Abstract
INDONESIA :
Suatu indrustri tidak terlepas dari kinerja manusia. Sedangkan manusia itu sendiri pada dasarnya memiliki dua kedudukan yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Untuk bisa melangsungkan hidup maka manusia harus bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan cara penyesuaian diri dengan lingkungan, begitu juga dengan lingkungan kerjanya, manusia yang bisa beradaptasi akan bisa bertindak menghormati orang lain, bisa nyaman dilingkungannya dan bisa terhindar dari konflik yang mudah terjadi. Peraturan yang berlaku dan arahan dari atasan diharapkan mampu untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar karyawan serta bisa membangun industri yang lebih maju. Dari pemikiran tersebut maka peneliti ingin mengetahui bagaimana penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dan manajemen konflik serta hubungan antara penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan manajemen konflik karyawan di UD. Sido Muncul Blitar.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri dan manajemen konflik karyawan serta hubungan antara penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan manajemen konflik karyawan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, sample yang diambil adalah keseluruhan karyawan yang berjumlah 25 orang sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi. Pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode angket, dokumentasi serta observasi. Data yang diperoleh dari angket dianalisa menggunakan teknik regresi.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa kebanyakan dari karyawan memiliki penyesuaian diri yang dapat dikategorikan sedang, sedangkan kebanyakan dari karyawan memiliki manajemen konflik yang sedang pula, selain itu dalam penelitian dapat dilihat bahwa adanya hubungan yang signifakan antara penyesuaian diri dengan manajemen konflik sehingga orang dengan mudah menyesuaian diri maka dia akan mudah untuk melakukan manajemen konflik yang terjadi pada dirinya.
ENGLISH :
An industry can not be separated from human performance. While the human beving basicly have two domiciling they are as a personal person and as a social person. To be surviving in live human must interact with their environment through self human that can make an adaptation will respect to others, they will comfort and could be separated from conflict that can happen easily. The rules and directions from their superior behoped can create an harmonic situation among the employed so it will build more develop industry. Because of the reason of the top, the researcher wants to know how a self adaption conflict managemen in working environment also Corelation between self adjustment in working environment with conflict management in UD. Sido Muncul Blitar.
Intention of this research is to know level self adjustment and conflict management employees and also corelation between self adjustment in the working environment with conflict management employees.
This research represent research quantitative, sample the taken is the overall of employees amounting to twenty five people so that this research is population research. Data collecting is by using enquette methode, documentation and also observation. obtained data of enquette analysed to use regresi technique.
Obtained conclusion that most of employees have self adjustment able to be categorized midle, ing most of employees have conflict management which midle also, besides in research can be seen by that there is corelation him which is signifakan between self adjustment with conflict management so that people easily self adjustment hence he will easy to to conduct conflict management that happened at self.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia
pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai mahluk pribadi
dan mahluk sosial. Sebagai mahluk pribadi, manusia mempunyai beberapa tujuan,
kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing individu
memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan individu lainnya. Sedangkan
sebagai mahluk sosial, individu selalu ingin berinteraksi dan hidup dinamis
bersama orang lain. Ketika berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu memiliki tujuan, kepentingan, cara bergaul, pengetahuan ataupun suatu
kebutuhan yang tidak sama satu sama lain dan semua itu harus dicapai untuk
dapat melangsungkan kehidupan. Berbagai perbedaan-perbedaan tersebut sedikit
banyak dapat menimbulkan perselisihan dan persaingan atau dapat menyebabkan
adanya suatu masalah yang kecil dan apabila tidak terselesaikan dapat menjadi
sebuah konflik. Konflik terjadi dalam kehidupan manusia, tanpa memandang apakah
ia seorang lelaki remaja atau seorang lelaki dewasa, seorang remaja putri atau
wanita dewasa? Konflik pun bisa terjadi pada seseorang yang baru bersahabat
bahkan menimpa kepada seseorang yang sudah lama bersahabat dan akrab, begitu
juga konflik yang terdapat ditempat kerja bisa saja terjadi dengan teman sekerja
atau dengan atasan mereka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lewis A Coser
(dalam Panji Anoraga 1992:99) mengatakan bahwa konflik baik yang bersifat
antara kelompok maupun intra kelompok selalu ada ditempat orang hidup bersama.
Itu berarti dimana terdapat kehidupan bersama, disana pula ada konflik. Menurut
Nurwitri Hardono, (dalam Pandji Anoraga, 1992:105) mengemukakan bahwa dalam
suatu lingkungan perusahaan, seorang karyawan mungkin sering atau pernah
mengalami suatu konflik, mungkin itu dengan atasan, teman sekerja, bawahan atau
dengan dirinya sendiri. Seseorang yang hidup dengan orang lain dan mereka hidup
dalam lingkungan yang sama maka mereka ada kemungkinan besar pernah mengalami
suatu permasalahan atau konflik yang tidak memandang jenis ataupun usia orang
tersebut. Orang-orang yang bekerja dalam perusahaan bisa saja berada dalam
posisi pimpinan maupun bawahan. Mereka yang bekerja pada perusahaan
menginginkan agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari pekerjaan
tersebut. Sedangkan pemilik perusahaan atau orang yang ditunjuk untuk mewakili
kepentingan pemilik mempunyai kepentingan untuk mengembangkan perusahaan agar
lebih maju. Jadi disini sebetulnya nampak adanya perbedaan “interest” dari
pihak karyawan dan pihak majikan atau pemilik perusahaan. Perbedaan inilah yang
mengebabkan kemungkinan terjadinya konflik antara pihak majikan dengan pihak
karyawan. Meskipun demikian pertentangan-pertentangan bisa saja terjadi antara
pihak karyawan sendiri ataupun para pimpinan sendiri. Bagaimanapun karena banyaknya
manusia yang ada di dalam perusahaan kemungkinan pertentangan selalu ada.
Karena masing-masing karyawan mempunyai sifat, sikap, keinginan, kepribadian
dan minat yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada suatu saat terjadi keributan
yang terjadi di UD Sido Muncul, dilakukan oleh pihak pengelola dengan pihak
karyawan, awalnya pagi itu ada salah seorang karyawan melakukan bubut sendirian
dan dia cuma menghasilkan atau membuat kendang dengan ukuran yang kecil
sedangkan diesel yang digunakan perusahan adalah diesel dengan ukuran besar
yang menghasilkan tenaga yang besar sehingga pengeluaran solarpun sama dengan
apabila digunakan oleh seluruh karyawan bila bekerja semua, dilain kata apabila
diteruskan akan berpengaruh pada pengeluaran perusahaan lebih besar daripada
pemasukan perusahaan, karena pengelola tidak mau mengalami kerugian maka ia
memberitahui karyawan tersebut agar untuk sementara berhenti bekerja dan
dilanjutkan lain hari sehingga ada teman bekerja, tetapi pemberitahuan tersebut
tidak dihiraukan oleh karyawan yang disebabkan karena memang tidak terdengar
jelas suara atasannya dengan kebisingan disel yang dihasilkan, sehingga
pengelola mematikan langsung disel tersebut sehingga karyawan tidak bisa
meneruskan pekerjaannya. Karyawan merasa tidak diperlakukan dengan baik atas
majikannya, maka mereka akhirnya melakukan adu mulut untuk mempertahankan
komitmen atau argumen mereka masing-masing, karena karyawan merasa tidak bisa
mempertahankan diri maka diapun memutuskan untuk keluar dari perusahaan itu. Dengan
kejadian yang telah diceritakan diatas dapat digaris bawahi bahwasanya
seseorang yang bekerja diruangan yang panas, bising dan terdapat polusi yang
tinggi akan menyebabkan pengaruh terjadinya konflik yang lebih tinggi hal ini
sesuai dengan pendapat Halonen & Santrock (dalam www.google.com) menyatakan
untuk merekrut karyawan, tentunya faktor penyesuaian diri sangat dibutuhkan.
Dalam hal ini dilihat apakah individu memiliki ketahanan diri untuk melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan ketrampilan, ketlatenan dengan waktu yang terbatas
dan ruangan kerja yang panas serta bising, jika individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada, maka seseorang mudah sensitive dan
cepat tersinggung dengan pihak lain sehingga mengalami konflik baik dengan rekan
kerja, atasan, maupun dengan bawahan. Selain itu dalam bukunya Kartini Kartono
(2002:151) mengatakan kalimat kata yang salah-letak, salah-ucap,
salah-interprestasi, seloroh yang ditujukan untuk bergurau, dan sugesti yang
terlalu didesakkan, semuanya secara drastis bisa meruntuhkan moral atau
mengurangi efisiensi kerja karyawan. Khususnya jika dibandingkan dengan reaksi
mereka yang kurang garang terhadap kondisi fisik lingkungan kerjanya; misalnya
reaksi mereka terhadap kenaikan suhu, ventilasi yang kurang baik, udara, lembab
di kantor, kurang cahaya, dan lain-lainnya kekurangan fisik yang ada dipabrik
atau perusahaan. Konflik dapat disebabkan oleh banyak hal seperti salah
komunikasi dan kondisi lingkungan kerja sehingga semua karyawan diharapkan bisa
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dimana dia bekerja, karyawan
yang tidak bisa menyesuaikan diri maka dia akan merasa kurang nyaman dan
kemungkinan dia akan tidak betah untuk bekerja di perusahaan tersebut. Yustinus
Semiun (2006) mengatakan apabila seseorang yang mengalami konflik dan ia
mengadakan penyesuaian diri, sering kali konflik ini bisa ringan dan bersifat
sementara, tetapi jika ia harus memilih antara dua respons yang berlawanan,
maka konflik tersebut mungkin berat dan bertahan lama. Sehingga seorang
karyawan yang berhasil menyesuaikan diri dalam lingkungan perusahaan akan bisa
mengurangi konflik yang terjadi, dan sebaliknya seorang karyawan yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dalam lingkungan perusahaan maka konflik akan sulit
dikendalikan sehingga konflik tersebut akan terasa berat untuk diatasi. Suatu
proses penyesuaian diri dapat berlangsung terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan. Dalam proses berhubungan antara individu dengan lingkungan dapat
saling bertentangan, atau dapat pula individu menggunakan atau memanfaatkan
lingkungannya maupun berpartisipasi dan turut ikut serta dengan lingkungan
sekitar serta mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dimanapun
individu tersebut berada. Kalau berbicara mengenai hubungan-hubungan sosial,
maka penyesuaian diri yang baik menuntut supaya kita dapat bergaul dengan orang
lain yang merupakan hakikat dari penyesuaian diri sosial. Dengan kata lain,
kesadaran sosial merupakan kriteria dasar untuk menyesuaikan diri yang akurat,
bergaul dengan orang lain berarti mengembangkan hubungan yang sehat dan ramah,
senang bersahabat dengan orang lain, menghargai hak, pendapat dan kepribadian
orang lain dan terutama sangat menghargai integritas pribadi dan nilai sesama
manusia (Yustinus Semiun, 2006:45). Sebenarnya konflik yang berlangsung lama
dan sangat kuat dapat mengakibatkan gangguan kepribadian. Konflik tidak selalu
berakibat buruk karena yang menjadi persoalan ialah bagaimana seseorang
menghadapinya dan tindakan yang diambil untuk memecahkannya ( Yustinus Semiun,
2006:394). Griffin (dalam Ernie Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah, 2005)
mengenalkan tiga pendekatan dalam manajemen konflik, yaitu bagaimana konflik
dapat dikelola, diawasi, dan dikendalikan sehingga konflik yang terjadi tetap
dapat diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi melalui kinerja
organisasi yang lebih baik. Ketiga pendekatan tersebut adalah menstimulus
konflik (stimulation conflict), mengendalikan konflik (controlling conflict),
dan menyelesaikan atau meghilangkan konfik (revolving and elimination
conflict). Merurut Jusuf Arianto, ( 2001:46-47), terdapat 5 gaya atau cara
dalam memanajemen konflik yaitu cara pertama dengan gaya avoidance yang
dimaksudkan untuk menghindari diri dari konflik dalam arti untuk menarik diri
dari situasi konflik dan mengubah situasi tersebut menjadi netral. Kedua adalah
dengan cara smoothing yang merupakan gaya manajemen dengan kecenderungan untuk
meminimalkan perbedaan dan menekankan kepentingan bersama sebagai kekuatan
dalam mengelola konflik. Ketiga adalah forcing yaitu adanya kecenderungan
manajemen untuk menggunakan kekuatan (power) untuk mempengaruhi pihak-pihak
tertentu agar mengakui keberadaan pihak lainnya. Cara keempat adalah
compromise, suatu gaya manajemen untuk kesepakatan bersama. Gaya yang terakhir
adalah collaborative yang menunjuk pada kemampuan manajemen untuk
mengidentifikasi konflik, saling berbagi informasi (sharing information), dan
mencari pemecahan dengan cara yang tepat. Menurut pengertian masing-masing gaya
manajemen dalam mengelola konflik diatas, tampaknya gaya yang terakhir
merupakan cara yang terbaik untuk mengatasi masalah konflik industri di
Indonesia. Ini bukan berarti gaya lainnya bersifat negatif, namun pemecahan
masalah secara integral dengan memahami akar permasalahan sampai pada cara-cara
penyelesaian merupakan langkah yang tepat dalam mengelola konflik Menurut
Heidjrachman Suad Husnan, (1990 :234-235), mengatakan untuk menangani konflik
diperlukan dua metode yaitu dengan cara mengurangi atau menyelesaikan konflik.
Untuk metode pengurangan konflik, salah satu cara yang sering efektif adalah
dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu. Meskipun demikian cara semacam
ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara yang lain adalah
dengan membuat musuh bersama sehingga para anggota dalam kelompok tersebut
bersatu untuk menghadapi musuh tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya
mengalihkan perhatian dari para anggota kelompok. Untuk metode menyelesaikan
konflik, dimana cara yang ditempuh adalah dengan mendomisir atau menekan,
berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif. Seorang karyawan yang
bisa untuk menaati dan menjaga diri dari peraturan yang ditetapkan perusahaan
maka ada kemungkinan akan terbebas dan selamat dari suatu konflik sehingga dia
akan merasa nyaman dan tentram untuk bekerja di perusahaan tersebut. Para
pengelola atau manajer perusahaan dapat menjadi pihak utama dalam
konflik-konflik yang terjadi, maksudnya sebagai orang-orang yang terlibat
secara aktif di dalam situasi konflik yang berkembang. Mereka seringkali
diminta bantuan untuk bertindak sebagai pihak penengah pada konflik-konflik
yang dialami pihak lain, (Winardi,2007:17). Berdasarkan hal tersebut diatas
dapat dilihat bahwa penyesuaian diri dalam lingkungan kerja ada hubungannya
dengan manajemen konflik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang mengatakan
bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik maka akan dapat bereaksi
secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik,
frustasi-frustasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku
simtomatik (Yustinus Semiun,2006) Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa faktor
yang turut mempengaruhi dalam manajemen konflik atau dalam mengatasi konflik di
lingkungan kerja adalah adanya penyesuaian diri terhadap lingkungan kerja baik
secara fisik, psikologis maupun sosial dan tidak dipengaruhi oleh
kekurangan-kekurangan kepribadian. Merurut Polak (dalam Wahyudi, Akdon,
2005:29) membagi konflik menjadi empat jenis antara lain Konflik antar
kelompok, Konflik intern dalam kelompok, Konflik antar individu untuk
mempertahankan hak dan kekayaan, dan yang terakhir adalah konflik intern
individu untuk mencapai cita-cita. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi
masalah konflik pada bagian yang kedua yaitu Konflik intern dalam kelompok yang
maksudnya adalah konflik yang terjadi antar anggota dalam satu kelompok,
konflik ditimbulkan oleh anggota sendiri karena perselisihan atau karena
sesuatu yang tidak sesuai sehingga konflik muncul kepermukaan. Karyawan di UD.
Sido Muncul juga sering terjadi konflik antar karyawan sehingga ketentraman
karyawan yang lain juga terganggu sehingga berdampak pada kinerjanya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul:
“Hubungan antara penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan manajemen
konflik di kalangan karyawan UD. Sido Muncul Blitar”. B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dinyatakan dalam pernyataan
berikut, yaitu: 1. Bagaimana penyesuaian diri dalam lingkungan kerja di UD.
Sido Muncul Blitar? 2. Bagaimana manajemen konflik pada karyawan di UD. Sido
Muncul Blitar? 3. Apa ada hubungan penyesuaian diri dalam lingkungan kerja
dengan manajemen konflik di UD. Sido Muncul Blitar? C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai
dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dimaksudkan sebagai
berikut: 1. Untuk mengetahui penyesuaian diri dalam lingkungan kerja di UD.
Sido Muncul Blitar. 2. Untuk mengatahui manajemen konflik pada karyawan di UD.
Sido Muncul Blitar. 3. Untuk mengetahui hubungan penyesuaian diri dalam
lingkungan kerja dengan manajemen konflik di UD. Sido Muncul Blitar. D. MANFAAT
PENELITIAN 1. Bagi Penulis. Mengetahui lebih jauh tentang hubungan penyesuaian
diri dalam lingkungan kerja dengan manajemen konflik. 2. Bagi Akademisi.
Penelitian ini dapat dijadikan perbandingan dan tambahan referensi yang dapat
digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya tentang obyek yang
sejenis. 3. Bagi Perusahaan. Penelitian ini memberikan masukan kepada
perusahaan tentang pentingnya hubungan penyesuaian diri dalam lingkungan kerja
dengan manajemen konflik.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara penyesuaian diri dalam lingkungan kerja dengan manajemen konflik di kalangan karyawan UD. Sido Muncul Blitar." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment