Abstract
INDONESIA:
Pada umumnya manusia lahir dalam keadaan normal jenis kelaminnya. Sebagai pria yang mempunyai kelamin satu berupa zakar (penis) atau mempunyai farji bagi perempuan yang normal sesuai dengan organ kelamin dalam. Kebanyakan individu memiliki identitas gender yang sesuai dengan identifikasi jenis kelamin fisiologis tetapi ada beberapa pengecualian. Apabila terdapat ketidakcocokan antara identifikasi jenis kelamin fisiologis individu dengan identitas gendernya, maka individu tersebut didiagnosis sebagai orang yang mengalami gangguan identitas gender atau sering disebut dengan istilah transseksual.
Kajian ini difokuskan pada status kewarisan bagi pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin dalam perspektif ushul fiqih, yang mana dari kajian tersebut menimbulkan pertanyaan: 1. Manhaj apa yang digunakan dalam mengistimbatkan hal di atas? 2. Bagaimana proses istimbat hukumnya? 3. Bagaimana kesimpulan hukumnya atau hasil istimbat tersebut? Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status kewarisan bagi pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin dalam perspektif ushul fiqih yang dapat diketahui melalui proses penggunaan manhaj, proses istimbat hukum yang mana akan menghasilkan sebuah kesimpulan atau hasil dari istimbat tersebut.
Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian normatif-yuridis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif, Metode analisis yang dipakai penulis adalah deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau kalimat, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Dapat disimpulkan bahwa status kewarisan bagi pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin dalam perspektif ushul fiqih ialah disesuaikan kepada jenis kelamin semula sebelum dioperasi yang mana dalam hal ini menggunakan manhaj isthishab.
ENGLISH:
Generally, human being is born under normal circumstances gender. As men who have sex one form of penis (penis) or having a normal vagina for women according to the sex organs. Most people have a gender identity that corresponds to the identification of physiological sex but there are some exceptions. If there is a mismatch between individual physiological gender identification with gender identity, then the individual is diagnosed as people who have gender identity disorder, or often referred to as transsexuals.
This study focused on heritage status for transsexual person who operated sex change in usul fiqh perspective, the question of the study: 1. What is Manhaj used to istimbat issues above? 2. How is the legal istimbat process? 3. How is the legal conclusion or the results of the istimbat? From formulation of the problem above, the aim of this study was to determine the inheritance status for transsexual person who operated sex change in usul fiqh perspective that can be known through the use of manhaj, istimbat legal process which will result in a conclusion or outcome of the istimbat.
This study classified as the types of normative-juridical research. The research approach used is a qualitative approach, analytical method used is descriptive qualitative research, the analysis describes the state or status of a phenomenon with words or sentences then are split up by category for the conclusion.
It can be concluded that the inheritance status for offenders who operated transsexual sex change in perspective usul fiqh is adjusted to the original sex before surgery, in this case using the methodology of isthishab.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada umumnya manusia lahir dalam keadaan normal
jenis kelaminnya. Sebagai pria yang mempunyai kelamin satu berupa zakar (penis)
atau mempunyai farji bagi perempuan yang normal sesuai dengan organ kelamin
dalam.1 Kebanyakan individu memiliki identitas gender yang sesuai dengan
identifikasi jenis kelamin fisiologis tetapi ada beberapa pengecualian.
Misalnya, seorang individu mungkin memiliki penis, memiliki semua ciri khas
jenis kelamin sekunder pria (misalnya suara tinggi dan berkumis) dan bertingkah
laku seperti 1 Muhammad Yusuf, Kematian Medis, (Yogyakarta: Penerbit Teras,
2009), h. 244. 2 pria pada umumnya, akan tetapi dia merasa bahwa sesungguhnya
dia adalah seorang wanita. Apabila terdapat ketidakcocokan antara identifikasi
jenis kelamin fisiologis individu dengan identitas gendernya, maka individu
tersebut didiagnosis sebagai orang yang mengalami gangguan identitas gender
atau sering disebut dengan istilah transseksual.2 Diagnnosis gangguan identitas
gender (transseksual) diberikan baik pada anak-anak maupun orang dewasa yang
mempersepsikan diri mereka secara psikologis sebagai anggota dari gender yang
berlawanan dan yang secara terus menerus menunjukkan ketidaknyamanan terhadap
anatomi gender mereka. Walaupun angka keseluruhan identitas gender tidak
diketahui, gangguan ini diyakini muncul sekitar lima kali lebih banyak pada
pria daripada wanita. Gangguan ini memiliki pola-pola yang berbeda. Bisa
berakhir atau berkurang pada masa remaja, ketika anak dapat lebih menerima
identitas gender mereka. Bisa juga bertahan selama masa remaja atau dewasa dan menyebabkan
identitas transeksual. Anak tersebut bisa juga mengembangkan orientasi gay atau
lesbian pada saat remaja.3 Berdasarkan dalil al Qur`an firman Allah SWT surat
an Nisa’ayat 119: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh 2 Yustinus
Semiun, OFM, Kesehatan Mental 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 81. 3 Jeffrey
S. Nevid, Spencer A. Rathus, Psikologi Abnormal, Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,
2005), h. 74. 3 mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka
benarbenar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka merobahnya". Barang siapa yang menjadikan setan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”4
(QS. an Nisa‟: 119) Dalam surat an Nisa’ ayat 119 menunjukkan upaya syaitan
mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat. Dalam hadis yang
diriwayat oleh Ibnu Abbas RA bahwa ”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki
yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.”
Kebanyakan masyarakat memandang seorang yang terkait kasus trasseksual memiliki
pandangan negative, karena mereka menganggap bahwa seorang transseksual itu
telah mengubah kodrat yang diberikan Tuhan sejak lahir dan itu merupakan
larangan agama. Hal ini sangat dilarang dan sangat bertentangan didalam agama
Islam, apalagi sampai mengubah atau mengoperasi alat kelamin. Hukum operasi
kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya,
karena dalam dunia kedokteran modern telah dikenal beberapa jenis bentuk
operasi kelamin.5 4 QS. an Nisa’ (4): 119. 5 Juwilda, “Transgender ‘Manusia dan
Kesetaraanya’ “, Makalah, disajikan dalam bentuk PDF, (Indralaya: Universitas
Sriwijaya, 2010), h. 6. 4 Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan
masyarakat, operasi penggantian jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah
hukum bagi subjek yang melakukan operasi itu sendiri. Masalah hukum yang paling
umum timbul atau dipermasalahkan adalah mengenai hukum waris. Pada dasarnya
didalam Al Qur’an surat an Nisa’ ayat 11 sudah dijelaskan tentang perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan dalam masalah pembagian harta waris yaitu
2:1, yang mana laki-laki memperolah bagian lebih besar dibandingkan perempuan.
Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara
langsung akan mempengaruhi kedudukkannya dalam pembagian harta warisan
tersebut, terutama jika orang yang bersangkutan adalah seorang muslim, karena
biasanya tidak dapat ditentukan apakah subjek yang bersangkutan berhak untuk
memperoleh bagian warisan seperti pria atau seperti wanita. Seperti halnya
artis Dorce Gamalama yang telah melakukan operasi mengganti kelamin di
Singapore merupakan figur yang berani yang telah melakukanya karena mengikuti
hati nuraninya, dan masih banyak lagi sekelompok orang yang melakukan hal yang
sama yang telah dilakukan oleh Dorce Gamalama. Selain itu ada lagi Julie
Peters, seorang politisi Australia yang terlahir sebagai laki-laki tapi merasa
identitas gendernya adalah perempuan. Pada usia 40 tahun Julie memutuskan
menjalani operasi ganti kelamin.6 Bahwasanya, oprasi modern mengubah jenis
kelamin pertama kali dilakukan oleh Christine Jorgensen pada tahun 1952. Sejak
itu banyak oprasi yang serupa telah dilakukan, 6
http://www.anneahira.com/gender.htm. diakses pada taggal 10 Februari 2014. 5
oprasi tersebut dapat efektif dalam membuat orang-orang yang kelihatanya
seperti orang-orang dari jenis kelamin berlawanan.7 Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka peneliti melakukan kajian tentang waris yang diberi judul
Status Kewarisan Bagi Pelaku Transseksual yang Mengoperasi Ganti Kelamin dalam
Perspektif Ushul Fiqih B. Batasan Penelitian Agar tidak melebar pembahasanya
kemana-mana, maka disini peneliti akan memberikan batasan masalah. Beberapa
hukum baru muncul dalam pelaku transeksual, akan tetapi disini peneliti hanya
membahas dan berijtihad mengenai kewarisan bagi para pelaku transeksual yang
disini peneliti membatasi masalahnya khusus bagi orang yang memang sengaja
melakukan oprasi pergantian kelaminnya yang semula sudah normal dan jelas jenis
kelaminnya, seperti halnya seorang laki-laki yang sudah jelas dan normal jenis
kelaminnya dioprasi menjadi perempuan hanya demi kepuasan pribadi, atau
sebaliknya yang dilihat dari perspektif ushul fiqih C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah status kewarisan bagi pelaku transseksual yang mengoperasi
ganti kelaminnya dalam perspektif ushul fiqih? Dari rumusan masalah tersebut
menimbulkan pertanyaan : 1. Manhaj apa yang digunakan dalam mengistimbatkan hal
di atas? 7 Yustinus, Kesehatan Mental 2, h. 85. 6 2. Bagaimana proses istimbat
hukumnya? 3. Bagaimana kesimpulan hukumnya atau hasil istimbat tersebut? D.
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui status kewarisan bagi pelaku transseksual yang
mengoperasi kelaminnya dalam perspektif ushul fiqih yang dapat diketahui melalui
proses penggunaan manhaj, proses istimbat hukum yang mana akan menghasilkan
sebuah kesimpulan atau hasil dari istimbat tersebut. E. Manfaat Penelitian 1.
Secara teoritis dapat menambah khazanah pemikiran tentang kewarisan khususya
dalam hal status waris terhadap pelaku transseksual serta dapat dijadikan bahan
refrensi bagi penelitian yang sejenis dimasa yang akan datang. 2. Secara
praktis memberikan pemahaman lebih mendalam kepada aparat penegak hukum dalam
lingkungan lembaga pendidikan agama khususnya hakim, yaitu sebagai sumbangan
pemikiran dalam hal status kewarisan bagi pelaku trasseksual yang mengoperasi
kelaminnya dalam perspektif ushul fiqih. F. Definisi Konseptual dan Oprasional
1. Definisi Konseptual Transeksual Transseksual ialah suatu kelainan psikis
seseorang yang selalu merasa tidak sesuai benar dengan jenis kelaminnya.
Transseksual biasanya berkembang pada usia awal dewasa. Kelainan ini lebih umum
muncul pada lelaki. Keadaan ini 7 seringkali merupakan akibat buruknya hubungan
antara orang tua dan anak, dan dapat muncul setelah anak merasa senang
mengenakan pakaian lawan jenisnya. Tidak seperti lelaki homoseksual yang
keperempuan-keperempuan atau perempuan lesbian yang kelaki-lakian yang tidak
merasa ingin mengubah kelamin anatomisnya, seorang transseksual ingin hidup
sebagai anggota lain jenis. Seringkali ia berusaha keras mencari pengobatan
dengan pembedahan atau penggunaan hormon untuk mengubah seksnya secara fisik.
Diantara unsur-unsur yang berkaitan dengan transseksual adalah gangguan kepribadian,
penggunaan alkohol atau obat narkotik, kecemasan, depresi dan masalah
pekerjaan, dorongan seks sering tidak terlalu tinggi, walaupun beberapa orang
transseksual adalah homoseksual aktif.8 Sedangkan menurut kamus istilah
kedokteran, transeksual ialah gangguan identitas jenis kelamin dimana penderita
yang terkena mempunyai keinginan untuk mengubah anatomi jenis kelaminnya,
berdasarkan keyakinan yang menetap bahwa mereka adalah anggota jenis kelamin
yang berlawanan; orang seperti itu sering mencari terapi hormonal dan bedah
supaya anatominya sesuai dengan keyakinan jenis kelamin yang dipercayanya.9 2.
Definisi Konseptual Hukum Islam Hukum Islam ialah koleksi daya upaya para ahli
hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazanah ilmu
hukum Islam di Indonesia, istilah hukum adalah seperangkat peraturan tentang
tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat
yang 8 T. Hermayu, Ensiklopedi Kesehatan, (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka,
1992), h. 531. 9 Difa danis, kamus istilah kedokteran, (gita press), h. 635. 8
berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum disandarkan
kepada kata Islam. Jadi, dapat dipahami bahwa hukum Islam ialah peraturan yang
dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan Sunah Rasul tentang tingkah laku
mukallaf (orang yang sudah dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku
mengikat bagi semua pemeluk agama Islam.10 3. Definisi Oprasoinal Laki-laki dan
Perempuan Definisi laki-laki menurut nash ialah seseorang yang mengeluarkan air
kencingnya melalui dzakarnya, sedangkan definisi laki-laki dalam ilmu
pengetahuan ialah orang (manusia) yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai
jakun dan adakalanya berkumis11 Definisi perempuan menurut nash ialah seseorang
yang mengeluarkan air kencingnya melalui vaginanya, sedangkan definisi
perempuan dalam ilmu pengetahuan ialah orang (manusia) yang dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak, dan menyusui. 12 Untuk membedakan antara laki-laki
dengan perempuan ialah bahwasanya laki-laki jenis kromosomnya adalah X dan Y,
sedangkan perempuan memiliki jenis kromosomnya adalah X. 4. Definisi Oprasional
Operasi Ganti Kelamin Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi
pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau
sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan
dengan 10 Zainuddin Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 3. 11
Kamus Besar Indonisia. 12 Kamus Besar Indonisia. 9 memotong dzakar dan testis,
kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang
pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong
payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital
laki-laki (dzakar). Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan
terapi hormonal..13 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Bila dilihat dari
tema transseksual yang diangkat, yang sumbernya berasal dari buku-buku tentang
transseksual dan karya ilmiah lainya maka penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian yuridis-normatif. Dalam penelitian hukum jenis ini, hukum acapkali
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis sebagai peraturan perundang-undangan (law
in books) atau sebagai kaidah yang merupakan patokan perilaku manusia yang
dianggap pantas, juga merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder. 14 Oleh karena itu, dalam penelitian ini bahan pustaka
merupakan data dasar untuk melakukan penelitian. Bahan pustaka tersebut
meliputi al Qur’an, buku-buku yang berkaitan dengan masalah transseksual,
masail fiqhiyah, buku tentang waris, ushul fiqh, ensiklopedi, dan kamus
kedokteran. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah cara pandang keilmuan yang digunakan untuk memahami data.
Jika dilihat dari latar belakang 13 M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah
Al-Thibbiyah, h. 199. 14 Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam
dan Pranata Sosial, (Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 118. 10
masalah di atas, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif15, karena data yang dibutuhkan atau yang
dipakai berupa sebaran-sebaran informasi tentang transseksual, dampak
transseksual, terapi transseksual dan lain sebagainya. 3. Jenis Data Pada
penelitian hukum normatif yang mana penelitian ini bersifat bibliographhic,
yaitu penelitian yang memfokuskan pada pada gagasan yang terkandung dalam teori
hanya mengenal data sekunder saja, jenis data pada penelitian ini adalah bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. a. Bahan Hukum
Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan menjadi bahan utama dalam
membahas suatu permasalahan. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri
dari al-Qur’an, al-hadis. b. Bahan Hukum Sekunder ialah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, atau bahan pustaka yang
mengacu atau mengutip bahan hukum primer. Adapun yang berkaitan dengan
data-data tersebut yaitu berupa buku-buku literature yang berkaitan dengan
pembahasan, seperti : S. Nevid, Jeffrey dan Spencer A. Rathus: Psikologi
Abnormal. Jilid 2., Muhammad Yusuf: Kematian Medis (Mercy Killing), C. Davison,
Gerald dan John M. Neale: Psikologi Abnormal. Edisi Ke 9, Juwilda: Transgender
Manusia dan Kesetaraanya. 15 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
h. 23. 11 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan
hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa ensiklopedia,
kamus kedokteran, dan kamus kesehatan.16 4. Metode Pengumpulan Data Dikarenakan
penelitian ini berupa penelitian kepustakaan yang bersifat bibliographhich17,
yang mana penelitian kepustakaan merupakan penelitian hukum normatif sehingga
data yang di gunakan adalah data sekunder,18 maka langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam teknik pengumpulan data adalah: mencari dan menemukan data-data
yang berkaitan dengan pokok permasalahan seputar transseksual, membaca dan
meneliti data-data yang didapat untuk memperoleh data yang lengkap sekaligus
terjamin dan mencatat data secara sistematis dan konsisten. Dalam hal ini
peneliti menggunakan bahan literarature yang berupa buku, karya ilmiah, dan
lain sebagainya untuk dijadikan bahan rujukan yang berkaitan dengan masalah
trasseksual dan seputar waris, khususnya dalam hal status kewarisannya. 5.
Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data menjelaskan prosedur pengolahan
dan analisis data sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Pengolahan data
biasanya dilakukan melalui tahap-tahap: 16 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada), h. 13 17 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 23. 18Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi
Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 11. 12 a.
Pemeriksaan data (editing) Editing merupakan proses penelitian kembali terhadap
catatan, berkas berkas, informasi dikumpulkan oleh pencari data.19 Dalam hal
ini peneliti menganalisis kembali hasil penelitian yang didapatkan seperti
informasi yang diperoleh dari buku-buku yang menjelaskan tentang trasseksual,
buku-buku yang menjelaskan masalah kewarisan. Proses editing diharapkan mampu
meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis, karena bila data
yang dihasilkan berkualitas, maka informasi yang dibawapun juga ikut
berkualitas. b. Klasifikasi Pada penelitian ini, setelah proses pemeriksaan atas
data-data yang diambil dari buku-buku selesai, kemudian data-data tersebut
dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori kebutuhan akan data-data penelitian
dimaksud, dengan tujuan agar lebih mudah dalam melakukan pembacaan dan
penelaahan. Disini peneliti menelaah kembali data yang dihasilkan seputar
masalah transsekaual kemudian mengklasifikasikan sesuai dengan data yang
diperlukan. c. Pengelompokan Data Setelah diklasifikasikan, langkah yang
kemudian dilakukan adalah verifiikasi (pemeriksaan) data yaitu mengecek kembali
dari data-data yang sudah 19 Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 45. 13 terkumpul untuk
mengetahui keabsahan datanya apakah benar-benar sudah valid dan sesuai dengan
yang diharapkan oleh peneliti. d. Analisis Data Langkah selanjutnya adalah
menganalisis data yang sudah terkumpul kemudian mengkaitkan antara data yang
sudah terkumpul dari proses pengumpulan data yang mana sumber datanya berasal
dari buku-buku, Ensiklopedi, kamus, Qur’an, hadis, dan lain sebagainya untuk
memperoleh hasil yang lebih efisien dan sempurna sesuai dengan yang peneliti
harapkan. Metode analisis yang dipakai penulis adalah deskriptif kualitatif,
yaitu analisis yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata
atau kalimat, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh
kesimpulan.20 Atau bisa juga disebut dengan teknik analisis data. Adapun teknik
analisis dalam penelitian ini adalah dengan cara menguraikan tentang hukum dan
status kewarisan bagi pelaku trasseksual dalam perspektif ushul fiqih e.
Pembuatan Kesimpulan Setelah proses analisa data selesai, maka dilakukan
kesimpulan dari analisis data untuk menyempurnakan penelitian tersebut, dengan
tujuan untuk mendapatkan suatu jawaban dari hasil penelitian yang dilakukan. H.
Penelitian Terdahulu Judul yang peneliti angkat pada penelitian ini,’’Status
Kewarisan Bagi Pelaku Transseksual yang Mengoperasi Ganti Kelamin dalam
Perspektif 20 LKP2M, Research Book For Lkp2m (Malang: Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang, 2005), h. 60. 14 Ushul Fiqih” sesungguhnya mengandung variabel
yang menarik untuk ditelaah apakah tema atau topik yang sama sudah pernah
diteliti sebelumnya apa belum. Dari hasil pencarian ini, memang tidak ditemukan
topik yang sama dengan topik yang peneliti angkat. Namun ada beberapa judul
skripsi yang memiliki tema yang tidak jauh berbeda ketika kita melihat pada
variabel di atas, yakni seputar hukum waris. Berikut peneliti paparkan hasil
penelitian yang berkorelasi dengan judul diatas: Tertulis dalam kesimpulan
penelitian oleh Sa’id al-Falahi (2009) dengan judul “Pewarisan Transplant Organ
Tubuh Dalam Perspektif Hukum Islam”. Penelitian ini memaparkan bahwa pada
penelitian masalah pewarisan transplant organ tubuh tidak didapati dalil yang
sharih dan ijma’sahabat pun juga tidak didapati, sehingga dalam pembahasan ini
kemudian digunakan manhaj qiyas. Setelah ditemukan kesamaan „illat, maka
transpalant organ tubuh dapat dikategorikan sebagai tirkah.21 Choirul Anam
(2010) memberi kesimpulan dalam penelitianya yang diberi judul “Kewarisan Anak
Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum Terhadap Kewarisan Anaknya, Kajian
Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif”. Penelitian ini memaparkan bahwa anak
yang lahir melalui rahim wanita lain (ibu pengganti) yang bukan ovumnya jika
ditinjau dari konsep Islam, maka anak tersebut adalah milik ibu yang
melahirkan, masalah kenasaban anak tersebut dinasabkan kepada ibu yang
mengandung dan melahirkannya, begitu juga dalam hal kewarisannya, anak tersebut
bisa mewarisi dari ibu yang melahirkannya dan 21 Sa’id al-Farahi, Pewarisan
Transplant Organ Tubuh Dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi, (Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim, 2010). 15 keduanya bisa saling mewarisi. Sedangkan dalam
hukum positif hubungan darah antara anak hasil inseminasi buatan melalui titip
rahim dengan perempuan yang melahirkan terputus, dan masalah kewarisannya
beralih kepada orang yang mempunyai sperma dan sel telur. Hal ini tidak lepas
dari perjanjian yang telah disepakati dari kedua belah pihak.22 Dari dua
penelitian di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang.
Penelitian yang pertama memaparkan tentang pewarisan bagi pelaku transplant
organ tubuh yang dalam hal pewarisannya dikategorikan sebagai tirkah menurut
manhaj qiyas. Penelitian yang kedua memaparkan bahwa anak yang lahir melalui
rahim wanita lain yang bukan ovumnya jika ditinjau dari konsep Islam status
kenasabannya diikutkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkan, serta dalam
hal kewarisan anak tersebut bisa mewarisi dari ibu yang melahirkan. Sedangkan
dalam konsep hukum positif hubungan anak tersebut putus dari ibu yang
melahirkannya, dan masalah kewarisan beralih kepada orang yang mempunyai sperma
dan sel telur. Adapun dalam penelitian sekarang ini belum dibahas oleh
penelitian sebelumnya, yakni masalah status kewarisan bagi pelaku transseksual
yang mengoperasi ganti kelaminnya dalam perspektif ushul fiqih. Akan tetapi
mempunyai titik permasalahan yang sama yakni dalam hal masalah pewarisannya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti lebih dalam lagi
terkait maraknya masyarakat yang sekarang ini melakukan transseksual yang
dilihat dari sisi pembagian warisnya dalam perspktif ushul fiqih. 22 Choirul
Anam, Kewarisan Anak Hasil Inseminasi Buatan Dan Akibat Hukum Terhadap
Kewarisan Anaknya, Kajian Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif, Skripsi,
(Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010). 16 I. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini diorganisasi dalam lima bab. Bab-bab tersebut
memiliki tekanan masing-masing sebagaimana diuraikan sebagai berikut. Bab I
merupakan pendahuluan. Bab ini memuat beberapa elemen dasar penelitian ini,
antara lain latar belakang yang memberikan landasan berpikir pentingnya
penelitian ini, permasalahan yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian
yang dirangkaikan dengan manfaat penelitian, penelitian terdahulu yang
menunjukan berbagai penelitian tentang transseksual dan sistematika laporan
penelitian. Dengan mencermati bab ini, gambaran dasar dan alur penelitian akan
dapat dipahami dengan jelas. Disertai dengan metode penelitian yang merupakan
suatu langkah umum penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis dan sebagai
inti dari skripsi. Bab II, pada bab ini untuk memperoleh hasil yang memuaskan,
peneliti memasukan kajian teori sebagai salah satu perbandingan dalam
penelitian ini. Dari kajian teori diharapkan memberikan gambaran atau
merumuskan suatu permasalahan yang ditemukan dalam objek penelitian yang
digunakan dalam proses analisis. Bagian pertama pada bab ini mengulas masalah
transseksual. Pembahasan ini mengarah kepada pengertian transseksual,
macam-macam transseksual, sejarah, proses dan sebagainya. Kemudian juga
menjelaskan tentang manhaj apa yang nanti digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian, bahasan berikutnya adalah tentang pengertian seputar pengertian
waris, dan masalah perbandingan pembagian waris bagi laki-laki dan perempuan,
kemudian menjelaskan tentang manhaj apa yang akan digunakan untuk 17
mengistimbathkan hukus status kewarisanya. Bertolak dari data yang diperoleh
dan diolah pada bab-bab sebelumnya, maka pada Bab III ini akan dijelaskan
mengenai manhaj apa yang digunakan untuk mengetahui istimbat hukum waris bagi
pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin. Bertolak dari data yang diperoleh
dan diolah pada bab-bab sebelumnya, maka pada Bab IV kali ini membahas tentang
proses dalam istimbat waris bagi pelaku transseksual yang mengoperasi ganti
kelamin. Terakhir, Bab V adalah Penutup. Bab ini merupakan bagian yang memuat
dua hal dasar, yakni kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat
tentang jawaban atas permasalahan yang disajikan dalam bentuk poin-poin
tertentu. Adapun bagian saran merupakan kritikan yang membangun bagi peneliti
agar kedepannya lebih baik lagi dan demi kesempurnaan penelitian tersebut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Status kewarisan bagi pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin perspektif Ushul Fiqih." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment