Abstract
INDONESIA:
Outbond adalah metode atau kegiatan pelatihan di alam terbuka. Outbound merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran di alam terbuka dengan mengembangkan proses belajar berdasarkan pengalaman (Experience-Based learning) dan dinamika interaksi dalam kelompok (Team learning).
Kohesi kelompok, yaitu merupakan perhatian anggota kelompok, bagaimana anggota kelompok saling menyukai satu dengan yang lain. Kohesi kelompok merupakan perasaan bahwa orang bersama-sama dalam kelompok sebagai kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam kelompok. Kohesi ini terlihat dengan adanya rasa sentimen, simpati, intim dan solidaritas antar anggota. Penelitian ini membahas tentang pengaruh pelatihan outbound terhadap peningkatan kohesifitas kelompok pada anggota OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari-Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kohesifitas kelompok di OSIS SMA Al-Ma’arif Singosari–Malang dan mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan outbound dengan peningkatan kohesifitas kelompok pada OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang. Pelatihan outbound dilaksanakan selama satu hari yaitu pada hari Selasa tanggal 20 Mei 2008 dan dimulai pada pukul 09.00 – 13.30 WIB.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari subjek dengan menggunakan metode observasi, wawancara, skala kohesifitas kelompok yang diberikan pada saat sebelum perlakuan (pre-test) dan setelah perlakuan (post-test), dan dokumentasi. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 29 siswa yang tergabung dalam anggota kelompok OSIS. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji validitas, estimasi reliabilitas, dan Uji – t.
Hasil dari analisis secara parsial dengan menggunakan Uji-t menunjukkan bahwa pre-test tidak berpengaruh secara signifikan terhadap post- test, yaitu pre-test mempunyai nilai p-value 0,242 lebih besar dari 0,05 yang artinya tidak signifikan, dan memiliki t hitung lebih kecil dari t tabel yakni -1, 196 lebih kecil dari -1, 7011 yang berarti signifikan. Yang dimaksud dengan tidak signifikan adalah probabilitas > 0,05 maka Ho diterima yakni pelatihan outbound tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kohesifitas kelompok pada anggota OSIS tersebut. Hal itu dapat dilihat dari hasil pre-test yang dilakukan sebelum melakukan treatment atau pelatihan outbound dan post-test yang dilakukan setelah diberikannya treatment tersebut. Ketidaksignifikanan tersebut disebabkan oleh kurang lamanya waktu perlakuan tersebut yaitu hanya dilakukan selama empat jam setengah saja. Sehingga subjek atau peserta pelatihan belum bisa menunjukkan peningkatan kohesifitas kelompok yang konkrit pada kelompok OSIS tersebut dalam waktu dua minggu setelah perlakuan tersebut.
INGGRIS:
Outbound is a method or an activity in the nature outdoor. Outbound as a set of exercise activity in the nature by develop the process of learning based on experience and interaction dynamic of team learning.
Cohesion of the group, such as attention member of the group, how the member like each other. Group cohesion is a feel that everyone together in a group as a power which keep every member of the group. This cohesion can be seen by grudge, sympathy, intimate, and solidarity between the members. This research study about influence exercise outbound to the raising of cohesiveness for members OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari -Malang. Purpose o this research is to know level of group cohesiveness at OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari–Malang and how to know significant influence between exercise outbound with raising of the group cohesiveness for OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang. Outbound exercise implemented during one day on Tuesday 20th of may 2008 and started from 09.00 a.m until 13.30 p.m.
This research use primer data which get directly from subject with observation method, interview, scale of group cohesiveness which is given before pre-test and after post-test and documentation. Number of subject in this reserch is 29 students which united in the member of OSIS. This research use analysis by validity test, reliability estimate, and t-test.
Result of this analysis parcially use t-test show that the pre-test not influence significanly to post-test, pre-test has p-value 0,242 < 0,05, it's mean ansignificant, and has t account bigger than t table -1, 196 smaller than -1,7011 it's mean ansignificant. Ansignificant is probability >0,05 therefore Ho received, outbound exercise not influence significanly to the raising of group cohesiveness for the group of OSIS member. This case can see from the result of pre-test which happen before treatment or outbound exercise and second post-test which happen after giving the treatment. The ansignificant caused by the time for exercise is very limited, it done for about just four hours and a half. Therefore, the subject or participant of exercise can not show the raising of the group cohesiveness a concrit to the group OSIS in two weeks after the exercise.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia
memiliki dua fungsi dalam kehidupannya yaitu sebagai makhluk individual dan
juga sebagai makhluk sosial. Menurut Kunkel (Walgito, 2002), manusia pada
dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi juga sekaligus makhluk individu. Oleh
karena itu, kalau manusia kadang-kadang mempunyai dorongan untuk mementingkan
diri sendiri di samping mementingkan kepentingan sosial adalah hal yang wajar.
Sebagai makhluk sosial, manusia akan berhubungan dengan manusia lain, sehingga
mereka secara alami akan membentuk suatu kelompok (Walgito, 2007:13). Kelompok,
menurut Sherif and Sherif (1956), adalah suatu unit sosial yang terdiri dari
dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup
intensif dan teratur, sehingga di antara individu tersebut sudah terdapat
pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu
(Ahmadi, 2007: 87). Menurut Sherif & Sherif, kelompok mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut: 1. Adanya saling tergantung di antara anggota kelompok
sehingga membentuk pola tertentu yang mengikat satu sama lain. 2. Tiap-tiap
anggota mengakui dan mentaati nilai-nilai, norma-norma serta pedoman-pedoman
tingkah laku yang berlaku di dalam kelompok itu. Berbeda dengan pandapat Sherif
& Sherif, Forsyth mempunyai pendapatnya sendiri tentang kelompok, yang
dikemukakannya secara lebih terperinci dan lebih spesifik lagi. Menurut Forsyth
(1983), kelompok memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut: interaksi, tujuan
(goals), struktur, dan groupness atau unity. Dari uraian diatas, maka dapat di
lihat perbedaan yang sangat tipis antara pendapat kedua tokoh tersebut.
Pendapat Sherif & Sherif lebih menekankan definisi kelompok sebagai unit
sosial yang terdiri dari sekelompok orang yang saling berintaksi antara satu
dengan lainnya, sehingga terdapat pembagian tugas, struktur, adan norma-norma
sesuai dengan khas masing-masing kelompok. Lain halnya dengan pendapat Forsyth
yang lebih memandang kelompok dari beberapa aspek yaitu interaksi antar anggota
kelompok, tujuan bersama dalam kelompok, struktur dalam kelompok yang meliputi
peran, norma, dan hubungan antar anggota kelompok tersebut, serta Groupness
atau kesatuan dalam kelompok. Dengan demikian, Forsyth telah menjelaskan semua
aspek yang harus dimiliki oleh kelompok untuk membentuk suatu kelompok yang
efektif dan solid. Alasan atau motivasi seseorang masuk dalam kelompok dapat
bervariasi (Walgito, 2007: 13-15). Berikut adalah uraiannya: a. Seseorang masuk
dalam sutu kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang secara individu
tidak dapat atau sulit dicapai. b. Kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis
(walupun tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis. c. Kelompok dapat
mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga diri seseorang d.
Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi e. Kelompok dapat
memberikan keuntungan ekonomis Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat
menjumpai adanya berbagai macam kelompok yang berbeda satu dan lainnya. Dengan
tujuan yang berbeda atau dengan minat yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok
yang berbeda pula. Dengan seseorang masuk kelompok, maka mereka akan mempunyai
tujuan yang sama yang dilakukan secara bersama sesuai dengan tujuan
kelompoknya. Di dalam suatu kelompok, terdapat dinamika kelompok yang membahas
tentang perilaku kelompok. Kelompok pada umumnya menunjukkan keadaan yang aktif,
bersemangat, dan berubah, bersifat dinamis. Menurut Floyd D. Ruch dalam
bukunya, Psychology and Life, dinamika kelompok (group dynamics) itu dapat
dirumuskan sebagai berikut : Dinamika kelompok adalah analisis dari
hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku
dalam kelompok adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individuindividu
dalam situasi sosial (Gerungan, 2004: 119). Bentuk-bentuk dari dinamika
kelompok meliputi realitas kehidupan kelompok-kelompok sosial seperti
perkembangan dan perubahan yang terjadi pada suatu kelompok, konflik yang
dialami oleh suatu kelompok, dan bagaimana cara kelompok tersebut memecahkan
masalahnya masing-masing. Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis.
Menurut Sherif dan Sherif (1957), kelompok sosial (social group) adalah
kelompok yang berstruktur, sedangkan kelompok yang tidak berstruktur adalah
suatu massa (mass) atau crowd (Walgito, 2003: 70). Setiap kelompok sosial pasti
mengalami perkembangan serta perubahan. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih
stabil daripada kelompokkelompok sosial lainnya, atau dengan kata lain,
strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok. Ada pula
kelompok-kelompok sosial yang mengalami perubahan-perubahan cepat, walaupun
tidak ada pengaruh-pengaruh dari luar. Akan tetapi pada umumnya, kelompok
sosial mengalami perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari
pola-pola di dalam kelompok tersebut, karena pengaruh dari luar. Keadaan yang
tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antar individu dalam
kelompok atau karena adanya konflik antar bagian kelompok tersebut sebagai
akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu
sendiri. Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik
antar individu dalam kelompok atau adanya konflik antar bagian kelompok
tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di
dalam kelompok itu sendiri. Ada bagian atau segolongan dalam kelompok itu yang
ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan lainnya, ada kepentingan
yang tidak seimbang, sehingga timbul ketidakadilan, ada pula perbedaan paham
tentang cara-cara memenuhi tujuan kelompok dan lain sebagainya. Kesemuanya itu
mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok hingga timbul perubahan struktur
(Soekanto, 2003: 163-164). Konflik juga bisa disebabkan oleh pergantian
anggota-anggota kelompok. Pergantian anggota sesuatu kelompok sosial tidak
perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Tetapi ada pula
kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila
ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau anggota yang bersangkutan
mempunyai kedudukan penting. Sebab lainnya adalah karena perubahan-perubahan
yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi (Soekanto, 2003: 164). Dengan
terjadinya konflik antarkelompok, maka akan menimbulkan akibat atau konsekuensi
tertentu terhadap kelompok-kelompok yang bertikai. Menurut Forsyth (1953),
terdapat dua reaksi yang secara umum terjadi sebagai konsekuensi konflik
antarkelompok. Pertama, proses antarkelompok, yakni perubahanperubahan dalam
kelompok akan semakin meningkatkan kohesi, penolakan terhadap out-group, dan
perbedaan kelompok yang makin besar. Kedua, proses antarkelompok, yaitu konflik
antarkelompok akan menimbulkan pemahaman atau pandangan yang keliru terhadap
motif dan kualitas anggota out-group. Coser (dalam Forsyth, 1953) menegaskan
bahwa konflik dengan outgroup akan meningkatkan kohesi intern kelompok. Konflik
dengan kelompok lain akan menyebabkan struktur in-group semakin solid. Meskipun
setiap kegagalan in-group akan menimbulkan perselisihan di antara anggota,
namun dengan segera akan disusul oleh perbaikan organisasi, kepemimpinan yang
kuat, dan tuntutan konformitas yang makin ketat terhadap norma kelompok.
Jalinan persahabatan dengan kelompok luar dihindari, bahkan hilang. Anggota
kelompok yang tetap berhubungan dengan kelompok luar dihindari, bahkan hilang.
Anggota kelompok yang tetap berhubungan dengan kelompok luar dianggap
pengkhianat dan diancam dengan sangsi hingga mereka memutuskan hubungan
tersebut. Dengan demikian, anggota kelompok membina relasi secara terbatas
hanya dengan anggota kelompok sendiri sehingga semakin memperkuat kohesi
kelompok (Tandiarrang, 2000: 12). Menurut Gass (1993) kelompok kecil yang
terdiri dari 8 - 10 peserta memiliki keuntungan untuk perkembangan suatu
komunitas yang sesungguhnya. Kelompok dapat merupakan suatu sistem pertukaran
keterlibatan seseorang. Kelompok dapat menjadi sarana untuk memaksimalkan
kekuatan seseorang dan meminimalkan kelemahan yang lainnya. Anggota kelompok
belajar bahwa kekuatan dari anggota kelompok yang saling mendukung adalah lebih
besar dari pada sejumlah kekuatan individu. Hal ini merupakan realisasi
lingkungan terapeutik yang ditegakkan. Dalam suatu kelompok sering terjadi
suatu perubahan sosial yang membuat adanya suatu tekanan atau ancaman baik dari
intern maupun ekstern. Tekanan yang sering terjadi dalam kelompok yaitu berupa
konflik kelompok baik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri maupun dengan
kelompok lain. Penyebab terjadinya konflik dalam kelompok seperti ego
masing-masing anggota kelompok yang tinggi, persaingan antar kelompok,
pertikaian atau pertentangan antar kelompok, dan kurangnya kesadaran untuk
mewujudkan tujuan bersama dalam kelompok dan lain-lain. Hal itu membuat keadaan
kelompok menjadi tidak stabil mengalami perubahan sosial yang mengakibatkan
ketidakseimbangan pada kekuatan kelompok tersebut. Oleh karena itu, untuk
menghindari atau menekan adanya efek negatif dari konflik dalam kelompok, maka
peneliti mencoba untuk memberikan treatment atau perlakuan guna untuk dapat
meningkatkan kohesifitas dalam kelompok. Bentuk perlakuan dalam penelitian ini
adalah pelatihan outbound di dalam dan di luar ruangan. Pelatihan outbound
tersebut dilakukan dengan cara memberi materi tentang kohesifitas kelompok dan
memberikan beberapa permainan yang berhubungan dengan kohesifitas kelompok.
Dewasa ini banyak sekali model-model pelatihan yang disuguhkan oleh suatu
lembaga training, baik secara formal maupun non-formal. Salah satu model
pelatihan tersebut adalah outbound atau sering disebut juga sebagai kegiatan di
alam terbuka atau di luar ruangan. Outbound merupakan metode pelatihan yang
menimbulkan pengalaman terstruktur. Dengan demikian, outbound adalah metode
yang efektif dan efisien apabila digunakan untuk mengenal dan memahami
potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Dalam setiap kegiatan
yang dilakukan dalam outbound merupakan simulasi dari kehidupan riil yang
sering dialami oleh setiap individu dalam kelompok, dan kegiatan tersebut
banyak nilainilai psikologis yang bisa kita ambil sebagai pelajaran untuk
pengalaman kita dalam realita kehidupan di dalam kelompok organisasi. Pelatihan
outbound yang dilakukan memberi kesempatan kepada subyek untuk belajar
menghadapi, mengekspresikan dan menguasai perasaan- perasaan atau pemikiran
yang mengganggunya, dengan demikian subyek juga mengembangkan keberanian serta
membangun konsep dirinya lebih baik untuk mengamalkan apa yang mereka pelajari
dari pelatihan tersebut dalam situasi kehidupan sehari-hari. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Muniroh Bafaqih dalam skripsinya yang berjudul ” Korelasi
antara Outbound (Games/ Exercise) dengan Empati Remaja”, menunjukkan bahwa
outbound mempunyai hubungan yang signifikan dengan meningkatnya empati pada
remaja. Menurut Gass (1993) terapi petualangan atau pelatihan alam terbuka
dirancang sebagai suatu upaya untuk melawan keadaan atau perasaan tidak
berdaya, ketergantungan dan perasaan rendahnya keyakinan diri yang dipelajari.
Melalui latihan yang menggunakan tantangan alam, peserta akan mengalami dan
merasakan kinerja yang berdasarkan pada kesuksesan dan penguasaan, peserta
dapat menemukan sumber- sumber internal yang belum dipergunakan. Terapi
petualangan mengolah persepsi tentang kemampuan, potensi dan kepentingan.
Perubahan persepsi ini merupakan kunci bagi perubahan motivasi emosi dan
perilaku pada remaja yang mengalami hambatan kompetensi pribadi dan sosial.
Dengan melakukan feedback atau peninjauan ulang dan evaluasi dari kegiatan yang
telah diberikan kepada peserta, maka peserta dapat memperoleh pengalaman dan
pelajaran yang berarti. Kebanyakan hasil pelajaran yang diperoleh peserta dari
permainan tersebut sangat membantu dalam kemajuan sosialisasi peserta terhadap
orang lain dan juga meningkatkan produktifitas kerja peserta. Para peserta juga
dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya peran orang lain dalam
kelangsungan hidupnya terutama ketika berada dalam suatu kelompok di dalam
organisasi atau instansi tertentu. Berdasar uraian yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa program pelatihan alam terbuka merupakan pengembangan dari
terapi petualangan. Prinsip -prinsip yang digunakan sesuai dengan terapi petualangan
yaitu kesuksesan program ditentukan faktor klien, terapis atau konselor dan
metode yang digunakan. Pengembangan pelatihan alam terbuka adalah pada aspek
terapi yang berorientasi tindakan dengan menempatkan klien pada situasi yang
tidak biasa di alam terbuka, sehingga klien belajar beradaptasi dalam situasi
nyata yang memerlukan latihan secara holistik baik dari segi kognitif, afektif
dan kecakapan fisik. Melalui pengalaman petualangan dalam menyelesaikan problem
yang telah distruktur secara bertingkat klien akan menggunakan sumber yang ada
dalam dirinya yang belum dipergunakan untuk membangun sukses di atas sukses
sebelumnya. Menurut Djamaluddin Ancok (2003: 5) pelatihan outbound membuat
pesertanya terlibat langsung secara kognitif (pikiran), afektif (emosi), dan
psikomotorik (gerakan fisik motorik). Kegiatan pelatihan di alam terbuka banyak
sekali menggunakan aktivitas yang mirip permainan yang biasa dimainkan oleh
anak-anak. Permainan pada dasarnya disukai oleh setiap orang. Menurut Eric
Berne seorang pakar dalam bidang analisis transaksional (Transactional
analysis) dalam diri setiap orang dewasa ada komponen kehidupan sebagai
orangtua, sebagai orang dewasa dan sebagai anak. Komponen kehidupan sebagai
orangtua diwujudkan dalam perilaku menasehati orang lain. Sedang komponen
anak-anak terlihat dari perilaku minta perhatian, kasih sayang, dan perilaku
bermain seperti anak-anak. Bermain adalah bagian dari kegembiraan sebagai
anak-anak. Aktivitas pelatihan yang berupa permainan berkecenderungan untuk
disukai banyak orang. Dari pengalaman di dalam menyelenggarakan pelatihan di
alam terbuka, dijumpai keterangsangan emosi dan kegembiraan pada diri peserta
pelatihan (Ancok, 2003: 6 ). Dalam kegiatan pelatihan tersebut, seseorang dapat
bermain peran (role play) yang mana seseorang tersebut dapat memerankan suatu
karakter yang ada dalam dunia nyata melalui permainan. Bermain peran (role
play) adalah alat yang memerlukan keahlian khusus dan konsekuensinya harus
fokus. Untuk itu ini penting untuk pembelajaran eksperensial. Ini adalah salah
satu cara dimana seseorang dapat memperoleh pengalaman berupa interaksi yang
mendapatkan penilaian secara konkrit (Johnson & Johnson, 1991: 47 ).
Sekelompok individu dalam suatu organisasi tertentu sangat diperlukan adanya
kerja sama yang erat antar sesama anggota kelompok untuk proses pengembangan
dan kemajuan organisasi tersebut. Dengan terbentuknya suatu kelompok, maka akan
terjadi suatu interaksi di antara para anggota dalam kelompok tersebut,
sehingga terjadilah suatu proses dalam kelompok tersebut. Proses kelompok
(group process) adalah merupakan interaksi antara anggota kelompok, dan
bagaimana pengaruh anggota kelompok satu terhadap yang lain. Di dalam kelompok
yang mempunyai interaksi yang baik dan solid antara anggota kelompok yang satu
dengan yang lain terjadilah apa yang disebut : kohesi kelompok, yaitu perasaan
bahwa orang bersama-sama dalam kelompok. Leon Festinger memberikan definisi
kohesi kelompok sebagai kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam
kelompok (Ahmadi, 2007: 108). Kohesi adalah pola nyata dan suatu hubungan,
mempertegas dan memperkuat hubungan. Kohesi juga bersifat subjektif, orang
memiliki sesuatu kelompok serta nilai keanggotaan kelompok berbeda yang satu
dengan yang lain. Kohesi dapat muncul jika kelompok berada dalam ancaman di
luar kelompok. Hal ini dibuktikan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Albert
Myers (1962) menunjukkan bahwa ancaman meningkatkan kohesi kelompok. Dalam
eksprimen ini, Myers membentuk sejumlah regu tembak senapan yang masing-masing
regu terdiri atas tiga orang. Beberapa regu dipertandingkan dengan regu yang
lain sedang beberapa regu tidak dipertandingkan. Hasilnya menunjukkan bahwa
regu yang dipertandingkan merasa lebih erat ikatannya daripada regu yang tidak
dipertandingkan. Rupanya dipertandingkan dengan regu lain berarti mereka
menerima tekanan atau ancaman dari luar. Demikianlah, tekanan atau ancaman dari
luar akan mempengaruhi perkembangan kohesi kelompok (Ahmadi, 2007: 111-112).
Menurut Johnson dan Johnson, (1991), kohesivitas kelompok menghasilkan suatu
suasana yang meningkatkan kejujuran ekspresi emosi dan berbagi rasa. Dalam
kelompok terapi petualangan setiap malam anggota kelompok dapat mendiskusikan
kesuksesan dan kegagalan pemecahan masalah pada hari itu sehingga pada hari
berikutnya akan berjalan dengan lebih baik. Dari penjelasan di atas, maka dapat
di lihat bahwa situasi konflik antar kelompok mempunyai sisi positif untuk
dapat meningkatkan kohesifitas dalam kelompok tersebut. Tetapi, disisi lain
konflik antar kelompok juga dapat menyebabkan ketegangan dan berkurangnya rasa
aman pada anggota kelompok. Kohesi dalam kelompok mempunyai peran terhadap
anggota dalam kelompok, mereka saling mempengaruhi, adanya konformitas yang
tinggi dalam keputusan kelompok. Kelompok dengan tingkat kohesi tinggi, para
anggotanya lebih percaya satu dengan yang lain dan merasa lebih aman bila
dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat kohesi rendah. Dengan demikian,
untuk melihat adanya pengaruh konflik ini, maka diciptakan dalam kondisi
outbound yaitu membuat suatu kompetisi dalam setiap kegiatan yang dilakukan
dalam pelatihan outbound tersebut. Hal ini dilakukan untuk menciptakan konflik
antar kelompok, sehingga diharapkan akan dapat menciptakan suatu kerjasama yang
baik dalam kelompok dan perasaan untuk saling bergantung dan terikat sehingga
akan menimbulkan suatu kelompok yang solid. Dalam penelitian ini, kelompok yang
dimaksud adalah kelompok OSIS SMA Islam Al-maarif Singosari-Malang. Mereka
mempunyai tujuan untuk menjadikan OSIS sebagai wahana penyalur kreativitas dan
jiwa sosial dengan menjunjung tinggi profesionalitas yang berlandaskan IMTAQ
dan IPTEK. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang tergabung dalam
Organisasi Intra Sekolah (OSIS) di SMA Islam Al-Ma’arif Singosari – Malang
tersebut akan mengalami penurunan dalam kelompok mereka. Di dalam OSIS tersebut
sering mengalami adanya konflik, baik yang disebabkan oleh intern maupun
ekstern. Dari fenomena mengenai dinamika kelompok yakni konflik yang dapat
menyebabkan berkurangnya kohesifitas kelompok yang terjadi di OSIS SMA Islam
Al-Ma’arif Singosari – Malang, peneliti menemukan adanya konflik di dalamnya
seperti kurangnya keaktifan atau eksistensi anggota terhadap kelompok dan
kurangnya komunikasi antar anggota kelompok tersebut. Sehingga hal itu membuat
hubungan antara anggota yang satu dengan yang lainnya kurang baik. Hal itu
dapat dilihat dari pengamatan peneliti terhadap kegiatan sehari-hari anggota
pengurus OSIS dan beberapa penjelasan dari anggota pengurus yang aktif dan
tidak aktif atau jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh OSIS selama
penelitian ini berlangsung. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
peneliti selama ini, baik sebelum maupun pada saat penelitian berlangsung
peneliti banyak menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam hubungan mereka
sehari-hari. Terkadang dalam event-event atau acara tertentu mereka menjadi
kelompok yang kompak dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota kelompok
tersebut, namun untuk aktivitas sehari-hari dalam kelompok, mereka tidak banyak
yang menjalankan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugasnya sebagai anggota OSIS.
Hal itu merupakan salah satu penyebab perpecahan dalam anggota kelompok
tersebut, sehingga mempengaruhi persatuan dan kesatuan dalam kelompok tersebut.
Kurangnya ketergantungan atau keterikatan hubungan antar sesama anggota
kelompok dalam kelompok yang bersangkutan. Dengan demikian, peneliti berharap
dengan melakukan suatu pelatihan outbound terhadap organisasi yang
bersangkutan, maka akan mampu meningkatkan kohesifitas kelompok terhadap
anggota kelompoknya. Hal ini sangat penting untuk perkembangan dan kemajuan
dari organisasi tersebut. Selain itu dalam dunia psikologi industri, juga
penting dalam mengaplikasikan ilmu psikologi industri khususnya desain pelatihan.
Dengan begitu peneliti akan melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Pelatihan
Outbound Terhadap Peningkatan Kohesifitas Kelompok Pada Anggota OSIS SMA Islam
AlMaarif Singosari - Malang”. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah
diatas maka peneliti membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah tingkat kohesifitas kelompok di OSIS SMA Islam AlMaarif Singosari
–Malang sebelum pelatihan outbound? 2. Bagaimanakah tingkat kohesifitas
kelompok di SMA Islam Al-Maarif Singosari-Malang setelah pelatihan outbound? 3.
Apakah ada pengaruh pelatihan outbond terhadap peningkatan kohesifitas kelompok
pada anggota OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang? C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat
kohesifitas kelompok di OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang sebelum
pelatihan outbound. 2. Mengetahui tingkat kohesifitas kelompok di OSIS SMA
Islam Al-Maarif Singosari-Malang setelah pelatihan outbound. 3. Mengetahui
adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan outbound dengan peningkatan
kohesifitas kelompok pada OSIS SMA Islam AlMaarif Singosari – Malang. D.
Manfaat Penelitian Dengan dilakukan penelitian tersebut, peneliti berharap agar
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya: 1. Secara
Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Psikologi khususnya pada pengembangan
sumber daya manusia terutama yang menyangkut masalah tentang tingkat kohesifitas
kelompok pada suatu organisasi intra sekolah khususnya OSIS SMA Islam Al-maarif
Singosari - Malang. Dan semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
referensi bagi peneliti untuk selanjutnya dalam bidang kajian psikologi
industri dan menambah wawasan serta pengalaman baru bagi peneliti khususnya. 2.
Secara Praktis Penelitian ini secara praktis akan membantu untuk memberikan
informasi dan pengalaman baru bagi pihak-pihak yang bersangkutan khususnya para
anggota OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang tentang pentingnya
meningkatkan kohesifitas kelompok dalam suatu organisasi demi menjalin
persatuan dan kesatuan dalam suatu kelompok atau organisasi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh pelatihan outbound terhadap peningkatan kohesifitas kelompok pada anggota OSIS SMA Islam Al-Maarif Singosari – Malang.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment