Abstract
INDONESIA:
Dalam Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kewenangan absolut Pengadilan Agama antara lain adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara itsbat nikah bagi pasangan suami istri yang tidak mempunyai akta nikah. dalam perkara Itsbat Nikah No 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj ini para Pemohon telah menikah secara sah yang tercatat pada KUA kecamatan Tekung dan telah mendapat kutipan Akta Nikah nomor : 104/13/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 namun mengajukan itsbat nikah untuk kepastian hukum anaknya yang lahir sebelum tertanggal pada Akta Nikah. Dalam putusan atas permohonan tersebut muncul perbedaan pendapat antara angggota Majelis Hakim sehingga terjadi dissenting opinion. Maka kasus ini akan sangat menarik untuk dikaji baik dari perpektif hukum materiil (Undang-Undang Perkawinan, KHI) maupun hukum formil (hukum acara).
Dari paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui beberapa permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah, yaitu: Pertama, Dasar pertimbangan hakim yang sepakat (majority opinion) dalam menolak perkara itsbat nikah tersebut. Kedua, dasar pertimbangan hakim yang dissenting opinion memutus negatif (niet onvankelijke verklaard) dalam perkara itsbat nikah tersebut. Ketiga, adalah akibat hukum bagi para Pemohon setelah perkara Permohonan Itsbat Nikahnya diputus.
Peneliti menggunakan jenis penelitian hukum normatif, dengan pendekatan undang-undang (statute approach). Pengumpulan datanya yaitu metode wawancara dan dokumentasi. Dalam analisanya, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis. Oleh karena itu bahan hukum primer yaitu berupa putusan hakim maupun bahan hukum sekunder yang berasal dari literatur atau buku bacaan yang relevan dengan pokok pembahasan. kemudian dianalisis sampai pada kesimpulan yaitu: Pertama,dalam perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj Majelis Hakim menjatuhkan Putusan ditolak karena dalam acara pembuktian terjadi ketidak sinkronan keterangan para saksi sehingga pembuktian tidak memenuhi syarat batas minimal pembuktian. Kedua, Hakim Anggota II dalam dissenting opinion-nya menyatakan bahwa permohonan cacat formil karena tidak jelas (obscuur libel) dan error in persona serta Para Pemohon memiliki Akta Nikah yang sah sehingga permohonan dianggap tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard). Ketiga, Majelis Hakim banding melalui amar putusannya menyatakan Permohonan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard) dan sampai saat ini Para Pemohon tidak lagi mengajukan upaya hukum lebih lanjut maka akibat hukum dari putusan negatif tersebut dianggap kembali kepada keadaan semula, baik perkawinan Para Pemohon (tetap sah sesuai akta nikah), status anak (tetap anak yang lahir diluar pernikahan yang sah) dan Akta Nikah tetap merupakan bukti otentik yang sah.
ENGLISH:
In Act No. 50 of 2009 on the second amendment of Law No. 7 of 1989 on the absolute authority of the Religious Religious Court, among others, is to receive, examine, try and resolve the matter itsbat marriage for couples who do not have a marriage certificate. in the case of Marriage No. Itsbat this 0314/Pdt.G/2011/PALmj the applicant has been legally married to that recorded in the district KUA Tekung and has got a number of Marriage Act citation: 104/13/V/2008 dated May 14, 2008 but filed itsbat marriage to the rule of law before his son who was born in Deed dated Nikah. In ruling on the request of a difference of opinion arose between the members, causing the judges dissenting opinion. Then the case would be very interesting to study both of substantive law perspective (the Marriage Law, KHI) as well as formal law (procedural law).
From the above, the researcher is interested in knowing some of the issues contained in the formulation of the problem, namely: First, the basic consideration for the judge who agreed (majority opinion) in the case refused itsbat wedlock. Second, the basic consideration of dissenting opinion of judges who break the negative (niet onvankelijke verklaard) in the case itsbat wedlock. Third, the legal consequences for the applicant after the case Itsbat illegitimate application terminated.
Researchers used a kind of normative legal research, the approach to the law (Statute approach). The data collection methods of interviews and documentation. In his analysis, researchers used the descriptive method of analysis. Therefore, the primary legal materials in the form of the judge's ruling and secondary legal materials derived from the literature or reading books that are relevant to the subject. then analyzed to the conclusion that: First, in case number: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj judge dropped the decision was rejected because the evidence shows there lack sinkronan witnesses so that proof does not meet the threshold requirement of proof. Second, Judge II in his dissenting opinion stated that a formal request for no obvious defects (obscuur libel) and error in persona and the applicant has a valid Certificate of Marriage that is considered unreasonable application of law and must be declared unacceptable (niet onvankelijke verklaard ). Third, the judges ruling stated appeals through the injunction application can not be accepted (niet onvankelijke verklaard) and to date the applicant is no longer submit further legal action is the legal effect of a negative decision is considered to return to its original state, both the marriage of the Petitioners (fixed appropriate legal marriage certificate), the status of the child (still a child born outside of marriage is valid) and merried Act remains a legitimate authentic evidence.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama antara lain adalah menerima,
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara itsbat nikah bagi pasangan suami
istri yang tidak mempunyai akta nikah. Aturan pengesahan perkawinan/itsbat
nikah, dibuat atas dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama
atau tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang1 . Hal ini diatur
dalam penjelasan pasal 49 angka 22 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
yang pada awalnya perkawinan yang 1Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknis
Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II Edisi 2009, hal. 207. 2
disahkan hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakuknya UndangUndang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, akan tetapi pasal 7 Kompilasi Hukum
Islam memberikan peluang untuk pengesahan perkawinan yang tidak dicatat oleh
PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya UndangUndang Nomor 1
tahun 1974 untuk kepentingan perceraian, bahkan dalam perkembangannya juga
untuk melegalkan pernikahan dengan istri kedua, ketiga dan seterusnya dengan
mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Melaksanakan perkawinan merupakan
hak azasi setiap warga Negara, penegasan tersebut termuat dalam pasal 28 B ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan kedua. Dalam pasal tersebut
dinyatakan : (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah. Meskipun perkawinan merupakan hak azasi,
bukan berarti bahwa setiap warga Negara secara bebas dapat melaksanakan
perkawinan, akan tetapi harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku,
yang menurut pasal 2 ayat ( 2 ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. bahwa tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
dibuktikan dengan Akta Nikah, Jo. Pasal 5, dan 6 Kompilasi Hukum Islam. Fakta
yang terjadi saat ini adalah banyak praktek kawin liar atau nikah sirri atau
tidak dicatatkan, disebut juga nikah bawah tangan, menurut pelaku nikah bawah
tangan alasan tersebut antara lain : 3 a. Adanya pandangan bahwa pernikahan
yang dilakukan berdasarkan agama, telah memenuhi syarat dan rukunnya, maka
perkawinan tersebut dianggap sah, karenanya tak perlu dicatatkan. b. Untuk
menghilangkan jejak, sehingga bebas dari tuntutan hukum dan hukuman
administrasi dari instansinya. c. Takut diketahui istri tua, sehingga melakukan
poligami liar dan sebagainya. d. Atau alasan klasik yaitu biaya yang mahal atau
segudang alasan pribadi lainnya. Para pelaku nikah bawah tangan pada umumnya
tidak mempunyai akta nikah, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah dalam
kehidupan selanjutnya, karena tanpa akta nikah segala perbuatan hukum yang
berkaitan dengan akibat pernikahan, seperti saat ia membutuhkan akta nikah guna
memperoleh kepastian hukum perkawinannya dan umumnya untuk persyaratan
administrasi anaknya, dan salah satunya digunakan untuk mengurus surat
keterangan pensiun janda atas suaminya yang telah meninggal dunia, untuk
mengurus paspor haji, dan lain sebagainya, sekarang ini dapat diatasi dengan
itsbat nikah. Dengan itsbat nikah tersebut pasangan nikah bawah tangan bisa
diputihkan atau dilegalkan status perkawinannya berdasarkan waktu saat nikah
bawah tangan dilakukannya, dengan cara begitu anak-anak yang lahir juga
memiliki kedudukan hukum yang kuat. Anak juga memiliki hak memperoleh pelayanan
administrasi kependudukan, berupa akta kelahiran, selain itu tentu saja hak
hukumnya sebagai ahli waris dari orang tuanya juga terjamin atau pada 4
pokoknya suami istri maupun anaknya mendapatkan perlindungan hukum setelah
itsbat nikah. Oleh karena ada kebutuhan yang mendesak, demi kepastian hukum
atas perkawinannya dan kepastian hukum tentang status anaknya, maka keduanya
(suami istri) mengajukan perkara permohonan itsbat nikah (voluntair) ke
Pengadilan Agama, kasus suami istri yang mengajukan permohonan itsbat nikah
tersebut adalah hal biasa. Akan tetapi itsbat nikah menjadi luar biasa bahkan
sangat menarik untuk dibahas jika itsbat nikah diajukan oleh orang yang sudah
mempunyai akta nikah, karena dalam kasus ini para Pemohon telah menikah secara
sah yang tercatat pada KUA kecamatan Tekung dan telah mendapat kutipan Akta
Nikah nomor : 104/13/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 . Bermula dari pengakuan suami
istri (para Pemohon) pada tahun 2006 telah menikah sirri, dari pernikahan
tersebut lalu mempunyai anak dan pada tahun 2008 para pemohon menikah secara
sah dan dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dengan mendapatkan
Akta Nikah, lalu para Pemohon mengajukan permohonan untuk mendapatkan Akta
kelahiran anaknya, lalu pejabat yang berwenang menolaknya dengan alasan tanggal
kelahiran anaknya tidak sesuai dengan peristiwa perkawinan dalam Akta Nikah
yang dimilikinya, karena tanggal kalahiran anak lebih dulu dari pada pernikahan
resminya, sehingga para Pemohon tidak akan menggunakan Akta Nikah tersebut.
Selanjutnya para Pemohon mengajukan itsbat nikah terhadap nikah sirrinya yang
telah dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2006 ke Pengadilan Agama Lumajang,
mungkin para Pemohon sadar bahwa nikah sirrinya tidak mempunyai 5 kepastian
hukum maupun perlindungan hukum, bahkan banyak madlorotnya dari pada
manfaatnya. Dalam menghadapi kasus itsbat nikah bagi para Pemohon yang sudah
mempunyai Akta Nikah tersebut, Pengadilan Agama dihadapkan pada persoalan yang
dilematis yaitu mengabulkan atau menolaknya, bila dikabulkan akan melegalkan
nikah di bawah tangan, di sisi lain itsbat nikah terhadap nikah di bawah tangan
yang telah memenuhi syarat dan rukunnya serta tidak melanggar hukum perkawinan
dapat disahkah melalui itsbat nikah, jika ditolak berarti Pengadilan Agama
menafikan akad nikah yang sah menurut syari’at Islam, selain itu banyak
perempuan dan anak-anak yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu Pengadilan Agama dituntut untuk memberikan putusan dengan
pertimbangan yang mengandung kemaslahatan yang lebih besar sesuai dengan rasa
keadilan dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rupanya majelis hakim Pengadilan Agama Lumajang dalam memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara itsbat nikah ini menggunakan hukum pembuktian, dengan
mempertimbangkan keterangan para saksi yang diajukan para Pemohon yang akhirnya
Majlis Hakim Pengadilan Agama Lumajang berkesimpulan untuk menolak permohonan
para Pemohon2 Disamping itu dalam mengambil putusan atas permohonan itsbat
nikah tersebut, ternyata salah satu hakim anggota mengajukan Dessenting
Opinion, dengan alasan antara lain, Para Pemohon dengan Termohon tidak
mempunyai 2 Salinan Putusan Pengadilan Agama Lumajang Nomor :
314/Pdt.G/2010/PA. Lmj. Tanggal 12 Mei 2011. 6 hubungan hukum yang menjadikan
permohonan. Para Pemohon tidak jelas/kabur dan Para Pemohon telah mempunyai
Akta Nikah, sehingga perkara itsbat nikah ini seharusnya dinyatakan tidak dapat
diterima (Niet Onvankelijke Verklaard) bukan ditolak. Berawal dari kasus yang
telah penulis paparkan diatas, penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah
karya ilmiyah dalam bentuk Skripsi yang berjudul “Dissenting Opinion Hakim
Dalam Perkara Itsbat Nikah No 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj di Pengadilan Agama
Lumajang.” B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka
terdapat rumusan masalah sebagaimana berikut : 1. Bagaimana pertimbangan hukum
dan latar belakang hakim yang sepakat (majority opinion) dalam menolak perkara
itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj? 2. Apa pertimbangan hukum yang
melatar belakangi hakim yang dissenting opinion memutus negatif (niet
onvankelijke verklaard) dalam perkara itsbat nikah Nomor:
0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj? 3. Bagaimana akibat hukum bagi para Pemohon setelah
perkara Permohonan Itsbat Nikahnya diputus? 7 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mendeskripsikan pertimbangan hukum dan latar belakang hakim yang sepakat
(majority opinion) dalam menolak perkara itsbat nikah Nomor:
0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj. 2. Untuk menganalisis pertimbangan hukum yang melatar
belakangi hakim yang dissenting opinion memutus negatif (niet onvankelijke
verklaard) dalam perkara itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj 3. Untuk
menganalisis akibat hukum bagi para Pemohon setelah perkara Permohonan Itsbat
Nikahnya diputus. D. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan kajian ilmiah tentang
bagaimana hakim menerapkan hukum acara dalam perkara itsbat nikah yang para
Pemohonnya telah memiliki Akta Nikah. 2. Untuk mengetahui sejauh mana penulis
dapat menguasai dan menganalisa kasus itsbat nikah dan pranata dissenting
opinion dalam penerapan hukum oleh hakim. 3. Untuk mencari solusi yang tepat dan
memberikan rekomendasi kepada pihak yang terkait dengan masalah perkawinan,
agar di masyarakat tidak ditemukan lagi pernikahan sirri /bawah tangan. 4.
Sebagai persyaratan bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 8 E.
Batasan Penelitian Penelitian dalam karya ilmiah ini terbatas pada pertimbangan
hukum majelis hakim pada kasus perkara itsbat Nikah Nomor : 0314/ Pdt.G/2010/
PA. Lmj. Tanggal 12 Mei 2011 yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa
Pengadilan Agama Lumajang, Menolak permohonan para Pemohon. kemudian penulis
berusaha menganalisanya dengan menuangkan hasil analisa tersebut ke dalam bab
III Skripsi ini F. Definisi Operasional Dalam setiap usulan atau rancangan penelitian,
apapun format penelitian yang digunakan, perlu penegasan batasan pengertian
yang operasional dari setiap istilah, konsep dan variable yang terdapat, baik
dalam judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan hipotesis
penelitian. Pendefinisian tersebut bukannya kata per kata, tetapi per
“istilahan” yang dipandang masih belum operasional. 3 Pemberian definisi
operasional terhadap sesuatu istilah bukanlah untuk keperluan
mengkomunikasikannya semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan
salah tafsir, tetapi juga untuk menuntun peneliti itu sendiri di dalam
menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan (misalnya di dalam menyusun
instrument atau variable-varibel yang hendak diteliti, dan juga dalam
menetapkan populasi dan sampel, serta di dalam menginterpretasikan hasil
penelitian).4 3 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta;
Rajawali Pers, 1999), 107. 4 Ibid. 9 Berkaitan dengan hal tersebut penulis akan
mendeskripsikan beberapa istilah yang digunakan dalam judul karya ilmiah ini,
dengan maksud agar penulis lebih terarah terhadap hal yang diteliti. Adapun
kata dan istilah tersebut sebagai berikut: 1. Putusan adalah kesimpulan akhir
yang diambil oleh majelis hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam menyelesaikan
atau mengakhiri suatu sengketa antara pihak-pihak yang berberkara dan diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum. Sedangkan menurut Prof. Dr. Sudikno
Mertokusumo, S.H Putusan adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat
Negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang
terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara pihak yang berperkara.5 2. Menurut Bagir Manan Dissenting
opinion adalah pranata yang membenarkan perbedaan pendapat hakim (minoritas)
atas putusan pengadilan.6 Menurut Artidjo Alkostar dissenting opinion merupakan
suatu perbedaan pendapat hakim dengan hakim lain.7 Sedangkan menurut Pontang
Moerad dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh satu atau
lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju (disagree) dengan keputusan yang
diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim.8 5Abdul Manan, Penerapan Hukum
Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta; Yayasan Al- Hikmah,
2000), 173. 6Bagir Manan. Dissenting Opinion. (Jakarta: IKAHI, 2006) , 11.
7Artidjo Alkostar, Dissenting Opinions are Important, (Jakarta,Kompas, 2000),
1. 8 Pontang Moerad. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara
Pidana. (Bandung: PT.Alumni, 2005), 111. 10 3. Permohonan ialah suatu
permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap sebagai suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.9 4. Menurut Hukum Islam, Pengertian Itsbat Nikah ini berasal
dari bahasa arab yaitu Al Itsbat yang berarti penetapan. Itsbat Nikah secara
hukum merupakan permohonan Pengesahan Nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama
untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.10 G. Penelitian
Terdahulu Penelitian oleh Siti Aisyah tahun 2008, 11 skripsi berjudul
“Pandangan Hakim Terhadap Itsbat Nikah Poligami Di Pengadilan Agama Bondowoso
“. Penelitian ini berfokus pada pendapat para hakim pengadilan agama bondowoso
terkait perkara itsbath poligami yang mana disinyalir belum pun materiil pada
hukum positip yang berlaku namun dikomparasikan dengan dengan merujuk pada
pasal 56 ayat (1): “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya”. peneliti ingin menggali
sejauh mana pandangan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso dalam menyikapi kasus
itsbat poligami baik dari segi yuridis maupun proseduralnya. 9Mukti Arto,
Prkatek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
1996), 39 10Tim Penyusun, Panduan Itsbat Nikah, (Tarakan; Pengadilan Agama
Tarakan , 2011), 2. 11Siti Aisyah, Judul Skripsi “Pandangan Hakim Terhadap
Itsbat Nikah Poligami DiPengadilan Agama Bondowoso “ (Malang; Pustaka UIN
MALIKI, 2008) 11 Yang mana penelitian ini lebih menekankan substansi ke arah
hukum acara peradilan agamanya dibandingkan substansi materiil daripada dokumen-dokumen
resmi sesuai dengan kesimpulan dari penelitian ini yang secara garis besar
dapat digambarkan bahwasannya menurut para hakim pengadilan agama bondowoso,
dalam perkara perdata ini tidak ada perbedaan antara itsbat poligami dan itsbat
nikah yang mana landasan hukumnya dirujukkan pada KHI Penelitian selanjutnya
dilakukan oleh Nurul Huda tahun 2008, 12 skripsi berjudul “Pandangan Hakim
Pengadilan Agama Dalam Pelaksanaan Itsbat Nikah Terhadap Pernikahan Sirri Yang
Dilakukan Pasca Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama
Malang). Sekali lagi seperti sebelumnya, Penelitian ini berfokus pada pandangan
para hakim yang dalam hal ini di dasarkan pada pendapat para hakim Pengadilan
Agama Kota Malang dengan substansi itsbat nikah terhadap pernikahan sirri yang
dilakukan pasca berlakunya UU No. 1 tahun 1974. Dalam penelitiannya, dipakai
pendekatan kualitatif yang secara khusus didasarkan pada sumber-sumber utamanya
yaitu pendapat para hakim dengan menganalisa data-data yang diperoleh dan mendeskripsikannya
(bukan berdasar dokumen-dokumen resmi). Seperti pada kesimpulannya penelitian
tersebut menunjukkan Pandangan Majelis hakim Pengadilan Agama Kota Malang dalam
mengabulkan perkara tersebut adalah sudah benar berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan khusus seperti penggunaan 12 Nurul Huda tahun 2008,
Judul Skripsi “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Pelaksanaan Itsbat Nikah
Terhadap Pernikahan Sirri Yang Dilakukan Pasca Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974
(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Malang” (Malang; Pustaka UIN MALIKI 2010) 12
kaedah-kaedah fiqh,Kompilasi Hukum Islam, serta pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Penelitian berikutnya oleh Siti Rokhma tahun 2010, 13 skripsi berjudul
“Pandangan Hakim Pengadilan Agama Bangil Terhadap Itsbat Nikah Pada Orang Yang
Telah Meninggal Dunia”. Seperti sebelumnya, Penelitian ini berfokus pada
pandangan para hakim yang dalam hal ini di dasarkan pada pendapat para hakim
Pengadilan Agama Bangil dengan substansi itsbat nikah pada orang yang telah
meninggal dunia. Dalam penelitiannya, dipakai pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian sosiologis (empiris). Yang mana dalam penjabarannya tidak
secara khusus membahas kasus sesuai dengan dokumen resmi tertentu. Penelitian
tersebut didasarkan pada kegelisahan peneliti jika pada praktiknya ditemukan
adanya kasus itsbat dengan latar belakang subjek hukum yang telah meninggal
dunia. Pada kesimpulannya, merujuk pada pendapat para Hakim Pengadilan Agama
Bangil, disebutkan bahwa perkara itsbat tersebut dapat diproses asalkan pemohon
harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh
Pengadilan Agama. Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan di atas, bahwa
dengan adanya penelitian terdahulu ini dimaksudkan untuk membedakan penelitian
yang peneliti lakukan. Penelitian yang peneliti lakukan secara esensi memiliki
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti yang
peneliti sebutkan di atas. Paling tidak terdapat perbedaan tentang sebab
terjadinya itsbat nikah, dimana sesuai dengan yang peneliti lakukan sekarang
berdasarkan atas 13 Siti Rokhma tahun 2010,Judul Skripsi “Pandangan Hakim
Pengadilan Agama Bangil Terhadap Itsbat Nikah Pada Orang Yang Telah Meninggal
Dunia” Pustaka UIN MALIKI, 2010 13 fenomena nyata sesuai dengan objek kajian
dokumen resmi berupa putusan majelis hakim. Meskipun objek penelitian (itsbat
nikah) sama, namun peneliti memiliki asumsi bahwasannya perkara yang peneliti
teliti dikaji lebih khusus serta terfokus pada kasus faktual yang sesuai dengan
dokumen resmi yaitu itsbath nikah sesuai putusan perkara nomor:
0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj, dimana juga terdapat suatu hal yang menarik berupa
dissenting opinion salah satu hakim. Sehingga peneliti menempatkannya sebagai
salah satu kajian utama dalam penelitian ini, hal tersebut juga merupakan salah
satu poin perbedaan krusial antara ketiga penelitian sebelumnya dengan
penenelitian yang dilakukan peneliti. Dan satu hal lagi, hakim yang mengadili
perkara yang peneliti teliti berbeda dengan hakim yang dijadikan sumber
penelitian yang diangkat oleh ketiga peneliti terdahulu tersebut. Ada tiga
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yakni tentang dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang menolak baik oleh hakim yang
Majority Opinion maupun hakim yang menyatakan Dissenting Opinion, dan
macam-macam latar belakang terjadinya perbedaan pendapat tersebut pada kasus
perkara ini serta akibat hukum terhadap perkawinan yang telah dilakukan oleh
yang bersangkutan setelah adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Lebih khususnya berkaitan dengan status akta nikah yang telah dikantongi
pemohon. H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis
penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, yang
dilakukan dengan cara menelaah data-data sekunder. Penelitian 14 normatif ini
termasuk penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen, karena
obyek yang diteliti berupa dokumen resmi yang bersifat publik, yaitu data resmi
dari pihak Pengadilan Agama. 14 Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.15 Penelitian hukum normatif
disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini,
acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau
norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 16 Oleh
karena itu, sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder,17 yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder; atau data tersier.18 2. Pendekatan
Penelitian Yang dimaksud yaitu penelitian yang objeknya adalah permasalahan
hukum, sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat, maka
tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam
hukum positif. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe
penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang- 14Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. (Jakarta : Sinar
Grafika, 2002), 13-14. 15Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum
Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta : PT. RajGrafindo Persada, 2006),13.
16Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada), 118. 17 Ronny Hanitijo Soemitro. Masalah-Masalah
Sosiologi Hukum. (Bandung : Sinar Grafika, 1984),110. 18 Soerjono Soekanto.
Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta; UI Press, 1984),54. 15 undangan (statute
approach). 19 Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian, yang mana
dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan hukum
perkawinan. 3. Sumber Penelitian Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan
menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan
bahan-bahan hukum sekunder.20 Karakteristik utama penelitian ilmu hukum
normatif dalam melakukan pengkajian hukum ialah sumber utamanya adalah bahan
hukum bukan data atau fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif
yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat
normatif. 21 Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas, bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan
putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primernya berupa
putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu putusan perkara
nomor : 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj. b. Bahan Hukum Sekunder 19 Johnny Ibrahim. Teori
& Metodologi Penelitian Hukum Normatif. (Malang; Bayumedia Publishing,
2006), 295. 20Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta; Kencana, 2005),
141. 21Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. (Bandung; Mandar
Maju , 2002), 86. 16 Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Dalam penelitian ini bahan
hukum sekunder berupa literatur atau buku-buku referensi ilmiah seputar Hukum
Acara Peradilan Agama, buku-buku yang membahas tentang itsbat nikah dan buku
tentang metodologi penelitian. 4. Metode Pengumpulan Data untuk memperoleh data
yang benar-benar valid dalam penelitian ini perlu ditentukan teknik-teknik
pengumpulan data yang sesuai, maka peneliti ini menggunakan metode-metode sebagai
berikut: a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai
hal-hal atau varibel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah
dan sebagainya. 22 Metode pengumpulan data studi kepustakaan atau dokumentasi
dilakukan dengan pencatatan berkas-berkas atau dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang dikaji.23 Data yang diperoleh dengan metode ini berupa datadata
yang berkenaan dengan arsip putusan perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj yang
dijadikan objek dalam penelitian ini. Metode ini juga yang digunakan oleh
peneliti dalam mengakses kajian teori berupa buku-buku yang berhubungan dengan
materi penelitian. b. Metode Interview Metode interview atau wawancara yaitu
proses Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang saling berhadapan
secara fisik dengan ketentuan 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta : Jakarta. 2006, hal.231 23 Soerjono
soekanto, sosiologi suatu pengantar, PT. Raja Grafindo : Jakarta. 2005, hal. 66
17 yang satu dapat melihat wajah yang lain, juga dapat mendengar dengan
telinganya sendiri. 24 Fungsi wawancara dalam penelitian ini adalah melengkapi
data yang ada, guna mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj Dalam penelitian ini peneliti langsung melakukan
wawancara dengan hakim yang menangani dan memutus perkara tersebut serta
pejabat struktural atau fungsional Pengadilan Agama terkait. 5. Metode Analisis
Menurut pakar penelitian hukum Soerjono Soekanto, metode analisis data pada
hakikatnya memberikan pedoman tentang cara seorang ilmuan mempelajari,
menganalisis dan memahami lingkungan yang dihadapinya. Dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitis, dimana penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan apa-apa yang berlaku. Didalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi riil yang
sedang terjadi, dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara
variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menggunakan hipotesa melainkan
hanya mendeskripsikan apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.25
Deskriptif di sini adalah menjabarkan, menggambarkan kajian tentang itsbat
nikah, alasan-alasan pengajuan itsbat nikah, serta hal-hal yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut secara jelas sesuai yang
diatur dalam undang-undang perkawinan. 24 Sutrisno Hadi, Metodologi Research,
Andi Offset : Jakarta. hal 192 25Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan
Proposal, (Jakarta; Bumi Aksara, 2003), 26. 18 Adapun analisa di sini adalah
kelanjutan dari metode deskriptif yang menganalisa faktor-faktor yang dijadikan
dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini, pertimbangan hakim yang
dissenting opinion, maupun yang majority opinion serta menganalisa kedua
pendapat tersebut dan menganalisa tentang akibat hukum atas perkara permohonan
itsbat nikah yang dijatuhi putusan dengan menolak perkara tersebut. I.
Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam pembahasan Skripsi ini penulis
akan membagi ke dalam lima bab : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini membahas
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu dan metodologi
penelitian. BAB II: KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini membahas tentang pencatatan
perkawinan dan sahnya perkawinan yang terdiri dari kriteria sahnya perkawinan,
urgensi pencatatan perkawinan, tatacara perkawinan, perkawinan di bawah tangan
dan penyelesaian hukum mengenai pelanggaran pencatatan perkawinan. Itsbat nikah
yang terdiri dari dasar hukum itsbat nikah dan para pihak dalam perkara itsbat
nikah. Dissenting opinion yang terdiri dari pengertian dissenting opinion,
praktek pengadilan memeriksa dan memutus perkara 19 sebelum ada pranata
dissenting opinion dan praktek pengadilan memeriksa dan memutus perkara setelah
ada pranata dissenting opinion. BAB III: TEMUAN DATA DAN ANALISIS Pada bab ini
membahas mengenai temuan data dan analisisnya, membahas tentang dasar
pertimbangan hukum oleh hakim yang menolak perkara itsbat nikahnya, dasar
pertimbangan hukum oleh hakim yang dissenting opinion dengan menyatakan tidak
dapat diterima itsbat nikahnya. Kemudian dilanjutkan pada akibat hukum terhadap
itsbat nikah bagi orang yang sudah mempunyai akta nikah pada putusan ditolaknya
atas perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj. BAB IV: PENUTUP Dalam bab terakhir
ini membahas mengenai kesimpulan dan saran disertai lampiran yang khususnya
berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Dissenting opinion hakim dalam perkara itsbat nikah no 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj di Pengadilan Agama Lumajang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment