Abstract
INDONESIA:
Membicarakan hukum Islam tentunya tidak lengkap jika tidak menyinggung yang namanya fiqh dan ijtihad. Hingga awal abad dua puluh, metode ijtihad di Indonesia hanya dilakukan oleh ulama secara perorangan. Namun pada kuartal kedua abad dua puluh, beberapa telah mulai dilakukan oleh ulama secara kolektif melalui sebuah lembaga fatwa. Ikhtiyar untuk merespon problem masyarakat telah dilakukan oleh ulama secara kolektif di beberapa lembaga fatwa seperti: Majelis Tarjih Muhammadiyah, Bahtsul Masa’il NU, Dewan Hisbah Persatuan Islam, dan Dewan Syariah Pusat PK Sejahtera. Di luar lembaga fatwa tersebut ada beberapa ulama yang faqih melakukan ijtihad secara individual.
Memasuki abad ke-21 ini, muncul dan berkembang pesat gerakan-gerakan Islam di luar Muhammadiyah, NU dan ICMI. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI Merupakan sebuah Partai Politik dan Dakwah di jalur ekstra parlemen. Jika ditelusuri sejarahnya, HTI bukan barang baru. Ia masuk ke Indonesia pada 1982-1983. HTI hadir dengan aktivitas politik yang sangat menonjol dan gerakannya seragam. Akan tetapi dalam ritual ibadah mereka yang sangat militan, mengapa ekspresi ibadahnya berbeda dengan aktivitas politiknya. Padahal HTI dalam setiap aktivitasnya berkomitmen kepada hukum syara’ yang mu’tabar. Hal lain yang perlu dikaji ketika memahami perbedaan ekspresi aktivitas politik dan ibadah mereka adalah dengan melalui metode ijtihadnya. Sejauh peneliti ketahui, HTI juga belum pernah merilis metode baku ijtihad mereka, seperti halnya Ormas Islam lainnya.
Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan aktivis Hizbut tahrir di Malang tentang metode ijtihad HTI dalam bidang politik dan ibadah. Penelitian ini turut terbantu oleh legalnya aktivitas dakwah HT di Indonesia.
Dengan begitu, mudah melacak berbagai nasyrah, buku-buku, mengikuti seminar, halaqoh dan kumpulan pandangan aktivis HTI di Internet.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian field research, dengan menggunakan pendekatan normatif yakni dari sudut pandang ilmu Ushul fiqh. Dan dalam pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Kemudian metode analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian di lapangan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Metode ijtihad aktivis HTI dalam bidang politik dilakukan dengan cara ijtihad Manhaji dan tathbiqi. Adapun metode ijtihad di bidang ibadah, HTI menyerahkannya pada masing-masing individu, karena HTI tidak menyediakan buku-buku pegangan resmi yang mengatur tentang ibadah. Dalam perkara yang sangat luas, menggunakan kitab-kitab dari berbagai mazhab dan fiqh kontemporer. Petinggi HTI kota Malang dalam persoalan ritual ibadah menginginkan anggota HTI idealnya menggunakan dalil terkuat (metode tarjih). Apabila tidak bisa mentarjih sendiri, bermazhab bahkan taklid pun tidak dilarang. Asal kepada mujtahid yang dipercayai kadar keilmuwannya.
ENGLISH:
Talk about Islamic law would not be complete if it did not mention the name of fiqh and ijtihad. Until the beginning of the twentieth century, the method of ijtihad in Indonesia were conducted by individual scholars. But in the second quarter of the twentieth century, some scholars have begun to be done by institutions collectively through a fatwa. Ikhtiyar to respond to the problems of society have collectively done by scholars in several institutions such fatwas: the Legal Affairs Committee of Muhammadiyah, NU Bahtsul Masa'il, Hisbah Council of Islamic Unity, and the Central Shariah Board of PK Sejahtera. Outside agencies such fatwas are some scholars who exercise ijtihad faqih individually.
Entering the 21st century, emerged and rapidly growing Islamic movements outside the Muhammadiyah, NU and ICMI. One of them is Hizb ut-Tahrir Indonesia (HTI). HTI is a Political Party, and Da'wa in extra-parliamentary lines. If traced its history, HTI not new. He went to Indonesia in 1982-1983. HTI comes with a very prominent political activities and movements uniforms. However, in their worship rituals are very militants, why the expression of worship is different from political activity. Yet within each activity HTI is committed to the law syara 'which mu'tabar. The other thing that needs to be studied when understanding the differences of political activity and expression of their worship is through ijtihadnya method. As far as researchers know, HTI also has never released a standard method of ijtihad they, like other Islamic Organizations.
Thus, this study aims to determine how the view of Hizb ut-Tahrir activists in Malang on ijtihad HTI methods in politics and worship. This research was also aided by her legal HT missionary activity in Indonesia. That way, it's easy to track various nasyrah, books, seminars, and a collection of views halaqoh HTI activists on the Internet.
This research includes the study of field research, using a normative approach, ie from the viewpoint of science of Usul fiqh. And in data collection using interviews and documentation. Then the methods used in data analysis, qualitative description. From the results of research in the field, we can conclude that the method of ijtihad HTI activists in politics is done by way of ijtihad Manhaji and tathbiqi. The method of ijtihad in the field of worship, HTI handed it to each individual, because HTI does not provide official manuals governing worship. In the case of very wide, using books from various schools of fiqh and contemporary. HTI Malang city officials in matters of ritual worship of HTI members ideally want to use the strongest arguments (Legal Affairs Committee method). If not can mentarjih own, even dogmatic bermazhab not prohibited. Origin of the mujtahid who trusted.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam sejarah bangsa telah berdiri berbagai
kekuatan Islam dan organisasi sosial keagamaan di kalangan umat Islam.
Setidaknya dapat disebutkan seperti Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah, Persis,
Al-Irsyad, NU, Jong Islamieten Bond (JIB), Masyumi, Nahdlatul Wathan, PII,
ICMI, dan sebagainya. Dewasa ini yang paling banyak mewarnai perkembangan
politik, sosial dan budaya adalah Muhammadiyah dan NU. Demikian pula untuk
urusan perkembangan Hukum Islam khususnya masalah Ijtihad. Membicarakan hukum
Islam tentunya tidak lengkap jika tidak menyinggung yang namanya fiqh. Kata
fiqh, dalam Al-Quran disebut dalam bentuk kata kerja (fi‟il) sebanyak 20 kali.
Penggunaannya, fiqh berarti memahami (QS. Al-An‟am: 65, AlA‟raf: 179, Al-Anfal:
65, Al-Taubah: 81, 87, 127 dan Al-Munafiqun: 3). Secara harfiah, fiqh artinya
faham. fiqh menekankan pada penalaran, meskipun secara 2 epistimologis ia
terikat pada wahyu. Sebagai produk pemikiran hukum, fiqh adalah hukum-hukum
syara‟ yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.1
Seperti yang telah kita ketahui, fiqh merupakan produk zaman dari para
mujtahidin yang telah berupaya mendialogkan antara prinsip-prinsip ajaran di
satu pihak dan konteks sosial yang berkembang di pihak lain.2 Produk-produk
zaman dari para mujtahidin tentunya tidak luput juga dengan nyawa atau spirit
dari fiqh itu sendiri. Nyawa atau spirit dari fiqh adalah ushul fiqh yang dalam
pandangan Syaikh Mustafa Abdurraziq disebut sebagai Filsafat yang tumbuh
sendiri dan orisinil dalam Islam3 . Ushul Fiqh sebagai Filsafat yang tumbuh
sendiri dan orisinil dalam Islam juga menjelaskan tentang rahasia-rahasia,
makna, hikmah, dalil serta nilai-nilai yang terkandung dalam Qur‟an dan Sunnah.
Rahasia-rahasia, makna serta dalil yang terkandung dalam Qur‟an dan Sunnah
tersebut dapat kita temukan dengan cara ijtihad baik secara individu maupun
kolektif, sehingga kita dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan Islam disertai
dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi. Dengan kesadaran hukum masyarakat
ini akan tercapai ketaatan dan disiplin yang tinggi di dalam melaksanakan
hukum. 1 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2005), 63-68;
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,
2001), 16-17; lihat juga Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid 1, (Jakarta: logos,
2001). 2 Asep Saeful Muhtadi, Pribumisasi Islam: Ikhtiar Menggagas Fiqh
Kontekstual, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), 56. 3 Syaikh Mustafa Abdurraziq
secara ilmiah telah menolak beberapa analisis Orientalis dan sarjana Barat yang
mengatakan bahwa Islam tidak mempunyai Filsafat. Filosof muslim hanya menyalin
atau secara kasarnya, “plagiat” saja dari filsafat Yunani. Maka Syaikh Mustafa
Abdurraziq telah mengemukakan teorinya yang tidak dapat dibantah bahwa Islam
mempunyai Filsafat yang tumbuh dalam Islam sendiri yang orisinil bukan
plagiaat, yang terutama ialah ilmu Ushul Fiqh garapan dari Imam Muhammad Idris
Asy-Syafi‟ie. Baca: Hamka, Studi Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),
28-29. 3 Ijtihad dapat dilakukan oleh ulama secara individual bahkan secara
kolektif dengan epistemologi yang mereka miliki. Ijtihad dari seorang ulama
pada akhirnya akan menghasilkan sebuah fatwa. Fatwa sebagai legal opinion,
tidak bersifat mengikat, tetapi hanya merupakan informasi hukum untuk kebutuhan
sendiri. Pada masa lalu, legal opinion yang tidak mengikat itu dilakukan oleh
individu. Kini, karena kelangkaan mufti yang berkualitas, pekerjaan ini diambil
alih oleh lembaga yang beranggotakan banyak orang yang ahli dalam fiqh dan
ushul fiqh. 4 Keadaan demikian tak terkecuali untuk Indonesia. Hingga awal abad
dua puluh, perumusan fatwa hanya dilakukan oleh ulama secara perorangan. Namun
pada kuartal kedua abad dua puluh, beberapa telah mulai dilakukan oleh ulama
secara kolektif5 melalui sebuah lembaga yang dalam hal ini, demi merespon
problem-problem dari masyarakat Indonesia yang majemuk, mayoritas 90 persen
beragama Islam, beraliran sunni yang konon menganut mazhab Syafi‟i.6 Ikhtiyar
untuk merespon problem masyarakat telah dilakukan oleh ulama secara kolektif di
beberapa lembaga fatwa di bawah naungan ormas-ormas Islam seperti: Majelis
Tarjih Muhammadiyah,7 Bahtsul Masa‟il NU, 8 Dewan Hisbah Persatuan Islam, 9 dan
Dewan Syariah Pusat PK Sejahtera.10 4 Rifyal Ka‟bah, Penegakan Syariat Islam di
Indonesia (Jakarta: Khairul Bayan, 2004), 217; Maskun, “Problematika Aplikasi
Produk Pemikiran Hukum Islam di Indonesia,” Mimbar hukum No. 49, (Jakarta:
al-hikmah, 2000), 41. 5 Maskun, Loc. cit. 6 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran
dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), 331. 7 Lihat:
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta:
Logos, 1995) 8 Lihat Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU (Yogyakarta: Lkis,
2004), 166-174; Soelaiman Fadeli dan Mohamad Subhan, Antologi NU (Surabaya:
Khalista, 2007), 35-36; Rumadi, PostTradisionalisme Islam: Wacana
Intelektualisme dalam Komunitas NU (Cirebon: Fahmina Institute, 2008), 82-89;
Luthfi Hadi Aminudin, “Nalar Fiqh NU: Dari Tradisional, Modern hingga Liberal”
dalam Tim PW. LT-NU Jawa Timur (ed), Sarung dan Demokrasi: Dari NU untuk
Peradaban Keindonesiaan (Surabaya: Khalista; 2008), 31-43. 9 Lihat: Uyun
Kamiludin, Menyorot Ijtihad Persis (Bandung: Tafakur, 2006), 81-84; Dede
Rosyada, Metode Kajian Hukum Dewan Hisbah Persis (Jakarta: PT. Logos wacana Ilmu,
1999), 184-190. 4 Di luar lembaga fatwa tersebut ada beberapa ulama yang faqih
melakukan ijtihad secara individual baik berupa fatwa atau gagasan dalam bentuk
tsaqofah Islam yang dituangkan dalam beberapa karya ilmiah. Ulama yang saya
maksud diantaranya: A. Hassan (Persis),11 Abdul Qodir Hassan (Persis),12
Sulaiman Rasyid dengan bukunya yang best seller “Fiqih Islam”. Hazairin dengan
teori receptie exit, gagasan mazhab Indonesia dan gagasan hukum kewarisan
bilateral,13 Hasbi Ash-Shiddiqie dengan gagasan fiqh Indonesia.14 Tokoh-tokoh
lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah M. Quraish Shihab sebagai pakar
tafsir terkemuka Indonesia pada akhir dekade rezim Orde Baru, beliau adalah
seorang penulis karya-karya keislaman yang sangat produktif, salah satu buah karyanya
yang berisi ratusan produk ijtihadnya ialah 1001 soal keislaman yang patut anda
ketahui. 15 Masyfuk zuhdi dengan bukunya Masail Fiqhiyah, yang membicarakan
persoalan-persoalan kontemporer, yang ditulis sebagai buku teks mahasiswa. Di
dalamnya lebih berorientasi fiqh dan solusi dengan penggunaan kaidah ushul dan
fiqhiyah. Selanjutnya Ali Yafie dengan bukunya Menggagas Fikih Sosial, dan
Sahal Mafudh16 yang menuangkan gagasannya dalam buku Nuansa Fiqih Sosial.
Kehadiran dua buku fiqh sosial yang dirilis pada akhir dekade kekuasaan rezim
Orde Baru ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pengembangan Hukum 10 Dewan
Syariah Pusat PK Sejahtera, Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera
(Bandung: Harakatuna Publishing, 2006), x-xi. 11 Untuk mengetahui lebih dalam
pokok-pokok pemikiran A. Hassan, lihat A. Hassan, Soal Jawab Masalah agama Vol.
1-2, (Bangil, 1996); A. Hassan, Kumpulan Risalah A. Hassan (Bangil: Pustaka
Elbina, 2005). 12 Lihat: A. Qadir Hassan, Kata Berjawab: Solusi Untuk Berbagai
Permasalahan Syariah, jld 1-2 (Surabaya: Pustaka Progresif, 2006). 13 Hazairin,
Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur‟an dan Hadith (Jakarta: Tintamas, 1982),
29. 14 Lihat Norouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997). 15 Quraish Shihab, 1001 Soal Keislaman
yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008). 16 Mengenai produk
istinbath hukum KH. Sahal, baca: Sahal Mafudh, Dialog dengan Kiai Sahal Mafudh:
Solusi Problematika Umat (Surabaya: LTN NU Jawa Timur, 2003). 5 Islam dengan
semangat dan nuansa keindonesiaan dalam mengantisispasi perubahan dan
perkembangan.17 Setelah membicarakan kondisi obyektif perkembangan fiqh dari
era A. Hassan hingga Sahal Mafudh, tanpa terasa waktu pun berlalu. Ditandai
dengan terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 lalu, bangsa
Indonesia mengalami gema tuntutan reformasi yang digerakkan oleh para mahasiswa
menghentakkan atmosfir kehidupan nasional. Meskipun bermula dari krisis
ekonomi, bola tuntutan reformasi itu bergulir deras ke bidang politik. Presiden
Suharto pun dengan berat hati melepaskan jabatan presiden yang sudah digenggam
selama 32 tahun.18 Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, membuat bangsa Indonesia
memasuki periode baru yang disebut era reformasi, sejak bergulirnya era
reformasi tahun 1998, semua orang bisa berbicara tentang apa saja dengan bebas,
termasuk mengemukakan ide-ide atau pendapat yang berkaitan dengan Islam;
sesuatu yang di zaman Orde Baru sangat dilarang seperti formalisasi Syariat
Islam, Piagam Jakarta, Perda bernuansa islam, bahkan keinginan untuk mendirikan
kembali Ormas dan Partai Politik berasaskan Islam. Memasuki millenium ke-3 atau
abad ke-21 ini, tiba-tiba muncul dan berkembang pesat gerakan-gerakan Islam di
luar Muhammadiyah, Persis, NU maupun ICMI. Di antara gerakan-gerakan itu,
terdapat gerakan Tarbiyah yang kemudian menjelma menjadi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI), Front Pembela Islam (FPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI), Laskar Jihad, dan Salafi. 17 Ahmad Rofiq, op.,cit, 53. 18 Al-Chaidar,
Reformasi Prematur: Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total (Jakarta: Darul
Falah, 1998), viii. 6 Gerakan-gerakan ini muncul secara fenomenal dan
kontroversial. Fenomenal karena mampu berkembang sangat cepat dan menarik
banyak pihak. Mereka berhasil mendirikan cabang-cabang, dan mendapat pengikut
serta simpatisan yang cukup pesat. Kontroversial, karena sebagian dari mereka
ada yang melakukan kegiatan sweping terhadap diskotik, warung remang-remang dan
remaja yang sedang berbuat asusila hingga penggrebekan terhadap penganut aliran
sesat. Sehingga fenomena tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
Pro-kontra itu bisa dipahami oleh karena di antara gerakan-gerakan ini ada yang
menurut pengamat gerakan Islam cenderung bersikap militan dan radikal.19 Namun,
di sisi lain, di antara gerakan-gerakan tersebut ada yang bersikap moderat,
simpatik dan memberikan layanan-layanan publik. Selain itu, pro-kontra
disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti persaingan politik ataupun
kepentingan pribadi, dan boleh jadi dikarenakan sebagian besar kalangan
masyarakat belum cukup mengenali siapa mereka sebenarnya. Salah satu dari
gerakan-gerakan di atas yang tentu saja fenomenal dan militan sebagaimana
masyarakat ketahui adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI merupakan sebuah
Partai Politik dan Dakwah di jalur ekstra parlemen. Jika ditelusuri sejarahnya,
HTI bukan barang baru. Ia masuk ke Indonesia pada 1982-1983. Walaupun sudah
lebih dari 25 tahun eksis, akan tetapi selama ini masyarakat hanya mengenal
gerakan HTI dari pengajian, media massa sekuler, isu-isu yang beredar baik di
internet maupun pengajian20 Selebihnya pokok-pokok pikiran mereka dapat 19
Lihat: Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (ed), Islam dan Radikalisme di Indonesia
(Jakarta: LIPI Press, 2005). 20 Menurut beberapa anggota jama‟ah tahlil di
sebuah kampung, yang cenderung curiga terhadap gerakan HTI dan PKS, mereka
menganggap bahwa HTI dan PKS adalah organisasi yang sama. 7 dengan mudah kita
ketahui melalui peredaran buletin dakwah al-Islam setiap hari jum‟at. HTI
memang fenomenal untuk urusan politik, tercatat sudah dua kali mereka menggelar
konferensi Khilafah Islamiyah pada tahun 2000 dan terakhir pada tahun 2007
kemarin.21 Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizb mayoritas bersifat politik
(dakwah siyasi). Karena menurut mereka yang dimaksud politik adalah mengurus
dan memelihara urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum islam dan
pemecahan-pemecahannya. Dalam kesehariannya aktivis HTI juga menonjol aktivitas
politiknya sebagaimana lazim kita temui antara lain: mashiroh (pawai damai),
diskusi panel di berbagai kampus, Tabligh akbar, Manifesto HTI, kampanye
penegakan syariat Islam dengan metode Khilafah, 22 anti berkoalisi dengan
kelompok sekuler, dan Golput ketika pemilu23 . Begitu pula untuk persoalan
ritual ibadah, mereka juga militan. Sebagaimana yang sering kita temui: Sholat
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berdasarkan metode Rukyatul global,24 pola
pergaulan yang sangat menghindari ikhtilat, cara berpakaian aktivis perempuan
HTI yang menggunakan stelan baju berukuran longgar dan lebar. namun di satu
sisi ritual ibadah mereka tidak seragam. Ada yang pakai bacaan doa Bahkan, dari
percakapan mereka ada yang menstigma gerakan HTI dan PKS sebagai Islam garis
keras, wahabi yang mengancam eksistensi ritual tahlilan. 21 Redaksi, “100 ribu
Orang Akan Hadiri Konferensi Khilafah Internasional di Jakarta“ www.syabab.com
di akses pada 4 mei 2009 pk. 10.32. 22 Lihat Hizbut Tahrir, Struktur negara
Khilafah: Pemerintahan dan Administrasi (Jakarta: HTI Press, 2008); Abdul
Kareem Newell, Akuntabilitas Negara Khilafah, ebook dalam Format Pdf, Di
download dari http//rizkisaputro.wordpress.com. Tim redaksi, “Mengapa Harus
Khilafah: Renungan 80 tahun tanpa Khilafah“ buletin al-Islam Edisi 193 tahun
2004. 23 Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah (Bandung: Harakatuna
Publishing, 2005), 58. 24 Hizbut Tahrir dalam menetapkan awal Ramadhan dan
Syawal berdasarkan rukyat global yakni jika bulan terlihat disuatu negeri, maka
negeri yang lain wajib mengikutinya. Lihat Tim redaksi, “Perbedaan awal-akhir
Ramadhon: Sebuah Persoalan Politik,“ al-Islam Edisi 34 tahun 1421 H; M. Shiddiq
al-Jawi, “Penentuan Awal Bulan Kamariyah: Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia“,
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional bertema “Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Indonesia Merajut Ukhuwah di Tengah Perbedaan”, diselenggarakan
oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Kamis-Ahad, 27-30 Nopember
2008, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 8 qunut ketika Sholat
shubuh ada juga yang tidak, kemudian tidak semuanya terlihat berjenggot,
berisbal atau pakai baju gamis seperti orang salafi. Kalau dicermati lebih
lanjut, realitas ekspresi ritual ibadah mereka akan tampak tidak menunjukkan
adanya keseragaman sebagaimana halnya aktivitas politik mereka yang cenderung
seragam. Mengapa tampak tidak begitu kompak dan seragam sebagaimana halnya
aktivitas politiknya?. Padahal HTI dalam setiap aktivitasnya sehari-hari
berkomitmen kepada hukum syara‟ (Quran, Sunnah, Ijma‟ sahabat dan Qiyas). Guna
menjawab hal tersebut harus terlebih dahulu kita ketahui bagaimana metode
ijtihad HTI dalam bidang politik dan bagaimana pula metode ijtihad HTI dalam
bidang ibadah. Berawal dari temuan-temuan barusan, Peneliti jadi ingin
mengetahui bagaimana pandangan aktivis HTI tentang metode ijtihad mereka dalam
bidang politik dan ibadah. Penelitian yang akan saya lakukan juga turut
terbantu oleh legalnya aktivitas dakwah mereka di Indonesia. Dengan begitu,
peneliti mudah melacak berbagai nasyrah, buku-buku, mengikuti seminar/halaqoh
dan kumpulan pandangan aktivis HT yang tersebar di Internet yang berhubungan
dengan penelitian ini. Oleh karena itu secara komprehensip akan dituangkan ke
dalam sebuah karya ilmiah dengan judul “Pandangan Aktivis Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) di Malang tentang metode ijtihad HTI dalam Bidang Politik dan
Ibadah.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar
praktis dan operasional, maka penelitian ini dirumuskan dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pandangan aktivis HTI di Malang
tentang metode ijtihad HTI dalam Bidang Politik? 9 2. Bagaimana Pandangan
aktivis HTI di Malang tentang metode ijtihad HTI dalam bidang Ibadah? C. Tujuan
Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai
tujuan yang akan dicapai antara lain: 1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan
para aktivis HTI di Malang tentang metode ijtihad HTI dalam bidang politik 2.
Untuk mengetahui bagaimana pandangan aktivis HTI di Malang tentang metode
ijtihad HTI dalam hal ibadah. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini
secara formal adalah untuk memenuhi persyaratan program akdemik untuk
penyelesaian studi di Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Adapun manfaat dari pada penelitian ini yaitu: 1. Secara teoritis, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pandangan aktivis
HTI di Malang tentang metode ijtihad HTI di bidang politik dan ibadah. 2.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan ilmu
pengetahuan bagi: a. Peneliti Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana metode ijtihad aktivis HTI dalam bidang politik dan ibadah. 10 b.
Masyarakat Hasil penelitian ini mudah-mudahan bisa peneliti terbitkan dalam
bentuk buku yang sangat bermanfaat sebagai informasi berharga bagi masyarakat
tentang bagaimana metode ijtihad Hizbut Tahrir Indonesia di bidang politik dan
ibadah. c. Hizbut Tahrir Indonesia Bagi HTI, penelitian ini diharapkan sebagai
pandangan obyektif bagi aktivis HTI tentang bagaimana deskripsi lengkap metode
ijtihad HTI di bidang politik dan ibadah.
No comments:
Post a Comment