Khitbah merupakan salah satu tahapan menuju jenjang perkawinan (muqaddimah al-zawaj). Pada tahap khitbah seorang laki-laki mendatangi keluarga seorang perempuan untuk mengutarakan niatnya menikahi seorang gadis yang dimaksud. Tradisi yang berkembang di masyarakat menunjukkan adanya jeda waktu antara masa khitbah sampai pada masa perkawinan. Jeda waktu tersebut bisa saja harian, bulanan bahkan tahunan. Pada waktu jeda tersebut dimungkinkan terjadi berbagai macam hal salah satunya adalah pembatlan khitbah. Pada dasarnya pembatalan khitbah merupakan hal yang diperbolehkan dalam aturan agama. Akan tetapi masyarakat dusun karang juwet memiliki pandangan bahwa khitbah diartikan sebagai suatu perjanjian yang wajib ditepati. Oleh sebab itu pada masyarakat Dusun Karang Juwet terdapat sanksi bagi pelaku pembatalan khitbah yang dikenal dengan istilah mudhun genteng. Fokus penelitian ini dalah untuk mengetahui tradisi sanksi mudhun genteng yang berkembang di masyarakat Dusun Karang Juwet dan mengelaborasikan fakta di masyarakat dengan konsep sad al dzariah.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian empiris atau penelitian lapangang (field research). Pada penelitian ini, penelti mengguakan pendekatan kualitatif fenomenologis untuk rumusan pertama dan pendekatan analisis sad al dzariah untuk rumusan yang kedua. Adapun sumber data yang digunakan yakni data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari observasi, wawancara dan dokumensi. Sedangkan dalam metode pengahan data peneliti menggunakan tahapan editing, classifying, verifying, analyzing dan concluding.
Berdasarkan hasil analisis terhadap fenomena yang peneliti bahas, peneliti memperoleh kesimpulan bahwasannya tradisi mudhun genteng merupakan tradisi yang berbentuk sansi terhadap pembatalan khitbah yang berlaku dan berkembang di masyarakat Dusun Karang Juwet. Bentuk pelaksanaan tradisi yang berbentuk sanksi tersebut adalah dengan menurunkan genting rumah pelaku pembatalan khitbah selama satu hari satu malam dan dilakukan oleh kerabat kelurga yang dibatalkan khitbahnya secara sukarela. Tujuan dari sanksi terebut adalah sebagai langkah preventif serta represif terhadap permasalahan pembatalan khitbah. Apabila ditinjau dari sudut konsep sad al dzariah sanksi tersebut dapat dilaksanakan karena sanksi tersebut sebagai bentuk washilah untuk menjaga salah satu kebutuhan primer manusia yakni kehormatan.
ENGLISH:
Propose marriage is one of many ways of marriage concern (muqaddimah al zawaj). In this stage a boy come to a girl’s house to show is intention to marriage a girl who meaning sense.The tradition was develop in this society show that there are respite during marriage purpose and marriage step. The respite can be days,months or years. During respite time many probabilities can be happen like cancellation. Actually purpose marriage cancellation is permitted by islamic regulation.That statement according to fact abaout purpose marriage didn’t make a law consequences. But, societies point of view said that the meaning of purpose marriage is agreement which has obligatory to fuulfilled. When that agreement was fail to keep it has punishment. Because of that Karang Juwet societies have a punishment for the doer of purpose marriage cancellation that famliar with mudhun genteng . Focus of this research is to know about mudhun genteng tradition which develop in Karang Juwet orchard and to elaborate fact in societies with sad’ al- dzariah concept.
This research use a type of empirical reseach (field research). In this research use qualitative fenomenologic approachfor first problem formulation and use sad’ al- dzariah analyze approach for second problem formulation. As for the datas sources used primary and secondary datas. The method of collecting datas used observation,interviews,and documentation. While the method of processing data used editing, classifying, verifying, analyzing and cocluding.
Based on result analyze about that phenomenon, the author get conclussions mudhun genteng is on punishment type of tradition be valid nd develop in Karang Juwet orchard. Type of tht punishment is to go down a house roofs of the doer for about a day. That is happen by the families of the victim voluntary. The purpose of that punishment as a preventive and responsive step for problem related to cancellation of purpose marriage. Based on sad’ al-dzariah concept this punishment is a kind of way to keep of humant primary need that is honor. And also to push away and probihibition way about seems problem.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Realitas di masyarakat sangatlah bervariatif
terkait dengan praktik khitbah. Keberagaman tersebut dapat berupa cara-cara
dalam proses khitbah tersebut, maupun dalam hal lain yang terkait dengan
hal-hal yang harus dibawa dalam proses tersebut. Hal tersebut tentunya
dipengaruhi oleh adat istiadat yang berkembang di masyarakat tertentu. Dalam acara
atau proses lamaran tersebut sudah tentu terjadi kesepakatan diantara kedua
keluarga terkait dengan pernikahan yang akan dilangsungkan. Sebagaimana yang
dijelaskan sebelumnya, bahwasannya khitbah dapat pula dimaksudkan sebagai janji
untuk menikahi gadis yang sedang di-khitbah-nya. Atas dasar pengertian itulah,
maka akan sangat dimungkinkan terjadi pembatalan khitbah oleh salah satu pihak
dikarenakan berbagai macam alasan. Membatalkan khitbah berarti ingkar atau
tidak menepati janji untuk perkawinan diwaktu yang telah ditentukan. Ingkar
tentu saja merupakan permasalahan yang tidak bisa dianggap tidak penting,
dikarenakan perbuatan tersebut akan menimbulkan permusuhan. Lebih jauh lagi
apabila melihat objek dari perjanjian tersebut adalah perkara yang sangat sakral
baik dalam pandangan agama maupun umat manusia. Alasan yang muncul juga
bermacam-macam terkait dengan pembatalan tersebut. Dalam syariat memang
menunjukkan kebolehan untuk membatalkan khitbah ketika dalam proses tersebut
ditemukan halangan syar‟i yang akan menimbulkan kemudharatan apabila perkawinan
tersebut tetap dilangsungkan. Namun, tidak diperbolehkan untuk alasan yang
bukan termasuk halangan syar‟i. 1 Demikian pula yang terjadi dalam masyarakat
Dusun Karang Juwet, tidak jarang ditemukan kasus pada saat proses khitbah atau
lamaran ada saja salah satu pihak yang tiba-tiba membatalkan khitbah-nya secara
sepihak. Hal tersebut tentunya menimbulkan permasalahan. Dikarenakan ada pihak
yang merasa dirugikan baik berupa moril maupun materil. Dalam segi moril, nama
baik keluarga akan tercoreng karena perbuatan tersebut dan di masyarakat
terlanjur muncul anggapan bahwa orang yang khitbah-nya dibatalkan maka akan
sulit 1 Abd. Rahman al-Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 76.
untuk kembali mendapatkan jodoh. Sedangkan dari segi materil, dilihat dari segi
biaya yang sudah dikeluarkan untuk proses tersebut. Dan terlebih dalam masalah
waktu, dalam masa penantian atau jeda antara khitbah dan perkawinan hanya
terbuang sia-sia, karena pada akhirnya menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Adapun yang biasa dijadikan alasan masyarakat Dusun Karang Juwet tatkala
membatalkan khitbah adalah dikarenakan adanya ketidakcocokan antara keduabelah
pihak ataupun dikarenakan salah satu calon memiliki wanita/pria idaman lain
yang diketahui setelah proses khitbah berlangsung. Pada dasarnya, khitbah belum
menimbulkan akibat hukum apapun dikarenakan khitbah hanyalah sebuah washilah
untuk menuju perkawinan. Maka apabila terjadi pembatalan sebenarnya
diperbolehkan. Akan tetapi, fakta yang terjadi di masyarakat Dusun Karang Juwet
bahwa orang yang membatalkan khitbah akan diberikan sanksi yang disebut dengan
Mudhun Genteng. Tradisi tersebut serupakan sanksi yang telah ada sejak dahulu
dan sebenarnya memiliki tujuan yang baik dalam segi norma maupun nilai-nilai
sosiologis yang dipertahankan dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya sanksi
tersebut merupakan bentuk antisipasi dari masyarakat akan terjadinya konflik
yang terjadi setelah pembatalan tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat
konflik-konflik terbuka haruslah dicegah dari segala sisi. Hal ini dimaksudkan
karena konflik tersebut dapat saja mengakibatkan perpecahan dalam sebuah
lingkungan. Dan yang lebih parahnya, akan menimbulkan kelompok-kelompok yang
fanatik. Demikian pula masyarakat Dusun Karang Juwet menginginkan untuk
mempertahankan kerukunan, keadilan, kehidupan yang damai dan saling menghormati
satu sama lain sehingga masyarakat dilingkungan tersebut tetap harmonis dan
sejahtera. Khitbah yang sejatinya merupakan salah satu tahapan menuju jenjang
perkawinan tentunya menjadi salah satu hal diperhatikan. Hal tersebut
didasarkan bahwasannya perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami
dari kehidupan manusia itu sendiri yang meliputi kebutuhan dan fungsi biologis,
melahirkan keturunan, kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan, memelihara
anak-anak tersebut menjadi anggota-anggota masyarakat yang sempurna
(volwaardig).2 Perkawinan memiliki tujuan mulia sebagaimana yang termakhtub
dalam al-Qur‟an maupun dalam Undang-undang yang terkait dengan masalah
tersebut. Tujuan itu tentunya akan tercapai dengan baik apabila semenjak proses
awal (muqaddimat az-zawaj) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan di dalam syariat maupun fiqh. Salah satu diantara washilah
yang ada di dalam fiqh untuk menuju sebuah perkawinan adalah khitbah/melamar.3
Peminangan atau khitbah dapat dipahami sebagai proses awal untuk melangsungkan
sebuah perkawinan. Peminangan adalah pernyataan seorang laki- 2Titik Triwulan
dan Trianto, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2007), h. 2. 3 D. A Pakih Sati, Panduan Lengkap Pernikahan, (Fiqh Munakahat
Terkini) (Yogyakarta: Bening, 2011), h. 31. laki tentang keinginan menikah
dengan seorang perempuan yang ia kehendaki.4 Di dalam kitab-kitab fikih,
khitbah diterjemahkan dengan pernyataan keinginan untuk menikah terhadap
seorang wanita yang jelas “izhar al rughbat fi al zawaj bi imraatin mu‟ayyanat”
atau memberitahukan keinginan untuk menikah kepada walinya. Adakalanya
keinginan tersebut disampaikan dengan bahasa yang jelas dan tegas (sharih) dan
dapat juga dilakukan dengan sindiran (kinayah). 5 Peminangan atau yang dalam
istilah jawa disebut dengan lamaran dilakukan sebagai permintaan secara resmi
kepada wanita yang akan dijadikan calon istri atau melalui wali wanita itu.6
Adakalanya lamaran itu sebagai formalitas saja, sebab sebelumnya antara pria
dan wanita sudah saling mengenal satu sama lain. Namun, adakalanya juga lamaran
sebagai langkah awal bagi pria dan wanita yang sebelumnya tidak pernah kenal
secara dekat, atau hanya kenal melalui sanak saudara.7 Sebagaimana penjelasan
sebelumnya, bahwasannya khitbah dapat diartikan sebagai sebatas janji nikah,
tidak ada keharusan atau kewajiban sesuatu bagi kedua belah pihak. Perjanjian
dalam suatu akad tidak mempunyai kekuatan hukum yang bersifat keharusan dan
kewajiban. Oleh karena itu, boleh saja 4 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,
Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari
Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI (Jakarta: Kencana, 2006), h. 82. 5 Amiur
Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 82. 6 Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Isteri Mendampingi
Suami (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), h. 36. 7 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup
Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 23.
masing-masing pihak merusak pinangannya dan meninggalkannya tanpa ada pemilikan
pada pihak lain dengan sebenarnya seperti pemilikan pernikahan .8 Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis ingin
mengkaji lebih dalam mengenai fenomena tersebut. Penulis ingin mengkajinya
dalam sebuah skripsi yang berjudul Mudhun Genteng Sebagai Sanksi Pembatalan
Khitbah Perspektif Sad’ al-Dzariah (Studi Pada Masyarakat Dsn. Karang Juwet
Kec. Karang Ploso Kab. Malang). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pandangan para
tokoh (agama,adat, pemerintah) terhadap praktik Mudhun Genteng sebagai sanksi
pembatalan khitbah di Dsn. Karang Juwet Kec. Karang Ploso Kab. Malang? 2.
Bagaimana tradisi Mudhun Genteng sebagai praktik pembatalah khitbah di Dsn.
Karang Juwet Kec. Karang Ploso Kab. Malang Perspektif Sad„ alDzariah? C. Tujuan
Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah: 8 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahab Sayyed
Hawwas, Fiqh Munakahat (Jakarta: AMZAH, 2011), h. 29. 1. Mengelaborasi
pandangan para tokoh (agama, adat, pemerintah) terhadap praktek Mudhun Genteng
sebagai sanksi pembatalan khitbah di Dsn. Karang Juwet Kec. Karang Ploso Kab.
Malang. 2. Memahami praktek Mudhun Genteng sebagai sanksi pembatalan khitbah di
Dsn. Karang Juwet Kec. Karang Ploso Kab. Malang apabila ditinjau dari sudut
pandang konsep Sad„ al-Dzariah. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
Menambah khazanah kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi dalam perkawinan,
lebih khususnya perihal tradisi pembatalan khitbah. 2. Secara praktis
Memberikan rekomendasi tambahan referensi bagi para praktisi hukum terkait
permasalahan yang berhubungan dengan perkawinan yang lebih khususnya dalam kajian
mengenai tradisi pembatalan khitbah. E. Definisi Operasional 1. Mudhun Genteng
merupakan istilah dalam bahasa jawa yang terdiri dari dua gabungan kata yakni
mudhun dan genteng. Mudhun yang merupakan kosakata dalam bahasa jawa berarti
turun atau menurunkan, sedangkan genteng (pelafalan dalam bahasa jawa) yang
dalam KBBI disebut dengan genting memiliki makna tutup atap rumah yang terbuat
dari tanah liat yang dibakar dan dicetak yang bermacam-macam bentuknya9 . Dalam
bahasa jawa 9 KBBI.web.id, diakses 18 Maret 2016 mudhun genteng diartikan
sebagai suatu kegiatan menurunkan genting atap rumah sebagai suatu sanksi
terhadap perbuatan pembatalan lamaran di suatu daerah tertentu (Dsn. Karang
Juwet Kec. Karang Ploso Kab. Malang). 2. Sanksi dalam KBBI yang dimaksud dengan
sanksi adalah tanggungan atau tindakan orang untuk menepati perjanjian atau
menaati ketentuan yang telah disepakati.10 Dapat pula diartikan bahwasannya
sanksi merupakan suatu akibat dari ketidaktaatan terhadap suatu aturan yang
bersifat memaksa yang berlaku di suatu masyarakat tertentu. 3. Khitbah
merupakan kata dalam bahasa arab yang berarti melamar yang memiliki sinonim
dengan meminang.11 Khitbah dalam terminologi arab memiliki akar kata yang sama
dengan al-khittab dan al-khattab yang dalam fi‟il amr berarti “memperbincangkan
sesuatu persoalan pada seseorang”. Namun, dalam pembahasan kali ini maksud dari
perbincangan berhubungan dengan ihwal perempuan maka dapat diperoleh kesimpulan
bahwa khitbah adalam pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan pernikahan.
4. Sad‟ al-Dzari‟ah diartikan sebagai menutup jalan kepada sesuatu yang
menmbulkan kerusakan atau kemudharatan.1
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Mudhun genteng sebagai sanksi pembatalan khitbah perspektif sad' al-dzari'ah: Studi pada masyarakat Dusun Karang Juwet Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment