Abstract
INDONESIA:
Regulasi emosi merupakan serangkaian proses baik yang bersifat otomatis atau terkontrol, yang terjadi sebelum atau sesudah aktivitas emosi dan tersedia untuk meningkatkan kekuatan, menjaga atau mengurangi intensitasnya.aspek regulasi emosi antara lain: sensitivity, recovery dan impairment yang dikembangkan oleh Prince-Embury dalam skala The Emotional Reactivity. Regulasi emosi merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam proses penyesuaian sosial dengan lingkungan.Penyesuaian sosial merupakan suatu keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain atau kelompok dimana individu itu berada. Aspek penyesuaian sosial adalah penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial dan kepuasan pribadi.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat regulasi emosi remaja, tingkat penyesuaian sosial remaja serta untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh regulasi emosi terhadap penyesuaian sosial. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Alat pengambilan data berupa angket, sampel berjumlah 51 responden santri putri kelas X usia 13-17 tahun, pada tahap remaja awal yang bertempat tinggal di Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal yang menetap di Firqoh Al Munawaroh. Analisis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product moment Pearson kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana (anova) untuk mencari pengaruh antara variabel bebas dan terikat.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat regulasi remaja pada taraf tinggi 12% sebanyak 6 santri, sedang 61% sebanyak 31 santri dan regulasi emosi rendah 27 % sebanyak 14 santri. Untuk penyesuaian sosial 69% berada pada tingkat penyesuaian yang tinggi sebanyak 35 santri, taraf sedang 31% sebanyak 16 santri dan kategori rendah 0 % atau tidak ada. Ada pengaruh signifikan positif dengan koefisien korelasi sebesar 0, 297 dengan probabilitas (sign) sebesar 0,034 dengan 51 responden.Nilai ini lebih besar dari r tabel (0,297 > 0,243), dan probabilitas lebih kecil dari 0,050 (0,034 < 0,050).Analisis regresi, diperoleh nilai F= 4,743, p(sig)= 0,034 sedangkan R= 0,297 dimana taraf signifikansi adalah 0,050. 0,034<0,050 untuk taraf signifikansi 5% terdapat pengaruh positif antara regulasi emosi terhadap penyesuaian sosial, dengan sumbangan pengaruhnya sebesar 0,297.Atau regulasi emosi berpengaruh 29.7% terhadap penyesuaian sosial. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif signifikan antara regulasi emosi dengan penyesuaian sosial remaja di pondok pesantren terpadu Al Kamal, artinya semakin tinggi tingkat regulasi emosi santri semakin tinggi tingkat penyesuain sosialnya.
ENGLISH:
Emotion regulation is series of processes that has automatic or controlled characteristic, which occurred before or after the emotion activity and available to increase strength, maintain or reduce its intensity. The aspects of emotion regulation include: sensitivity, recovery and impairment which are developed by Prince-Embury in The Emotional Reactivity scale. Emotion regulation is an important factor in determining a person's success in the process of social adjustment to the environment. Social adjustment is someone’s success to adjust to another person or group of individuals where they are existed. Aspects of social adjustment is a real appearance, adjustment to the group, social attitudes and personal satisfaction.
The Purpose of this study are to determine the level of teenagers emotion regulation, level of social adjustment for teenagers, and to know whether there is the influence of emotion regulation on social adjustment or not.
This research uses quantitative methods. The data collection includes questionnaire, sample who consists of 51 respondents coming from female’s students in X grade aged 13-17 years old in the early stages of teenagers who live in Compacted Islamic Boarding house who stay in firqoh al munawaroh. The analysis in this study use correlation of Product moment and then it is analyzed using simple linear regression analysis (ANOVA) to find the influence of free and bound variables.
This research uses quantitative methods. The data collection includes questionnaire, sample who consists of 51 respondents coming from female’s students in X grade aged 13-17 years old in the early stages of teenagers who live in Compacted Islamic Boarding house who stay in firqoh al munawaroh. The analysis in this study use correlation of Product moment and then it is analyzed using simple linear regression analysis (ANOVA) to find the influence of free and bound variables.
From the results of analysis, it is obtained that the level of regulation of teenagers on a high level of 12% as many as six students, while 61% as many as 31 students and 27% lower emotion regulation as many as 14 students. For the social adjustment of 69% are at a high level of customization as many as 35 students, the medium level was 31% as many as 16 students and low categories of 0% or no. There is a significant positive effect with correlation coefficient of 0,297 with probability (sign) of 0.034 with 51 respondents. This value is greater than r table (0.297> 0.243), and the probability is smaller than 0.050 (0.034 <0.050). Regression analysis, it was obtained the value of F = 4.743, p (sig) = 0.034, while R = 0.297 where the significance level is 0.050. 0.034 <0.050 for 5% significance level there is a positive influence on the regulation of emotion on social adjustment, the contribution of the effect of 0.297. Or emotion regulation influence 29.7% of social adjustment. Based on the results of hypothesis test showed that there are significant positive effect between emotion regulations with teenagers’ social adjustment in the Compacted Islamic Boarding House al kamal. It means that the higher level of emotion regulation of class X students of Al Kamal Compacted a Relegious Boarding Cottage is the higher level of social adjustment.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia dalam kehidupan sehari-hari hidup dan
berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
pondok pesantren. kebutuhan interaksi pada diri seseorang akan sangat terasa
pada masa remaja, dimana pada fase ini banyak pilihan yang harus ditentukan
oleh remaja dalam proses interaksi dengan orang lain. Salaha satu fase yang
akan dilewati manusia dalam rentan hidupnya adalah masa remaja, masa ini
disebut sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan terjadi
pada usia belasan tahun (Hurlock, 2001, p. 206). Usia remaja, seseorang
diharapkan mampu membentuk suatu corak atau warna dalam hidupnya, salah satunya
dengan menjadi remaja yang mandiri dan tidak menjadi bayang-bayang orang lain.
Ketika remaja mampu menjadi bagian dari suatu masyarakat, maka remaja tersebut
telah mampu menjadi kesatuan masyarakat, dan remaja tersebut telah mampu memandang
interaksi sosial dimana ia tinggal. Untuk itu diperlukan penyesuaian sosial
untuk menghadapi kenyataan bahwa dirinya adalah suatu bagian dari kesatuan
masyarakat. Penyesuaian diri terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh setiap
orang, terutama dalam usia remaja. Kerana pada usia ini remaja banyak mengalami
kegoncangan dan perubahan dalam dirinya terutama ketika harus berada di tempat
18 baru dan lingkungnan baru yang sebelumnya belum pernah ditemuinya, seperti
lingkungan pesantren. Pondok pesantren selain berfungsi sebagai wadah mengasah
ilmu keagamaan, terdapat pula tata nilai kehidupan yang mengasah para santri
untuk mencapai kematangan secara sosial. Adapun proses sosialisasi santri dalam
pondok pesantren antara lain: saling menghargai dan menghormati sesama santri
dan para dewan pendidik, kepatuhan terhadap kiyai atau pengasuh pondok, hidup
hemat dan jiwa tolong menolong serta yang terpenting adalah jiwa disiplin yang
ditanamkan di kehidupan pesantren, dari proses inilah remaja belajar penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial yang harus dilakukan oleh remaja dalam kehidupan
sosial dan bermasyarakat menurut Susilowindradini, adalah
penyesuaianpenyesuaian yang harus dibuat terhadap (Windradini, 1986, p. 171):
a. Pengaruh yang lebih besar dari pada kelompok teman sebaya b.
Perubahan-perubahan dalam tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupan
bersama. c. Pengelompokan-pengelompokan sosial d. Persahabatan pada masa remaja
e. Penerimaan atau penolakan dalam masyarakat f. Pemimpin-pemimpin dan kepemimpinan.
Penyesuaian sosial merupakan salah satu prasyarat penting bagi kesehatan mental
individu, karena salah satu ciri pokok dari pribadi yang sehat mentalnya adalah
pribadi yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara harmonis, 19 baik
terhadap diri sendiri maupun lingkungan (Kartono, 2000, p. 259). Pada
kenyataannya, banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai
kebahagiaan dalam hidup karena ketidakmampuan menyesuaiakan diri, baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya.
Seperti yang diungkapkan Budiman (dalam Maharani & Andayani) Remaja-remaja
yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya
tampak dengan banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan remaja, seperti misalnya
pergaulan bebas, perkelahian remaja yang semakin hari semakin mengerikan,
penggunaan obat-obatan terlarang yang semakin meluas dikalangan pelajar,
pelanggaran peraturan pondok pesantren yang dilakukan oleh santri dan masih
banyak fakta-fakta di masyarakat yang menunjukkan semakin tidak mampunya remaja
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan perkembangan zaman yang semakin
cepat, tidak jarang orang mengalami stres dan depresi karena ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Andayani, 2003, p. 25). Dalam
menghadapi lingkungan sosial yang baru, seseorang kadang terbangkitkan secara
emosi. Emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap sikap
manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni kognitif (daya pikir) dan konatif
(psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif, merupakan penentu
sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia (Atkinson, 1987). 20 Emosi
diwakili oleh perilaku yang memiliki ekspresi kenyamanan atau ketidak nyamanan
dari keadaan atau interaksi yang sedang di alami. Emosi bisa juga merupakan
sesuatu yang samar-samar, seperti perasaan nyaman atau tidak nyaman ketika kita
berada pada situasi atau tempat yang baru (Abdurrohman, 2010). Emosi positif
(menyenangkan) seperti senang dan bahagia ketika individu diterima dalam
lingkungan sosialnya, dan sebaliknya individu akan mengalami emosi negatif
(tidak menyenangkan), seperti marah, sedih dan lainnya ketika di tolak dalam
lingkungan sosialnya. Agar emosi tersebut tidak meluap secara berlebihan,
individu perlu mengolahnya, pengolahan emosi ini yang kita sebut dengan
regulasi emosi. regulasi emosi merupakan serangkaian proses baik yang bersifat
otomatis atau terkontrol, yang terjadi sebelum atau sesudah aktivitas emosi dan
tersedia untuk meningkatkan kekuatan, menjaga atau mengurangi intensitasnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak sadar seringkali menemukan
cara-cara yang dilakukan individu untuk meregulasi emosinya. Seperti misalnya
dengan expressive writing, expressive writing adalah menulis secara ekpresif,
berusaha menumpahkan segala emosi yang dirasakan ke dalam tulisan, dengan
begitu akan merasa lebih lega karena emosi-emosi khususnya emosi negatif yang
mengganggu sudah terlampiaskan ke dalam tulisan-tulisan tadi (Shabrina, 2011).
Seperti yang dilakukan oleh salah satu responden dalam wawancara awal: “kalau
saya lagi ingat sama rumah dan orang tua pasti ingin menangis mbak, saya ingin
cerita, tapi tidak tau sama siapa, karena masih belum kenal akrab, trus kalau
di pendam terus malah pengin nangis, kan gak mungkin cerita ke kedua orang tua
saya lewat telfon, itu malah membuat 21 mereka sedih, sedangkan rumah saya
jauh, jalan satu-satunya ya saya curahkan semua kangen saya di buku mbak,
biasanya sih nulis aja ngalir gitu, tapi biasanya ya dalam bentuk puisi, karena
saya suka buat puisi” Regulasi emosi bersifat personal karena secara konsisten
ditemukan bahwa regulasi emosi merupakan suatu proses individual yang unik yang
didasarkan pada perkembangan unik individu atau kualitas attachment individu.
Regulasi emosi yang baik sangat penting bagi kepuasan kehidupan, kesehatan
mental, efektifitas kesempatan dan kesuksesan sebuah hubungan. Ketidakmampuan
dalam meregulasi emosi menyebabkan seseorang tidak dapat membuat evaluasi yang
masuk akal dan tidak kreatif dalam strategi peregulasian, serta ketidak mampuan
membuat keputusan yang benar dalam berbagai konteks. Azizah Hefni mengatakan
bahwa, manejemen emosi menjadi sangat penting dalam kehidupan umat manusia agar
mampu mengatur emosinya menjadi manusia yang tenang. Mereka lebih stabil
membawa emosi dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, sehingga ruang kehidupan
mereka menjadi lebih sempurna dalam menjalin hubungan sosial dengan masyarakat
(Imam, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Agus Sakti Saiful Ridho, dengan
judul Hubungan Regulasi Emosi dengan Resiliensi pada Anak Jalanan Binaan
Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Griya Baca Kota Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada variabel regulasi emosi terdapat 20,7% anak jalanan
berkategori tinggi, 72, 4% anak jalanan berkategori sedang dan 6,9% anak
jalanan berkategori rendah. Sedangkan pada variabel resiliensi, terdapat 17,
24% anak jalanan berkategori tinggi, 79,23% anak jalanan berkategori sedang,
dan 3,4% anak jalanan berkategori rendah. Uji hipotesis menunjukkan bahwa ada
korelasi 22 positif sedang yang signifikan, (rxy= 0.578; sig = 0,001;0,001<
0,005) (Ridho, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Finna Ayu Faizah, dengan
judul Hubungan Obesitas dengan Regulasi Emosi pada Siswa SMAN 1 Malang,
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara obesitas dengan
regulasi emosi siswa SMAN 1 Malang, yang di tunjukkan dengan hasil variabel
obesitas terdapat: 86% siswa katagori overweight; 14 % siswa kategori obese.
Sedangkan pada varaiabel regulasi emosi terdapat 0% siswa dengan kategori
tinggi, 9,5% siswa dengan kategori sedanga dan 90,5% siswa berkategori rendah.
Uji hipotesis menunjukkan (rxy=0,210; sig=0,362>0,05) (faizah, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Aula Sa’adah, dengan judul Hubungan
Antara Penyesuaian Sosial dengan Penerimaan Teman Sebaya di SMK Negeri 2
Malang, menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian
sosial dengan teman sebaya dengan nilai koefisien korelasi r hitung > r tabel
(0.302 > 0.256) dan (p= 0.001 < 0.01), dimana semakin tinggi penyesuaian
sosial maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan teman sebaya (Sa’adah,
2010). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dwi Safitri. Dengan judul
Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Sosial Mahasiswa di
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari hasil analisis
menunjukkan tingkat kepercayaan diri dan penyesuaian sosial mahasiswa dalam
kategori sedang dengan prosentase 48% untuk kepercayaan diri dan 46% untuk
penyesuaian sosial. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan korelasi
23 product moment didapatkan hasil r = 0,398 dan p = 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan (Safitri, 2010). Proses penyesuaian
sosial remaja, khususnya bagi santri baru banyak yang mengalami kesulitan
beradaptasi dengan lingkungan pondok pesanteren, terutama dengan teman baru.
Hal ini dapat dilihat dari sering dijumpai santri baru yang cenderung pendiam
dan kurang rasa percaya diri dalam bersosialisasi. Menurut penuturan dari
ustadzah pendamping santri putri, mengatakan bahwa: “Santri baru, apalagi baru
pertama kali mondok lebih pendiam, kurang berinteraksi dengan santri yang lain,
ada juga yang menangis setiap dijenguk oleh orang tuanya. Dan tak jarang juga
pengen pulang kerumah, kurang lebih seperti itu”. Selain itu, dari pengakuan
beberapa santri baru mengaku bahwa masih merasa belum betah dan masih sering
teringat kepada keluarga mereka, terutama kepada kedua orang tua, tetapi tak
jarang juga yang merasa kurang betah di pondok karena belum bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang baru. Hal ini dikarenakan subjek harus membangun
hubungan yang baru dengan lingkungan dan orang baru, serta mentaati peraturan
yang sebelumnya belum pernah diketahuinya. Sehingga proses penyesuaian sosial
berjalan secara lambat. Dari pengakuan santri tidak semua santri baru dahulunya
belajar atau tinggal di pondok pesantren, banyak santri baru yang dahulunya
adalah anak rumahan dan masuk pondok pesantren bukan karena keinginan sendiri,
melainkan berasal dari dorongan keluarga, terutama berasal dari orang tua.
Sehingga sering timbul ekspresi yang tidak terduga, kadag santri tersebut dapat
bergaul dengan 24 temanya dengan baik, dan terkadang menyendiri dan menangis di
tempat yang sepi. Fakta dilapangan ada beberapa santri mencoba untuk kabur dari
pondok dikarenakan belum terbiasa tinggal di lingkungan pesantren dan
lingkungan yang baru. Selain itu alasan yang dikemukakan oleh salah satu santri
yang pernah mencoba untuk pergi dari pondok dikarenakan merasa takut berada di
lingkungan baru yang berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya. Berdasarkan
fenomena yang terjadi di lapangan dan penelitian yang telah ada, peneliti
menggali penelitian terkait dengan regulasi emosi dan penyesuaian sosial remaja
yang baru pertama kali tinggal di pondok pesantren, yang mana penelitian ini
semoga memberikan manfaat agar para santri senior dan ustadzustadzah yang ada
di pesantren. memahami dan mengerti tentang permasalahan remaja dalam kehidupan
bersosialisasi dengan teman sebayanya di lingkungan baru, terutama dalam kaitan
dengan penyesuaian sosial remaja. Oleh karena itu, karena pentingnya
penyesuaian sosial di lingkungan baru maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian kuantitatif dengan mengangkat judul “ PENGARUH REGULASI EMOSI
TERHADAP SOCIAL ADJUSTMENT (PENYESUAIAN SOSIAL) REMAJA (di Pondok Pesantren
Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar)” 25 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan
uraian diatas, maka rumusan masalah yang ingin diperoleh jawabannya dalam
penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat regulasi emosi remaja di pondok
pesantren terpadu Al Kamal? 2. Bagaimana tingkat social adjustment remaja di
pondok pesantren terpadu Al Kamal? 3. Apakah ada pengaruh antara regulasi emosi
terhadap social adjustment remaja di pondok pesantren terpadu Al Kamal? C.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui
tingkat regulasi emosi remaja di pondok pesantren terpadu Al Kamal? 2. Untuk
mengetahui tingkat social adjustment remaja di pondok pesantren terpadu Al
Kamal? 3. Untuk mengetahui pengaruh regulasi emosi terhadap social adjustment
remaja di pondok pesantren terpadu Al Kamal? 26 D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat
yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan khazanah atau kajian keilmuan baru dalam bidang
psikologi, terutama dalam kajian psikologi sosial. 2. Manfaat praktis Secara praktis,
penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan bagi para pendidik terutama
yang berada di bawah naungan pondok pesantren agar memahami dan mengerti
tentang permasalahan remaja dalam kehidupan bersosialisasi dengan teman
sebayanya di lingkungan baru, terutama dalam kaitan dengan pengaturan emosi dan
penyesuaian sosial remaja, khususnya santri baru.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh regulasi emosi terhadap sosial adjustment (penyesuaian sosial) remaja di Pondok Pesantren Terpadu Al-Kamal Kunir Wonodadi Blitar." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment