 10 perpustakaan atau studi
dokumen (Library research). 5 Penelitian ini disebut juga penelitian doktriner
karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada aturan-aturan yang
tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Karena penelitian ini banyak
dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan maka
dapat disebut juga penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen. Pada
penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia
yang di anggap pantas.6 Karena penelitian ini masuk dalam kategori penelitian
yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan dengan tepat serta menganalisa
peraturan perundangundangan yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, maka
penelitian ini bersifat deskriptif analisis. 2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif, secara umum penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi dan lain sebagainya,
yang dalam hal ini peneliti menggunakan penedekatan Undang-undang Nomor 1 5
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (jakarta:Sinar
Grafika:2008)13-14 6 Amiruddin, Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian
Hukum, J(akarta:PT.Raja Grafindo Persada:2006).118 11 Tahun 1974 tentang
perkawinan.7 Penelitian kualitatif ini merupakan pendekatan yang menghasilkan
sebuah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang diamati yang tidak dituangkan dalam variabel atau hipotesis.8
Sebagai konsekuensi peneliti memilih sebuah permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini objeknya adalah permasalahan hukum, sedangkan hukum adalah
kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat, maka tipe yang akan peneliti
gunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalan hukum positif.
Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis
normatif, maka pendekatan yang digunkan adalah pendekatan perundangundangan
(Statute Approach).9 Pendektan tersebut digunakan untuk melakukan sebuah
pengkajian peraturan perundang-undangan yang dimana dapat berhubungan dengan
tema sentral penelitian. 3. Sumber Penelitian Adapun sumber bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.10
Bahan hukum primer juga merupakan suatu bahan hukum yang mengikat atau yang
membuat orang taat pada hukum seperti 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2006).14-15. 8
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metod e....... 30 9 Johnny Ibrahim, Teori
& Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang,Bayumedia:2005)295 10 Peter
Mahmud Marzuki, Peneitian Hukum, (Jakarta,Kencana:2005).141 12 peraturan
perundang–undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum
primernya berupa putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu
salinan putusan perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg. b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder disini diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat
tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer.11 Sedangkan bahan hukum
sekunder berupa semua pubilikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi.12 Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar-komentar atas putusan
Pengadilan dan buku tentang metode penelitian. c) Bahan Hukum Tertier
Digunakanya bahan hukum tertier disini adalah untuk memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, contoh misalnya kamus,
ensiklopedia, indeks kumulatif, dsb. 4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum a)
Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.13 Ada banyak macam macam wawancara yang dijelasakn diberbagai
literatur namun peneliti kali ini menggunakan metode wawancara 11 Amiruddin,
Zainal Asikin, Pengantar Metode.....32 12 Peter Mahmud Marzuki, Peneitian Hukum
....141 13 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta,
Granit:2004), 70. 13 berencana yang terlebih dahulu disusun draft pertanyaan
yang akan peneliti tanyakan pada informan. Informan dalam hal ini adalah para
majelis hakim yang menangani perkara waria sebagai alasan cerai gugat, atas
perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg. Fungsi wawancara dalam penelitian ini
adalah untuk melengkapi data yang telah ada. Selama ini metode wawancara
seringkali dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengumpulan data.
Dianggap efektif oleh karena interviewer dapat bertatap muka langsung dengan
responden untuk menanyakan perihal pribadi responden, fakat-fakta yang ada dan
penadapat (opinion) maupun persepsi dari responden dan bahkan saran saran
responden. Bukan hanya peneliti saja, wartawanpun selalu menggunakan wawancara
terhadap seseorang sumber beritanya, juga seorang dokter akan berawancara
(berdialog) dengan pasienya untuk membuat diagnosa yang tepat dan tentunya
demikian halnya dengan penasehat hukum memerlukan wawancara dengan klienya untuk
kepentingan pembelaan. 14 Sesungguhnya wawancara tidak terlalu sederhana
sebagaimana dibayangkan oleh seseorang, sebab keberhasilan wawancara tidak
hanya ditentukan oleh interviewer, tetapi lebih dari itu tergantung bagaimana
respondenya, situasinya, materi wawancara, waktu wawancara dan sebagainya. b)
Dokumentasi Dengan menggunakan instrumen ini, peneliti mempelajari apa yang
tertulis dan dapat dilihat dari dokumen-dokumen dapat berupa buku pelajaran,
karangan, 14 Bambang, Waluyo, Penelitian Hukum ........57 14 surat kabar,
gambar dan lain sebagainya. Dengan dokumentasi itu berarti peneliti telah
melakukan observasi tanpa diiobservasi. Kelebihan dalam instrumen ini bagi
peneliti yaitu peneliti dapat mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
tenang dan cermat. 5. Metode pengolahan dan Analisa Bahan hukum Pengolahan data
merupakan kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data dilapangan sehingga
siap pakai untuk dianalisis. Pengolahan data sebagai kegiatan mengolah dan
merapikan data yang telah terkumpul. Proses analisis data itu sebenarnya
merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan hipotesa-hipotesa,
meskipun sebenarnya tidak ada formula yang pasti untuk dapat digunakan untuk
merumuskan hipotesa. Hanya saja pada analisis data tema dan hipotesa lebih
diperkaya dan diperdalam dengan cara menggabungkan sumber-sumber data yang ada.
Sebagaimana umumnya penelitian, setelah data yang diperlukan terkumpul, maka
tahap berikutnya adalah mengolah data dengan tahapan sebagai berikut a) Editing
Editing atau mengedit yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan
oleh para pengumpul data. Yang dimaksud editing disini adalah membetulkan
jawaban yang kurang jelas, meneliti jawaban-jawaban responden sudah lengkap
atau belum, menyesuaikan jawaban yang satu dengan lainya serta lain-lain
kegiatan dalam rangka lengkap dan sempurnanya jawaban responden, kesemuanya ini
merupakan kegiatan editing. 15 b) Koding Pemberian kode dilakukan manakala
kerja editing telah selesai dilakukan. Tujuan pemberian kode-kode tiada lain
adalah untuk memudahkan pekerjaan analisis data yang akan dilakukan. c)
Concluding Concluding, yakni pengambilan kesimpulan dari data-data yang telah
diolah terlebih dahulu. Dalam langkah terakhir ini peneliti menarik kesimpulan
dari kumpulan data yang sudah melalui tahapan-tahapan sebelumnya dengan cermat
terutama dalam menjawab permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah.
Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan bahan hukum dengan melalui
penelusuran, membaca dan mencatat, tahap selanjutnya adalah penyusunan data,
mengklasifikasinya, yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisa data tentang
proses pembuktian majelis hakim dan dasar hukum yang digunakan oleh majelis
hakim dalam memutus perkara ini sehingga dengan hal ini dapat diperoleh sebuah
kesimpulan. Metode yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisa data ini
adalah sebagai berikut: Deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk memberi
gambaran atau mendeskripsikan data yang telah terkumpul, sehingga peneliti
tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaanya.15 Maka
15 Lexy j. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya:2007).11 16 dengan metode ini proses pembuktian dan dasar
pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara
ini dapat diketahui. Analitis, adalah usaha yang dilakukan oleh peneliti
berjalan dan bekerja dengan data, peneliti mengelompokkan data dan
mengklarifikasi sehingga dapat menjadi satuan yang dapat diolah. Setelah beberapa
tahapan di atas dilakukan, maka selanjutnya peneliti melakukan penafsiran data
berdasarkan pendekatan yang digunakan, yaitu menggunakan pendekatan
perundang-undangan, kemudian setelah melalui beberapa tahapan tersebut
diperoleh lah jawaban atas pertanyaan penelitian yang berdasarkan dengan hal
itu dapat ditarik sebuah kesimpulan internal yang di dalamnya terkandung data
baru atau temuan penelitian. Dalam proses itu dilakukan konfirmasi dengan
sumber data lainya . H. Sistematika Pembahasan BAB I : Pendahuluan Pada
pendahuluan yang dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu; Pertama, latar
belakang, yang menguraikan tentang alasan dalam pemilihan judul; Kedua, rumusan
masalah, yang menentukan pokok-pokok permasalahan dari sekripsi ini; Ketiga,
tujuan penelitian sekripsi; Kelima, manfaat penelitian penulisan sekripsi; dan
Keenam definisi oprasional, Ketujuh penelitian terdahulu yaitu menguraikan
tentang penelitian terdahulu yang memiliki perbedaan dalam kajian dan
subtansinya, Kedelapan Metode penelitian, 17 Kesembilan, sistematika
pembahasan, yang menguraikan tentang garis besar dalam pembahasan skripsi. BAB
II : Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam skripsi ini sebagai landasan
teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari
hasil penelitian. Selain itu kajian pustaka juga degunakan sebagai referensi
atau rujukan singkat yang terkait dengan pembahasan. Karena pada kajian pustaka
berisi kutipan-kutipan dari buku-buku, artikel, jurnal, dan lain-lain. kajian
pustaka dalam skripsi ini terdiri dari Pertama, Pemaparan menegnai pembuktian
dan alat – alat bukti baik dari segi Agama Islam maupun perundang - undangan;
Kedua, menjelaskan hal hal yang berkaitan dengan perceraian dan cerai gugat
baik dari segi Agama Islam maupun perundang - undangan, Ketiga memaparkan
pembahasan mengenai waria dalam tinjauan medis psikologis dan waria dalam
konteks sosial budaya. BAB III : Hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini
diuraikan data-data mengenai proses pembuktian hakim untuk mengetahui bahwa
seorang suami itu adalah waria atas perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg dan
dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara
cerai gugat karena suami waria atas perkara nomor 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg, yang
telah diperoleh dari hasil penelitian secara literature (membaca dan menelaah
literature) 18 yang kemudian diverifikasi dan dianalisis untuk mendapatkan
kesimpulan umum dari penelitian yang dilakukan. BAB IV : Penutup Pada bagian
penutup berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam skripsi ini merupakan
kalimat umum yang menggambarkan hasil analisis dan pembahasan secara singkat
dan jelas sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah yang telah ditetapkan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Waria sebagai alasan cerai gugat: Studi perkara nomor: 1106/Pdt.G/2011/PA.Mlg" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment