Abstract
INDONESIA:
Di antara hukum Islam yang secara rinci dijelaskan di dalam al-Qur’an adalah hukum waris. Ketentuan mengenai pembagian waris tersebut sangat jelas termaktub dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam wajib mentaatinya. Namun kenyataannya masyarakat Desa Kepuh Kembeng Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang lebih memilih menunda pembagian warisan setelah pendak yaitu serratus hari atau kadang setahun setelah kematian seseorang, dengan pembagian sama rata antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan realita tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: a). bagaimana tradisi pembagian waris setelah pendak dalam masyarakat Desa Kepuh Kembeng? b). mengapa masyarakat Desa Kepuh Kembeng mnunda pembagian waris setelah pemdak? c). bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi pembagian waris setelah pendak?. Serta dengan tujuan untuk mengetahui sistem dan prespektif hukum Islam yang dimaksud.
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kualitatif empiris dengan maksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dan termasuk dalam jenis penelitian lapangan dengan melakukan observasi. Sedangkan sumber data penelitian ini meliputi data primer yang diperoleh dengan cara wawancara terhadap tokoh masyarakat, pelaku dan juga masyarakat awaam serat data sekunder yang diolah kemudian disajikan secara deskriptif.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa: a). Masyarakat Desa Kepuh Kembeng lebih memilih untuk menunda pembagian warisan setelah pendak, yaitu setelah serratus atau setahun dari kematian seseorang dengan menggunakan pembagian sama rata antara laki-laki dan perempuan. b). masyarakat menunda pembagian waris karena khawatir terjadi pertengkaran antar anggota keluargnya. dan kebiasaan ini dianggap baik dan diterima oelh seluruh lapisan masyarakat. b). penundaan pembagian warisan ini merupakan adat yang shohih karena menimbulkan maslahah yang lebih besar daripada mafsadah yang terjadi.
ENGLISH:
One of Islamic law is about heritage law, which is explained specificly in the holy Qur’an about how to allocate it. That’s why, we as mouslem have to obey and follow the rule. In fact, the people of Kepuh Kembeng, Peterongan, Jombang, they prefer to delay to divide the heritage. They will divide it after Pendak, or one hundred days and even one year after the mortality, in equal allocation between man and woman.
Based on the reality, the researcher has formulated the problem as follows: a). how the tradition of heritage allocation after Pendak on the people of Kepuh Kembeng? b). why the people of Kepuh Kembeng prefer to delay to divide the heritage after Pendak? c). what according to Islamic law about this tradition?, with the intention to know the system and the perspective of Islamic law.
This research include in qualitative empiric research, with the intention to understand the phenomena of what the researcher found, and this is include of field research by observing the problem. Beside that, the data source of this research is primary data, which is found by interviewing the public figure, the doer, and the society, and the secondary data which is processed then served descriptively.
The result of this research shows that: a) the people of Kepuh Kembeng prefer to delay to allocate the heritage after Pendak, it means that after one hundred days or one year after the mortality in equal allocation between man and woman. b). the people of Kepuh Kembeng prefer to delay to allocate the heritage because of worry if there is conflict between the family, and this tradition can be accepted by the peoples. c) This delay is a true tradition because it gives positive effect than negative.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara yang
terdiri dari berbagai macam budaya dan tradisi yang berkembang di seluruh
lapisan masyarakat, yang mana budaya dan tradisi tersebut telah mewarisi
sehingga menjadi identitas bangsa. Dalam suatu budaya terdapat ajaran atau
kepercayaan yang tumbuh dan berkembang dilapisan masyarakat. Kepercayaan itu
diyakini benar adanya sehingga banyak masyarakat yang takut apabila tidak
melakukannya, meskipun sebenarnya hal tersebut tidak termaktub dalam al-Qur‟an
ataupun al-Hadits. Tradisi sendiri memiliki arti kebiasaan atau kepercayaan
yang turun temurun dan berkembang dalam suatu masyarakat. Hal yang paling
mendasar 2 2 dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi
ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini,
suatu tradisi dapat punah. Melalui proses pewarisan, dari orang per-orang atau
dari generasi ke generasi lain, tradisi mengalami perubahan-perubahan baik
dalam skala besar maupun kecil. Inilah yang dikatakan dengan invented
tradition, dimana tradisi tidak hanya diwariskan secara pasif, tetapi juga
direkonstruksi dengan maksud membentuk atau menanamkannya kembali kepada orang
lain. Oleh karena itu, dalam memandang hubungan Islam dengan tradisi atau
kebudayaan selalu terdapat variasi interpretasi sesuai dengan konteks lokalitas
masing-masing.1 Peraturan Allah tentang perbuatan manusia secara sederhana
disebut Syariah atau Hukum Islam. Hukum Islam merupakan hukum Allah dan sebagai
hukum Allah ia menuntut kepatuhan dan ketaatan dari umat Islam untuk
melaksanakannya. Hukum Islam meliputi seluruh kehidupan dari seluruh segi
kehidupan manusia baik untuk mewujudkan kehidupan di dunia atau di akhirat
kelak. Kemudian diantara hukum tersebut ada yang tidak mengandung sanksi yang
menuntut kepada kepatuhan. Sebagian yang lain mengandung sanksi yang dirasakan
di dunia seperti layaknya sanksi hukum pada umumnya.2 1Ahmad Khalil, Islam Jawa
Sufisme Dalam Etika Dan Tradisi Jawa, (UIN-MALANG PRESS,2008), h. 1-3. 2Arip
Rakhman, “Tradisi Pembagian Waris Dilingkungan Masyarakat Arab,” Skripsi Pada
Fakultas Syari‟ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta AS (2008). 3 3 Di antara
hukum Islam yang secara rinci dijelaskan di dalam al-Qur‟an adalah hukum waris.
Ketentuan mengenai pembagian waris tersebut sangat jelas termaktub dalam
al-Qur‟an. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam wajib mentaatinya. Hal
tersebut dijelaskan dalam akhir ayat mengenai pembagian waris, yaitu
barangsiapa yang tidak mentaatinya akan dimasukkan ke neraka selama-lamanya.
Sebagaimana firman Allah: Artinya: “Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar hukum-hukum-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam
neraka. Dia di dalamnya dalam keadaan kekal dan baginya adzab yang hina.”3
Namun, dalam praktik di masyarakat, banyak ketentuan yang tidak dijalankan
secara sempurna, seperti dalam masalah waris. Sebagaimana penerapan hukum waris
di Indonesia yang mengalami beberapa hambatan dan benturan, sebagaimana
dikemukakan oleh Hazairin. Menurut Hazairin sistem kewarisan di Indonesia harus
beradaptasi dengan konteks lingkungan Indonesia karena struktur dan sistem
kemasyarakatan di Indonesia berbeda dengan latar sosial masyarakat Arab, tempat
hukum kewarisan Islam diterapkan. Ketentuan mengenai hukum waris di Indonesia
masih problematika, karena saat Indonesia merdeka belum ada ketentuan hukum
nasional yang mengatur mengenai masalah kewarisan tersebut. Oleh karena 3 Q.S.
An-Nisa‟ (4): 14. Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, CV Asy Syifa, 1992. 4 4 itu untuk menghindari
kekosongan hukum, berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar
1945 masih dimungkinkan untuk tetap memberlakukan KUHPerdata, hukum adat, dan
Hukum Kewarisan Islam yang mana sebelumnya telah berlaku (pasal 131 IS). Hukum
Islam telah mengatur tentang hukum waris, seiring perkembangan zaman hukum
waris dituangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun2006 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di dalam penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 7 Tahum 1989 tersebut masih membuka kemungkinan tentang hak opsi (hak
para ahli waris untuk memilih hukum waris mana yang mereka sukai untuk
menyelesaikan perkara warisan mereka). Sedangkan berdasarkan penjelasan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang ketentuan mengenai adanya kemungkinan
hak opsi tersebut telah dihapuskan. Di Indonesia juga dikenal waris adat.
Menurut Supomo hukum waris adat merupakan tata cara pengalihan atau penerusan
warisan menurut hukum adat yang berlaku. Hal ini sebagai konsekuensi atas
berlakunya dan masih terpeliharanya hukum adat di beberapa daerah di Indonesia
sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia. Hukum waris adat pada
dasarnya merupakan hukum kewarisan yang bersendikan prinsip-prinsip komunal
atau kebersamaan sebagai bagian dari kepribadian bangsa Indonesia. Prinsip
kebersamaan dalam hukum waris adat 5 5 membuat hukum waris adat tidak mengenal
bagian-bagian tertentu untuk para ahli waris dalam sistem pembagiannya. Secara
umum, asas pewarisan yang dipakai dalam masyarakat adat bergantung dari jenis
sistem kekerabatan yang dianut. Namun menurut Hazairin, hal itu bukan suatu hal
yang paten. Artinya, asas tersebut tidak pasti menunjukkan bentuk masyarakat di
mana hukum warisan itu berlaku. Seperti misalnya, asas individual tidak hanya
ditemukan pada masyarakat yang menganut sistem bilateral, tetapi juga ditemukan
pada masyarakat yang menganut asas patrilineal, misalnya pada masyarakat Batak
yang menganut sistem patrilineal, tetapi dalam mewaris, memakai asas
individual.4 Hukum kewarisan itu sendiri merupakan salah satu masalah penting
yang mendapat perhatian khusus dalam agama Islam. Allah sendiri di dalam
al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum Islam memberikan perhatian khusus mengenai
masalah ini. Hukum kewarisan Islam ditetapkan Allah secara rinci (tafsili)
lebih detail bila dibandingkan dengan informasi dan ketetapan hukum yang lain.
Hal ini diatur secara rinci agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli
waris sepeninggal pewaris yang hartanya diwarisi. Agama menghendaki prinsip
adil sebagai salah satu pembinaan masyarakat, yang mana hal ini tidak terwujud
tanpa ditunjang dengan pemahaman dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut
dengan baik. Oleh 4 http://www.hukumonline.com,
pembagian-waris-menurut-hukum-adat-jawa, diakses tanggal 5 Mei 2015. 6 6 karena
itu, mempelajari dan melaksanakan hukum kewarisan ini adalah suatu hal yang
bisa dikatakan wajib bagi umat Islam. Salah satu hal yang menarik untuk dikaji
dalam kewarisan yaitu penundaan pembagian warisan. Fenomema ini terjadi di
masyarakat Desa Kepuh Kembeng Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang. Secara
kultural Kota Jombang merupakan Kota yang tingkat religiusnya tinggi, termasuk
masyarakatnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya Kyai dan sejumlah
pondok pesantren yang didirikan. Praktek pembagian warisan di Desa Kepuh
Kembeng tidak didasarkan kewarisan hukum Islam, tetapi menggunakan kebiasaan
turun menurun yaitu dengan sistem pembagian sama rata. Anak Ragil atau anak
terakhir sudah dipastikan mendapatkan bagian rumah beserta isinya. Pembagian
warisan dilaksanakan setelah pendak. Pendak yang dimaksud di sini adalah
seratus hari atau setahun setelah kematian pewaris atau bahkan lebih. Berangkat
dari fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
praktek pembagian warisan masyarakat Desa Kepuh Kembeng Kecamatan Peterongan
Kabupaten Jombang dengan judul “TRADISI PENUNDAAN PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PENDAK
DI DESA KEPUH KEMBENG PETERONGAN JOMBANG PERSPEKTIF „URF”. B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diketahui bahwa, yang menjadi pokok
penelitian adalah sebagai berikut: 7 7 1. Bagaimana tradisi penundaan pembagian
warisan setelah pendak dalam masyarakat Desa Kepuh Kembeng Peterongan Jombang
perspektif „urf? 2. Mengapa masyarakat Desa Kepuh Kembeng Peterongan Jombang
menunda pembagian warisan setelah pendak? C. Tujuan Penelitian Secara umum
studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penundaan pembagian
warisan setelah pendak pada masyarakat Desa Kepuh Kembeng Peterongan Jombang.
Akan tetapi secara spesifik tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bagaimana tradisi penundaan pembagian warisan setelah pendak
di Desa Kepuh Kembeng Peterongan Jombang perspektif „urf. 2. Memberikan
penjelaskan mengapa masyarakat Desa Kepuh Kembeng Peterongan Jombang menunda
pembagian warisan setelah pendak. D. Manfaat dan Kegunaan 1. Menambah khazanah
ilmu pengetahuan pada umumnya, dan hukum waris pada khususnya. 2. Memberikan
pemahaman yang signifikan kepada pihak yang interest pada hukum Islam, terutama
hukum kewarisan, sehingga mendapat gambaran hukum kewarisan (pembagian harta
waris) yang relevan dalam masyarakat muslim Indonesia dengan melihat hasil
observasi pada salah satu masyarakat desa yang berada di Indonesia. 8 8 E.
Batasan Masalah Peneliti memberi batasan masalah pada masalah tradisi pembagian
warisan setelah pendak perspektif „urf yang merupakan istinbath hukum Islam.
Peneliti akan meneliti secara detail hingga berdampak bagi seluruh lapisan
masyarakat baik dari kalangan tokoh masyarakat hingga masyarakat awam yang ada
di Desa Kepuh Kembeng Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Tradisi pembagian warisan setelah pendak di Desa Kepuh Kembeng Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment