Abstract
INDONESIA:
Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya perbedaan tingkat eudaimonia yang dialami oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi eudaimonia, aspek kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi eudaimonia tersebut.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan the big five personality, yang mana merupakan suatu pendekatan dalam mengetahui kepribadian manusia berdasarkan trait yang disusun menjadi lima domain yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experiences, dan neuoriticism. Dan masing-masing mempunyai kecenderungan sifat atau ciri-ciri yang menonjol yang membedakan antara domain yang satu dengan domain yang lainnya. Kepribadian tersebut akan membedakan antara satu orang dengan orang lain dalam bertingkah laku untuk mencapai eudaimonia yang merupakan kebahagiaan yang dihasilkan dari aktifitas rasional untuk merealisasikan potensi-potensi dalam diri manusia dan kebajikan sesuai dengan keutamaan dan kekuatan karakter manusia.
Penelitian ini dilakukan di Panti asuhan Sunan Ampel Malang, dengan tujuan (1) Untuk mengetahui tingkat pemenuhan kebutuhan afeksi di Panti Asuhan Sunan Ampel Malang, (2) Untuk mengetahui tingkat perilaku prososial remaja Panti Asuhan Sunan Ampel Malang, (3) Untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan perilaku prososial pada remaja di Panti Asuhan Sunan Ampel Malang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kuantitatif korelasional. Subyek penelitian berjumlah 27 remaja yang berumur antara 12-21 tahun. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode skala dan dilengkapi dengan observasi, interview. Analisa data penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi product moment, dengan bantuan komputer program SPSS 17.0 for windows.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa adanya korelasi yang signifikan secara statistik (r = 0.850, p < 0.01) antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan perilaku prososial pada remaja dipanti asuhan sunan ampel dengan koefisien korelasi sebesar 0,850.
ENGLISH:
The background of this research is that prosocial behavior is rarely encountered in the community started along with the advance of technology, especially among the adolescents at this age tend to be more focused on her. There are several factors that cause adolescents are less concerned for the difficulties encountered others and one of them is emotional factors and mood as a form of Affection Fulfillment whether or not in adolescents because affective fulfillment for adolescence requires more, because at this time a child is in transition. Affective fulfillment can be seen in the parental relationship with the child. Children who living in orphanage less affective fulfillment because number of caregivers that are not in accordance with the number of foster children. Goals to be achieved in this study is to determine the relationship between Affective fulfillment with prosocial behavior in adolescents.
In this study, using correlational research. The population in this study were all adolescents at the Orphanage Sunan Ampel Sumbersari Malang. Sampling was done with a total sampling. The sample used in this study were 27 adolescents. Variables in a correlational study consisted of a free variable that Affective fulfillment, and the dependent variable is prosocial behavior.
Methods of data collection in this study using the psychological scale are Affective fulfillment scale and prosocial behavior scale. Analysis of research data using correlation non parametric test analysis techniques, with the help of a computer program SPSS 17.0 for Windows.
The results of the research conducted, it is known that the presence of a statistically significant correlation (r = 0.850, p <0.01) in the fulfillment of affection with prosocial behavior in adolescents orphanage Sunan Ampel with correlation coefficient of 0.850.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini perilaku prososial
mulai jarang ditemui. Seiring dengan semakin majunya teknologi dan meningkatnya
mobilitas, masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau
lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri dan kurang peduli dengan apa
yang menimpa orang lain. Hal ini juga tampak pada remaja. Pada masa ini remaja
mengalami banyak perubahan, diantaranya perubahan fisik, emosi, minat dan peran
dalam kehidupan sosial. Hal tersebut menyebabkan remaja bersikap egois serta
kurang tanggap terhadap permasalahan orang lain disekitarnya. Remaja lebih
terfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sehingga kurang peka
dengan apa yang terjadi disekitarnya. Masa remaja merupakan masa dimana
ketergantungan anak terhadap orang tua mulai menurun. Remaja mulai membentuk
hubungan baru dengan teman sebaya. Dalam suatu kelompok yang baru, ada suatu
nilai yang harus dipenuhi yaitu nilai penerimaan sosial. Gerakan modernisasi
yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran
pada pola interaksi antar individu dan berubahnya nilai-nilai dalam kehidupan
bermasyarakat. Interaksi antar individu menjadi bertambah longgar dan kontak
sosial yang terjadi 2 semakin rendah kualitas dan kuantitasnya. Papilaya,
(2002) mengemukakan bahwa manusia Indonesia ditengarai mulai menunjukkan
ciri-ciri dan karakteristik kepribadian yang individualistik, materialistik dan
hedonistik. Sinyalemen ini diperkuat oleh adanya kenyataan yang berkembang
dalam masyarakat yang menunjukkan masyarakat Indonesia menjadi mudah kehilangan
pertimbangan terhadap efek perilakunya terhadap sesama warga bangsa seperti
terjadinya tragedi kemanusiaan di Ambon dan Aceh atau kurusuhan Mei 1998 yang
banyak menyebabkan korban tewas pada rakyat Indonesia itu sendiri. Perilaku
prososial pada dasarnya ada pada setiap manusia, hal ini terjadi karena naluri
alamiah manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan tidak akan dapat
dihilangkan pada diri manusia. Rasa ketergantungan seperti kebutuhan untuk
dibantu ketika terkena musibah muncul secara spontan. Sedangkan rasa iba bagi
orang lain yang melihat juga akan muncul secara spontan tanpa dapat dibendung.
Hanya saja prosentase perilaku munculnya prososial sangat kecil karena sangat
terkait dengan faktor-faktor serta aspek-aspek yang berperan dalam terciptanya
perilaku prososial. Teknologi yang semakin maju seakan mengukung hidup individu
lepas dari dunia individu yang lainnya, bahkan untuk sekedar bertemu muka
dengan tetangga sebelah rumah pun seperti tidak ada waktu lagi, yang terjadi
adalah individu menjadi seorang yang individualisme. Perilaku prososial 3
seakan hanya menjadi ajang pamer kekayaan sehingga nilai keikhlasan dalam
memberi hilang (Papilaya, 2002). Sebagai gambaran tentang perilaku sosial di
masyarakat mengenai perilaku prososial yang semakin pudar, misalnya
kejadian-kejadian didalam bus dimana seorang lanjut usia atau wanita yang sedang
hamil berdiri berdesakan dengan penumpang yang lain, sementara yang muda dengan
enaknya duduk tanpa peduli terhadap orang lain atau wanita hamil. Bisa dilihat
bagaimana individu sudah tidak peduli lagi dengan individu yang lain, tidak
menghormati individu yang lebih tua, tidak mau berkorban, tidak mau berbagi
apalagi memperhatikan dan mementingkan individu yang lain, contoh lain yaitu
ketika terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya, sebagian masyarakat lebih
banyak yang menonton dari pada memberikan pertolongan secara spontan, ataupun
dalam peristiwa peristiwa tawuran atau perkelahian antara remaja, masyarakat
juga tidak banyak yang ikut melerai ataupun menolong dengan segara korban yang
terluka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hamidah (2002) banyak orang
cenderung egois dan berbuat untuk mendapatkan suatu imbalan (materi). Sikap ini
menimbulkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosialnya. Dampaknya terutama
di kota-kota besar, remaja menampakkan sikap materialistik, acuh pada
lingkungan sekitar dan cenderung mengabaikan norma-norma yang tertanam sejak
dulu. Remaja merupakan golongan masyarakat yang mudah kena pengaruh dari luar.
Hal ini tampak pada 4 kecenderungan untuk lebih mementingkan diri sendiri
daripada orang lain. Jadi, tidaklah mengherankan apabila di kota-kota besar
tersebut nilai-nilai pengabdian, kesetiakawanan dan tolong-menolong mengalami
penurunan sehingga yang nampak adalah perwujudan kepentingan diri sendiri dan
rasa individualis. Ini memungkinkan orang tidak lagi mempedulikan orang lain
dengan kata lain enggan untuk melakukan tindakan prososial. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Berkovitz dalam Dayakisni (2006:215), bahwa
kondisi emosional yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya perilaku
menolong, sedang kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat perilaku
menolong. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
perilaku prososial dipengaruhi oleh suasana hati/kondisi emosional remaja yang
berhubungan dengan terpenuhi atau tidak kebutuhan afeksi pada remaja tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi emosional remaja yaitu faktor
lingkungan keluarga. Orang tua mempunyai tanggung jawab untuk meletakkan
dasar-dasar kepribadian yang kuat bagi anak-anak (Markum, 1991:41). Untuk itu,
orang tua senantiasa harus memperhatikan perkembangan kepribadian anaknya
setiap hari. Dalam hubungan orang tuaanak, anak memiliki kebutuhan dasar yang
harus terpenuhi (Sarwono, 1991:159). Kadar pemenuhan kebutuhan tersebut, akan
mempengaruhi perilaku anak pada masa dewasa. Kekurangan pemenuhan kebutuhan,
akan membentuk berbagai macam perilaku yang diantaranya ada yang berkembang 5
ke arah patologis. Salah satu kebutuhan dasar yang harus terpenuhi adalah
kebutuhan Afeksi. Kebutuhan dasar afeksi tersebut adalah setiap anak mempunyai
keinginan untuk dicintai atau disayangi. Anak yang tidak cukup mendapatkan
cinta, kelak dewasa akan timbul perasaan tak dicintai (unloveable). Kekurangan
kebutuhan kasih sayang, akan menimbulkan perilaku menghindarkan diri dari hubungan
antar pribadi dan menjaga jarak. Hal ini tentunya berpengaruh pada sosialisasi
anak nantinya. Sedangkan anak yang disayangi dan dicintai oleh orang tuanya
akan merasa dihargai dan pengalaman-pengalaman yang positif tersebut tentunya
akan memunculkan perilaku-perilaku yang positif pada anak. Tidak semua anak
yang bisa merasakan keutuhan keluarga, baik secara fisik maupun psikis. Masih
ada beberapa anak yang dibuang atau dititipkan ke panti asuhan. Anak-anak
tersebut dididik dan diasuh dipanti asuhan. Panti asuhan sebagai lembaga sosial
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan anak-anak
yang terlantar. Muhibbin (1997:5) menyatakan bahwa panti asuhan merupakan unsur
pengganti keluarga yang bersifat sementara, yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan anak asuh untuk mengalami perubahan fisik secara wajar, memperoleh
kesempatan dalam usaha mengembangkan mental dan pikiran sehingga anak asuh
dapat mencapai tingkat kedewasaan yang matang, dan juga melaksanakan
peranan-peranan sosial sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Dengan demikian,
panti asuhan adalah lembaga usaha untuk 6 memberikan pelayanan kesejahteraan
bagi anak sebagai pengganti orang tua, agar anak memperoleh kesempatan yang
luas dalam perkembangan kepribadiannya, pertumbuhan fisik, mental maupun
sosialnya. Menurut penelitian LPPM UNS tahun 2009 tujuan adanya panti asuhan
adalah tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan fisik
semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
anak-anak terlantar yang diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara mandiri
dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai orang
tua serta berkecukupan (LPPM UNS, 2009:15). Panti asuhan bukan hanya menyantuni
akan tetapi juga berfungsi sebagai pengganti orang tua yang tidak mampu
melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya salah satunya yaitu tugas dalam
memenuhi kasih sayang yang dibutuhkan dalam masa tumbuh kembangnya anak. Selain
itu panti asuhan juga memberikan pelayanan dengan cara membantu dan membimbing
mereka ke arah pengembangan pribadi yang wajar dan kemampuan ketrampilan kerja,
sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh
tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat Walaupun kehidupan di
panti asuhan tidak ubahnya seperti kehidupan keluarga, tetapi ada hal-hal yang
mendasar yang berbeda dengan kehidupan keluarga secara umum. Sikap atau pribadi
seorang anak yang diasuh oleh keluarganya dan anak yatim piatu yang diasuh
dipanti asuhan 7 berbeda. Kita bisa tahu bahwa sikap dan pribadi seorang anak
yang diasuh oleh orang tua tidak semuanya baik. Mereka justru lebih manja, tapi
soal mental mereka lebih percaya diri dibanding anak yang dibesarkan dipanti
asuhan. Sebab anak yang dibesarkan dipanti asuhan merasa minder, karena tidak
memiliki ayah ibu. Peranan seorang pengasuh, mencerminkan tanggung jawab
pengasuh untuk menghidupkan seluruh sumber daya yang ada di panti asuhan. Panti
asuhan juga memberikan penanaman nilai-nilai kepercayaan diri agar anak bisa
menerima kondisi dirinya dan mengatasi rasa minder dan rendah diri yang dialami
anak-anak asuh. Latar belakang inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk
melakukan penelitian mengenai “ Korelasi antara pemenuhan kebutuhan afeksi
dengan perilaku prososial pada remaja di panti asuhan sunan ampel sumbersari
malang.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat
pemenuhan kebutuhan afeksi di Panti Asuhan Sunan Ampel Malang ? 2. Bagaimana
tingkat perilaku prososial remaja Panti Asuhan Sunan Ampel Malang? 3. Apakah
ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan perilaku prososial pada
remaja di panti asuhan sunan ampel malang? 8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan
perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk
mengetahui tingkat pemenuhan kebutuhan afeksi di Panti Asuhan Sunan Ampel
Malang. 2. Untuk mengetahui tingkat perilaku prososial remaja Panti Asuhan
Sunan Ampel Malang. 3. Untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan
afeksi dengan perilaku prososial pada remaja di Panti Asuhan Sunan Ampel
Malang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
teoritis dan praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian
diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi pendidikan dan psikologi sosial. Untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan afeksi di Panti Asuhan Sunan Ampel Malang. Bagi remaja yang menjadi
subjek penelitian ini memberikan informasi dan pemahaman tentang keterkaitan
antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan perilaku prososial pada remaja
sehingga remaja diharapkan mampu mengurangi sifat egoisme atau 9
individualisnya agar dapat bekerjasama dengan orang lain, saling tolong
menolong dan mengembangkan sikap prososial yang dimiliki. 2. Manfaat Praktis a.
Sebagai referensi bagi orang tua, pendidik dan pengasuh di panti asuhan Sunan
Ampel dalam memenuhi kebutuhan afeksi anak. b. Sebagai referensi bagi remaja di
panti asuhan Sunan Ampel dalam mengembangkan perilaku prososial. c. Sebagai
referensi bagi peneliti untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Korelasi antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan perilaku prososial pada remaja di Panti Asuhan Sunan Ampel Sumbersari Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment