Abstract
INDONESIA:
Upacara Tebus Kembar Mayang adalah salah satu produk budaya, yang saat ini masih berlangsung, khusunya di daerah pedesaan dan pesisiran. Tebus Kembar Mayang adalah salah satu ritual upacara perkawinan dalam keluarga,yang dilaksanakan sebelum upacara perkawinan berlangsung. Dalam prosesnya, perkawinan selalu melibatkan keluarga dan masyarakat serta lembaga tertentu, sehingga perkawinan itu dinilai syah dan dapat disaksikan oleh masyarakat, secara hukum maupun adat. Pada akhirnya, dari sebuah perkawinan akan terjadi hubungan sosial antar perorangan, keluarga dan masyarakat. Ada keterikatan, dan peran masing-masing individu dalam ikatan keluarga serta hubungannya dengan masyarakat.
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitan empiris atau sosiologis, yang memfokuskan terhadap permasalahan tentang konsep pernikahan menurut tuan guru, faktor yang melatarbelakangi terjadinya Upacara Tebus Kembar Mayang dan relevansi Upacara Tebus Kembar Mayang terhadap sistem perkawinan di Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dimana sumber datanya dari data primer atau dasar dan data data sekunder berdasarkan wawancara dan dokumentasi. Kemudian pengolahan data dilakukan secara, editing, Classifying, Verifying, Analisying, Concluding.
Hasil penelitian, pertama Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat baik didasarkan pada hukum Islam atau hukum negara. Dalam hasil penelitian di Desa Purwoasri mengenai tradisi Tebus Kembar Mayang sebagai syarat keberlanjutan akad pernikahan, maka dapat diambil kesimpulan : bahwa berdasarkan interpretasi simbolik dalam upacara Tebus Kembar Mayang, dapat di maknai kegiatan budaya sebagai tradisi tersebut sarat akan tuntunan, terutama secara khusus diperuntukkan orang tua yang akan menikahkan putranya, dan juga kepada mempelai berdua. Sedangkan dalam pandangan Islam tradisi tersebut boleh, asalkan tidak berlebih-lebihan dan diposisikan sebagai unsur tawassul
ENGLISH:
Redeem Twins Mayang ceremony is one of the products of culture, which is still underway, especially in rural and coastal areas. Redeem Twins Mayang is one of the rituals of the marriage ceremony in the family, which is held before the marriage ceremony takes place. In the process, marriage always involves family and community as well as certain institutions, so that the marriage is considered legitimate and can be seen by the public, legal or customary. In the end, of a marriage will occur social relations between individuals, families and communities. No attachment, and the role of each individual in the family ties and relationship with the community.
This type of research is categorized as empirical or sociological research, which focuses on the problem of the concept of marriage according to the master teacher, the factors underlying the occurrence of twins coming of age rituals Redeem Redeem Mayang and relevance ceremony Twins Mayang the mating system in Indonesia. The approach used is qualitative approach, where the data sources of primary data or secondary data base and data based on interviews and documentation. Then the data processing is done, Editing, Classifying, Verifying, Analisying, Concluding.
The results of the study, the first marriage is a sacred part of life, because they have to pay attention to the norms and rules of living in a better society based on Islamic law or state law. In the results of research in the tradition of the village Purwoasri Redeem Twins Mayang marriage contract as a condition of sustainability, it can be concluded: that based on the interpretation of the symbolic twins Redeem ceremony Mayang, can interpret cultural activities such as traditional full of guidance, especially the parents are specifically intended who would marry his son, and also to groom both. Meanwhile, in view of the Islamic tradition may, provided it is not excessive and is positioned as an element of tawassul.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Upacara Tebus Kembar Mayang adalah salah satu
produk budaya, yang saat ini masih berlangsung, khusunya di daerah pedesaan dan
pesisiran. Tebus Kembar Mayang adalah salah satu ritual upacara perkawinan
dalam keluarga, yang dilaksanakan sebelum upacara perkawinan berlangsung.1
Perkawinan merupakan suatu akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan
seksual dengan memakai (lafazh) nikah atau tajwidj. 2 Perkawinan juga merupakan
suatu akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dengan
perempuan, saling tolong menolong serta menentukan batas hak dan kewajiban
diantara keduanya.3 1 Mistaram, Upacara Tebus Kembar Mayang Dalam Perkawinan
Masyarakat Pesisiran Suatu Interpretasi Simbolik, (Malang: Jurusan Seni dan
Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2010), hlm. 1. 2 Rahmat
Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 12 . 3
Ibid., hlm. 13. 2 Dalam Undang-undang perkawinan disebutkan perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan sejahtera berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. 4 Demikian tujuan perkawinan tidak lain adalah
membentuk sebuah keberlangsungan generasi berdasarkan norma-norma atau kaidah
yang mengaturnya. Perkawinan juga merupakan puncak peristiwa percodohan antara
seorang laki-laki dan perempuan, melalui serentetan tindakan kedua belah pihak.
Perkawinan di daerah pedesaan dan masyarakat pesisiran misalnya, masih kental
dengan hubungan kekerabatan, bersifat gotong royong dan saling membantu, baik
dalam bentuk material maupun tenaga.5 Dalam prosesnya, perkawinan selalu
melibatkan keluarga dan masyarakat serta lembaga tertentu, sehingga perkawinan
itu dinilai syah dan dapat disaksikan oleh masyarakat, secara hukum maupun
adat. Pada akhirnya, dari sebuah perkawinan akan terjadi hubungan sosial antar
perorangan, keluarga dan masyarakat. Ada keterikatan, dan peran masing-masing individu
dalam ikatan keluarga serta hubungannya dengan masyarakat.6 Perkawinan,
substansinya menimbulkan berbagai macam akibat dan melibatkan banyak sanak
keluarga, termasuk bagi suami dan istri. Sehingga, pada umumnya masyarakat
mempunyai peraturan yang kompleks dalam mengatur 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1997 tentang Perkawinan, Pasal 1 ayat (1). 5 Mistaram, Op. Cit., hlm. 2-3. 6
Ibid., hlm. 3. 3 proses pemilihan pasangan dan perkawinan. 7 Hukum Islam
sendiri mengatur masalah perkawinan secara mendetail, mulai dari cara mencari
pasangan sampai pada berlangsungnya perkawinan. Hal ini disebabkan membentuk
suatu keluarga tidaklah semudah melakukan urusan muamalah yang lain, meskipun
perkawinan merupakan suatu akad.8 Dalam tradisi jawa, terdapat upacara-upacara
yang secara khusus mengatur perkawinan. Upacara-upacara perkawinan tersebut
secara substantif memiliki makna eduktif, diproyeksikan bahwa liku-liku upacara
perkawinan dimaknai likuliku kehidupan yang akan dihadapi oleh mempelai.9 Sebab
itu, pengantin diajak untuk berdoa, prihatin, bertanggung jawab, harmoni dengan
alam dan lingkungan sosialnya, sebagai bentuk kesalehan suami istri secara
religius, adat, keluarga dan masyarakat.10 Dalam khasanah kepustakaan jawa
terdapat banyak kebiasaan-kebiasaan, simbol-simbol, nasehat-nasehat berupa
pantangan dan anjuran dalam proses perkawinan.11 Khasanah dan tradisi ini belum
banyak terungkap untuk dipahami maknanya. Sekalipun sudah mentradisi dalam
perilaku dan ucapan masyarakat. Tradisi-tradisi perkawinan itu merupakan suatu
etika dalam kehidupan manusia.12 Upacara tradisional merupakan tingkah laku
resmi yang dilakukan untuk peristiwa-peristiwa tertentu pada kegiatan teknis
sehari-hari, sekaligus 7 Goode Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma
Ganda: Terjemahan Alimandan, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm. 64. 8
Mistaram, Op. Cit., hlm. 4. 9 M. Jandra, Etika Jawa di Sektor Perkawinan,
(Jurnal Penelitian Agama, Nomor 8. Tahun III September-Desember), 1994), hlm.
2. 10 Mistaram, Op. Cit., hlm. 5. 11 Ibid., hlm. 4. 12 Etika adalah kebiasaan,
artinya sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang, dalam hal ini
suku jawa yang tersusun dari suatu sistem nilai atau norma yang diambil dari
gejala-gejala alamiah kelompok masyarakat tertentu. 4 mempunyai kaitan dengan
kepercayaan dan adat akan adanya kekuatan di luar kemampuan manusia. Dalam
tardisi masyarakat Islam santri maupun abangan misalnya bahwa perkawinan adalah
bentuk maniviestasi tentang tata cara hidup dengan cara menggunakan sarana
agama, seperti berdoa, berkurban dan kegiatan upacara ritual lainnya.13 Upacara
perkawinan yang terjadi di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten
Banyuwangi misalnya, dalam setiap rangkaian upacara perkawinan, kembar mayang
adalah salah satu property (ubo rampe) yang tidak pernah ditinggalkan. Dalam
proses pembuatannya juga melibatkan berbagai personil, dengan peran
masing-masing. Seseorang yang memimpin proses pembuatan kembar mayang haruslah
pihak yang dianggap sesepuh (yang dituakan, Mbah Rubiyo), yang mempunyai
kemampuan untuk memproses pembuatan kembar mayang serta menyerahkannya kepada
orangtua calon pengantin, dengan cara Tebus Kembar Mayang. Dalam aktivitas
tersebut terdapat hubungan sosiologis yang diatur dalam pranata-parana sosial
pada budaya masyarakat using, yang disebut dengan upacara Tebus Kembar Mayang.
14 Upacara ini seakan-akan menjadi kewajiban bagi setiap orang yang hendak
melaksanakan perkawinan, padahal semua ini hanyalah tradisi. Tetapi para
pendahulu atau sesepuh (orang yang dituakan) mengatakan ora ilok (tidak baik)
ketika ritual ini tidak dilaksanakan. Padahal mayoritas masyarakat Desa
Tegalsari, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi memuluk Islam, baik
santri maupun abangan yang dalam ajaran keagamaannya tidak disyari’atkan
melakukan 13 Mistaram, Op. Cit., hlm. 6. 14 Ibid., hlm. 7. 5 ritual tersebut.
Tetapi dalam parktiknya, ritual Tebus Kembar Mayang tetap membudaya dan menjadi
tradisi pernikahan penting di sana. Hadirnya keunikan tradisi dan ritual Tebus
Kembar Mayang serta potensi lahirnya paradoks dengan hukum agama Islam
(syar’i), menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tradisi Tebus
Kembar Mayang pada masyarakat Using Desa Tegalsari, Kecamatan Tegaldlimo,
Kabupaten Banyuwangi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan
tradisi upacara perkawinan Tebus Kembar Mayang di Desa Tegalsari, Kecamatan
Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi? 2. Bagaimanakah pandangan tokoh Islam
terhadap tradisi upacara perkawinan Tebus Kembar Mayang di Desa Tegalsari,
Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Mendeskripsikan pelaksanaan tradisi upacara perkawinan Tebus Kembar Mayang di
Desa Tegalsari, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi. 2. Menganalisis
pandangan tokoh Islam terhadap tradisi upacara perkawinan Tebus Kembar Mayang
di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi. 6 D. Manfaat
Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis a. Menambah khasanah teoritik
keilmuan tentang makna pelaksanaan tradisi upacara perkawinan Tebus Kembar
Mayang. b. Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
kekayaan keilmuan (stock of knowledge) kasus-kasus tradisi pernikahan adat
(Tebus Kembar Mayang) dan pernikahan menurut syari’at Islam. 2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para praktisi hukum, terutama
hukum syari’at Islam yang berkenaan dengan masalah tradisi dan pernikahan adat,
serta sebagai bahan pertimbangan bagi para ulama, pejabat dan tokoh masyarakat,
untuk mensikapi suatu tradisi yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai
akidah islamiyah. b. Diharapkan dapat menambah literature perpustakaan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dalam disiplin keilmuan
Syariat Islam dan ke. E. Definisi Operasional Untuk memudahkan melakukan
penelitian dan memberikan pemahaman yang sama dengan pembaca, maka peneliti
membuat defenisi operasional berkaitan dengan variabel-variabel penelitian: 7
1. Hukum Islam (Islamic Law), merupakan perintah-perintah suci dari Allah SWT
yang mengatur seluruh aspek kehidupan setiap Muslim berdasarkan alQur'an dan
as-Sunnah, 15 dan meliputi materi-materi-materi hukum secara murni serta
materi-materi spiritual keagamaan.16 Melalui penelitian sejarah empiris, Joseph
Schacht menyebut Islamic Law sebagai ringkasan dari pemikiran Islam, manifestasi
way of life Islam yang sangat khas dan bahkan sebagai inti dari Islam itu
sendiri (6).17 2. Upacara pernikahan, adalah upacara adat yang diselenggarakan
dalam rangka menyambut peristiwa pernikahan. 18 3. Tradisi perkawinan, adalah
kebiasaan yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang kepada generasi
setelahnya dan terus dijalankan hingga sekarang oleh sebagian besar
masyarakatnay, di setiap acara perkawinan.19 4. Tebus Kembar Mayang, adalah
salah satu ritual dalam upacara perkawinan dalam keluarga, yang dilaksanakan
sebelum upacara perkawinan itu berlangsung. 5. Masyarakat suku using
Banyuwangi: adalah suku penduduk asli Banyuwangi, yang secara budaya, adat,
tadisi dan bahasa berbeda dengan keumuman suku di pulau Jawa. 15 Joseph
Schacht, An Introduction to Islamic Law, Cet. II, (Oxford: Oxford University
Press, 1964), hlm. 1. 16 S.D. Goitein, The Birth-Hour of Muslim Law; an Essay
in Exegesis, dalam Jurnal The Muslim World, vol. L (Hartdford: The Hartdford
Seminary Foundation, 1960), hlm. 23. 17 Joseph Schacht, Op Cit, hlm. 1. 18 Tim
Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Gitamedia Press,
2002),hlm. 438. 19 Tim Prima Pena, Op. Cit., hlm. 645. 8 F. Penelitian
Terdahulu Pada penelitian sebelumnya, meskipun tidak identik sama ada beberapa penelitian
yang mengungkap tentang masalah tradisi perkawinan, diantaranya: 1. Tradisi
Perkawinan Adu Tumper di Kalangan Masyarakat Using, oleh Eva Zahrotul Wardah
tahun 2008, Universitas Islam Negri (UIN) Malang. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan tata cara dan simbol-simbol yang digunakan dalam
upacara adu tumper serta mendeskripsikan pandangan tokoh agama Islam terhadap
tradisi tersebut.20 2. Tradisi Perkawinan Tumplek Ponjen: Studi di Desa
Kalimukti, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, oleh Muhammad Soleh tahun
2009, Universitas Islam Negri (UIN) Malang. Penelitian tersebut mengungkap
bagaimana pelaksanaan tradisi perkawinan Tumplek Ponjen, makna simbol serta
bagaimana pandangan masyarakat Islam di Desa Kalimukti terhadap tradisi
perkawinan tersebut. 21 G. Sistematika Penulisan Agar penulisan dan pembahasan
ini terstruktur dengan baik dan dapat ditelusuri pembaca dengan mudah, maka
sistematika penulisan penelitian ini disajikan sebagai berikut: Bab I:
Merupakan pendahuluan, yang meliputi beberapa keterangan yang menjelaskan
tentang latar belakang masalah sebagai penjelasan tentang 20 Eva Zahrotul
Wardah, Tradisi Perkawinan Adu Tumper di Kalangan Masyarakat Using Banyuwangi:
Skripsi, (Malang: Fakultas Syari’ah UIN Maliki Malang, 2008). 21 Muhammad
Soleh, Tradisi Perkawinan Tumplek Ponjen: Studi di Desa Kalimukti Kecamatan
Pabedilan Kabupaten Cirebon, Skripsi, (Malang: Fakultas Syari’ah UIN Maliki
Malang, 2009). 9 timbulnya ide dan dasar pijakan penulisan ini, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional,
penelitian terdahulu dan sistematika penulisan. Bab II: Mencakup kajian pustaka
yang berisi tinjauan umum tentang pernikahan yang meliputi pengertian dan dasar
hukum pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, tujuan pernikahan, serta
pembahasan tentang pandangan Islan tentang tradisi atau adat upacara pernikahan
Tebus Kembar Mayang. Bab III: Berisi tentang metode penelitian yang bertujuan
untuk membantu penulis dalam menjalankan penelitian. Pembahasan dalam bab ini
meliputi jenis penelitian, metode penelitian, sumber data, metode pengumpulan
data, metode pambahasan dan metode analisis data. Bab IV: Mencakup pembahasan
tentang penyajian dari hasil penelitian yang meliputi latar belakang objek
penelitian, penyajian dan analisis data yang bersumber dari konsep teori yang
ada. Dalam hal ini pembahasan meliputi tradisi upacara pernikahan Tebus Kembar
Mayang dan pandangan hukum Islan, atau sebagai jawaban dari rumusan masalah
sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Bab V: Merupakan bab terakhir
atau penutup dari penyusunan penelitian, yang berisi tentang kesimpulan dan
saran dari hasil pembahasan ini.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment