Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah,: Problematika pemenuhan hak-hak istri dalam masa iddah: Studi kasus di Pengadilan Agama Kota MalanG

Abstract

INDONESIA:
Hak nafkah iddah merupakan hak yang diatur oleh undang-undang agar diberikan kepada istri, dan suami dalam hal ini berkewajiban menjalankannya. Tidak ada kata tidak mau, karena sejatinya nafkah iddah diberikan berdasarkan besaranya penghasilan suami. Keseimbangan, bahkan Pengadilan Agama yang berkuasa menentukan besaran jumlahnya pun tidak boleh menekan suami untuk memberikan nafkah yang tidak dapat untuk dijalankan olehnya.
Penelitian ini kemudian menggunakan jenis penelitian sosiologis, yang harapannya kelak dapat memberi satu ruang pencerahan baru bagi masyarakat yang awam dan para penentu kebijakan untuk memberikan putusan yang benar-benar adil dan tidak memihak. Dengan melihat hubungan timbal balik antara hukum dengan kenyataan sosial di dalam masyarakat, akan ditarik satu kesimpulan sehingga dapat memberi solusi atas masalah yang diangkat.
Temuannya adalah kurangnya pengetahuan dari masyarakat akan adanya hak dan kewajiban suami-istri dalam masa iddah. Tidak adanya pengawasan dari Pengadilan Agama selaku lembaga yang memberi keputusan, sehingga permasalahan kemudian tertutupi seperti tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Harapannya, simpulan dari penelitian ini menjadi acuan untuk membenahi kembali masyarakat kita yang belum sadar hukum. Disadari atau tidak, hukum tidak dapat dilaksanakan sebelum hokum tersebut sampai kepada masyarakat terlebih dahulu. Pengadilan Agama selaku lembaga pengadil juga diharapkan benar-benar menjadi mengawasi putusan yang diberikan. Dan bagi pembuat undang-undang, setelah melihat ketimpangan yang ada di masyarakat, sudah selayaknya untuk merapatkan barisan untuk kemudian membuat satu undang-undang atau peraturan yang mengatur atau membebankan bahwa nafkah iddah benar-benar suatu kewajiban yang harus dijalankan.
ENGLISH:
Right livelihood of iddah. This is a right governed by law to be given to the wife. As husband in this case is obliged to run it. However, as the development of the times, right livelihood iddah not executed properly, is due to a lack of understanding of the parties litigant, also supported the efforts of the absence of legal institutions, or people who are responsible for delivering it to the public. Thus, when the litigants, the public is more dominant listen and follow only what is decide by the court (judge).
This research was later used sociological research type, which hopes one day to give a new dominant enlightenment for the public and policy makers to make a decision that is really fair and impartial. By looking at the interrelationship between law with social reality in society, will be drawn one conclusion from that can provide solutions to the issues raised.
The finding were lack of knowledge of the community in the right and obligations of husband and wife in the iddah. The lack of supervision of the religious court as an institution who make a decision, so that the problem then covered like no party feels aggrieved.
The hope, the conclusion from this study to be a reference to fix our society who have not realized the law yet. Realizing or not, the law can not be implemented before the law comes the people first. Religious courts as an institution of law is also expected to watch the verdict given by indeed. And for those lawmakers, after seeing that there is inequality in society, it is proper to close ranks to then make a law or regulation that governing or charge that a living iddah really an obligation that must be executed.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Di Pengadilan Agama (PA) Kota Malang banyak pengajuan kasus perkawinan khususnya dalam kasus penyelesaian nafkah iddah. Dimana norma-norma dan kaidah-kaidah yang ada dan mengatur masalah ini sudah dikesampingkan. Dan hukum-hukum yang mengatur hal ini, sepertinya sudah tidak diindahkan 2 (dipedulikan) lagi. Walaupun ini hanya terjadi di kota-kota besar khususnya seperti yang terjadi di Bandung, Jakarta, dan daerah kota Malang. Pada prinsipnya, perkawinan bertujuan untuk selama hidup dan untuk mencapai kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi suami istri yang bersangkutan. Sehingga Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian antara suami istri, baik itu dilakukan atas inisiatif pihak laki-laki (suami) maupun pihak perempuan (istri). Karena semua bentuk perceraian itu akan berdampak buruk bagi masing-masing pihak. Suatu perceraian yang telah terjadi antara suami istri secara yuridis memang mereka itu masih mampunyai hak dan kewajiban antara keduanya, terutama pada saat si istri sedang menjalani masa iddah. Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan suaminya, baik itu karena talak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain.1 Sedangkan dalam fiqh diartikan masa menunggu yang harus dijalani seorang mantan istri – yang ditalak dan ditinggal mati suaminya – sebelum ia dibolehkan menikah kembali.2 Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya. Bila suami melalaikan kewajibannya maka akan timbul berbagai permasalahan, 1 Muhammad Daud Ali, (tt) Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. 6, PT. Raja Grafindo, Pustaka Pelajar, Jakarta. Hal. 125 2 Muhammad Bagir al-Habsyi (2002) Fiqh Praktis (Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapat para Ulama). Bandung : Mizan. Hal. 221 3 misalnya si anak putus sekolahnya, sehingga anak tersebut menjadi terlantar atau bahkan menjadi gelandangan. Sedangkan mantan istrinya sendiri tidak menutup kemungkinan akan terjerumus ke lembah hitam. Masalah tidak berhenti di sini saja, semula kebutuhan istri tercukupi dengan adanya suami, ketika bercerai di masyaarakat kita pada umumnya seorang mantan suami melupakan kewajiban untuk ikut serta memberikan nafkah selama masa iddah. Yang terjadi kemudian istri menjadi single parent yang harus mengurus dirinya sendiri serta anak-anaknya. Inilah fenomena-fenomena yang sering timbul dari perceraian yang mana suami tidak melaksanakan kewajibannya terhadap hak istri dan anak pada masa iddah. Setelah terjadi perceraian pada hakikatnya si suami harus memberikan minimal perumahan pada mantan istri dan anaknya. Inilah yang disebut dengan nafkah iddah. Suami tidak lepas tanggung jawab terhadap tugas sucinya. Berkenaan dengan kewajiban suami tersebut, dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 18 ayat 1 menugaskan pada suami untuk ikut bertanggung jawab penuh selama masa iddah pada istri dan anaknya, pasal tersebut berbunyi “Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau mantan istrinya yang masih dalam masa iddah”.3 Dari bunyi di atas sudah jelas bagi suami yang telah menceraikan istrinya wajib untuk menyediakan tempat tinggal, ataupun membolehkan istrinya bertempat tinggal di rumahnya sampai batas masa iddah habis (berakhir). Bila suami melalaikan kewajiban ini, maka istri dapat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama. Gugatan tersebut dapat diajukan bersama-sama sewaktu istri mengajukan berkas gugatan atau dapat pula gugatan tersebut diajukan di kemudian hari. Akan tetapi kewajiban tersebut tidak dapat dibebankan kepada mantan suami saja, misalnya pada waktu terjadi perceraian tersebut yang disebabkan karena istri murtad atau sebab-sebab lainnya yang menjadi sebab suami tidak wajib menunaikan hak istri, dan bila telah ada kemufakatan bersama atas putusan Pengadilan Agama tentang nafkah anak tersebut, maka dapat pula nafkah si anak ditanggung bersama antara keduanya (suami-istri). Ada beberapa hal yang selama ini kurang diperhatikan oleh beberapa pihak yang melakukan perceraian, di antaranya: baik suami atau istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata demi kepentingan anak, suami bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak. Bilamana suami dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban itu, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Dan, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istri.4 4 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio (2004) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Hal. 549-550 5 Pengadilan Agama adalah lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan masalah nafkah iddah. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut di atas para pencari keadilan yang selalu agresif mengajukan permasalahannya ke Pengadilan Agama. Bila tidak mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum sudah barang tentu pengajuan perkara haruslah sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Dalam lalu lintas hukum, tidak semua masyarakat tahu dan mengerti hak dan kewajiban hukum, termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban hukum bagi wanita (istri) yang menjalani masa iddah. Kenyataan dalam masyarakat banyak menunjukkan bahwa suami-istri langsung berpisah tempat tinggal sesaat setelah terjadi perceraian atau bahkan suami-istri berpisah badan jauh sebelum terjadi perceraian, sehingga hak-hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masa iddah istri sering terabaikan. Padahal dalam pasal 34 ayat (3) Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, kelalaian atas suatu kewajiban dalam hukum perkawinan oleh salah satu pihak memberikan hak kepada yang lain untuk dapat menuntut di pengadilan. Maka permasalahan ini perlu mendapatkan jawaban sejauh mana proses peradilan atas hakhak istri dan problematikanya dalam masa iddah. Pengadilan selaku badan tertinggi dalam agama Islam yang mengurusi keberlangsungan rumah tangga, bertanggung jawab penuh untuk ikut andil mengurusi masalah nafkah iddah suami terhadap istri dan anak-anaknya. Pengadilan juga punya 6 tugas untuk memberikan pengertian berupa penyuluhan kepada masyarakat mengenai aturan hukum yang belum mereka ketahui. Bertitik tolak dari realitas yang ada ini penyusun merasa terpanggil untuk membahas lebih mendalam tentang penyelesaian nafkah iddah. Dengan pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu gambaran, dan jawaban yang konkrit dalam implikasi Pengadilan Agama dan Undang-Undang kehidupan masyarakat. Peneliti mencoba mengangkat permasalahan ini menjadi bahan yang pantas untuk diteliti dan dikaji secara mendalam, dengan judul "Problematika Pemenuhan HakHak Istri dalam Masa Iddah (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang).
B.     Batasan Masalah
Dalam sebuah penelitian mestinya diberikan batasan masalah agar lebih terfokus pada persoalan yang sedang diteliti. Membatasi masalah adalah kegiatan melihat bagian demi bagian dan mempersempit ruang lingkupnya, sehingga dapat dipahami betul-betul. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk menetapkan batas-batas masalah dengan jelas sehingga memungkinkan penemuan faktor-faktor yang termasuk kedalam ruang lingkup masalah dan yang tidak. 5 Batasan materi yang akan dibahas oleh peneliti adalah meliputi : 1. Problematika yang sering muncul selama masa iddah. 2. Upaya-upaya yang dilakukan istri untuk menuntut haknya dalam masa iddah. Proses penerimaan, pemeriksaan, putusan dan pelaksanaan putusan sehubungan hak iddah bagi istri
 C. Rumusan Masalah
 Rumusan masalah bertitik tolak dari latar belakang serta ruang lingkup permasalahan tersebut di atas maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : 1. Problematika apa saja yang sering muncul dalam masa iddah? 2. Upaya apa saja yang dilakukan istri untuk menuntut haknya dalam masa iddah? 3. Bagaimana proses penerimaan, pemeriksaan, putusan dan pelaksanaan putusan sehubungan hak iddah bagi istri?
C.     Tujuan Penelitian
 Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengidentifikasi problematika yang sering muncul dalam masa iddah. 2. Untuk mengidentifikasi upaya yang dilakukan istri untuk menuntut haknya dalam masa iddah. 3. Untuk mencermati proses penerimaan, pemeriksaan, putusan dan pelaksanaan putusan sehubungan hak iddah bagi istri. 8 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang besar dalam tataran teoritis dan praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi positif dalam bidang hukum, khususnya hukum islam yang berkaitan dengan bahasan penelitian yakni problematika dalam masa iddah. Peneliti memiliki harapan besar bahwa nantinya penelitian ini akan mampu memberikan kejelasan hukum, yang nantinya penelitian ini bisa memberikan kontribusi pada bidang keilmuan bagi kemajuan dunia akademik. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan para pembaca penelitian ini dan sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kemajuan hukum islam yang hingga kini masih berkembang seirama dengan perkembangan zaman.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Problematika pemenuhan hak-hak istri dalam masa iddah: Studi kasus di Pengadilan Agama Kota Malang Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment