Abstract
INDONESIA:
Secara umum kreativitas dipahami sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan produk baru atau gagasan yang baru dan berbeda atau tidak lazim. Namun, sebenarnya kreativitas lebih merupakan proses bukanlah hasil. Kreativitas merupakan suatu cara berpikir, bukan sekedar hasil berpikir. Berbeda dengan cara berpikir yang terpusat atau pemikiran menuju satu jawaban (konvergen) yang sering diajarkan di sekolah, cara berpikir kreatif lebih mengarah pada berbagai kemungkinan penyelesaian menghasilkan banyak ide (divergen atau tidak terarah).
Hal ini yang menjadi landasan munculnya penelitian ini. Dengan rumusan masalah mengenai bagaimana tingkat kreativitas anak sebelum diberikan perlakuan bermain seni Origami; bagaimana tingkat kreativitas anak sesudah diberikan perlakuan; dan bagaimana efektivitas bermain seni Origami dalam meningkatkan kreativitas anak. Sedangkan tujuan penelitian eksperimen ini adalah untuk mengetahui sejauhmana tingkat kreativitas anak sebelum diberikan perlakuan permainan Seni Origami, mengetahui sejauhmana tingkat kreativitas sesudah diberikan perlakuan, dan untuk mengetahui efektivitas Bermain Seni Origami dalam meningkatkan kreativitas anak.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode true eksperimen dan desain yang digunakan adalah Pretest – Postest Control Group Design. Subjek penelitian diambil dari siswa Taman Kanak – Kanak Muslimat NU 21 Malang berusia 5 – 6 tahun yang berjumlah 11 anak. Agar dalam mengelompokkan anggota dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dianggap memiliki peluang yang sama, maka pembagian dipilih secara random. Pengukuran kemampuan kreativitas dilakukan dengan menggunakan tes yang mengukur kemampuan berpikir kreatif, yaitu tes kreativitas figural. Analisis yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini menggunakan analisis kuantitatif rumus statistik SPSS (Statistic Program for Social Sciences), dengan teknik analisis data uji – T.
Hasil penelitian, pada kelompok eksperimen diketahui bahwa pada kelompok eksperimen mayoritas subjek mengalami perubahan tingkat kreativitas dari pretest hingga saat posttest. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil mean pada saat pretest 36,00 dan pada saat posttest 70,60. Pada kelompok kontrol, perolehan mean pada saat pre-test 27,67 dan 41,17 pada saat post-test. Dari hasil analisis uji T, diketahui Thitung sebesar 5,754 dengan derajat kebebasan 4, Output SPSS memberikan nilai p-value = 0,005 dan nilai Ttabel sebesar 2,777 dengan menggunakan taraf signifikan 5% (0,05). Karena Thitung (5,754) lebih besar dari Ttabel (2,777) dan nilai p-value lebih kecil dari taraf signifikan (0,005 < 0,05), maka menjadi bukti kuat bahwa Ho: μ1 ≥ μ2 ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara rata – rata kemampuan kreativitas sebelum dan sesudah pemberian perlakuan bermain seni origami, dan dapat disimpulkan bahwa metode ini efektif dalam meningkatkan kreativitas anak.
ENGLISH:
In general, creativity is understood as an ability to produce new products or new ideas and different or unusual. However, creativity is more of a process not the result. Creativity is a way of thinking, not just the result of thinking. It is different with the ways of thinking or reasoning toward an answer (convergent) that is often taught in schools. Creative way of thinking leads to a variety of possible solutions to generate new ideas (divergent or undirected). It became the base for this study.
With the research questions about how the level of children’s creativity before playing Origami art treatment, how the level of children’s creativity after playing Origami art treatment, and how Origami art play effectiveness in improving children's creativity. The purpose of this experimental study is to determine the level of children’s creativity before Origami Art games treatment, determine the level of children’s creativity after Origami Art games treatment, and to determine the effectiveness of Origami Art Playing on increasing children's creativity.
True experiment method as approach used in this research. The experiment design used in this research is Pretest – Posttest Control Group design. Research subject are students from Muslimat NU 21 Kindergarten of Malang around the age 5 – 6 years old, there are 11 children. In order to classify the members of the experimental group and the control group considered to have the same opportunities, then the division selected by random. Measuring the capability of creativity by using creative thinking test, Figural Creativity Test. Quantitative analysis used in this experimental study by using SPSS (Static Program for Social Science) with T- test data analysis technique.
The result of the research is on experiment group the subject creative thinking degree changed during pretest and posttest. This is indicated by the results of mean acquisition 36.00 at pretest and 70.60 at posttest. On the control group, the mean acquisition is 27.67 at pretest and 41.17 at posttest. From the analysis result of T-test on SPSS program, known Thitung for 5,754 with 4 df, Output SPSS gives p-value = 0.005 and value of Ttabel 2.777, using signification standard 5% (0,05). Because Thitung (5,754) is greater than Ttabel (2.777) and the p-value is less than significant level (0.005 <0.05), then be strong evidence that Ho: μ1 ≥ μ2 rejected. It means that there is a signification in the average of skills of creativity before and after Origami Art play treatment. It can be concluded that this method is effective on increasing children's creativity.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam kehidupan manusia, kreativitas sangat
penting dan perlu dikembangkan dengan sebaik – baiknya, karena dengan adanya
kreativitas yang ada pada diri manusia maka dinamika kehidupan seseorang pun
juga akan menjadi dinamis dan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Melalui kreativitas yang dimiliki, seseorang akan mampu memunculkan ide – ide
baru yang terus berkembang dan membawa ke dalam era yang lebih baru lagi pada
kehidupan selanjutnya. Kreativitas merupakan suatu daya cipta dan juga sering
dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk mencari berbagai alternatif baik
dalam bentuk pemikiran, pendekatan masalah, ataupun aktivitas. Kreativitas
tidak berkembang secara otomatis, namun perlu dilatih, diberi kesempatan dan
rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang. Sebab semua anak mempunyai potensi
kreatif yang berbeda – beda. Pada dasarnya setiap manusia telah dikaruniai
potensi kreatif sejak ia dilahirkan. Hal ini dapat dilihat melalui perilaku
bayi ataupun anak yang secara alamiah gemar bertanya, memperhatikan dan mencoba
hal baru, gemar berkarya melalui benda apa saja yang ada dalam jangkauannya,
termasuk di dalamnya gemar berimajinasi. Potensi kreativitas ini juga dapat
dilihat melalui 2 keajaiban alamiah seorang bayi dalam mengeksplorasi apapun
yang ada di sekitarnya. Secara alamiah seorang bayi selalu ingin tahu serta
antusias dalam menjelajahi dunia sekitarnya. Mereka dapat menikmati warna,
cahaya, gerakan dan bunyi. Mereka juga dapat merasakan, mengambil, dan
memanipulasi apapun yang terlihat. Mereka dapat menghabiskan waktunya,
bereksperimen melalui berbagai benda, cuaca, maupun situasi tanpa merasa bosan.
Semua kegemaran ini adalah potensi kreativitas yang sangat dibutuhkan saat
mereka dewasa nanti. Dalam GBHN 1993 khususnya mengenai pendidikan nasional
menekankan bahwa, “penyelenggaraan pendidikan nasional memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani maupun
rohani”. Selanjutnya untuk menunjang hal tersebut, ditekankan pada “Iklim
belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya
belajar di kalangan masyarakat harus terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan
perilaku kreatif, inovatif, dan keinginan untuk maju”. Dinyatakan pula bahwa
“Pengembangan kreativitas hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu di lingkungan
keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan prasekolah”.
Secara eksplisit dinyatakan pada setiap tahap perkembangan anak dan pada setiap
jenjang pendidikan mulai dari pendidikan prasekolah sampai perguruan tinggi 3
kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, di samping juga
mengembangkan kecerdasan dan ciri – ciri lain yang menunjang pembangunan1 .
Telah dijelaskan bahwa potensi kreatif telah dimiliki anak sejak ia berusia
sangat dini, tetapi dalam perkembangannya seringkali potensi ini hanya sebagian
kecil saja yang tumbuh dan berkembang. Hal ini dikarenakan beberapa faktor di
antaranya seperti adanya larangan atau memang sistem di sekolah yang
dimaksudkan hanya menonjolkan beberapa aspek potensi saja. Atau bahkan orangtua
sendiri yang cenderung membatasi proses tumbuh kembang anak dengan membatasi
ruang gerak anak mereka. Hasil survei nasional pendidikan di Indonesia
menunjukkan bahwa sistem pendidikan formal di Indonesia pada umumnya masih
kurang memberi peluang bagi pengembangan kreativitas. Di sekolah yang terutama
dilatih adalah ranah kognitif yang meliputi: pengetahuan, ingatan, kemampuan
berpikir logis dan penalaran. Sementara perkembangan ranah afektif (sikap dan
perasaan) dan ranah psikomotorik (keterampilan) serta ranah lainnya kurang
diperhatikan dan dikembangkan. Hasil suatu penelitian seorang psikolog Amerika,
Torrance (1974: 4) menyimpulkan bahwa ada indikasi penurunan kemampuan berpikir
kreatif pada anak usia 6 tahun, yaitu saat anak masuk kelas satu sekolah
dasar.2 1Utami Munandar. 2002. Kreativitas & Keberbakatan; Strategi
Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 22
2 Tridjata. 1998. Permainan tradisional dalam pendidikan sebagai media ekspresi
kemampuan kreatif anak. Jogyakarta. Ar-ruzz media. Hal: 1 4 Pernyataan diatas
menunjukkan bahwa kreativitas pada anak usia dini belum dikembangkan secara
optimal, oleh karena itu potensi dan kreativitas anak perlu dikembangkan
melalui upaya pendidikan, baik pendidikan di lingkungan rumah, di sekolah,
maupun di masyarakat luas. Sebagaimana yang disampaikan Hasan bahwa:
"Pendidikan adalah suatu proses pengembangan dasar atau pengembangan bakat
dan kreativitas anak, dan proses tersebut berjalan sesuai dengan hukum – hukum
perkembangan. Bakat atau kreativitas anak tidak datang secara simultan atau
tiba – tiba, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan hukum alam yang ada,
bahwa manusia tumbuh dan berkembang setahap demi setahap". Lebih jauh
Mulyadi (2000) memaparkan bahwa: "Sistem pendidikan Indonesia saat ini
tidak menciptakan anak – anak yang kreatif. Selama ini murid yang dianggap baik
adalah murid yang rajin, penurut, dan patuh serta bisa mengerjakan soal – soal
sebagaimana yang telah diajarkan oleh guru, sampai pada titik komanya harus
persis". Kreativitas anak didik bangsa Indonesia dinilai memiliki tingkat
kreativitas rendah. Hal ini bisa terjadi karena pada kenyataannya anak – anak
sedari dini telah dibiasakan untuk berpikir secara tertib dan dihalangi
kemungkinannya untuk merespons dan memecahkan persoalan secara bebas. Dengan
berpikir tertib semacam ini, seseorang serasa dituntut untuk mengikuti pola
bersikap dan berperilaku atau 5 bahkan berpikir sebagaimana pola yang telah
dikembangkan oleh lingkungannya.3 Hal senada juga disampaikan Munandar (1999)4
bahwa, sistem pendidikan di Indonesia masih lebih menekankan pada pengembangan
kecerdasan dalam arti sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan
bakat kreatif peserta didik. Konsep kreativitas juga masih kurang dipahami, dan
ini mempunyai dampak terhadap cara mengasuh dan mendidik anak, padahal
kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan di semua bidang kegiatan
manusia. Pada dasarnya sekolah merupakan salah satu tempat yang sangat kondusif
untuk mengembangkan kreativitas para siswanya. Menurut Amabile5 , guru dapat
melatih keterampilan bidang pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang
khusus, seperti seni, bahasa, atau matematika. Guru juga dapat mengajarkan
keterampilan kreatif, cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau
memunculkan gagasan orisinal. Keterampilan seperti ini dapat diajarkan secara
langsung, tetapi lebih efektif lagi apabila disampaikan melalui contoh.
Kenyataannya justru banyak sekolah yang malah menghambat kreativitas anak.
Seperti pengertian pendidik mengenai konsep kreativitas masih kurang, penekanan
pembelajaran lebih pada penilaian bukan pada 3Kurniawati, Jati Pratama. 2009.
Pengaruh permainan konstruktif terhadap kreativitas anak prasekolah, skripsi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Tidak Diterbitkan 4Utami
Munandar. 2002. Kreativitas & Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi
Kreatif & Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal: 13 5Munandar, Utami.
2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta Hal: 76 6
belajar sambil bermain, metode pembelajaran yang monoton, memberi tugas yang
tidak bervariasi, dan tidak menghargai hasil karya anak, (yang memungkinkan
ruang kelas dipenuhi produk hasil karya anak), jenis alat permainan yang
tergolong alat permainan kreatif masih kurang dan sebagainya. Beberapa hal
tersebut merupakan contoh, yang dapat menghambat kreativitas anak. Penelitian Aziz
(2008) mengungkapkan bahwasanya pendidikan di Indonesia saat ini lebih
berorientasi pada hasil yang bersifat pengulangan, penghapalan, dan pencarian
satu jawaban yang benar terhadap soal – soal yang diberikan. Proses – proses
pemikiran tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif jarang sekali dilatihkan
(Joni, 1992). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah proses
pembelajaran yang kurang variatif.6 Selain itu, terdapat beberapa masalah
menonjol yang juga seringkali menjadi penghambat berkembangnya potensi anak
tersebut, antara lain adalah: (a) Orang tua yang kurang sigap terhadap masalah
kreativitas anak. Orangtua pada masa sekarang cenderung tidak membebaskan gerak
anak. Seringkali bahkan pada masa – masa di mana seharusnya kreativitas anak
dapat berkembang tetapi justru mereka hambat dengan pola pengasuhan yang
otoriter, memaksakan kehendak, menerapkan sistem disiplin ketat dan sebagainya.
Hal ini juga dikarenakan adanya kecenderungan mereka lebih mementingkan
perkembangan kecerdasan kognitif anak mereka. (b) Anak – anak lebih cenderung
pemalu, penakut, penyendiri, serta manja terhadap orang 6Al-khalili, Amal
Abdusalam. 2005. Mengembangkan Kreativitas Anak. Jakarta: Pustaka AlKautsar.
Hal:28 7 tua. Hal ini disebabkan lingkungan sosial anak yang tidak mendukung,
serta kurangnya pembelajaran dalam merangsang daya kreativitas di rumah. (c)
kekhawatiran orangtua yang berlebihan seperti misalnya apabila anak bermain
lumpur akan menjadikannya kotor, berkuman (sakit). (d) Sistem pendidikan yang
kurang menunjang daya kreativitas anak, dimana anak – anak tersebut seharusnya
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan mengekspresikan kreativitas mereka.
Serta (e) Kurangnya wadah bermain yang sesuai untuk usia anak – anak, misalnya
permainan yang bersifat kreatif, berimajinasi, dan lain sebagainya. Dari
beberapa masalah diatas penting bagi kita untuk memberdayakan sebuah pendidikan
bagi anak sejak dini dengan menyediakan sarana dan memberikan kesempatan seluas
– luasnya pada mereka agar potensi kreatifnya dapat berkembang. Rahmat (2000)7
berpandangan daya kreativitas anak sebenarnya dapat ditumbuhkan melalui
pengkondisian suasana belajar. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan potensi anak sangat penting, karena itu diperlukan strategi untuk
menciptakan lingkungan tersebut dengan pengaturan lingkungan yang membuat anak
dapat bergerak bebas dan aman, sehingga anak dapat meningkatkan daya imajinasi
kreativitasnya. Proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi
anak-anak (seperti halnya melalui kegiatan bermain), akan dapat merangsang
kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya sejak usia dini. 7 Ibid
8 Dewasa ini, kesadaran akan pentingnya pendidikan sejak dini menjadi
perbincangan hangat dalam dunia pendidikan. Pendidikan adalah sarana penting
dalam pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor individu secara
optimal. Pendidikan terbaik adalah pendidikan yang diberikan sejak dini pada
anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan awal sebagai dasar bagi pendidikan
– pendidikan lanjut bagi anak. Pendidikan ini merupakan masa transisi dari
kehidupan keluarga menuju kehidupan sekolah8 . Menurut Fieldman (2002) masa
usia dini merupakan masa emas yang tidak akan terulang, karena merupakan masa
paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berpikir,
kecerdasan, keterampilan dan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan ini memperkuat
keyakinan kita bahwasanya pendidikan dasar bagi anak seharusnya dapat dilakukan
sedini mungkin, tidak dimulai pada saat anak memasuki usia sekolah dasar, yang
kemungkinan sebagian besar pengembangan potensinya sudah mulai berkurang.9 Di
Indonesia, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sudah diimplementasikan di
berbagai propinsi sejak tahun 1999 (FORUM TERPADU, 2002). Dalam upaya memahami
sejauhmana pencapaian tujuan PAUD, telah dilakukan sebuah survei yang
menghasilkan berbagai temuan. Salah satu temuan tersebut ialah rendahnya
kesadaran masyarakat mengenai manfaat PAUD. Temuan ini tidak relevan karena
yang menjadi penyebab dari 8Hasan, Maimunah. 2010. PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini). Yogyakarta: Diva Press. Hal: 16 9 Ibid 9 kenyataan tersebut adalah
kurangnya kualitas sosialisasi program PAUD itu sendiri kepada masyarakat.10
Berbicara mengenai pendidikan pada anak usia dini, maka pembahasan yang tidak
kalah penting adalah upaya yang dilakukan sehingga potensi yang dimiliki anak
benar – benar berkembang, dimana dalam prosesnya tetap disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak. Tahap pertama kehidupan dikenal sebagai periode emas, ketika
anak – anak secara signifikan mengembangkan kapasitas emosional, sosial,
regulatif dan moral mereka, semua aspek tersebut merupakan dimensi kritis
pengembangan anak usia dini yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pembekalan
pada pengembangan anak usia dini berarti mempersiapkan anak – anak tersebut
menjadi individu – individu yang produktif. Sebaliknya, kegagalan dalam
memberikan anak dasar – dasar yang kuat bagi kehidupan yang sehat dan produktif
adalah sama dengan mempertaruhkan kesejahteraan dan kepastian masa depan
mereka. Selain itu, pembekalan pada pendidikan usia dini dapat memberikan
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan melakukan pembekalan pada saat
anak berusia lebih tua. 11Banyak bukti empiris memperlihatkan bahwa anak – anak
yang menerima pendidikan usia dini cenderung memiliki keterampilan dan
kemampuan yang lebih baik, jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta tingkat
kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi orangtua di usia remaja (Magnuson
et.al., 2004; Campbell et.al, 2002). Hingga saat ini, 10Lembaga Penelitian
SMERU, 2011. Hal: 14 11Ibid 10 penelitian di bidang pengembangan anak usia dini
masih terbatas, terutama di Indonesia. Dunia anak adalah dunia bermain. Dapat
dipastikan bahwa seringkali anak pada usia dini lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk bermain. Hal ini menjadi bukti bahwasanya bermain adalah bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari dunia anak. Dalam bermain itulah, secara tidak
langsung potensi anak juga dapat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana dikemukakan
Elizabeth B. Harlock, “bahwa anak – anak dalam kurun usia prasekolah adalah
masa – masa keemasan ”the Golden Age”. Pada masa ini, anak cenderung mudah
menyerap dan mengembangkan hal – hal baru yang ia dapat. Sesuatu yang baru
tersebut menarik dan melekat erat di benaknya sehingga mendorong anak untuk
mengembangkan dengan cara bertanya atau bermain. Selain didorong oleh daya
khayal yang tinggi, sehingga dunia fantasinya kadang tidak dapat ditebak oleh
nalar orang dewasa. Ini dikarenakan akal dan pengertian yang mereka miliki
masih sederhana sedang perasaan dan keinginannya sangat besar.12 Permainan
memiliki tiga fungsi utama, sebagaimana yang dijelaskan oleh Heathering dan
Parke (1979), tiga fungsi utama tersebut yaitu13; (a) fungsi kognitif; permainan
dapat membantu perkembangan kognitif anak. Melalui permainan, anak – anak
menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek – objek di sekitarnya, dan belajar
memecahkan masalah yang 12Iswati, Erna. 2008. Mendidik Anak Dengan Bermain.
Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. Hal: 2 13Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Rosdakarya. Hal: 141 11 dihadapinya. Piaget (1962) percaya bahwa,
struktur – struktur kognitif anak perlu dilatih, dan permainan merupakan
setting yang sempurna bagi latihan ini. Melalui permainan memungkinkan anak –
anak mengembangkan kompetensi – kompetensi dan keterampilan–keterampilan yang
diperlukannya dengan cara yang menyenangkan; (b) fungi sosial; permainan dapat
meningkatkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam permainan fantasi dengan
memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dan peran – peran yang
ia mainkan di kemudian hari setelah mereka tumbuh menjadi dewasa; dan (c)
fungsi emosi; sebuah permainan memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian dari
masalah emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin.
Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan dan
membebaskan perasaan– perasaan terpendam. Karena tekanan – tekanan batin
terlepaskan di dalam permainan, anak dapat mengatasi masalah – masalah
kehidupan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan
kreativitas, terutama bagi anak usia prasekolah yaitu bisa dalam bentuk
permainan, pemberian stimulus agar muncul gagasan menarik, juga bisa dalam
bentuk penemuan, penciptaan atau inovasi baru. Seperti halnya yang diungkapkan
oleh Desmita (2006), kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru, maka salah satu tindakan yang merupakan wujud dari kreativitas
tersebut adalah dengan melakukan permainan konstruktif. Permainan konstruktif
adalah kegiatan bermain di mana anak membentuk, menyusun atau menciptakan
sesuatu dengan alat permainan yang 12 tersedia di sekitarnya14 . Salah satu
bentuk media yang bisa digunakan dalam permainan konstruktif adalah dengan
menggunakan teknik bermain seni Origami. Bermain seni Origami yang dirancang
sedemikian rupa akan cukup membantu dalam konstruk pengembangan kreativitasnya.
Selain itu bentuk – bentuk yang menarik akan mampu memunculkan minat dan
dorongan bagi anak untuk mencoba. Permainan konstruktif sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kreativitas anak, bahwa dengan permainan konstruktif maka
anak – anak akan mencoba membuat bermacam – macam benda yang dapat dikreasikan
sesuai dengan ide – ide yang dimilikinya dan kemudian dituangkan dalam
permainan tersebut menjadi sesuatu yang kreatif. Bermain seni Origami merupakan
salah satu bentuk permainan konstruksi yang dapat digunakan untuk mengembangkan
dan meningkatkan kreativitas anak. Origami adalah teknik seni melipat kertas,
di mana dengan hanya menggunakan selembar kertas dapat menghasilkan berbagai
bentuk karya, diantaranya seperti Origami berbentuk boneka, binatang, kapal dan
sebagainya. Pada dasarnya Origami memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah bentuk
dari selembar kertas, dengan hanya menggunakan teknik melipat dan membentuk
kertas. Origami merupakan suatu kerajinan tangan populer yang disukai
anak-anak, dan juga dapat dijadikan sebagai alat mengajar terutama untuk
pendidikan anak usia dini. 14Tedjasaputra, Maykes S. 2007. Bermain, Mainan Dan
Permainan Untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo. Hal 28 13 Hal ini
diperkuat dengan ungkapan Direktur Sanggar Origami Indonesia, Maya Hirai, dalam
seminar „Bermain Origami Mengaktifkan Otak Anak, Melatih Motorik Halus dan
Kreativitas Anak, menyatakan bahwa Origami bukan hanya sekadar seni melipat
kertas yang mengubah selembar atau beberapa kertas menjadi sebuah model atau
barang yang berguna, melainkan juga mengajarkan kreativitas, ketekunan,
ketelitian, imajinasi serta keindahan15 . TK Muslimat NU 21 merupakan sebuah
lembaga pendidikan bagi anak usia dini, yang mana dalam pelaksanaannya berupaya
untuk membantu mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak sejak usia
dini. Pengembangan potensi kreatif dilakukan oleh guru pendidik lebih kepada
pemberian rangsangan atau stimulus pada anak, diantaranya adalah dengan melalui
permainan – permainan kreatif dan program – program lokakarya. Sedangkan
pengembangan kreativitas dengan melalui kertas origami masih tergolong kurang
dimaksimalkan. Untuk itulah penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait
dengan pentingnya meningkatkan kreativitas dengan melalui bermain seni Origami
di TK Muslimat NU 21. Di samping juga adanya kesadaran bahwa dengan adanya
stimulus sejak dini pada anak di masa usia kanak-kanak awal akan sangat
membantu menumbuhkan potensinya secara optimal. Sehingga penulis terdorong
untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas
15http://mayahirai.com.2009 14 Bermain Seni Origami Dalam Meningkatkan
Kreativitas Anak Di Taman Kanak - kanak Muslimat NU 21 Malang. 1.2 Rumusan
Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah
adalah: 1. Bagaimana tingkat kreativitas anak dalam kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan bermain seni Origami? 2.
Bagaimana tingkat kreativitas anak dalam kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen sesudah adanya perlakuan bermain seni Origami? 3. Bagaimana
efektivitas bermain seni Origami dalam meningkatkan kreativitas pada anak? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diketahui
tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauhmana tingkat
kreativitas anak dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum
diberikan perlakuan bermain seni Origami 2. Untuk mengetahui sejauhmana tingkat
kreativitas anak dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah
diberikan perlakuan bermain seni Origami 15 3. Untuk mengetahui efektivitas
bermain seni Origami dalam meningkatkan kreativitas pada anak 1.4 Manfaat
Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman penulis dan pembaca terkait dengan peningkatan
kreativitas anak usia dini melalui bermain seni Origami; sebagai tambahan wacana
bagi khazanah keilmuan psikologi – pedagogik khususnya bagi pendidikan anak
usia dini terkait dengan pengembangan dan peningkatan kreativitas, pengetahuan
mengenai Origami, keefektifan bermain seni Origami terhadap peningkatan
kreativitas dan sebagainya, serta sebagai sebuah tujuan teori atau rujukan
pustaka dalam metode pembelajaran playeducation, yang dapat diterapkan dalam
pendidikan anak usia dini. Di samping juga sebagai kontribusi nyata bagi dunia
psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain; a) Bagi
lembaga dan pengelola, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
dan pemahaman terkait dengan peningkatan kreativitas anak usia dini melalui bermain
seni Origami, sebagai salah satu bentuk metode pembelajaran play – education
dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). 16 b) Bagi pembaca, penelitian ini
dapat membantu memberikan pemahaman terkait dengan teori kreativitas, kajian
mengenai seni Origami dan pengaruhnya tersebut terhadap peningkatan kreativitas
anak usia dini. Dan apabila pembaca berkeinginan meneliti dengan kajian yang
sama, penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi atau bahan rujukan
dalam penelitiannya. Dalam hal ini, diharapkan peneliti selanjutnya mampu
memfilter bagian – bagian yang sesuai dengan bahasan penelitiannya. Diharapkan
pula perlunya perbaikan dalam kandungan penelitian ini, karena adanya kesadaran
dari peneliti bahwasanya masih banyak terdapat hal – hal yang dirasa kurang
maksimal terkait dengan bahasan dalam penelitian ini. c) Dan bagi pribadi
peneliti sendiri, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan dan wawasan yang lebih matang terkait dengan konsep kreativitas,
seni Origami serta keefektifan bermain seni Origami tersebut terhadap
peningkatan kreativitas anak usia dini. Diharapkan pula mampu memahami
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan anak usia dini terutama
dengan melibatkan hasil eksperimen dari bermain seni Origami ini terhadap
peningkatan kreativitas anak usia dini. Dengan ini diharapkan secara pribadi
peneliti mampu memahami hal – hal yang berkaitan dengan kajian ini dengan
sebaik – baiknya, karena peneliti tak lain juga merupakan pihak pembelajar.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Efektifitas bermain seni origami dalam meningkatkan kreativitas anak di taman kanak-kanak muslimat NU 21 Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment