Abstract
INDONESIA:
Pernikahan dini merupakan sebuah fenomena yang banyak terjadi di Indonesia dan merupakan penyumbang permasalahan dalam hal kependudukan, pendidikan, sosial dan ekonomi. NTB adalah salah satu provinsi dimana kasus pernikahan dini yang terjadi cukup tinggi khususnya di Lombok. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilangsungkan individu di bawah umur standar yang sudah ditetapkan oleh undang-undang yaitu 19 tahun untuk mempelai pria, 16 tahun untuk mempelai wanita. Pernikahan dini cenderung berpengaruh terhadap kualitas rumah tangga yang buruk, hal ini disebabkan kelabilan dari individu menikah dini tersebut, karena secara psikologis, dengan usia yang masih dini kemudian dia dihadapkan pada situasi yang belum menjadi tugas perkembangannya. Maka dari itu dibutuhkan penyesuaian diri dalam pernikahan bagi individu menikah dini. Baik buruknya penyesuaian diri dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dukungan sosial dari keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri dalam pernikahan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 32 orang, yang terdiri dari 13 orang pria dan 19 orang wanita. Penelitian dilakukan di desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur. Data dikumpulkan melalui dua buah skala yaitu skala dukungan sosial keluarga yang disusun oleh penulis berdasarkan dimensi masing-masing variabel. Skala dukungan sosial keluarga memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha (α) sebesar 0.981, dan nilai reliabilitas skala penyesuaian diri dalam pernikahan memiliki nilai reabilitas koefosien alpha (α) sebesar 0.984.
Hasil penelitian ini menunjukkan, ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat penyesuaian pernikahan (rxy = 0,974; sig = 0,000 < 0,05 ). Dengan taraf signifikansi 5%, r hitung dari hasil korelasi diatas memiliki nilai rhit 0,974 dengan probabilitas 0,000.
ENGLISH:
Early marriage is a phenomenon that much happens in Indonesia. It gives some problems in terms of population, education, social, and economy. NTB is one province which has high percentage of early marriage case, especially in Lombok. Early marriage is a marriage that is doing by people under standard age which estabilished in Indonesian law, specifically 19 for men, and 16 fow woman. Early marriage is tends to affect the quality of worst housewifery. This is due is caused by the unstablity of early married individuals. So, its need adapatation skill for early marriage individuals. And good or bad the quality of adaptation skill influenced by many factor, included family support.
The objective of research is to examine how family support to correlate adaptation skill in early marriage individuals. Research sample is 32 persons comprising to 13 men and 19 woman. This research implemented in Lendang Nangka Village, Masbagik, East Lombok. Data of research collected by two type of scale, that is family support scale and marriage adapatation skill scale. Family support scale has alpha (α) coefficient reliability rate of 0.981 and marriage adapatation has alpha (α) coefficient reliability rate of 0.984.
Result of research shows, there are a significant correlation between family support with marriage adapatation (rxy = 0,974; sig = 0,000 < 0,05 ). With rate of sifnificant is 5%, r count 0.974 with 0.000 probabilty.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya
keluarga sebagai tahap pertama dalam pembentukannya dengan tujuan untuk
mewujudkan keluarga yang bahagia, damai, sejahtera lahir dan batin, sebuah
rumah tangga yang penuh limpahan rahmat dan kasing sayang (keluarga sakinah
mawaddah warohmah). Di samping itu pernikahan merupakan perjanjian yang sangat
suci, sehingga untuk mencapai tujuannya memerlukan sebuah aturan namun bukan
berarti adanya peraturan untuk mengekang umatnya, akan tetapi lebih kepada
kemaslahatan. (Putri, 2010) Pernikahan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia
yang memberikan banyak hasil yang penting. Pernikahan amat penting dalam
kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok, dengan jalan pernikahan yang
sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat sesuai kedudukan
manusia sebagai makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga
dibina dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami dan
istri. Anak keturunan dari hasil pernikahan yang sah menghiasi kehidupan
keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan
berkehormatan (Putri, 2010). 2 Dalam pasal 1 Bab I Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 (Tentang Perkawinan) dinyatakan (Suma, 2004); "Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Menurut Thalib dalam Fadhilah (2011)
pernikahan ialah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan. Sementara Hamid dalam Fadhilah (2011) merumuskan
nikah menurut syara’ ialah akad (ijâb qabûl) antara wali calon istri dan
mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu danmemenuhi rukun serta syaratnya.
Pentingnya berbicara tentang pernikahan, terutama ketika pernikahan itu akan
kita tinjau dan kaji di bumi nusantara ini, tentunya dari puluhan sampai
ratusan suku bangsa di Nusantara, terdapat sekian jenis cara dan tradisi
pernikahan, tergantung pada adat dan tradisi dari masing-masing suku dan bangsa
yang ada. Seperti apapun cara dan adat pernikahan, bukanlah menjadi
permasalahan berarti, selama pernikahan tersebut masih mengakui asas-asas
keberlangsungan hidup dan saling menghargai hak asasi setiap individu tanpa
keluar dari garis-garis yang sudah ditentukan oleh agama (Hasanah, 2012).
Begitu pula ketika berbicara tentang adat pernikahan di daerah yang memiliki
julukan “pulau seribu masjid” yaitu Lombok, Provinsi NTB. Walaupun mayoritas penduduk
Lombok adalah muslim, pada kenyataannya terdapat adat kawin larinya (merariq)
yang bisa dikatakan nyeleneh, yaitu membawa lari atau menculik calon pengantin
perempuan oleh sang laki-laki dengan tujuan untuk menikahinya. Kendatipun
nyeleneh, fenomena ini merupakan sebuah hal yang 3 wajar bagi masyarakat
disana. Hal yang kemudian berbeda ketika fenomena tersebut disandingkan dengan
syariat-syariat Islam dalam prosesi pernikahan, yaitu dengan melakukan ta’aruf
dan sebagainya hingga prosesi pernikahan dilangsungkan. Seperti yang sudah kita
ketahui, mayoritas penduduk Lombok adalah muslim, namun terkadang dengan
kemayoritasan dan kekentalan Islam disana, banyak hal yang kemudian
disalahartikan, banyak hal-hal dalam keseharian masyarakat yang mengatasnamakan
Islam. Sebagai contoh, banyaknya kasus nikah siri, ataupun kasus kawin cerai
yang banyak terjadi dan termasuk diantaranya menikah dini. Hal yang demikian
kemudian membentuk pandangan masyarakat Lombok yang sudah terbiasa dengan
fenomena pernikahan dini. Dengan dalih bahwa dalam ajaran Islam ketika
seseorang sudah mencapai baligh maka ia sudah memenuhi syarat untuk melakukan
sebuah pernikahan, yang menyebabkan banyak terjadinya pernikahan dini atau
pernikahan yang dilangsungkan oleh mempelai dibawah umur (Akmal, 2010).
Provinsi NTB adalah salah satu daerah dimana fenomena pernikahan dini sudah
tidak menjadi hal yang tabu lagi bagi masyarakat disana. Pada kenyataannya,
perempuan di Provinsi NTB yang menikah pada umur 15 tahun ke bawah dijumpai
sebanyak 6,28 persen, paling banyak berada di Kabupaten Lombok Tengah dan Kota
Mataram, disusul perempuan Lombok Timur dan Sumbawa. Paling sedikit di Kota
Bima (Chairina, 2012). 4 Dengan maraknya pernikahan dini di NTB yang termasuk
di dalamnya adalah Lombok sebagai penyumbang kasus terbanyak, hal ini
berimplikasi pada banyaknya kasus kematian ibu pasca melahirkan atau angka
kematian ibu (AKI). Relatif tingginya AKI di NTB, ditinjau berdasarkan dari
perbandingan hasil data AKI secara nasional.Di antara beberapa kabupaten di
NTB, Lombok Barat adalah salah satu kabupaten dengan AKI relatif tinggi yakni
pada 2008 sebesar 20/100.000 kelahiran hidup (Chairina, 2012). Banyaknya kasus
pernikahan dini di Lombok berbuntut pada merosotnya Indeks Pembangunan Manusia
di Provinsi NTB. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB tahun 1996-2008 selalu
berada di bawah rata-rata posisi nasional (Akmal, 2012). Padahal, dalam pasal 7
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat (1) menyatakan bahwa "perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun". Ketentuan batas umur ini, seperti
disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat (1) didasarkan kepada
pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan
dengan prinsip yang diletakkan UU Perkawinan, bahwa calon suami istri harus
telah masak jiwa dan raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih
dibawah umur (Rofiq dalam Rohmat, 2009). 5 Untuk menjaga kerukunan dalam rumah
tangga yang sesuai dengan ajaran Islam dan UU perkawinan No. 1 /1974 diperlukan
sebuah kedewasaan dalam berpikir dan bertindak, hal ini merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam perkawinan. Karena perkawinan bukan hanya suatu akad yang
terjadi diantara sorang laki-laki dan perempuan yang menjadi halal untuk
melakukan hubungan seks saja, akan tetapi akibat hukum dari perkawinan itu
memunculkan hak dan kewajiban yang wajib dilaksanakan di antara keduanya. Oleh
karenanya, dalam melaksanakan pernikahan akan muncul berbabagai masalah yang
dihadapi setiap pasangan, yang tentu saja hal ini memerlukan sikap dan pikiran
yang matang untuk dapat menyelesaikannya. Usia pada saat menikah mempunyai
keterikatan yang sangat kuat dalam pola membina rumah tangga. Keadaaan
perkawinan antara seseorang yang menikah pada usia yang belum semestinya dengan
seseorang yang menikah pada usia yang telah matang, tentu akan sangat berbeda.
Emosi, pola berpikir dan perasaan seorang dibawah usia yang tertulis pada UU
Perkawinan No.1/ 1974 pasal 7 ayat 1, tentu masih sangat labil, sehingga tidak
bisa menyikapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam rumah tangga dengan
bijkasana (Fadhlillah, 2011). Pernikahan dini sendiri memiliki dampak terhadap
fisik, intelektual, dan emosional (Unicef, 2001). Remaja putra yang menikah
akan mengalami hambatan dalam pendidikan mereka, kebebasan pribadi mereka, dan
akan mengalami gangguan emosional jika mereka tidak siap meghadapi dunia
pernikahan dengan bertambahnya tanggung jawab (dalam Gemari, 2002). Remaja yang
menikah 6 diusia muda dituntut dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
pernikahan, bertambahnya tanggung jawab untuk menghidupi keluarga, terancam
putus sekolah dan terancam menjadi pengangguran. Remaja yang menikah diusia
muda biasanya mengalami stress berhubungan dengan peran baru mereka sebagai
suami maupun ayah atau sebagai istri maupun ibu (Papalian dan Olds dalam Surya,
2010). Maka dalam hal ini diperlukan sebuah kemampuan dalam menyesuaikan diri
pada individu yang menikah dini. Penyesuain diri disini menyangkut kemampuan
individu dalam menghadapi kenyataan perihal status yang ia sandang sebagai
insan yang sudah berumah tangga, berikut hak dan tanggung jawab yang harus
diemban. Sarafino dalam Hayati (2010) berpendapat bahwa akan ada banyak efek
dari dukungan sosial karena dukungan sosial secara positif dapat memulihkan
kondisi fisik dan psikis seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, banyak penelitian yang mengukur tentang
penyesuaian diri, diantaranya ada yang meneliti lansia, narapidana, pensiunan,
maupun pelaku pernikahan beda etnis. Hal demikian mengindikasikan bahwa betapa
pentingnya penyesuaian diri seseorang dalam menghadapi kondisi baru atau
situasi yang tidak atau belum seharusnya ia hadapi. Karena penyesuaian diri
merupakan elemen yang akan menunjang bagaimana ia menjalani kehidupan
selanjutnya. Begitu pula yang terjadi pada individu menikah dini yang akan
dihadapkan pada situasi yang belum menjadi tugas perkembangannya. 7 Penyesuain
diri dalam pernikahan adalah sebuah hal yang fundamental bagi pasangan suami
istri, karena hal tersebut menentukan masa depan pernikahan atau rumah tangga
yang dibina. Karena jika individu tersebut gagal dalam menyesuaikan diri, hal
tersebut membuka peluang terjadinya berbagai masalah dalam rumah tangga,
sebagai contoh adalah perceraian. Setiap orang memiliki tingkat penyesuaian
diri yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan masing-masing orang memiliki
perbedaan dalam hal tuntutan hidup sehari-hari, sehingga kemampuan seseorang
terhadap stres tergantung pada umur; jenis kelamin; kepribadian; intelegensi;
emosi; status sosial; pekerjaan (Hakim, 2010). Penyesuaian diri disini dapat
diartikan sebagai modal internal individu dalam menjalankan segala
kesehariannya, dan dengan berbagai tuntutan hidup yang harus dihadapi dalam
membina rumah tangga, tidak menutup kemungkinan seorang yang masih pada usia
dini (remaja) akan mengalami kegagalan dalam hal melakukan penyesuain diri.
Sehingga ketika seseorang gagal melakukan penyesuain diri, besar kemungkinan
dalam pengambilan sebuah keputusan akan tidak terarah dan terfokus yang
menyebabkan keputusan yang diambil adalah bukannya menyelesaikan masalah,
justru menimbulkan permasalahan baru. Oleh karena itu, diperlukan sikap atau
perlakuan tertentu sebagai faktor pendukung dari luar (eksternal) yang dapat
membantu menumbuhkan penyesuaian diri (internal), salah satunya adalah dukungan
sosial keluarga. 8 Menurut Kane dalam Friedman dikutip oleh Malau (2013),
dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosialnya sehingga dalam proses ini akan terjadi interaksi atau
hubungan timbal balik. Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang
terjadi sepanjang proses kehidupan dan memiliki jenis serta kuantitas dukungan
sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Misalnya,
jenis-jenis dan kuantitas dukungan sosial dalam fase perkawinan sangat berbeda
dengan banyak dan jenis-jenis dukungan sosial yang dibutuhkan ketika keluarga
sudah berada dalam fase kehidupan terakhir. Dukungan sosial keluarga dapat
membuat keluarga mampu berfungsi lebih baik serta meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga di dalam semua tahap siklus kehidupan. Dukungan sosial yang
berasal dari keluarga juga melibatkan kewajiban yang lebih besar untuk adanya
balasan (timbal-balik) dan memiliki potensi yang lebih besar untuk berkonflik
(Dalton, 2001). Sedangkan menurut Caplan dalam Maldonado, 2005 mengemukakan
bahwa keluarga dapat menjadi pemberi dukungan yang utama bagi seseorang dalam
menemukan kualitas serta kuantitas bantuan yang didapatnya. Akan tetapi pada
kenyataannya, penulis menemukan fenomena adanya sebuah kebiasaan pada
masyarakat Lombok yaitu pihak orang tua akan melepas anaknya secara total tanpa
ada campur tangan terhadap rumah tangga sang anak, terutama dalam hal materi
atau hal yang bersifat finansial. Dengan kata lain, sang anak sudah dianggap
mampu secara mandiri dalam menghidupi keluarga dan membina rumah tangga. Hal
yang demikian juga berlaku pada pasangan yang 9 melakukan pernikahan dini, yang
kemudian menimbulkan masalah pada pasangan tersebut dalam membangun rumah
tangga yang baik dan sejahtera. Sedangkan di sisi lain, individu yang menikah
dini tersebut pada dasarnya membutuhkan bantuan secara finansial, nasihat yang
membangun, pemberian semangat dan kasih sayang serta dukungan moral lainnya
yang bersumber dari tetangga, serta masyarakat sekitar lingkungan tempat
tinggal mereka, terlebih lagi dukungan sosial dari keluarga mereka sendiri yang
merupakan orang-orang terdekat yang cukup memiliki kedekatan secara emosional
yang lebih mendalam. Dengan demikian, menurut hemat penulis minimnya dukungan
sosial keluarga inilah yang kemungkinan besar membuka peluang terjadinya
kegagalan dalam penyesuaian diri pada individu menikah dini yang dituntut
secara mandiri untuk menjalani kehidupan berumah-tangga, padahal mereka masih
sangat membutuhkan dukungan eksternal, karena untuk menghadapi hal semacam ini
tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan modal kesiapan secara psikis pada diri
individu tersebut (internal). Dan ketika terjadi kegagalan dalam penyesuaian
diri maka akan berdampak pada pengambilan keputusan yang kurang tepat yang
imbasnya adalah perceraian, atau lebih jauh lagi sebagai faktor penyebab
merosotnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia) NTB dan meningkatnya AKI (Angka
Kematian Ibu). 10 Berdasar uraian yang telah dipaparkan, penulis sangat
tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Penyesuaian Pernikahan pada Individu Menikah Dini di Desa Lendang Nangka Lombok
Timur”. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang penulis ajukan dalam
penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tingkat dukungan sosial
keluarga pada individu menikah dini di Desa Lendang Nangka, Lombok Timur? 2.
Bagaimanakah tingkat penyesuaian pernikahan pada individu menikah dini di Desa
Lendang Nangka, Lombok Timur ? 3. Adakah hubungan dukungan sosial keluarga
dengan penyesuain pernikahan pada individu menikah dini di Desa Lendang Nangka,
Lombok Timur ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat dukungan sosial
keluarga pada individu menikah dini di desa Lendang Nangka pada khususnya dan
di Lombok secara umum. 2. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian pernikahan
individu yang menikah dini di desa Lendang Nangka pada khususnya dan di Lombok
secara umum. 3. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan
penyesuaian pernikahan pada individu menikah dini di Lombok. 11 D. Manfaat
Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi di bidang psikologi pada umumnya dan secara khusus akan mampu
menambah khazanah ilmu pada bidang psikologi perkembangan, klinis, maupun
sosial terutama yang berkaitan dengan hubungan dukungan sosial keluarga dengan
penyesuaian pernikahan pada individu yang melakukan pernikahan dini atau yang
sejenis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada
peneliti-peneliti lainnya yang berminat lebih lanjut mengkaji tentang dukungan
sosial keluarga maupun penyesuaian diri. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian
ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh dukungan sosial keluarga
terhadap penyesuain pernikahan untuk individu menikah dini maupun keluarga dari
pasangan menikah dini. b. Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat
khususnya bagi pria maupun wanita yang belum menikah sebagai informasi penting
jika ingin melaksanakan pernikahan dini. c. Hasil penelitian ini juga
diharapakan memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah
NTB dalam melaksanakan programprogram sebagai usaha mensejahterakan masyarakat
di NTB secara umum, dan Lombok khususnya.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment