Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah,:Akibat hukum konsep tabanni dan istilhaq menurut hukum Islam

Abstract

INDONESIA:
Maraknya isu pembuangan bayi akhir-akhir ini dapat disejajarkan dengan isu- isu politik, ekonomi dan sebagainya. Motifnya adalah karena hubungan luar nikah atau karena faktor ekonomi. Terlepas dari itu, setiap anak yang dilahirkan membutuhkan pemeliharaan dan perlindungan demi kesejahteraan hidupnya. Bentuk perlindungan dan pemeliharaan dapat berupa pengangkatan anak (tabanni) atau pengakuan anak (istilhaq), jika anak tersebut anaknya yang pernah ditelantarkan. Namun, hukum Islam tidak mengenal tabanni dengan menasabkan kepada keluarga angkatnya, hanya sebatas hubungan kekeluargaan dan kasih sayang. Ini yang seringkali terjadi di tengah-tengah masyarakat, pengangkatan anak dengan merahasiakan orang tua kandungnya. Tabanni ini tidak bisa disamakan dengan pengakuan anak (istilhaq), karena istilhaq lebih menekankan pada aspek status nasab anak yang tidak jelas nasabnya. Sehingga dalam penelitian skripsi ini timbul rumusan masalah: 1). Bagaimana akibat hukum konsep tabanni dan istilhaq dalam hukum Islam? dan; 2). Bagaimana persamaan dan perbedaan tabanni dan istilhaq dalam hukum Islam ?.
Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research) atau penelitian hukum normatif, yang bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari konsep tabanni dan istilhaq dalam hukum Islam. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yaitu bahan pustaka primer, berupa literatur-literatur fiqh baik klasik maupun kontemporer dalam empat madzhab (Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Hanafi), dan skripsi-skripsi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode komparatif dan deskriptif.
Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa tabanni dalam arti konvensional telah dilarang oleh hukum Islam, sedang dalam arti sebatas memelihara dan memberikan pendidikan sangat dianjurkan oleh Islam. Tabanni yang dilakukan oleh seseorang tidak mempunyai akibat pada beralihnya nasab anak angkat kepada orang tua angkatnya. Dalam kewarisan, anak angkat tidak mendapatkan warisan, tetapi ia bisa memperoleh harta orang tua angkatnya dengan cara wasiat atau hibah. Dalam perkawinan, anak angkat tidak menjadi mawâniµ al-nikâh, sehingga halal melakukan pernikahan. Begitu pula dalam perwalian, orang tua angkatnya tidak bisa menjadi wali nikahnya kecuali diwakilkan oleh orang tua kandungnya. Sedangkan istilhaq yang merupakan pengakuan terhadap seorang anak yang tidak diketahui nasabnya (majhûl al-nasab), dapat berakibat pada status nasab anak menjadi nasabnya. Sehingga dalam kewarisan, mustalhaq lah mendapatkan warisan karena termasuk dalam ahli waris. Dalam perkawinan, ia dapat menjadi mawâniµ al-nikâh karena sudah ada hubungan mahram dengan mustalhiq, dan dapat pula menjadi wali nikahnya.

ENGLISH:

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Dewasa ini, isu sosial merupakan salah satu isu yang setiap hari sering di dimunculkan. Boleh juga dikatakan isu ini hampir sejajar dengan isu politik dan isu lainnya yang melanda negara kita. Realitas yang terjadi di masyarakat muslim sendiri terkait dengan penelantaran anak masih menjadi fenomena yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Hampir setiap hari mass media baik media cetak maupun elektronik sering menayangkan tentang bayi-bayi yang dibuang oleh orang tuanya yang tidak bertanggung jawab atau ditinggal begitu saja di rumah sakit ketika mereka dilahirkan. Banyak pula di antara mereka yang didapati telah meninggal atau yang masih hidup. Motivasi yang melatarbelakangi terkadang karena faktor ekonomi, dan juga karena anak tersebut lahir dari hubungan di luar nikah, seperti zina. 1 1 Seperti yang dilansir oleh beberapa surat kabar elektronik, seperti www.walikotalive.com, minggu 16 Mei 2010 tentang bayi yang dibuang di atas genteng tapi selamat dan akhirnya diadopsi oleh seorang anggota polisi, www.bengkuluekpress.com, 11 januari 2010 tentang bayi yang baru berumur Sedih, pilu, ngeri, dan tak berperasaan merupakan ungkapan-ungkapan yang muncul kepada orang-orang yang tega melakukan hal tersebut. Penyebab masalah pembuangan bayi ini dikarenakan kurangnya didikan agama dalam kalangan masyarakat pada masa sekarang, terutamanya kepada golongan remaja. Remaja boleh diklasifikasikan kepada mereka yang berusia antara 13 hingga 25 tahun. Remaja tidak lagi dibekali ilmu agama yang cukup sebagai pedoman agar mereka tidak terjebak ke dalam hal-hal maksiat. Membuang atau membunuh bayi yang dilahirkan, baik melalui hubungan yang sah atau pun hubungan terlarang adalah akibat kurangnya keimanan di dalam diri, sedangkan setiap anak yang dilahirkan tidak berdosa. Padahal, Anak merupakan makhluk ciptaan Allah yang wajib dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat dan harga dirinya secara wajar, baik secara hukum, ekonomi, politik, sosial maupun budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Anak merupakan generasi bangsa yang harus dijamin hak hidupnya agar bisa tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Oleh karenanya, anak harus dijaga dan dirawat dengan baik, karena anak merupakan anugerah dan perhiasan kehidupan fana ini sekaligus pelengkap kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga.2 Dalam AlQur’an, Allah berfirman: ( “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.................” "Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa´. 3 Anak yang lahir dari hubungan yang tidak halal pun ini tetap tidak mengurangi kualitasnya sebagai sosok yang dilahirkan dalam keadaan suci tanpa menanggung dosa yang telah diperbuat oleh orang tuanya. Oleh karenanya, anak yang fitrah ini, harusnya bisa mendapatkan status dan kehidupan yang layak dalam hidupnya, apalagi anak merupakan titipan Allah dalam sebuah keluarga sehingga bisa menjadi penghibur lara yang suatu saat bisa menghampiri. Ahmad al-Ghandur menjelaskan secara terpisah dalam bab-babnya terkait dengan hak anak-anak yang dilahirkan, yakni: nasab (tsubût al-nasab), susuan (ridlâ¶), pemeliharan (hadlânah), nafkah, dan perwalian atau perlindungan (walâyah).4 Disatu sisi, keinginan suami istri untuk mendapatkan buah hati adalah keinginan yang sejalan dengan fitrah kemanusiaan sebagai bapak atau ibu, tidak ada penghalang dari sisi syar'i bagi keduanya untuk berikhtiar dalam batas-batas kaidah syariat yang suci, namun terkadang ikhtiar mereka berdua belum juga membuahkan hasil, upaya keras mereka dibayangi aroma kegagalan, padahal harapan hati akan buah hati sudah sedemikian menggebu, akhirnya muncul pemikiran untuk menempuh jalan tabanni, mengangkat anak yang tidak lahir dari rahim sendiri sebagai anak dan hidup dalam keluarga tersebut. Faktor lain dari tabanni terkadang karena keinginan mereka untuk meringankan beban orang tua kandung anak angkatnya yang serba minim, baik karena hidup pas-pasan atau karena mempunyai anak yang banyak. Alhasil, faktor ini menjadi penyebab kurangnya perhatian terhadap kesehatan, pendidikan, perawatan, pengajaran, dan kasih sayang anak-anaknya. Setiap anak yang dilahirkan memerlukan perawatan, pemeliharaan, dan pengasuhan untuk mengantarkannya menuju kedewasaan. Pembentukan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak diperlukan perhatian yang serius, terutama masa-masa sensitif anak, misalnya balita (bayi dibawah lima tahun). Demikian pula perkembangan psikologis anak juga mengalami fase-fase yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. Namun yang menjadi persoalan, tabanni (pengangkatan anak) yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah dengan cara menghilangkan status atau hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya, artinya dengan sengaja tidak memberitahukan bahwa sebenarnya mereka mengangkat anak tersebut dan tidak dilahirkan dari rahim sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang di perbolehkan atau anjuran hanya untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung (nasab).  …dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.....”5 Lain halnya dengan tabanni, istilhaq yang juga bertujuan untuk memberikan maslahat kepada anak yang dilahirkan dapat mempunyai implikasi yuridis pada status nasab anak. Tabanni yang dilakukan oleh masyarakat tidak bisa disamakan dengan istilhaq. Namun, istilhaq dapat menjadi tabanni, jika persyaratan dalam istilhaq tidak terpenuhi. Islam yang turun sebagai rahmat li al-µâlamîn mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik yang vertikal dan horizontal, termasuk juga dalam rangka memberikan perlindungan pemeliharan sehingga kesejahteraan anak bisa terjamin hingga dewasa dan mampu berdiri sendiri. Maka, Institusi keluarga dalam Islam, menjadi bahasan yang sangat penting dalam hukum Islam. Institusi kekeluargaan yang utuh adalah penting untuk menjamin kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Sebaliknya keruntuhan institusi keluarga pula bisa menyebabkan pelbagai kesan negatif. 5 QS. Al-Ahzab: 4-5 Dalam institusi hukum keluarga Islam, untuk memenuhi hak-hak anak yang dilahirkan atau untuk memberikan status dan kesejahteraan anak, dikenal sebuah istilah Iqrâr bi al-Nasab atau istilhaq yang bertujuan untuk memberikan status nasab atau memperjelas asal usul seorang anak yang tidak teridentifikasi nasabnya. Status nasab yang diberikan kepada seorang anak akan mempunyai efek dalam kehidupannya di masa mendatang. Disamping itu, al-Tabannî atau tabanni (pengangkatan anak) juga dikenal dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya lapangan hukum keluarga. alTabannî mempunyai dua pengertian. Pertama; mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh kasih sayang, tanpa diberikan status ‘anak kandung” kepadanya, hanya saja ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Kedua; mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai “anak kandung”, sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua angkatnya, dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Anak angkat dalam pengertian yang pertama lebih didasari oleh perasaan seseorang yang menjadi orang tua angkat untuk membantu orang tua kandung dari anak angkatnya atau bagi pasangan yang tidak dikaruniai keturunan, agar anak angkat bisa dididik atau disekolahkan, sehingga diharapkan nantinya anak tersebut bisa mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Anak angkat dalam pengertian yang kedua terkait dengan masalah hukum, seperti statusnya, akibat hukumnya, dan sebagainya. Anak angkat dalam pengertian yang kedua secara hukum telah berkembang dan dikenal di berbagai negara, termasuk di Indonesia sendiri, khususnya dalam bidang keperdataan.6 “Tabanni” dan “istilhaq”, merupakan bahasan yang sangat penting, karena dua pranata dalam lapangan hukum kepardataan tersebut pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada anak agar bisa tumbuh kembang dengan baik di masa mendatang. Namun disisi lain dua pranata tersebut tentu ada perbedaan, apalagi peristiwa hukum yang dijalani, prosesnya berbeda, sehingga melahirkan akibat hukum yang berbeda sebagai konsekuensi dari sebuah peristiwa hukum. Maka, konsekuensi yang berbeda itulah agar bisa dipahami dan diinternalisasikan dalam kehidupan masyarakat, sehingga tetap dalam batas-batas ketentuan hukum Islam. Dengan demikian, uraian di atas memberikan gambaran terkait dengan konsekuensi hukum atau akibat hukum yang ditimbulkannya. Maka, dalam pembahasan ini akan dipaparkan tentang Akibat Hukum dari Konsep Tabanni dan Istilhaq menurut Hukum Islam. Dalam pembahasan ini, peneliti mencoba menkomparasikan dua entitas (tabanni dan istilhaq) dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya hukum keluarga dan akibat hukum yang ditimbulkan dari keduanya.
B.     Batasan Masalah
 Dalam penelitian ini agar pembahasannya mudah dipahami dan tidak terlalu meluas, maka perlu diberikan batasan yang nantinya juga bisa memudahkan dalam melakukan penelitian ini. Apalagi, pembahasan mengenai konsep tabanni dan istilhaq ini juga mempunyai kaitan dengan hak-hak anak (tsubût al-nasab, ridlâ¶, hadlânah, nafkah, dan walâyah) yang harus terpenuhi. Oleh karenanya, batasan masalah dalam penelitian ini yaitu masalah Tabanni dan Istilhaq yang berkaitan dengan status nasab, kewarisan, perkawinan dan perwalian, dan akibat hukum dari keduanya kemudian mengkomparasikannya.
C.     Rumusan Masalah
 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana Akibat Hukum Konsep Tabanni dan Istilhaq Menurut Hukum Islam ? 2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Tabanni dan Istilhaq Menurut Hukum Islam ?
D.    Tujuan Penelitian
 Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui akibat hukum dari konsep Tabanni dan istilhaq menurut hukum Islam 2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Tabanni dan Istilhaq menurut Hukum Islam
E.     Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki sekurang-kurangnya tiga kegunaan, sebagai berikut: 1. Dapat mendeskripsikan akibat hukum Tabanni dan Istilhaq dalam hukum Islam sehingga menjadi dokumen penting dan sumbangan ilmiah bagi para pemerhati hukum Islam. 2. Dapat dijadikan bahan perbandingan bagi masyarakat pada umumnya dan Hakim Pengadilan Agama pada khususnya dalam kaitannya dengan kewenangan Pengadilan Agama dalam Perkawinan. 3. Dapat dijadikan salah satu bahan kajian bagi peneliti berikutnya yang lebih mendalam untuk memperkaya dan membandingkan temuan-temuan dalam bidang ini
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Akibat hukum konsep tabanni dan istilhaq menurut hukum IslamUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment