Abstract
INDONESIA:
Ketika peraturan perundang-undangan menimbulkan ketidakadilan, maka hakim wajib berpihak kepada keadilan dengan mengenyampingkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dalam asas hukum tindakan pengenyampingan terhadap perundang-undangan biasa disebut dengan contra legem. Masalah pembagian harta bersama merupakan masalah yang rumit dalam pembagiannya, namun dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 97 telah memberikan patokan yang pasti dalam pembagiannya yakni 50:50, namun apakah dengan pembagian tersebut dapat memberi rasa adil bagi pihak yang berperkara. Atau bahkan patokan tersebut menjadi salah satu kerugian bagi salah satu pihak.
Jenis penelitian ini masuk dalam kategori penelitian hukum normatif. Dirumuskan sesuai dengan jenis penelitian, rumusan masalah dan tujuan penelitian, menjelaskan urgensi penggunaan jenis pendekatan dalam menguji dan menganalisis data penelitian. Dengan melakukan pendekatan melalui undang-undang serta menelaah semua perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang diteliti.
Pembagian 1/3 untuk penggugat dan 2/3 untuk tergugat dalam surat putusan No: 0521/Pdt.G/2013/PA.Mr merupakan bukti riil pelaksanaan ius contra legem terhadap pasal 97 KHI, dan bisa kita fahami bahwasanya ius contra legem merupakan salah satu usaha dalam proses penemuan hukum. Penemuan hukum ini dilakukan dalam rangka tugas dan kewenangan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang dihadapkan kepadanya secara adil.
Dapat disimpulkan bahwa putusan hakim dalam perkara No.0521/Pdt.G/2013/PA.Mr sudah benar dan telah memenuhi rasa keadilan, berdasarkan fakta bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan lebih banyak dari hasil kontribusi Tergugat, menunjukkan bahwa peranan tergugat lebih besar menggantikan peranan suami, sehingga adil apabila pembagian harta bersama ditetapkan mendapat bagian 2/3 dari harta bersama bagi tergugat, dan penggugat mendapat bagian 1/3 dari harta bersama.
ENGLISH:
When legislation give rise to injustice, then the judge is obligated to favors to justice with a throw over the law or regulations. In principle, the legal action against waiver legislation commonly referred to with the contra legem. The issue of Division of property together is a complicated issue in the Division, but in KHI (compilation of Islamic law) Article 97 has given a definite benchmark in its partition the 50:50, but whether the Division can provide with a sense of fair for party litigants. Or even the benchmark became one of harm to either party.
This type of research fall into the category of legal normative research. Formulated according to the type of research, formulation of the problem and research objectives, explain the urgency of the use of this type of approach in testing and analyzing study data. By doing approach through legislation as well as reviewing all legislation pertaining to legal issues that are being examined.
Division 1/3 to 2/3 of the plaintiff and the defendants is testament to the real implementation of the contra legem against article 97 KHI, and we can understand that the contra legem is one of the efforts in the process of legal discovery. The discovery of these laws is carried out in the framework of duties and authority of the judge in examining and break things that confronted him in a fair manner.
It can be concluded that the verdict of the judge in the case No. 0521/Pdt. G/2013/PA. Mr. are correct and have met the sense of Justice, based on the fact that property acquired during the marriage is more than the result of the contribution of the Defendants, pointed out that the role of the defendant husband role replaces the larger, so that the Division of property if the fair along set got part 2/3 of the treasure together for defendants, and plaintiff has part 1/3 of the treasure together. Although it is not in accordance with that set forth in KHI because the purpose of the law is justice.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Perkara harta bersama atau gono-gini adalah perkara yang peka dan banyak
menimbulkan sengketa di antara pihak suami dan istri yang sudah bercerai, yang
secara hukum merupakan pihak yang berhak menerima bagian harta gono-gini.
Sedangkan keinginan masing-masing pihak biasanya bertolak dengan apa yang ada
dalam hukum pembagian harta gono-gini yang telah ada. 2 Dalam Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 dijelaskan mengenai pembagian harta bersama di dalam pasal
35 disebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama dan harta bawaan masingmasing adalah dibawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dan lebih lanjut lagi di dalam
pasal 36 dijelaskan bahwa harta bersama suami dan istri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak, dan pasal 37 menjelaskan bahwa ketika perkawinan
putus karena perceraian maka harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing.1 Kemudian di dalam KHI mengenai pembagian harta bersama diatur
di dalam pasal 88, 87, dan 97. Pasal 88 menyatakan bahwa suami dan istri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta
masing-masing, serta pasal 97 yang menerangkan bahwa ketika terjadi perceraian
selama tidak ditentukan di dalam perjanjian perkawinan maka masing-masing pihak
berhak seperdua atas harta bersama.2 Dalam faktanya sengketa mengenai pembagian
harta bersama dalam perkawinan, sering menimbulkan konflik di antara pihak yang
bersangkutan walaupun sudah ditentukan dalam Undang-Undang. Undang-undang yang
mampu memberikan rasa keadilan tentunya adalah sebuah harapan bagi terciptanya
hukum yang mampu memberikan rasa adil bagi para pihak yang berperkara. Namun
banyak fakta yang sudah terjadi bahwa undang-undang tertulis tidak selamanya
memberikan rasa adil bagi para pihak yang berperkara. Maka sudah 1 Lembar
Negara No: 1 Tahun 1974. 2 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan, Liberti (Yogyakarta: 2004), h.99. 3 menjadi tugas hakim untuk
menyelesaikan setiap konflik yang dihadapkan kepadanya. Kewenangan yang telah
diberikan undang-undang kepada hakim menjadi sebuah tuntutan bagi hakim untuk
menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara secara profesional, bersih,
arif, bijaksana serta menguasai dengan baik teori-teori dalam ilmu hukum.
Ketika peraturan perundang-undangan menimbulkan ketidakadilan, maka hakim wajib
berpihak kepada keadilan dengan mengenyampingkan hukum atau peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dalam asas hukum tindakan
pengenyampingan terhadap perundang-undangan biasa disebut dengan ius contra
legem. Menurut William zefenberg: ius contra legem adalah tidak hanya
bertentangan dengan hukum yang ada akan tetapi juga bertentangan dengan makna
atau nilai yang terkandung dalam undang-undang tersebut, bahkan juga
bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh pimpinan masyarakat.3 Tahun
1850 merupakan awal munculnya asas penemuan hukum yang mandiri (otonom). Dalam
teori penemuan hukum otonom, hakim disini tidak lagi dipandang sebagai corong
undang-undang, tetapi sebagai pembentuk undang-undang yang secara mandiri
memberi bentuk kepada isi Undang-Undang dan menyesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan hukum. Hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh
pandangan-pandangan atau pikirannya sendiri atau menurut apresiasi pribadi.
Teori ini dipelopori oleh Oskar Bullow dan Eugen Ehrlich di Jerman, Francois 3
Soejono K, Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Hukum, (UNDIP: 1979), h.60. 4
Geny di Prancis, Oliver Wendel Holmes dan Jerome Frank di Amerika Serikat,
Serta Paul Scholten di Belanda.4 Dalam Risalatul Qodla, dikisahkan Khalifah
Umar bin Khatab yang memerintahkan kepada Abdullah bin Qais pada saat menjadi
Hakim: “apabila suatu kasus belum jelas hukumnya dalam Al-Qur’an dan Hadis,
Maka putuslah dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,
serta menganalogikan dengan kasus-kasus lain yang telah diputus.”5 Dari hal
tersebut dapat dipahami bahwa hakim mempunyai kedudukan yang penting dalam
suatu sistem hukum, begitu pula dalam sistem hukum di Indonesia, karena hakim
melakukan fungsi yang pada hakikatnya melengkapi ketentuan-ketentuan hukum tertulis
melalui penemuan hukum yang berawal dari penyimpangan terhadap undang-undang
hukum yang tertulis (ius contra legem) yang kemudian mengarah kepada penciptaan
hukum baru (creation of new law). Namun dalam pemahamannya penemuan hukum
tersebut harus diartikan mengisi kekosongan (recht vacuum) dan mencegah tidak
ditanganinya suatu perkara dengan alasan hukumnya tidak tertera dalam
undang-undang atau tidak jelas bahkan tidak ada dalam undang-undang.6 Di
Pengadilan Agama Mojokerto misalnya, ada perkara harta bersama yang
diselesaikan dengan mengenyampingkan undang-undang (ius contra legem). 4
Sudikno Merto Kusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti (Bandung: 1993), h. 12. 5 Parwoto Wignjosumarto, Peran Hakim Agung Dalam
Penemuan Hukum dan Penciptaan Hukum Pada Era Reformasi Dan Transformasi, Ikahi
(Jakarta: 2006), h.68. 6 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-Konsep Hukum Dalam
Pembanguna, Alumni (Bandung: 2002), h. 99. 5 Berdasarkan keterangan hakim yang
memutus perkara tersebut, bahwa perkara gugatan harta bersama yang masuk di
pengadilan agama Mojokerto rata-rata diputus dengan menerapkan asas ius contra
legem. Adapun sebab penggunaan asas tersebut diantaranya adalah melihat kepada
keadilan, dengan cara membagi harta bersama secara obyektif dan proporsional.
Walaupun di dalam KHI sudah memiliki patokan yang pasti yakni 50:50. Memang
masalah pembagian harta gono-gini merupakan masalah yang rumit, apalagi
undang-undang di dalam KHI sudah memberikan patokan yang pasti yakni 50:50,
namun apakah dengan pembagian yang seperti itu dapat memberi rasa adil bagi
pihak yang berperkara. Atau bahkan patokan tersebut menjadi salah satu kerugian
bagi salah satu pihak, apalagi jika salah satu pihak sedikit dalam memberikan
kontribusi atas diperolehnya harta selama perkawinan berlangsung. Dan menjadi
kesulitan tersendiri bagi hakim ketika permasalahan ini harus mengenyampingkan
undang-undang dalam pembagiannya, terutama untuk mengindentifikasi latar
belakang diperolehnya harta tersebut, sehingga tidak sedikit perkara harta
bersama yang masuk diputus dengan ius contra legem oleh majelis hakim atau
diputus dengan mengenyampingkan patokan yang ditentukan oleh undang-undang
tertulis. Dari sinilah mengenai keputusan Hakim pada kasus pembagian harta
bersama menjadi sebuah pertanyaan, mengapa hakim melakukan ius contra legem
dalam pembagian harta bersama. Oleh karena itu , ius contra legem hakim dalam
pembagian harta bersama, perlu untuk diteliti lebih jauh, apakah metode 6 yang
digunakan dalam keputusan tersebut dapat memberikan keadilan pada pihak yang
berperkara dalam konflik pembagian harta bersama. Dalam surat putusan
no:0521/Pdt.G/2013/PA.Mr dapat dilihat bahwasanya pihak tergugat merasa
dirugikan dengan gugatan yang diajukan oleh penggugat, terutama yang menjadi konflik
disini adalah perebutan tanah beserta bangunannya. tanah tersebut awalnya
adalah pemberian atau hibah dari orang tua tergugat yang kemudian di akta
notariskan atas nama penggugat dan tergugat. Secara aquo tanah tersebut sah
milik tergugat dan penggugat, namun melihat kembali latar belakang diperolehnya
harta serta kontribusi masing-masing pihak menjadi patokan tersendiri bagi
majelis hakim untuk membagi harta tersebut secara adil, hal itulah yang menjadi
salah satu latar belakang mengapa hakim memutus perkara gugatan tersebut dengan
contra legem. Dari latar belakang inilah demi memahami alasan dasar hakim
memutus perkara harta bersama dengan menerapkan contra legem, penulis ingin
meneliti permasalahan yang berjudul “Penerapan Asas ius contra legem Dalam
Pembagian Harta Bersama (studi putusan No:0521/Pdt.G/2013/Pa.Mr).” B. Rumusan
Masalah. Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan asas
ius contra legem dalam surat putusan No:0521/Pdt.G/2013/Pa.Mr? 7 2. Apa dasar
hukum yang digunakan dalam penerapan asas ius contra legem dalam pembagian
harta bersama pada surat putusan No: 0521/ Pdt.G/ 2013/ Pa.Mr? C. Tujuan
Penelitian. Adapun tujuan dalam penulisan penelitian skripsi ini adalah sebagai
berikut : 1. Untuk mengetahui penerapan contra legem dalam surat putusan
No:0521/Pdt.G/2013/PA.Mr. 2. Untuk mengetahui dasar hukum penerapan asas ius
contra legem dalam pembagian harta bersama pada Putusan Perkara No : 0521/
Pdt.G/ 2013/ PA.Mr di Pengadilan Agama Mojokerto. D. Manfaat Penelitian. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi disiplin
keilmuan secara umum, dan minimal dapat digunakan untuk dua aspek, yaitu: 1.
Manfaat teoritis Diharapkan dapat menambah ragam khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya tentang penerapan asas ius contra legem sebagai metode pertimbangan
penemuan hukum untuk melaksanakan keadilan putusan para hakim dalam menangani
sengketa pembagian Harta bersama. Serta menjadi bahan informasi 8 terhadap
kajian akademis sebagai masukan untuk penelitian yang lain dengan tema yang
sama, sehingga dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya 2. Manfaat
Praktis a. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan tentang fenomena sosial
terutama masalah kewenangan hakim dalam menyimpang kepada undang-undang yang
berlaku guna menemukan hukum serta implikasi asas ius contra legem yang
digunakan sebagai metode yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Mojokerto
dalam membuat putusan dalam sengketa harta bersama dalam surat putusan
no:521/Pdt.G/2013/Pa.Mr. b. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi agar
masyarakat mengetahui tentang bentuk upaya hakim dalam menegakkan keadilan di
dalam putusannya. c. Bagi Instansi terkait Diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan penyusunan hipotesa untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
masalah ius contra legem sebagai metode kewenangan hakim untuk menyimpang dari
Undang-Undang yang berlaku guna menciptakan hukum yang berkeadilan dalam
putusannya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Penerapan asas ius contra legem dalam pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Mojokerto: Studi putusan no: 0521/Pdt.G/2013/PA.Mr." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment