Abstract
INDONESIA:
Beghembeh adalah nama khusus yang diartikan oleh lembaga adat untuk pengantin baru menikah. Beghembeh memiliki banyak makna, yaitu mengunjungi, bepergian, bermalam, dan menginap di rumah orangtua dari pengantin laki-laki. Tradisi ini mempunyai aturan-aturan dan pantangan-pantangan yang dikhususkan untuk pengantin baru menikah. Seperti, menentukan jumlah hari yang genap, dan larangan bertemu dengan kedua orangtua bagi pengantin perempuan selama dalam jangka waktu berlangsungnya beghembeh. Pantangan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif apabila dilanggar. Tradisi ini berjalan di masyarakat Desa Pengadah Kec. Bunguran Timur Laut. Kab.Natuna.Propinsi.Kepri. Berdasarkan fenomena tersebut muncul pertanyaan bagaimana pelaksanaan tradisi beghembeh serta tinjauan hukum Islam terhadap tradisi beghembeh dalam perspektif ‘urf di Desa Pengadah, Kec.Bunguran Timur Laut, Kab. Natuna. Propinsi Kepri. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, skripsi ini menggambarkan beberapa data yang diperoleh dari lapangan, baik dengan wawancara, observasi, maupun dokumentasi sebagai metode pengumpulan data. Kemudian dilanjutkan pada proses editing, klasifikasi, verifikasi dan analisis. Proses analisis didukung dengan kajian pustaka berupa tinjauan hukum Islam, dan‘urf, sebagai referensi untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan. Sehingga dengan proses ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai jawaban atas dua pertanyaan diatas.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tradisi ini merupakan serangkaian dari pesta perkawinan kedua mempelai. Setiap momentum pernikahan harus diselesaikan dengan tradisi Beghembeh. Tatacara pelaksanaannya dibimbing oleh tokoh adat dimulai pada hari bersanding terakhir pengantin. Waktu pelaksanaan tradisi ini memiliki jumlah hitungan yang genap seperti 2, 4, 6, 8 dan seterusnya sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Tradisi ini memiliki aturan dan pantangan tertentu. Masyarakat sangat meyakini dampak yang terjadi ketika melanggar pantangan tersebut. Adapun tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Beghembeh dalam perspektif ‘Urf di Desa Pengadah yaitu tidak semua tradisi beghembeh yang berjalan di Desa Pengadah tergolong dalam kategori Urf ghoiru shahih akan tetapi dalam tradisi ini mempunyai beberapa makna dan tujuan yang positif bagi kedua pengantin. Tradisi ini ditemukan kesesuaian dengan tradisi yang ada dalam Islam seperti halnya dalam tradisi walimah yaitu bertujuan untuk mengumumkan bahwa telah terjadi pernikahan yang sah antara kedua pengantin. Adapun pensyaratan seperti menentukan hari yang genap dalam pelaksanaan serta larangan bertemu dengan orangtua bagi pengantin perempuan, hal ini tidak ada dasar nashnya baik dalam al-Qur’an maupun hadits, maka pensyaratan atau pantangan tersebut harus ditinggalkan.
ENGLISH:
Beghembeh is special name which is intepreted by tradition of institution for a newly married bride. Beghembeh has many meanings, namely visiting, traveling, overnight, staying at parents’ house or another groom’s family. This tradition has rules and taboos that are specific to the newly married bride. Such as, determining the number of even day, and the ban is on meeting with both parents for woman bride within the process of beghembeh. The taboo has negative effect when breaking. This tradition works in society of Pengadah Village, Bunguran Northeast Subdistrict. Natuna Regency. Kepulaun Riau Provinse. Based on this phenomenon, the question arises how the beghembeh and the observation of islamic law for beghembeh tradition on ‘urfconcept in Pengadah Village, Bunguran Northeast Subdistrict. Natuna Regency. Kepulauan Riau Provinse. This study used a qualitative descriptive approach, this paper illustrated some of the data obtained from the field, either by interview, observation, and documentation as methods of data collection. Then proceed to the process of editing, classification, verification and analysis. The analysis process was supported by the literature review was a review of Islamic law, dan'urf, as a reference to analyse data obtained from field. So, with this process, it can be concluded as the answers to the two questions above.
The result of this study showed that beghembehtradition in Pengadah Village community was a series of second marriage party wedding from both bride. every momentum must be completed with this tradition. The rules are guided by custom leader, starting from the last day bride and groom sit in state. This tradition can be held with even number such as 2,4,6,8, and so forth, in accordance with the two families’ agreement. This tradition has rules and taboos. Society was strongly believes that the impact occurred when breaking the taboos. There was reviews Islamic law against beghembeh tradition in the concept of 'urf in the village Pengadah that was not all traditions are working in the Pengadah village classified in category Urf ghoiru shahih but this tradition had some positive meanings and purposes for the bride and groom. It also found the partial compliace with the existing tradition in Islam as well as in the tradition of walimah which aims to announce that there had been a valid marriage between the bride and groom. Therequirements were as determining the even day in the implementation as well as the ban on meeting with the parents of the bride, there was no nash basis in the Qur'an and hadits, then the requirements or prohibition should be abandoned.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Dalam membicarakan hukum Islam di
Indonesia, pusat perhatian akan ditujukan pada kedudukan hukum Islam dalam
sistem hukum Indonesia. Yang dimaksud dengan sistem hukum Indonesia adalah
sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem hukum Indonesia adalah sistem
hukum yang majemuk, karena di Indonesia berlaku berbagai sistem hukum yakni
Adat, Islam dan Barat (kontinental).1 Hukum Adat telah lama berlaku di tanah
air kita.Bila mulai berlakunya tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi
dapat dikatakan bahwa, jika 1 Mohammad Daud Ali,Hukum Islam: Pengantar Ilmu
Hukum dan Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 207. 2 dibandingkan dengan kedua sitem hukum lainnya, hukum adatlah yang
tertua umurnya.Jika berbicara hukum adat, maka secara tidak langsung membahas
mengenai budaya-budaya dan tradisi di Indonesia. Indonesia merupakan negara
yang kaya akan budaya dan memiliki keberagaman tradisi-tradisi yang unik dan
menarik perhatian masyarakat. Diantaranya tradisi beghembeh yang masih kental
dan melekat pada masyarakat desa Pengadah. Beghembeh adalah nama khusus yang
diartikan oleh lembaga adat dan hanya dikhususkan untuk pengantin baru menikah.
Selain kata beghembeh ada juga yang menyebutkan dengan sebutan
beghambeh.Beghembeh memiliki banyak makna, ada yang mengartikan dengan
mengunjungi, bepergian, bermalam, dan menginap di rumah orangtua atau kerabat
dari pengantin lakilaki. Adapun awal kemunculan beghembehbermula dari kisah
nenek moyang terdahulu sehingga kini masih melekat dan menjadi sebuah tradisi
bagi masyarakat khususnya di desa Pengadah. Masyakat sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai bahwa seorang istri haruslah taat dan patuh terhadap suami. Dimana
suami dianggap sebagai sosok kepala rumah tangga yang memiliki tanggungjawab
besar terhadap keberlangsungan hidup keluarga dan memiliki hak sepenuhnya
terhadap istri. Pernikahan merupakan suatu tindakan yang sakral bagi masyarakat
sehingga pernikahan menjadi suatu hal yang didambakan untuk dilakukan sekali
dalam seumur hidup. Pengantin baru perempuan diharuskan bisa beradaptasi,
menyesuaikan, berbaur, dan mengenal keluarga dari pihak laki- 3 laki untuk
menimbulkan rasa nyamanseperti layaknya keluarga sendiri.Masyarakat beranggapan
untuk merealisasikan segala aturan-aturan, nilai-nilai etika dalam tahap
membangun keluarga yang harmonis dalam rumah tangga dengan cara melakukan
tradisi beghembeh. Tradisi beghembeh mempunyai aturan-aturan dan
larangan-larangan yang dikhususkan untuk pengantin baru menikah.Dalam
pelaksanaanbeghembeh kedua pengantin dijemput oleh keluarga laki-laki dengan
tata cara yang telah diatur dalam adat Melayu. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan adanya pertanggungjawaban yang penuh terhadap anak gadis yang telah
dinikahi. Adapun aturan-aturan yang harus diperhatikan seperti, menentukan
jumlah hari yang genap untuk pelaksanaan beghembehterhitung dari dua, empat,
enam, delapan, sepuluh, atau satu bulan penuh.Alasan memilih hitungan hari yang
genap, dilatarbelakangi dengan keyakinan kekhawatiran terdapat kecacatan
keturunan (anak pertama). Tradisi ini, sangat diyakini oleh masyarakat desa
Pengadah.Sehingga menjadi tradisi yang terus-menerus berlangsung hingga menjadi
suatukeharusan untuk dilakukan.Disamping itu adat beghembeh juga memberikan
larangan untuk bertemu kedua orangtua ketika masih dalam jangka waktu
berlangsungnya beghembeh oleh kedua pengantin. Larangan ini hanya dikhususkan
kepada pengantin wanita.Alasannya pengantin perempuan telah dinikahi oleh
pengantin laki-laki, dan pengantin perempuan harus memenuhi kehendak pengantin
laki-laki. Larangan ini, 4 bertujuan agar Isti dapat menyesuaikan dengan
lingkungan, rumah, dan keluarga baru dari orang tua suami.Jika larangan
beghembeh dilanggar, masyarakat meyakini dari salah satu anggota keluarga dari
istri memiliki umur yang pendekdiantara istri, orangtua istri dan mempengaruhi
masa kekekalan rumah tangga. Apabila masa beghembehtelah berakhir, maka pengantin
di pulangkan kembali kerumah orangtuaperempuan. Dan dibekali seperangkat alat
dapur dari orangtua laki-laki yang berupa, beras, gula, garam, secangkir gelas,
satu buah piring dan sendok. Karena seperangkat alat dapur merupakanbentuk
tanggungjawab penuh seorang suami dalam menafkahi, serta lambang dalam memulai
kehidupan berkeluarga. Adapun beghembeh tidak disyariatkan dalam Islam akan
tetapi diperlukan saling mempererat dan mengharmoniskan sepasang suami istri.
Namun dalam sekelompok masyarakat meyakini telah menjadi keharusan untuk
dilakukan.Hal ini, menjadi adat kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Pengadah, dimana setiap sepasang pengantin yang baru melangsungkan akad
nikah harus melakukan kegiatan ini. Pernikahan merupakan Sunnatullah yang umum
dan berlaku pada semua makhluk-Nya2 . Pernikahan merupakan suatu cara yang
dipilih oleh Allah Swt, sebagai jalan bagi makhlukNya untuk berkembangbiak dan
memimiliki keturunan dengan membentuk sebuah keluarga yang harmonis. 2Tihami
& Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat. (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), h.6. 5
Beberapa penulis juga menyebut pernikahan dengan kata perkawinan. Dalam bahasa
Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang artinya membentuk
keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.Berbeda
dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan
secara keabsahan hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama.
Dalam karya Hadlaratus Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy‟ari yang menyatakan
mengutip pandangan Ali al-Qa‟imi dalam Takwin al-Usrah fi al-Islam, adanya
pernikahan dilatarbelakangi oleh faktor ketertarikan terhadap lawan jenis
merupakan naluri dan fitrah manusia.Bukti ketertarikan itu adalah eksistensi
manusia. Adanya cinta dan ketertarikan antar jenis itu merupakan ekspresi dari
kehendak Allah Swt demi kontinuitas eksistensi manusia. Dengan kata lain, Allah
SWT menghendaki kontinuitas eksistensi manusia, dan kehendak ini tampak pada
manusia dalam bentuk cinta dan ketertarikan antara laki-laki dan wanita.3
Ridanya laki-laki dan perempuan serta persetujuan antara keduanya merupakan hal
yang pokok untuk mengikat hidup berkeluarga.Perasaan rida dan setuju bersifat
kejiwaan yang tidak dapat dilihat dengan jelas.Karena itu harus ada perlambang
yang tegas untuk menunjukkan kemampuan mengadakan ikatan bersuami istri.
Perlambang itu diutarakan dengan katakata oleh kedua belah pihak yang
melangsungkan akad dengan melaksanakan ijab dan kabul. 3Rosidin, Fiqih
Munakahat. (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), h.13. 6 Pernikahan harus
mendatangkan dua orang saksi laki-laki persaksian ini bisa diperluas dengan
menyelenggarakan resepsi atau pesta pernikahan dengan mengundang sahabat,
handai tolan, kerabat, tetangga, serta kenalan lainnya, agar dapat menyaksikan
sekaligus memberi doa restu kepada kedua mempelai. Secara sosio-kultural pesta
pernikahan (walimatul „ursy) ini penting dilakukan agar pasangan tersebut
dikenal dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Untuk menunjukkan perhatian,
memeriahkan, dan menggembirakan kedua mempelai, kerabat-kerabat, dan
saudara-saudara sesama muslim maka diadakannya walimah. Walimah dilaksanakan
ketika acra akad nikah berlansung, atau sesudahnya perkawinan, baik dalam hari
perkawinan.Walimah bisa juga diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Islam mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan
untuk mengadakan walimah, tetapi tidak memberikan bentuk minimum atau bentuk
maksimum dari walimah itu.Hal ini member isyarat bahwa walimah itu diadakan
sesuai dengan kemampuan seseorang yang melaksanakan perkawinannya, dengan
catatan, agar dalam pelaksanaan walimah tidak ada pemborosan, kemubaziran,
lebih-lebih dari sifat angkuh dan membanggakan diri.4 Apabila akad nikah telah
berlangsung dan memenuhi syarat dan rukunnya, maka menimbulkan akibat
hukum.suami istri sama-sama 4Tihami & Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, h.
31. 7 menjalankan tanggungjawabnya masing-masing, maka akan terwujudnya
ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagian hidup berumah
tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan
tuntunan agama, yaitu sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam menjalani roda
kehidupan, manusia tidak dapat terlepas dari adanya kebutuhan-kebutuhan, baik
itru kebutuhan yang bersifat jasmaniyah untuk melangsungkan hidupnya maupun
kebutuhan yang bersifat rohaniah untuk mencapai kesempurnaan nilai
kemanusiaannya.Dapat tetpenuhinya segala kebutuhan adalah dambaan dan harapan
bagi setiap orang.Untuk mempererat hubungan sepasang kekasih suami dan istri
titambah dengan melakukan bulan madu bagi pengantin yang telah melangsungkan
akad nikah. Dari permasalahan beghembeh yang memiliki makna mengunjungi,
bepergian, bermalam, dan menginap di rumah orangtua atau kerabat dari pengantin
laki-laki.Kemudian menjadi sebuah tradisi beghembehdi masyarakat desa Pengadah
dan sangat diyakini oleh masyarakat setempat dengan adanya aturan-aturan dan
larangan dalam jangka waktu pelaksanaan beghembeh.Maka cukup menarik bagi
peneliti untuk dijadikan kajian penelitian, karena permasalahan tersebut sesuai
dengan bidang keilmuan yang peneliti pelajari di perguruan tinggi.Maka sebagai
peneliti mengangkat permasalahan iniberdasarkan tinjauan hukum Islam terhadap
tradsis beghembehdalam perspektif„urf.Studi Desa Pengadah, Kecamatan. Bunguran
Timur Laut, Kabupaten. Natuna. Propinsi.Kepulauan Riau. 8 B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, peneliti merumuskan beberapa masalah
untuk memudahkan penelitian yang peneliti bahas sebagai berikut: 1. Bagaimana
Pelaksanaan Tradisi Beghembehdi Desa Pengadah,Kecamatan. Bunguran Timur Laut,
Kabupaten. Natuna. Propinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaimana
TradisiBeghembehDalamPerspektif„Urfdi Desa Pengadah,Kecamatan.Bunguran Timur
Laut, Kabupaten. Natuna. Propinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Penelitian Dalam
sebuah penelitian tentunya terdapat tujuan yang ingin dicapai, dalam penelitian
ini terdapat dua tujuan, diantaranya adalah: 1 Untuk mendiskripsikan bagaimana
tradisi Beghembehdi Desa Pengadah,Kecamatan. Bunguran Timur Laut, Kabupaten.
Natuna. Propinsi. Kepulauan Riau. 2. Untuk mengetahuiTradisiBeghembehdalam
Perspektif „Urfdi Desa Pengadah,Kecamatan. Bunguran Timur Laut, Kabupaten.
Natuna.Propinsi Kepulauan Riau. 9 D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini,
peneliti berharap dapat memberikan dua mafaat, baik secara praktis maupun
teoritis, sebagaimana uraiannya sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis a.
Dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat suatu sumbangan kajian pemikiran baru pada jurusan Al-Akhwal
Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim
Malang, dalam Penelitian ini yang berjudul Tradisi Beghembeh dalam Perspektif
„UrfStudi di Desa Pengadah. Kecamatan, Bunguran Timur Laut, Kabupaten, Natuna.
Propinsi Kepulauan Riau. b. Manfaat teoritis yang kedua dapat memberikan
pengembanagn keilmuan dan wawasan berfikir yang luas secara empiris, dan
kemudian menghasilkan pemahaman yang utuh dalam berkembangnya dan berlakunya
hukum Islam di Indonesia. 2. Manfaat secara praktis a. Bagi penulis: dapat
menjadikan pengalaman dalam mencari kebenaran sebuah hukum. Serta menambah
tingkat penalaran, keluasan wawasan keilmuan, serta pemahaman terhadap
tradisiBeghembeh di desa Pengadah. 10 b. Bagi Masyarakat: dengan adanya hasil
penelitian ini agar dapat memberikan bahan pertimbangan hukum dalam tradisi
beghembehterhadap pemahaman masyarakat desa Pengadah. Kec, Bunguran Timur Laut.
Kab, Natuna. Propinsi. Kepri.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Tradisi Beghembeh dalam perspektif ‘Urf: Studi di Desa Pengadah, Kecamatan. Bunguran Timur Laut, Kabupaten. Natuna, Propinsi Kepulauan Riau)." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment