Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Wednesday, June 14, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Psikologi:Hubungan Adversity quotienty dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX SMA Darul Ulum 1 unggulan BPP-T Peterongan Jombang

Abstract

INDONESIA:
Prestasi belajar saat ini masih dinilai penting dalam ranah pendidikan. Dibutuhkan faktor pendukung untuk terbentuknya prestasi belajar yang tinggi. Akan banyak muncul kesulitan atau kegagalan – kegagalan yang dilewati dalam meraih prestasi belajar. Tidak semua siswa mampu melewati kesulitan dan tantangan dalam proses belajar, tentu saja hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar yang dicapainya. Adversity quotient serta dukungan sosial dari lingkungan sekitar dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dalam dalam meraih prestasi belajar (Stolzt:2000). Penelitian ini dilakukan di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Jombang. Dengan tujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient dan dukungan sosial pada siswa dan mengetahui seberapa besar pengaruh adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada siswa SMA Darul Ulum 1.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif korelasional, yaitu menjelaskan peristiwa berdasarkan data, sedangkan korelasional untuk menemukan ada tidaknya dua fenomena atau lebih. Dengan jumlah populasi sebesar 281 siswa, dengan pengambilan sampel 30% yaitu 82 siswa. Menggunakan teknik incidental sampling yaitu pemberian skala kepada subjek yang berada di unit analisisnya tanpa terlebih dahulu mengetahui secara pasti kondisi subjek tersebut. dengan pengukuran instrument menggunakan skala likert. Sedangkan untuk analisis data penelitian menggunakan regresi berganda karena peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan variabel terikat, bila dua atau lebih variable bebas sebagai faktor predikator yang dimanipulasi .
Hasil penelitian adversity quotient menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar. Angka 0,209 pada Standardized Coefficient menunjukkan tingkat korelasi antara Adversity quotient dengan prestasi belajar, sedangkan angka 0,482 Standardized Coefficient menunjukkan tingkat korelasi antara dukungan sosial dengan prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat korelasi dukungan sosial lebih tinggi dari pada tingkat korelasi adversity quotient terhadap prestasi belajar siswa SMA Darul Ulum 1. Sumbangan efektif adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar sebesar 35,2% sedangkan sisanya 64,8% dipengaruhi oleh faktor lain.
ENGLISH:
Learning achievement is still considered important in the realm of education. It takes a contributing factor to the formation of high academic achievement. Will appear much difficulty or failures that passed in learning achievement. Not all students were able to pass through difficulties and challenges in the process of learning, of course, this will affect the achievement of learning achievement. Adversity quotient and social support of the environment needed to achieve success in learning achievement (Stolzt: 2000) This research is applied in Excellent Senior High School of Darul Ulum 1. The purpose of the research is to know the correlate of adversity quotient and social support to students and to know how much influence the adversity quotient and social support on students learning achievement of Excellent Senior High School of Darul Ulum 1 Jombang.
This research uses quantitative descriptive correlational study, which describes the events based on the data, while the correlation to discover whether there are two or more phenomena. With a population of 281 students, with 30% sampling is 82 students. Using incidental sampling technique that is giving scale to the subject that is in the unit of analysis without first knowing the exact condition of the subject. The measurement instrument using a Likert scale. Multiple regression analysis used in this study because the researchers intend to predict how the state the dependent variable, if two or more independent variables as factors predikator manipulated.

The result is Adversity quotient showed a correlation coefficient there is a significant positive correlation between adversity quotient and social support with academic achievement. 0.209 on Standardized Coefficient indicates the degree of correlation between Adversity Quotient with student achievement, while the 0,482 numbers Standardized Coefficient shows the correlation between the level of social support with academic achievement, it can be concluded that the level of correlation of social support is higher than the level of correlation adversity quotient on student achievement of Excelent senior high school Darul Ulum 1. Adversity quotient and effective contribution to the achievement of social support by 35.2% while the remaining 64.8% is influenced by other factors

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Permasalahan Pendidikan saat ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan globalisasi yang semakin maju. Dengan pendidikan yang memadai kita dapat memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk menghadapi era tersebut. Semakin banyak mendapatkan ilmu pengetahuan maka seseorang tersebut akan lebih mampu untuk menghadapi tantangan–tantangan yang akan dihadapinya nanti. Pendidikan itu sendiri adalah suatu hak yang harus dimiliki setiap orang, Baik pendidikan formal maupun non formal. Agar kedepannya manusia dapat memiliki intelektual yang tinggi. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun, saat ini terlihat suatu kecenderungan di dalam masyarakat yang menganggap bahwa fungsi pendidikan seolah hanya merupakan suatu tempat untuk mempersiapkan para siswa dalam menghadapi berbagai tes dan penilaian, bukan sebagai tempat untuk belajar (Hawadi, 2001:43). Menuntut ilmu merupakan kegiatan yang paling pokok di dalam proses pendidikan khususnya di sekolah, peran dari orang tua murid dan guru menjadi salah satu faktor yang pokok dalam mempengaruhi motivasi dan prestasi siswa di sekolah (Gunarsa, 1995:114). Sedangkan pendidikan informal adalah proses belajar yang relatif kurang disadari dalam kehidupan. Salah satu pendidikan informal adalah pendidikan dalam keluarga. Hasil dari proses belajar tersebut kemudian akan dievaluasi dan juga akan diperoleh prestasi seseorang. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendidik manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam proses pengajaran tersebut telah dirancang untuk memberikan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan. Sedangkan di dalam suatu pendidikan itu sendiri dibutuhkan ketekunan dan kesungguhan yang besar agar dapat meraih sebuah kesuksesan. Belajar menuntut ilmu merupakan kegiatan yang paling pokok di dalam proses pendidikan khususnya disekolah, peran dari orangtua murid dan guru menjadi salah satu faktor yang pokok dalam mempengaruhi motivasi dan prestasi siswa di sekolah (Gunarsa, 1995:114) Telah diketahui bahwa sesungguhnya siswa sebagai seorang manusia pembelajar dan penerus generasi bangsa yang harus memiliki kualitas dan dalam meningkatkan kualitas diri siswa harus mengaktualisasikan seluruh kemampuan fisik, mental, emosi serta spiritualnya. Dalam sebuah lembaga pendidikan salah satu indikator lembaga pendidikan yang berkualitas adalah kualitas dalam prestasi belajar siswanya. Selama ini prestasi belajar disekolah dapat terlihat dari hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam belajar. Banyak sekali faktor yang menunjang peserta didik untuk meraih prestasi dengan baik. Prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor. Secara umum Slameto menyebutkan, ada dua faktor yang mempengaruhi pertama faktor yang berada dalam diri siswa (faktor individu) dan kedua faktor yang terdapat dari luar diri siswa (faktor situasi). Faktor individu meliputi kecerdasan intelegensi, sikap, motivasi, kesiapan, kematangan dan faktor situasi yang berasal dari lingkungan. (Maricha,2006; 30). Selama ini prestasi merupakan hal yang sangat penting saat ini, bahkan masih dianggap sebagai satu–satunya ukuran berhasil atau tidaknya seseorang dalam menjalani tugas–tugasnya. (Gustian, 2002:29). Bagi para remaja prestasi bukan suatu hal yang tidak penting melainkan para remaja menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. (Santrock, 2003:473). Bahkan tidak sedikit para guru dan orangtua juga berpendapat bahwa nilai rapor yang baik menandakan siswa mereka memiliki tingkat kecerdasan yang baik. Kecerdasan inteligensi selama ini masih menjadi faktor utama dalam meraih keberhasilan dalam berprestasi. Semakin banyak orangtua yang beranggapan bahwa ketika anak mengalami kegagalan dalam berprestasi maka akan dianggap bodoh dan tidak mampu untuk meraih prestasi yang baik. Namun jika hal ini terjadi, maka anak semakin sulit untuk menemukan jati diri mereka kelak. Bukan hanya kecerdasan inteligensi saja yang dibutuhkan para peserta didik dalam meraih prestasi belajar. Namun juga ada faktor lain yang harus diperhatikan diluar kecerdasan inteligensi. Daniel Goleman berpendapat bahwa kecerdasan intelektual bukanlah semata-mata faktor yang berperan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang yang IQ-nya tinggi mengalami kegagalan, sementara banyak yang lainnya dengan IQ rata-rata saja dapat memiliki prestasi yang tinggi. Kecerdasan tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik belum cukup untuk menghasilkan kesuksesan hidup seseorang. (Maricha,2006; 30). Berbeda dengan IQ, Adversity quotient yang diperkenalkan oleh Dr. Paul Stolzt, Ph.D pada tahun 1997 membuat terobosan baru. Menurutnya, Adversity Quotient dapat membantu seseorang memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, dengan tetap berpegang terhadap impian-impian tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Stolzt menyebutkan Adversity quotient sebagai penentu kesuksesan seseorang. Adversity quotient merupakan kerangka kerja konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan, merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan, dan serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan yang dapat memperbaiki efektivitas diri dan profesional. (Stoltz, 2000;9) Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang juga berperan dalam pencapaian prestasi siswa. Relasi dengan individu lain di luar keluarga mulai dialami oleh siswa dalam ligkungan ini. Berdasarkan pada hasil wawancara dengan guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April 2013, mengatakan bahwa, di dalam proses belajar mengajar di sekolah sering kali ditemukan bahwasannya siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang kurang maksimal dikarenakan memiliki kesulitan dalam melakukan pemahaman belajar. Tuntutan penguasaan materi yang berlebih dan penyampaian materi yang kurang jelas juga dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Tuntutan eksternal berasal dari tugas yang diberikan serta beban pelajaran dari sekolah, tuntutan orang tua dan guru untuk berhasil di sekolah dan penyesuaian sosial yang tidak realistis dengan menginginkan mereka unggul dalam segala bidang, serta perhatian yang berlebih terhadap kesalahan atau kegagalan yang dilakukan. Pada SMA Darul Ulum 1 ini persaingan dalam berprestasi juga cukup menguras tenaga dan energy. Disamping program sekolah yang full day. Mereka juga cukup banyak kegiatan ekstra kurikuler yang salah satunya wajib diikuti oleh siswa. Namun pada dasarnya para siswa SMA sudah jarang sekali untuk melakukan kegiatan bermain seperti halnya anak – anak yang masih beranjak remaja. Mereka lebih senang untuk melakukan sharing antar teman, bertukar pikiran serta bertukar pengalaman antar individu yang ada di lingkungannya. Dengan tuntutan – tuntutan seperti yang diberikan oleh sekolah mereka juga harus giat belajar untuk mengasah kemampuannya agar mereka tetap dapat berprestasi dengan baik di kelasnya. Namun jika siswa tidak dapat berkompetisi dengan baik, ia akan merasa tertekan atas prestasi yang di dapatnya. Dan akan berdampak pada psikis siswa tersebut. Stressor yang tidak mampu dikelola dengan baik tentunya akan menimbulkan dampak negatife bagi siswa. Heiman dan Kariv (dalam Safaria, 2007 hal 1-2) menyebutkan dampak yang negatif tersebut berupa susah untuk konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami bahan pelajaran. Apabila hal ini tidak segera ditangani mengakibatkan siswa tidak mampu menggunakan potensi yang dimiliki secara optimal, sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kuantitas potensi. atas rata-rata yang dimiliki dituntut untuk senantiasa mempunyai prestasi belajar yang lebih unggul, tidak sebatas unggul dalam lingkungan sekolah melainkan juga unggul dalam lingkungan yang lebih luas. Faktanya pada sekolah ini siswa dalam belajar harus mencapai nilai Standart Ketuntasan Minimal (SKM) yang telah ditentukan oleh sekolah. Jika dalam hasil belajar mereka mendapati tiga mata pelajaran yang dibawah standart yang telah ditentukan sekolah mereka akan terancam drop out dari sekolahnya. Namun hal ini tidak langsung begitu saja dilakukan oleh sekolah, melainkan pihak sekolah akan melakukan panggilan terhadap orang tua siswa. Apabila setelah mendapati demikian dan siswa tidak mengalami perubahan, maka dengan sangat terpaksa pihak sekolah akan melakukan DO. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya tekanan – tekanan dari luar siswa itu sendiri, sehingga dapat mengakibatkan depresi. Penelitian tentang Adversity quotient telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di luar negeri diantaranya dilakukan oleh Williams (2003) yang menemukan bahwa ada hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa. Hasil wawancara dengan guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April 2013, mengatakan bahwa “ telah dilakukan serangkaian tes IQ pada kelas X ketika akan melakukan penjurusan pada saat kenaikan kelas XI. Dan hasilnya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Anak yang biasanya juara kelas IQ yang didapat malah tidak begitu tinggi. Begitu juga sebaliknya anak yang biasanya tidak mendapat juara di kelasnya malah mendapat nilai IQ yang tinggi. Dari pernyataan tersebut dapat membuktikan bahwa IQ tidak bisa selalu diunggulkan dalam meraih prestasi dalam belajar. Seharusnya para pendidik, orang tua dan lainnnya sadar bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi suksesnya anak dalam berprestasi atau gagalnya anak dalam berprestasi, jangan hanya di ukur karena IQ mereka tinggi atau rendah tapi banyak aspek yang lain yang harus mereka ketahui dalam perkembangan peserta didik. Pada umumnya ketika siswa dihadapkan pada kesulitan dan tantangan hidup. Mereka menjadi loyo dan tidak berdaya, mudah menyerah sebelum berperang. Inilah yang disebut tanda–tanda AQ rendah. Selain IQ kesuksesan juga dapat diukur melalui AQ Menurut Paul G. Stoltz (2005:8) bahwa kesuksesan ditentukan oleh AQ yakni kemampuan bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya. Hal ini dapat dibuktikan melalui sesi konseling yang diadakan oleh sekolah. Beberapa siswa melakukan “curhat” kepada masing-masing guru konselingnya. Dari situ dapat diketahui bahwa sejauh mana para siswa dapat bertahan dan mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan mereka melakukan curhat, dapat dikatakan sebagian dari para siswa ingin mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Baik itu masalah prestasi maupun masalah pribadi. Dengan melakukan curhat para siswa akan mendapatkan solusi dari guru konselingnya Walaupun mereka dalam menyelesaikan masalah mendapat bantuan dari orang-orang sekitar, namun hal ini bisa dikatakan mereka dapat bertahan dan memperjuangkan masalah yang dihadapi guna menjadi pribadi yang tangguh. (wawancara Miftah : 11 april 2013) Dalam meraih prestasi belajar tentunya para siswa memiliki kesulitankesulitan tertentu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa-siswi tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk mendapati prestasi belajar yang kurang memuaskan, walaupun secara inteligensi mereka adalah anak-anak yang memiliki inteligensi yang baik. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya yaitu terletak pada kemampuan dan kegigihan siswa dalam menghadapi kesulitan. Kemampuan dalam menghadapi kesulitan inilah yang disebut dengan adversity quotient. Stolzt (2000:93) mengemukakan bahwa adversity quotient mencakup faktor-faktor yang dibutuhkan dalam mencapai kesuksesan. Faktor-faktor tersebut yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, mengambil resiko, perbaikan, ketekunan, belajar, dan merangkul perubahan. Adversity quotient dapat membantu peserta didik untuk memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian Semakin tinggi tingkat Adversity quotient semakin besar kemungkinan peserta didik untuk bersikap optmis, dan inovatif dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat adversity quotient semakin besar kemungkinan seseorang untuk menyerah, menghindari tantangan dan mengalami depresi. Hasil penelitian yang dilakukan Siddiqiyah yang menunjukkan bahwa Adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan motivasi berprestasi, sehingga dapat dikatakan siswa yang mempunyai AQ tinggi akan berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga diperoleh prestasi belajar yang baik pula. (Syiddiqiyah , 2007:98) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Adversity Quotient merupakan kemampuan bagaimana individu dapat bertahan dalam menghadapi persoalan ataupun kesulitan hidup serta mampu berpikir mencari jalan keluar dari permasalahannya. Untuk mencapai sukses dalam hidup, tidak cukup hanya berdiam diri dan menyerah. Tipe individu ini tidak akan sampai pada puncak sukses. Untuk sukses, dibutuhkan orang yang memiliki kecerdasan dari aspek kesediaannya menerima kesengsaraan dan kesulitan. Apabila orang yang dapat bertahan hidup dalam lingkup kesulitnya kehidupan, maka mereka adalah orang yang tinggi AQ nya. Sebaliknya, jika sebagai manusia kita mudah menyerah, pasrah begitu saja pada takdir, pesimis dan selalu bersikap negatif, maka dapat dikatakan kita sebagai individu yang memiliki tingkat AQ yang rendah. Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Di dalam belajar akan menghasilkan perubahan – perubahan yang positif dalam diri seseorang. Melalui proses belajar akan diketahui seberapa besar perubahan yang telah dicapai. Hal itu juga terjadi pada siswa yang sedang mengikuti pendidikan, akan ada penilaian pada setiap pembelajaran. Dan hasilnya dapat diketahui sejauh mana siswa dapat memahami suatu pembelajaran. Hal inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Arif Gunarso (1993) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. Banyak yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991) prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Dukungan sosial dari guru, orang tua, teman-teman sebaya siswa, juga berperan penting terhadap prestasi belajar siswa disekolah. Bagi para siswa, guru adalah seseorang yang memiliki otoritas selain orangtua mereka dalam hal pendidikan. Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan kelompok yang memiliki kedekatan khusus satu sama lain sehingga dapat saling mempengaruhi. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga. Hubungan kedekatan ini tentunya juga berperan dalam hal pencapaian prestasi yang memuaskan. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang adalah dukungan sosial. Etzion (Indarjati, 1997:109) mengartikan dukungan sosial sebagai hubungan atau transaksi interpersonal yang di dalamnya terdapat satu atau lebih bantuan. Dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga maupun temanteman khususnya teman sebaya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Taylor (1991:244) bahwa keluarga dan teman-teman dapat memberikan bantuan nyata dalam bentuk barang atau jasa selama individu mengalami tekanan. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak pertama. Kemampuan siswa untuk dapat bertahan dalam menghadapi persoalan ataupun kesulitan hidup serta mampu berpikir mencari jalan keluar dari permasalahannya tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari lingkungan di sekitarnya. Anak yang berusia 15 sampai 18 tahun dikategorikan dalam masa remaja pertengahan, dalam masa ini merupakan suatu periode yang penting selama rentang kehidupan karena seseorang akan mengalami banyak perubahan, diantaranya perubahan fisik, sikap dan perilaku. Pada masa remaja inilah, remaja dituntut untuk mengetahui banyak hal dalam upaya pembelajaran. Dan pembelajaran ini tidak bisa dilakuka oleh siswa sendiri tapi juga perlu dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya. Keluarga merupakan lingkungan awal yang dihadapi oleh setiap individudan keluarga merupan salah satu pemberi dukungan utama dalam setiap perkembangan individu. Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian prestasi belajar pada peserta didik, sebab keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan suatu individu. Dimana individu tersebut belajar dan terus berkembang serta menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Tidak jarang adanya anak-anak yang merasa malas dan mundur semangatnya dalam belajar karena tidak ada orang lain yang memberikan bantuan kepadanya ketika ia menemukan kesulitan dalam belajar, akhirnya timbullah kebosanan dalam belajar, karena menganggap bahwa belajar itu merupakan hal yang memberikan kesulitan saja. Selain keluarga, seorang anak bisa mendapatkan dukungan sosial dari teman sebayanya. Teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana seseorang belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya (Mappiare, 1982:157) Dukungan sosial baik dari keluarga maupun teman sebaya dapat diperoleh dengan saling memperhatikan, saling memperdulikan memberikan semangat atau dorongan untuk lebih maju, serta memberi saran yang dapat berguna dalam memperkuat ketahanan individu siswa dalam menghadapi masalah dan pencapaian prestasi belajar yang optimal. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh para siswa dalam perkembanganya. Mereka membutuhkan dukungan materi, informasi,motivasi dll, untuk dapat bertahan dalam perjuanganya mendapat prestasi yang terbaik. Mereka juga akan merasa mampu dan yakin dengan usahanya tersebut karena orang-orang disekitarnya yang membangun keyakinan pada dirinya. Keyakinan dan perasaan dihargai atas kemampuannya untuk mendapat prestasi ini merupakan hal yang penting. Dukungan sosial banyak memberikan manfaat pada seseorang. Menurut Mitchell dkk. (Nietzel dan Bernstein, 1987) menyatakan bahwa hubungan antara stres dan kesakitan lebih banyak dialami oleh seseorang yang sedikit mendapatkan dukungan sosial. House dkk. (Baumeister dan Bushman, 2008) juga menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan kesehatan yang lebih baik, pemulihan dari kesakitan yang lebih cepat serta memilki resiko kematian yang lebih rendah. Smet (1994) juga mengungkapkan bahwa dukungan informasi, perhatian, penilaian diri, dan dukungan instrumental merupakan aspek-aspek yang sangat penting agar individu dapat merasakan adanya dukungan dari orang lain. Adapun Sarafino (2006) berpendapat bahwa dukungan emosional/ penghargaan dapat melindungi seseorang dari emosi negatif dengan konskuensi stres. Jenis dukungan yang diterima dan diperlukan tergantung pada kondisi tertentu. Dukungan instrumental akan lebih efektif bagi seseorang dalam keadaan kekurangan ekonomi atau kemiskinan. Sementara, dukungan informasi berperan penting bagi seseorang yang kurang dalam pengetahuan seperti prognosis penyakit dari dokter yang dibutuhkan pasien. Adapun dimensi lainnya sangat berperan untuk perstiwaperistiwa yang penuh stres (Defars dan Soomer dalam Smet,1994). Dukungan sosial merupakan faktor eksternal yang dibutuhkan oleh siswa untuk mencapai prestasi yang ia inginkan. Adapun dari faktor internal dibutuhkan semangat juang atau daya juang untuk mempertahankan usahanya sehingga dapat meraih prestasi. Seseorang yang belajar akan menghadapi suatu permasalahan yang mungkin akan berat baginya. Permasalahan yang berat akan mampu mereka hadapi jika memiliki ketahanan dan daya juang untuk terus berusaha dan dukungan sosial yang baik dari keluarga dan orang-orang yang berada disekitarnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dian Ayu Puspasari (2010) ditemukan Korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi sebesar r = 0.520 dengan p = 0.000 (p<0.01) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan adversity quotient. Dan pada penelitian Agustina Ekasari dan Nur Hafizhoh (2009) ditemukan hasil uji regresi linear antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan intensi pulih, diperoleh data 0.000 >< 0.05. hal ini menunjukkan bahwa adversity quotient dan dukungan sosial berpengaruh terhadap intensi pulihnya. Sedangkan fakta lapangan yang terjadi di SMA Darul Ulum jombang seperti yang di uraikan oleh salah satu guru BK pada wawancara dengan guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April , Ada salah satu siswa kelas XI, Tita namanya. Tita merupakan anak dari keluarga yang berada, memiliki segala sesuatu yang dia inginkan. Serta mendapat dukungan penuh dari keluarga untuk semua hal yang berkaitan dengan sekolahnya. Serta dia memiliki adversity quotient yang tinggi prestasi belajar yang tidak mengecewakan Tita memiliki prestasi yang luar biasa disekolahnya. Namun berbeda dengan Tita, ada siswa lain yang hampir seperti Tita, Dita namanya. Dita merupakan anak dari keluarga yang berada juga. Orangtuanya mendukung penuh atas kegiatan Dita di sekolah. Segala kebutuhan sekolahnya terpenuhi, namun adversity quotientnya rendah begitu juga dengan prestasi belajar yang diraihnya kurang begitu menggembirakan. Sedangkan si Dini yang memiliki prestasi belajar dan adversity quotint yang tinggi, namun dari sisi lain Dini kurang mendapat dukungan dari teman-teman dikelasnya. Dari tiga fakta diatas tidak menutup kemungkinan bahwa dukungan sosial dari berbagai pihak, khususnya keluarga adalah satu dari beberapa faktor pendukung terbentuknya prestasi belajar yang bagus.. Ada faktor lain yang harus diperhatikan dukungan dari lingkungannya juga perlu diperhatikan. Dukungan dari guru-guru disekolah serta teman-teman sebayanya juga mempengaruhi prestasi belajarnya. Dan tidak menutup kemungkinan tingginya adversity quotient juga mempengaruhi faktor internal yaitu yang berasal dari dirinya sendiri. Adversity quotient dapat membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian. Semakin tinggi tingkat adversity quotient semakin besar kemungkinan seseorang untuk bersikap optimis, dan inovatif dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat adversity quotient semakin besar kemungkinan seseorang untuk menyerah, menghindari tantangan dan mengalami depresi. Dengan memiliki adversity quotient, siswa dinilai lebih mampu melihat dari sisi positif, lebih berani mengambil resiko, sehingga tuntutan dan harapan dijadikan sebagai dukungan dan keberadaannya di sekolah SMA Darul 1 Unggulan merupakan peluang untuk memberikan kontribusi yang lebih banyak pada masyarakat serta bangsa dan negara pada umumnya. Dan juga peran dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan sekitar menjadi faktor pendukung tingginya prestasi belajar. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penulisan ini peneliti ingin mengetahui adakah hubungan adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang. B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara Adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada siswa kelas XI SMA Darul Ulum 1 ? 2. Seberapa besar pengaruh Adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada kelas XI SMA Darul Ulum 1? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui hubungan antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan tingkat prestasi belajar pada kelas XI SMA Darul Ulum 1. 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada kelas XI SMA Darul Ulum 1. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini terbagi atas manfaat teoritis dan praktis. 1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. 2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua dan guru di sekolah agar lebih memperhatikan putra putrinya demi terbentuknya prestasi belajar yang maksimal, serta konselor sekolah untuk bisa lebih peka terhadap masalah yang dihadapi para siswa siswi di sekolah.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan Adversity quotienty dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX SMA Darul Ulum 1 unggulan BPP-T Peterongan Jombang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment