Abstract
INDONESIA:
Mediasi yaitu proses penyelesaian sengketa dengan mendatangkan seseorang sebagai mediator atau penengah yang netral dan melakukan proses tawar-menawar diantara para pihak untuk menemukan sebuah solusi, sehingga diakhir perundingan para pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Praktek mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, yang bertindak sebagai mediator adalah hakim di Pengadilan Agama itu sendiri. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, mediasi yang dilakukan oleh mediator hakim cenderung pelaksanaannya dengan cepat tanpa mengimplementasikan secara benar, karena salah satu alasan adalah untuk mempersingkat waktu dalam proses mediasi. Oleh karena aplikasi prosedur mediasi yang kurang tepat, maka hal tersebut memberikan dampak ketidak berhasilan penyelesaian dari proses mediasi tersebut.
Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana Implementasi Tahapan Mediasi oleh Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri?. 2) Apa Indikator Keberhasilan Mediasi Menurut Para Mediator Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Kediri?. Penelitian ini mengunakan jenis penelitian empiris antropologis. Maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memaparkan temuan yang sudah dianalisis bahwa penerapan tahapan mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri tidak dilakukan secara maksimal, karena tidak semua mediator hakim memberikan penjelasan kepada para pihak pada pertemuan pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi serta peran mediator yang merupakan tugas dan kewajiban mediator, yang diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2016. Sedangkan menurut para mediator hakim yang menjadi indikator keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri adalah tergantung pada kesadaran para pihak berperkara itu sendiri.
ENGLISH:
Mediation is the disputes solution process by asking someone to be a mediator or neutral arbiter who carries out the bargaining among the parties in order to find out a solution that they do not feel aggrieved. The implementation of mediation in Religion Court of Kediri Regency, the mediators were acted by the judges themselves. Based on observations made by the researcher, the judges conducted mediation quickly as a result they did not implement the procedure correctly by the reason is to shorten so much time consuming. Because of unappropriate application for mediation procedure, it gave the impact of unsuccess for settlement of the mediation process.
The problem formulations in this study are: 1) How Implementation Phases of mediation are done by the Mediators in Religion Court of Kediri Regency? 2) What indicators of success are mediation of mediator judges in Religion Court of Kediri Regency?. This research is catagorized empirical anthropological research. Then the approach used in this research is a qualitative approach. The collecting data technique involves observation, interview, and documentation study, then the data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis.
Having analyzed the data, the researcher finds that the stages of mediation in Religion Court of Kediri Regency have not been implemented maximally because not all mediator judges give an explanation to the parties at the first meeting about the mediation procedure, the role of the mediation and the duties of mediators as stated in PERMA No.1 2016. Whereas indicators of success of mediation in Religion Court of Kediri Regency, mediator judges think that the success of mediation in court depend on the awareness of the parties that litigants themselves.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Ikatan yang kuat dan tujuan mulia yang
hendak dicapai oleh pernikahan menjadikan institusi ini patut dipertahankan,
sebagaimana pula Allah membenci perceraian, meskipun tetap menghalalkannya.
Tetap terbuka pintu perceraian ini menjadi salah satu konsep syariat Islam yang
tetap mengakui perceraian sebagai jalan terakhir dalam hubungan pernikahan.
Karena selain perceraian, Al Qur‟an sebagai landasan syariat Islam juga
memberikan alternatif lain, yaitu penyelesaian sengketa pernikahan secara damai
dengan fasilitasi seorang hakam dari kalangan keluarga seorang suami dan
isteri, sebagaimana yang dijelaskan secara lengkap dalam Al Qur‟an surat
Al-Nisaa‟ ayat 35. 2 Pengangkatan hakam dalam proses perdamaian ini menjadi
upaya preventif terjadi perceraian dan demi terwujudnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah.1 Tujuan dasar terwujudnya keluarga ini pula yang menjadi
ruh peraturan perundangan di Indonesia dalam perkawinan, diantaranya adalah keharusan
melakukan mediasi sebelum pasangan suami istri memutuskan perceraian, dengan
mengangkat hakam. Pengadilan Agama adalah salah satu badan peradilan Indonesia
yang ada dibawah Mahkamah Agung yang kompetensi absolutnya adalah menerima,
memeriksa dan mengadili perkara–perkara yang diajukan oleh orang-orang yang
beragama Islam dalam hal perceraian, waris, hibah dan sebagainya.2 Adapun hukum
acara yang berlaku dalam lingkungan peradilan Agama adalah sama dengan hukum
acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum (Pasal 54 Undang-undang
Nomor 07 Tahun 1989).3 Berdasarkan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan
Agama, perdamaian selalu diupayakan di tiap kali persidangan, bahkan pada
sidang pertama suami istri harus hadir secara pribadi tidak boleh diwakilkan.
Untuk pertama kalinya, mediasi secara formal diatur dalam HIR pasal 130 jo RBG
pasal 154, yang secara umum mewajibkan para hakim terlebih dahulu mendamaikan
para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa. Mediasi adalah upaya
penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu 1 Ahmad Musthofa
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir : Musthofa al-Babi alHabi wa Awladuh),
Juz I, h. 973. 2 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan
Agama UU. No. 7 Tahun 1989, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), h. 327. 3
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas,
1996), h. 24. 3 pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi)
yang diterima oleh kedua belah pihak. Kemudian mediasi diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 01 tahun 2002 tentang pemberdayaan
lembaga perdamaian dalam pasal 130 HIR/154 RBG. Lalu dikeluarkan lagi Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 02 tahun 2003 tentang pemberdayaan pengadilan
tingkat pertama menerapkan lembaga damai dalam bentuk mediasi. Berdasarkan
evaluasi dan perbaikan dari mekanisme mediasi berdasarkan PERMA No. 02 tahun
2003, PERMA ini kemudian direvisi kembali pada tahun 2008, untuk memberikan
akses yang lebih besar kepada para pihak dalam rangka menemukan penyelesaian
perkara secara damai yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Dikeluarkannya
PERMA No. 01 tahun 2008 dan direvisi kembali menjadi PERMA No. 1 tahun 2016
tentang prosedur mediasi pengadilan ini telah terjadi perubahan fundamental
dalam praktik peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya berwenang dan
bertugas memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diterimanya,
tetapi juga berkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak -pihak yang
berperkara. Pengadilan yang selama ini terkesan sebagai lembaga penegakkan
hukum dan keadilan, tetapi setelah munculnya PERMA ini pengadilan juga
menampakkan diri sebagai lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihakpihak
yang bertikai.4 4 Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana
Cepat Biaya Ringan, h. 1. Artikel diakses dari www.badilag.net, tanggal 18 Agustus
2016. 4 Pengadilan Agama Kabupaten Kediri menggunakan hakim menjadi
mediatornya, karena tentu dinilai sangat mengurangi beban para pihak yang
bersengketa yaitu tidak ada biaya dalam proses mediasi. Dengan mediasi,
mediator berupaya mendamaikan para pihak yang bersengketa, sehingga para pihak
menjadi tenang dan konflik mereka dapat terselesaikan. Mediasi merupakan salah
satu syarat sebelum meneruskan perkara dalam persidangan, tanpa ada mediasi
maka perkara yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam prosedur mediasi yang
diatur oleh PERMA No.1 tahun 2016 tentang Tahapan tugas mediator, yang harus
dilakukan oleh seorang mediator agar proses mediasi dapat berjalan lancar dan
memperoleh hasil yang maksimal. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh
peneliti di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, tidak semua mediasi dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Diantaranya mediasi yang dilakukan oleh hakim
mediator yang cenderung mengakhiri pelaksanaan mediasi dengan cepat tanpa
melakukan tahapan tugas mediator secara benar, karena salah satu alasan adalah
untuk mempersingkat waktu dalam proses mediasi, supaya secepatnya diproses
dalam sidang dan cepat keluar keputusan dari hakim pengadilan. Maka hal ini
menyebabkan hakim mediator yang kurang mengaplikasikan prosedur mediasi
tersebut, yang mungkin berakibat memberikan dampak ketidak berhasilan
penyelesaian dari proses mediasi tersebut. Secara yuridis merupakan
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
mengatasi masalah yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur dalam
peraturan tersebut. Maka hakim mediator yang tidak mengaplikasikan tahapan
tugas mediator dengan baik dan benar, 5 termasuk melanggar PERMA No.1 Tahun
2016 tentang Tahapan tugas mediator yang termuat dalam pasal 14 berbunyi:
“Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling
memperkenalkan diri; Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para
Pihak; Menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil
keputusan”. Dan Keputusan Mahkamah Agung tentang Pedoman perilaku mediator
dalam proses mediasi yang berbunyi: “Mediator wajib menjelaskan kepada para
pihak pada pertemuan lengkap pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi,
pengertian kaukus dalam proses mediasi, serta peran mediator”. Secara
sosiologis merupakan alasan yang mengambarkan fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat, terutama mediasi bagi para pihak
yang berperkara, dengan mencari titik temu atau penyelesaian akhir dari
permasalahannya. Oleh karena itu, dengan adanya mediasi diharapkan akan banyak
perkara yang berakhir damai dengan dicabutnya gugatan mereka dari pengadilan
atau juga bisa mereka tetap berpisah dengan damai tidak ada perseteruan
diantara kedua belah pihak, sehingga proses peradilan tidak berlarutlarut. Akan
tetapi, fakta yang terjadi banyak sekali proses mediasi yang gagal. Dalam data
prosentase hasil mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri tahun 2016 banyak
terjadi ketidakberhasilan atau mediasi gagal, sekitar 243 lebih mediasi gagal
yaitu bulan januari-februari sekitar 64 mediasi gagal, bulan maret-april
sekitar 66 mediasi gagal, dan mei-juli sekitar 113 mediasi gagal. Sedangkan
prosentase mediasi yang berhasil sedikit sekali, yaitu sekitar 4 mediasi 6
berhasil5 . Hal tersebut membuat peneliti ingin melakukan penelitian lebih jauh
terhadap tahapan tugas mediator yang dilakukan oleh hakim mediator ketika
proses mediasi berlangsung di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, yang menjadi
salah satu pemicu dari hasil mediasi yang pertahun mayoritas adalah mediasi
gagal atau tidak berhasil. Selain itu penyebab ketidak berhasilan mediasi
adalah para pihak yang enggan melakukan mediasi dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang mediasi, sehingga terkadang tidak ada iktikad baik dari
para pihak untuk berdamai. Dengan melihat fenomena tersebut para penulis ingin
meneliti mengenai Implementasi Tahapan Mediasi Oleh Mediator Pengadilan Agama
Kelas I A Kabupaten Kediri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah dikemukakan
di latar belakang masalah, maka dapat dikonstruksi sebuah rumusan masalah yang
akan dipecahkan melalui penelitian ini antara lain adalah: 1. Bagaimana
Implementasi Tahapan Mediasi Oleh Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri?
2. Apakah Indikator Keberhasilan Mediasi Menurut Mediator Pengadilan Agama
Kabupaten Kediri? 5 Website Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, diakses pada
tanggal 10 Agustus 2016. 7 C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini
dengan harapan mampu menjawab apa yang telah dirangkum dalam rumusan masalah,
adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan Implementasi Tahapan
Mediasi Oleh Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri. 2. Untuk menjelaskan
Indikator Keberhasilan Mediasi Menurut Mediator Pengadilan Agama Kabupaten
Kediri. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini
diharapkan bisa memberikan manfaat, karena penelitian ini memberikan sumbangsih
pemikiran terhadap keilmuan, yang menyangkut Implementasi Tahapan Mediasi Oleh
Hakim Mediator Pengadilan Agama Kabupaten Kediri. Dalam penelitian ini juga
diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dengan perkembangan ilmu pengetahuan
pada umumnya. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini
digunakan sebagai tambahan informasi dan wawasan pengetahuan tentang
Implementasi Tahapan Mediasi Oleh Hakim Mediator Pengadilan Agama Kabupaten
Kediri. b. Manfaat bagi lembaga 8 Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai
bahan kepustakaan yang dijadikan sarana pengembangan wawasan keilmuan, khususnya
di jurusan AlAhwal Al-Syakhshiyyah dan juga sebagai sumbangan pemikiran bagi
akademisi dan praktisi hukum. c. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan penulis ini, maka diharapkan bisa
memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Implementasi tahapan mediasi oleh mediator Pengadilan Agama Kelas I A Kabupaten Kediri.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment