Abstract
INDONESIA:
Masa remaja adalah suatu masa terjadinya perubahan yang pesat, baik pada fisik maupun psikis. Pada masa ini remaja dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut, sekaligus menghadapi tuntutan dari lingkungannya untuk menjadi sosok yang mulai bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Karena banyak tuntutan inilah remaja, kerap tidak siap, dan kemudian malah terlibat dengan kenakalan. Kenakalan Remaja disebabkan banyak faktor, seperti Kualitas Hubungan dengan Orang Tua dan Kecerdasan Emosi. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Pujon, Kabupaten Malang untuk mengetahui pengaruh Kecerdasan Emosi dan Kualitas Hubungan dengan Orang Tua, terhadap Kenakalan Remaja. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah pengaruh antara Kualitas Hubungan dengan Orang Tua dengan Kenakalan Remaja.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Variabel kecerdasan emosi menggunakan teori kecerdasan emosi milik Peter Salovey dan John Mayer, variabel kualitas hubungan dengan orang tua menggunakan teori kelekatan John Bowlby dan Mary Ainsworth, sedangkan variabel kenakalan remaja menggunakan teori Delbert Elliot dan Suzzane Ageton, yang dilengkapi dengan teori Willis Sofyan tentang kenakalan remaja.
Subjek penelitian berjumlah 164 responden dengan menggunakan purposive random sampling. Pengambilan data menggunakan dua skala berbentuk Likert, yaitu Schutte Self report Emotional Intelligence (SSEI) dan Parental Attachment Questionanaire (PAQ). Serta satu skala berbentuk Guttman, yaitu Self Report Delinquency (SRD), juga dilengkapi dengan metode dokumentasi dan observasi. Analisa data penelitian ini menggunakan teknik analisa regresi berganda.
Dari hasil analisa ditemukan bahwa ada pegaruh secara simultan dari kecerdasan emosi dan kualitas hubungan dengan orang tua yang cukup kuat terhadap kenakalan remaja, tetapi secara parsial kualitas hubungan dengan orang tua jauh lebih kuat dibanding kecerdasan emosi dalam mempengaruh kenakalan remaja.
ENGLISH:
Adolescence stage is a human life rapid change, both in physical and psychological. At this time adolescence is requaired to adjust the change, as well as cope with demands of the environment to be a person who taking responsibility on their self. Because of many demands, they often not ready, and then instead involved with delinquency. Juvenile Delinquency due to many factors, such as the Quality of Relationship with parents and Emotional Intelligence. This study want to inform the impact of Emotional Intelligence and Quality of Relationship with Parents to Juvenile Delinquency. This research uses quantitative methods.
Emotional intelligence variable using Salovey and Mayer’s theory of emotional Intelligence, Quality of Relationship with Parents variable using attachment theory by Bowlby and Ainsworth,while Juvenile Delinquency variable using Elliot and Ageton delinquency theory, and also support with Willis Sofyan theory about Juvenile Delinquency.
This study use 164 respondents and using purposive random sampling. Retrieval data using two Likert-scale form, Schutte Self report Emotional Intelligence (SSEI) and Parental Attachment Questionanaire (PAQ) and Guttman scale form, Self Report Delinquency (SRD), and also comes with ducomentation method and observation. This study analyzed with multiple regression analysis technique.
Form the analysis found that there is a strong enough simultaneous effect from Emotional Intelligence and Quality of Relationship with parents to Juvenile Delinquency, but partially the Quality of Relationship with Parent are stronger than Emotional Intelligence in influence Juvenile Delinquency.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada jaman
pertengahan, anak dan remaja tidak dibedakan statusnya dari orang dewasa
(Santrock, 2003 : 9). Di zaman ini remaja hanya merupakan konstruksi sosial.
Remaja dalam kultur Barat merupakan anak – anak yang memasuki dunia masa dewasa
ketika mereka matang secara fisik atau ketika mereka mulai bekerja magang
(Papalia, et al, 2008). Masa remaja merupakan masa yang berpeluang untuk
menimbulkan resiko. Masa remaja dikenal dengan periode Strum und Drang disebut
juga Strom and Stress (topan dan tekanan), artinya suatu masa dimana terdapat
ketegangan emosi yang tinggi yang disebabkan oleh perubahan – perubahan dalam
keadaan fisik dan bekerjanya kelenjar – kelenjar yang terjadi pada waktu itu
(Soesilowindradini, 1987 : 160). Menurut Hall (Santrock, 2003 : 10-11),
pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah – ubah antara kesombongan dan
kerendahan hati, baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan. Pendapat mengenai
remaja tersebut dapat dibenarkan karena pada masa remaja seorang manusia sudah
beranjak meninggalkan masa kanak – kanak, dan mulai melangkah ke masa dewasa.
Walaupun sudah mulai menginjak masa dewasa, namun banyak sekali aspek dalam
diri remaja tersebut yang belum matang dengan maksimal. Hingga semua yang
dilakukan remaja masih berubah – ubah seperti suasana hatinya. 20 Bertambahnya
ketegangan – ketegangan emosional itu disebabkan karena remaja harus membuat
penyesuaian – penyesuaian terhadap harapan – harapan masyarakat yang baru dan
berlainan dalam dirinya. Tentu saja tidak semua remaja mengalami masa Strum und
Drang atau Strom and Stress ini dengan hebat, akan tetapi pada umumnya
demikianlah (Soesilowindradini, 1987 : 160 – 161). Pada saat ini, remaja banyak
dihadapkan pada problema. Remaja dan problemanya, merupakan akibat dari
kemajuan zaman. Problema itu biasanya berhubungan dengan keluarga dan sekolah,
bergandengan pula dengan cara pemilihan jenis pekerjaan dan kesempatan kerja
serta sehubungan dengan orang lain dan keadaan kesehatan (Daradjat, 1978 : 36).
Problema dalam keluarga biasanya menyangkut keharmonisan keluarga, apabila
keharmonisan keluarga tidak dipelihara dengan baik maka akibatnya selanjutnya
kenakalan remaja. Apabila orang tua terlalu sibuk bekerja, maka tanggung jawab
mendidik anak – anaknya menjadi kurang diperhatikan sehingga perkembangan
perilaku remaja khususnya menjadi tidak dapat terkontrol dengan baik (Kurlina,
2010 : 18). Sebuah hasil studi di Korea menandai bahwa kenakalan remaja
ditunjukkan dengan adanya disfungsi dinamika hubungan orang tua, keluarga yang
berfungsi dengan kurang baik, dan kekerasan dalam keluarga yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan siswa atau remaja yang tidak nakal (Nasir, et al, 2011
: 52). Komunikasi efektif anak dengan orang tua juga berperan dalam timbulnya
kenakalan remaja, seperti halnya penelitian yang dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Pondok Bambu, Jakarta Timur pada tahanan remaja. Penelitian itu
menyebutkan apabila komunikasi efektif antara anak dan orang tua dalam taraf 21
yang tinggi maka akan lebih kecil kemungkinan seorang anak mengalami kenakalan
remaja, begitu pula sebaliknya apabila komunikasi efektif antara anak dan orang
tua dalam taraf yang rendah maka, akan lebih besar kemungkinan seorang anak
mengalami kenakalan remaja (Afrilia, 2007). Pendidikan moral yang kurang baik
juga menjadi problema bagi remaja. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Dr.
Zakiah Daradjat (Nasor, 2011 : 34) bahwa yang menyebabkan kenakalan remaja diantaranya
adalah kurang terlaksananya pendidikan moral dengan baik. Pendidikan moral yang
kurang merupakan pencetus dari berbagai tindakan siswa yang kurang bermoral,
seperti halnya yang dilakukan oleh siswa – siswi SMA Shalahuddin Malang
(Lusiana, 2009) yang terekam dalam salah satu media cetak di Kota Malang. Aksi
pengeroyokan yang dilakukan oleh dua anggota geng yang tidak lain adalah siswa
– siswi SMA Shalahuddin, padahal faktor pemicu dari pengeroyokan itu hanya
dikarenakan ejekan. Problema remaja juga dikarenakan faktor pekerjaan. Beberapa
remaja mengambil pekerjaan karena merasa kurang tertarik dengan sekolah atau
merasa teralienasikan dari keluarganya. Sebagian yang lain menghabiskan
pemasukan mereka pada obat – obatan terlarang atau alkohol (Papalia, et al,
2008 : 579). Sebuah studi yang dilakukan pada 12.000 remaja Amerika, menemukan
bahwa remaja yang bekerja lebih dari 20 jam seminggu berkecenderungan lebih
besar menderita stres, merokok, minum – minuman keras, atau menggunakan
mariyuana, dan memulai aktivitas seks lebih dini (Papalia, et al, 2008 : 579).
22 Seorang remaja dianggap mampu mencapai tahap perkembangan, apabila dia mampu
melampaui perubahan yang terjadi selama masa remajanya tersebut. Dalam tahap
ini orang tua berperan besar yaitu dalam memberi dukungan pada remaja. Karena
pada masa ini, mereka dihadapkan pada strange situation yang dideskripsikan
Ainsworth (Kenny, 1994) sebagai pengalaman pertama remaja masuk sekolah
menengah, dunia pekerjaan dan sebagainya. Hasil penelitian dari Lamborn dan
Steinberg (Desmita, 2008 : 218) menyatakan bahwa remaja yang tetap tergantung
secara emosional pada orang tuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka
terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar
dan bekerja dibandingkan dengan remaja yang mencapai kebebasan secara
emosional. Namun kebebasan emosional harus tetap dilandasi dengan tetap
mengontrol diri remaja secara tidak langsung. Kegagalan lain yang kerap dialami
oleh remaja adalah dalam mengembangkan sistem nilai. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kusdwiratri Setiono (Desmita, 2008 : 207), menyebutkan bahwa
perkembangan penalaran moral remaja Indonesia secara umum belum optimal. Hal
ini dibuktikan dengan masih banyaknya remaja yang mengalami dekandensi moral.
Data UNICEF Indonesia berdasarkan dari data kepolisian menyebutkan bahwa pada
tahun 2000 terdapat 11.344 kasus kenakalan remaja. Bulan Januari sampai dengan
Mei 2002 mengalami kenaikan sebanyak 4.325 kasus kenakalan remaja. Kenakalan
yang terdeteksi oleh Depsos dan lembaga kemasyarakatan yang dilakukan oleh
orang dewasa dan anak remaja mengalami kenaikan sebesar 84,2%. Data ini belum
termasuk data yang ada di Polsek, Polres, Polda, dan 23 Mabes. Selama periode
Januari sampai dengan Mei 2002, terdapat 9.465 anak remaja yang terdaftar di
panti rehabilitasi seperti Depsos dan lembaga kemasyarakatan
(Suryaningsih,2010:3). Data Kemenkes pada akhir Juni 2010 lalu terdapat 21. 770
kasus AIDS dan 47. 157 kasus HIV positif dengan presentase pengidap usia 20-29
tahun (48,1 persen), usia 30-39 tahun (30,9 persen). Sedangkan sebanyak lima
persen dari sekitar 1.500 atau lebih kurang 75 orang pelajar Kota Malang
pengidap HIV. Menurut Viru Devana, salah satu aktivis AIDS/HIV Kota Malang,
beberapa di antara pelajar tertular karena penggunaan narkoba dan kebiasaan
seks bebas (Surya, 14 November 2010). Data yang dilansir Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan 51 persen remaja di Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) telah melakukan hubungan seks
pranikah, di beberapa wilayah seks pranikah juga banyak dilakukan para remaja,
Misalnya di Surabaya 54 persen, Bandung 47 persen, Medan 52 persen. Sementara
penelitian di Jogjakarta menunjukkan dari 1.160 mahasiswa, 37 persen di
antaranya mengalami kehamilan sebelum menikah. Selain itu data penyalahgunaan
narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba, 78 persen di
antaranya adalah remaja. Fakta lain yang diusung dari hasil penelitian Synovate
Research yang melibatkan 450 responden usia 15-24 tahun di Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Medan menunjukkan, 65 persen remaja mengetahui tentang seks dari
teman dan 35 persen dari film porno. Beberapa bentuk penyimpangan yang
dilakukannya antara lain intercourse, petting, kissing (Surya, 8 Desember
2010). 24 Dari hasil penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, ditemukan
sebanyak 29 persen siswa SLTA sudah biasa melakukan hubungan sex di luar
nikah.Hasil penelitian ini, disampaikan Hasan Abadi dari CV Orbit Nusantara
selaku mitra Balitbang Kabupaten Malang. "Dari 404 orang siswa yang kita
jadikan sampel untuk penelitian ini, sebanyak 29 persen yang pernah melakukan
hubungan seks pranikah atau seks bebas," kata Hasan kepada wartawan, Jumat
(27/08/2010) di Malang. Hasan membeberkan, dari total 404 responden, yang
menyatakan pernah melakukan seks pranikah, ada 116 responden atau 29 persen.
Adapun responden (siswa) yang menyatakan tidak pernah melakukan seks pranikah
ada 287 siswa atau 71 persen dari total responden. Rincian data diatas telah
menunjukkan betapa telah terjadi kenakalan remaja yang memprihatinkan di
Indonesia, khususnya di Kota Malang (www.beritajatim.com, diakses Minggu 19
Desember 2010). Kasus terbaru yang terjadi di Malang, yaitu terungkapnya kasus
video porno yang melibatkan 3 orang siswa. Dua orang siswa merupakan aktor dan
aktris pemeran dan satu orang siswi sebagai sutradara. Pemain dalam video porno
tersebut berinsial PL, salah seorang siswi SLTP Bhakti, Turen. Sedangkan
pemeran prianya adalah siswa berinisial VB yang bersekolah di SMK Turen (Surya,
20 September 2011). Data – data di atas menunjukkan intensitas yang tinggi dari
kenakalan remaja yang dilakukan oleh remaja Indonesia. Namun rekaman data
tersebut hanya menunjukkan sebagian kecil dari kenakalan remaja yang dilakukan
remaja 25 Indonesia, karena hanya mencakup beberapa kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Yogyakarta dan sebagainya. Namun dari sisi kompleksitas bentuk data
diatas, cukup menggambarkan betapa kenakalan remaja telah mewabah dengan begitu
hebatnya. Mulai dari kenakalan remaja yang mengikutsertakan obat – obatan
terlarang, hingga kenakalan remaja yang memiliki kecenderungan merugikan orang
lain. Adapun jenis – jenis kenakalan remaja menurut Jensen (Sarwono,1991; 200 -
201) antara lain, kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain:
perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain – lain ; kenakalan
yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan,
dan lain – lain ; kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di fihak orang
lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Menurut Sarwono (1991; 200 - 201) di
Indonesia, mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam
jenis ini;kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara
minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Salah satu
hasil penelitian yaitu yang dilakukan oleh Sholihah (2010) pada remaja di Desa
Gisik Cemandi Sidoarjo, menyatakan bahwa ada dua perilaku delikuen yang
dilakukan oleh remaja di desa Gisik Cemandi, Sidoarjo yaitu perilaku delikuen
yang tidak termasuk dalam pelanggaran hukum (berbohong,memutarbalikkan kenyataan
dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan, membolos, dan sebagainya)
dan perilaku delikuen yang termasuk dalam pelanggaran hukum (berjudi dengan
menggunakan uang dan 26 taruhan benda lain,mencuri, mencopet, menjambret,
merampas dengan atau tanpa kekerasan, pemerkosaan, percobaan pembunuhan, dan
sebagainya). Delinkuensi sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan
oleh anak khususnya anak remaja. Bila perbuatan yang sama dilakukan oleh orang
dewasa maka disebut tindak kejahatan (Atmoko, 2010 : 3). Paradigma kenakalan
remaja lebih banyak luas cakupannya dan lebih dalam bobot isinya; kenakalan
remaja tersebut meliputi perbuatan – perbuatan yang sering menimbulkan
keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga; contoh yang sangat
simpel dalam hal ini adalah pencurian oleh remaja, perkelahian di kalangan
peserta didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah,
mengganggu wanita dijalan yang pelakunya anak remaja, sikap anak yang memusuhi
orang tua dan sanak saudara atau perbuatan – perbuatan lain yang tercela
seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan coret – coret tembok pagar
yang tidak pada tempatnya (Sudarsono, 1990 : 12). Kenakalan remaja yang muncul
dipermukaan hanyalah sebagian kecil daripada kenakalan – kenakalan yang tidak
terpublikasi di media. Penyebab kenakalan sendiri dikarenakan banyak hal. Mulai
yang disebabkan dari lingkup keluarga,lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat (Sudarsono, 1990). Keluarga sebagai fungsi terdekat yang melingkupi
seorang anak tentulah sangat berperan dalam timbulnya kenakalan remaja. Hal ini
dikarenakan waktu terbanyak untuk proses sosialisasi dan tumbuh kembang remaja
adalah dalam lingkungan keluarga. 27 Worang (Dewi, 2008 : 7) mengungkapkan
sebab – sebab terjadinya kenakalan dapat diklasifiasikan ke dalam 2 kelompok
yaitu sebab musabab intern dan sebab musabab extern. Sebab musabab intern
meliputi faktor kecerdasan, faktor jenis kelamin, faktor kedudukan dalam
keluarga, faktor kekecewaan, dan faktor kejiwaan. Sebab musabab extern meliputi
faktor keadaan rumah tangga, faktor pendidikan, faktor pergaulan, dan faktor
media massa. Penelitian yang dilakukan oleh Erva Novasari Dewi (2008)
menyatakan bahwa persepsi terhadap komunikasi efektif dalam keluarga dengan mengontrol
kondisi stress yang dialami remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 10,8%
terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Arista Adityasari Putri (2009) menyebutkan bahwa Persepsi remaja tentang
komunikasi keluarga berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja. Semakin baik
persepsi remaja tentang komunikasi keluarga menunjukkan hubungan antar anggota
keluarga harmonis sehingga minim terjadi kenakalan remaja. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Endah Sri Astuti (2004) menunjukkan bahwa peran
orang tua cukup memberikan pengaruh terhadap munculnya gejala kenakalan
anak/remaja yaitu memberikan sumbangan sebesar 19,4%.Dari 19,4% ini sumbangan
terbesar diberikan oleh orang tua yang menjalankan model mengasuh permisif
(terlalu membiarkan memberikan kebebasan secara berlebihan kepada anak). Orang
tua dapat turut berperan dalam pencegahan kenakalan remaja dengan mengubah
model mengasuh anak secara lebih positif karena model pengasuhan yang positif
akan memberikan peluang kepada anak untuk mencapail kematangan kehidupan sosial
dan 28 intelektual.Penerapan model pengasuhan yang poisitif juga akan mencegah
kenakalan anak/remaja. Penelitian – penelitian di atas sangat gamblang
menyingkap bahwa keluarga sangat berperan besar terhadap terjadinya kenakalan
remaja. Romli Atmasasmita (Sakidjo, 1992) mengatakan bahwa keluarga sebagai
salah satu kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia adalah merupakan
tempat yang pertama dimana anak remaja belajar dan menyatakan dirinya sebagai
makhluk sosial didalam hubungannya dengan kelompok keluarganya. Pengalaman –
pengalaman yang didapatkannya dalam keluarganya turut pula menentukan cara –
cara berperilaku si anak remaja terhadap dunia diluar lingkungan keluarganya.
Dengan demikian apabila keluarganya baik pada umumnya akan berpengaruh baik
pula pada si remaja. Sebaliknya bila keluarganya tidak baik, maka akan
berpengaruh tidak baik pula pada si remaja, yang dalam perkembangannya akan
menjurus kepada perbuatan kriminal. Adanya pemantauan/monitoring dan komunikasi
terbuka dengan orang tua, dapat menurunkan kenakalan remaja. Sedangkan perilaku
orang tua yang menunjukkan permusuhan dan penolakan, terbukti memilki
keterkaitan dengan peningkatan kenakalan remaja. Remaja yang mengalami kekerasan
di dalam rumahnya, juga terbukti melaporkan perilaku delikuensi (Brank,et
al,2008). Hubungan yang baik dan didasari rasa saling percaya membuat anak
menjadi terbuka pada orang tuanya tentang kehidupannya. Dalam perkembangan
remaja, kualitas hubungan antara orang tua dan anak lebih penting dibandingkan
hanya menekankan pada pola asuh. Pola asuh dapat dikatakan sebagai pondasi
dasar, 29 tujuan utama dalam usaha orang tua untuk berinteraksi dengan anak,
dimana orang tua menunjukkan tugas/ kewajiban pengasuhan, sedangkan kualitas
hubungan meliputi keduanya yaitu pola asuh dan gambaran dari sekumpulan sikap
mengenai satu sama lain (orang tua dan anak) yang bersumber pada sejarah
panjang pertalian antara orang tua dan anak (Wissink,et al, 2006 : 134). Kualitas
hubungan dengan orang tua adalah kualitas komunikasi antar pribadi atau
interpersonal relationships yang terbangun dalam kehidupan sehari – hari
dirumah. Apabila seseorang gagal dalam menumbuhkan hubungan antarpribadi atau
interpersonal relationships yang baik, maka dia akan mengalami keadaan senang
berkhayal, sakit fisik dan daya mental, agresif dan lari dari kenyataan hidup.
Oleh karena itu, hubungan dengan orang lain, termasuk dengan orang tua,
seyogyanya diwarnai oleh suatu prinsip saling menjalin komunikasi dan membangun
relasi yang dapat mendorong terjadinya hubungan yang sehat (Saad,2003 : 26-27).
Selain disebabkan oleh keluarga, kenakalan remaja juga dikarenakan faktor
internal dari dalam diri remaja sendiri, yaitu kecerdasan emosi remaja. Merujuk
pada pandangan Goleman (Desmita, 2008 : 169) kecerdasan emosi sangat dibutuhkan
oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan, baik di bidang akademis, karier,
maupun kehidupan sosialnya. Walaupun klaim Goleman yang membesar – besarkan
bahwa kecerdasan emosi dapat memprediksi kesuksesan di masa depan, namun ada
penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional
dengan perkembangan diri yang positif seperti halnya subjective well being,
kemampuan strategi coping yang adaptif dan 30 kesehatan mental, kemampuan
mental, dan positive personality traits, prestasi akademis, dan kesehatan fisik
dan psikologis (Alegre, 2011 : 56). Menurut Goleman (1999), kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi
(to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial.Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai
analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku pada tahun
1970 oleh LeDoux (Wahyuningsih, 2004:4) menunjukkan bahwa dalam peristiwa
penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional.
Salovey&Mayer (Salovey, 1997 : 5) sebagai ilmuan pertama yang mencetuskan
kecerdasan emosi menyatakan bahwa secara singkat kecerdasan emosi dapat
dikatakan sebagai : kemampuan untuk merasakan emosi, untuk mengakses dan membangkitkan
emosi yang nantinya digunakan untuk proses berpikir, untuk mengetahui emosi dan
wacana yang berkaitan dengan emosi, dan secara reflektif melakukan regulasi
emosi sehingga dapat menunjang pertumbuhan emosi dan intelektual. Anak – anak
yang bermasalah dengan kecerdasan emosionalnya cenderung berbuat hal – hal yang
menyimpang dan merugikan dirinya maupun lingkungan sekitarnya, seperti narkoba,
perilaku seks bebas, dan lain sebagainya. John Gottman (2003 : 14) setelah
melakukan penelitian selama sepuluh tahun terhadap orang tua dan anak-anak,
menemukan hasil bahwa anak yang memiliki 31 kecerdasan emosi tinggi mampu
berhubungan lebih baik dengan orang lain, bahkan dalam situasi-situasi sosial
yang sulit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh – pengaruh konflik
rumah tangga, seperti: kegagalan akademis, agresi dan kesulitan-kesulitan
dengan rekan sebaya tidak terjadi pada anak-anak yang dilatih emosinya. Adanya
fenomena kenakalan remaja dan beberapa penelitian diatas, hanya menampakkan
kenakalan remaja yang dilakukan oleh remaja di kota-kota besar. Untuk
penelitian kali ini, akan dilakukan di Kabupaten Malang, yang notabene bukan
kota besar, sehingga diharapkan penelitian ini akan menghasilkan gambaran
tingkah laku nakal yang dilakukan remaja di kota kecil. Kenakalan remaja memang
lazim dilakukan oleh setiap anak yang mulai memasuki masa remaja. Berdasarkan
pada laporan PKLI yang dilakukan selama bulan Juli – Agustus 2011 di SMK Negeri
1 Pujon Malang, yang di dalamnya terekam hasil penelusuran penulis yang
dilakukan dengan metode angket. Laporan tersebut sedikit memberi gambaran
mengenai beberapa tingkah laku remaja yang dalam hal ini adalah siswa SMK
Negeri 1 Pujon, yang masuk ranah kenakalan. Seperti; membolos sekolah,
mencontek, mencuri barang, minum – minuman keras, dan sebagainya. Sebagai
variabel prediktor, yang akan digunakan untuk memprediksi sebab kenakalan
remaja, digunakanlah variabel kecerdasan emosi dan kualitas hubungan dengan
orang tua. Karena kedua variabel tersebut mewakili faktor internal dan faktor
eksternal, kenakalan remaja yang dilakukan siswa SMK Negeri 1 Pujon. 32
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti ingin melakukan penelitian dalam
kaitannya dengan pentingnya kecerdasan emosi dan kualitas hubungan dengan orang
tua untuk menanggulangi potensi kenakalan remaja. Maka penulis tertarik untuk
meneliti Pengaruh Kecerdasan Emosi Dan Kualitas Hubungan Dengan Orang Tua
Terhadap Kenakalan Remaja. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar
belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh Kecerdasan emosi terhadap
Kenakalan Remaja? 2. Adakah pengaruh Kualitas Hubungan dengan Orang Tua
terhadap Kenakalan Remaja? 3. Adakah pengaruh antara Kecerdasan Emosi dan Kualitas
Hubungan dengan Orang Tua terhadap Kenakalan Remaja ? C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui pengaruh antara Kecerdasan Emosi dengan Kenakalan Remaja 2.
Untuk mengetahui pengaruh antara Kualitas Hubungan dengan Orang Tua dengan
Kenakalan Remaja 3. Untuk mengetahui pengaruh antara Kecerdasan Emosi dan
Kualitas Hubungan dengan Orang Tua terhadap Kenakalan Remaja 33 D. Manfaat
Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan, dapat memberikan manfaat
teoritis,praktis dan spiritual bagi pengembangan keilmuan diantaranya : 1.
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan khazanah
keilmuan psikologi, khususnya bidang psikologi sosial dan psikologi
perkembangan remaja. 2. Manfaat praktis (a). Subjek penelitian Agar dapat
dijadikan bahan informasi kaitannya dengan Kecerdasan Emosi dan Kualitas
Hubungan dengan Orang Tua serta kenakalan remaja sehingga bisa dijadikan
panduan,renungan, serta pelajaran untuk memperbaiki diri, terutama untuk
menangani adanya kenakalan remaja. (b). Masyarakat akademik Hasil penelitian
ini akan menambah khasanah keilmuan,terutama dalam pengembangan ilmu psikologi.
Dalam hal kecerdasan emosional, kualitas hubungan dengan orang tua dan
kenakalan pada siswa SMK Negeri 1 Pujon. (c). Pihak sekolah Hasil penelitian
ini akan memberikan kontribusi pada sekolah, terutama dalam upaya menangani
kenakalan remaja pada siswa SMK Negeri 1 Pujon.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh kecerdasan emosi dan kualitas hubungan dengan orang tua terhadap kenakalan remaja: Studi pada siswa SMK Negeri 1 Pujon Kabupaten Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment