Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah :Nilai­-nilai hukum progresif dalam aturan perceraian dan izin poligami.

Abstract

INDONESIA:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya gagasan hukum progresif yang dipelopori oleh Satjipto Rahardjo. Telah banyak karya yang membahas masalah ini, namun jarang sekali (atau belum ada) yang menghubungkannya dengan hukum Islam di Indonesia. Padahal hukum Islam di Indonesia telah berkembang dan diakui eksistensinya, contohnya adalah hukum perkawinan yang didalamnya dibahas hal­hal yang dulu belum disentuh oleh kitab­kitab fikih.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kesesuaian antara hukum progresif dan asas­asas hukum Islam, terutama asas hukum perkawinan Islam. Serta melihat nilai­nilai hukum progresif yang terkandung dalam latarbelakang kelahiran Undang­undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI maupun dalam materi hukum yang diaturnya, yang difokuskan pada aturan perceraian dan izin poligami yang dulu tidak banyak dibicarakan ulama fikih.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis yuridis normatif dnegan bantuan pendekatan perundang­undangan dan konsep. Bahan hukum yang digunakan adalah Undang­undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI sebagai bahan hukum primer dan didukung oleh buku­buku atau tulisan yang sesuai dengan tema yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum progresif memiliki kesesuaian dengan asas­asas hukum Islam, karena sama­sama mementingkan kemaslahatan manusia. Ijtihad dalam hukum Islam juga menunjukkan bahwa dalam hukum Islam juga menolak untuk mempertahankan status quo dalam berhukum. Asas­asas hukum perkawinan Islam memiliki tujuan dasar untuk mewujudkan kebahagiaan dalam keluarga. Lahirnya hukum perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia dan untuk mengeser pemahaman dalam hukum perkawinan yang telah mengakar kuat, terutama paham private affairs. Aturan perceraian dan izin poligami bertujuan untuk melindungi kemaslahatan semua pihak yang terkait dalam suatu perkawinan. Aturan­aturan ini juga sekaligus sebagai perwujudan usaha untuk menggeser pemahaman yang telah berada pada posisi status quo, yaitu paham bahwa perceraian dan poligami adalah urusan pribadi (suami) yang tidak bisa dicampuri penguasa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

 Segala sesuatu di dunia ini selalu mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Ilmu pengetahuan di segala bidang akan selalu berkembang dengan penemuan-penemuan mutakhir. Tidak terkecuali dengan ilmu hukum, yang juga senantiasa mengalami dinamika dan pasang surut. Hukum ada untuk memenuhi kebutuhan manusia yang secara naluriah menginginkan hidup dalam suasana yang tenang dan tertib. Oleh karena itu disusunlah hukum berupa peraturan-peraturan dalam rangka mewujudkan ketertiban di masyarakat. Namun sayangnya seringkali peraturan- peraturan itu tidak dapat mewujudkan ketertiban yang diinginkan oleh masyarakat, karena perkembangan masyarakat yang lebih cepat daripada peraturan- peraturan tersebut sehingga peraturan-peraturan itu tidak dapat menjawab permasalahan- permasalahan yang muncul. Yang lebih ironis adalah, peraturan- peraturan yang telah disusun membuat masyarakat yang diaturnya sengsara dan tidak bahagia. Hal-hal seperti inilah yang memancing timbulnya gagasan-gagasan baru di bidang hukum. Di Amerika, muncul gagasan hukum responsif dari Philippe Nonet dan Philip Selznick ataupun Studi Hukum Kritis (The Critical Legal Studies) dengan tokohnya seperti Roberto M. Unger. Tidak ketinggalan di Indonesia yang memang merupakan negara hukum, tidak bisa dihindari akan kemunculan gagasan hukum dari pakar hukum Indonesia sendiri. Salah satu gagasan yang muncul di Indonesia adalah gagasan hukum progresif yang dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo. Bila dicermati pada sejumlah tulisannya, gagasan itu ternyata bukan sesuatu yang baru. Namun memang lebih mengkristal sejak beberapa tahun terakhir. Menurut Qodri Azizy 1 , sejak tahun 2002, Satjipto Rahardjo telah berbicara beberapa kali tentang hukum progresif dimana ia mengidealkannya. Menurut Ufran 2 , hukum progresif merupakan salah satu gagasan yang paling menarik dalam literatur hukum Indonesia pada saat ini. Dikatakan menarik karena hukum progresif telah menggugat keberadaan hukum modern yang telah dianggap mapan dalam cara berhukum kita selama ini. Hukum progresif menyingkap tabir dan mendiagnosa berbagai kegagalan hukum modern yang 1A. Qodri Azizy, Menggagas Ilmu Hukum Indonesia, dalam Ahnad Gunawan BS dan Mu'amar Ramadhan (ed) et. al., Menggagas Hukum Progresif Indonesia, (Cet 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), xi. 2Lihat dalam pengantar editor, Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Ufran (ed), et. al., (Cet 1; Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), v. didasari oleh filsafat positivistik, legalistik, dan linear tersebut untuk menjawab persoalan hukum sebagai masalah manusia dan kemanusiaan. Hukum modern yang membuat jarak antara hukum dengan kemanusiaan tersebut diguncang oleh kehadiran hukum progresif yang mengandung semangat pembebasan, yaitu pembebasan dari tradisi berhukum konvensional yang legalistik dan linier tesebut. Menurut Satjipto Rahardjo sendiri, hukum progresif muncul karena keprihatinan terhadap keadaan hukum Indonesia. Para pengamat, termasuk pengamat internasional, sudah mengutarakannya dalam berbagai ungkapan yang negatif, seperti sistem hukum Indonesia termasuk yang terburuk di dunia. Tidak hanya para pengamat, tetapi umumnya rakyat juga berpendapat demikian, kendatipun mereka tidak mengutarakannya sebagai suatu ungkapan yang jelas, melainkan melalui pengalaman konkret mereka dengan hukum sehari-hari, seperti kelemahan mereka saat berhadapan dengan hukum dan keunggulan orang kuat yang cenderung lolos dari hukum. Dengan demikian, maka rakyat mengalami dan menjalani sehari-hari, sedangkan para pengamat menuangkannya secara kontemplatif dan analitis 3 . Gagasan Hukum progresif di Indonesia telah mengkristal dan menyebar. Banyak buku ditulis terkait dengan hukum progresif, baik itu ditulis oleh Satjipto Rahardjo sendiri, mahasiswanya, maupun oleh sarjana hukum yang menaruh perhatian terhadap gagasan hukum progresif. Namun sejauh pengetahuan penulis, belum ada karya ilmiah yang mengaitkan antara hukum progresif dengan hukum Islam. 3 Ibid, 3. Adalah suatu kenyataan bahwa nilai dan fikrah umat Islam dalam bidang hukum dengan kewajiban bertahkim kepada syariat Islam, secara sosiologis dan kultural tidak pernah mati dan selalu hadir dalam kehidupan umat dalam sistem politik manapun, baik masa kolonialisme Belanda, Jepang, maupun masa kemerdekaan dan pembangunan dewasa ini. Berkat kerja sama antarsemua kekuatan umat Islam dan kejelian pemerintah membaca aspirasi umat Islam dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka hukum Islam yang melekat dan hidup pada masyarakat dilembagakan dalam sistem hukum nasional, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan keluarga muslim. Hukum yang hidup kemudian menjadi hukum positif4 . Eksistensi hukum Islam diakui oleh negara 5 , hal ini terwujud dengan adanya lembaga Peradilan Agama yang sudah satu atap dengan peradilan- peradilan lainnya di bawah naungan Mahkamah Agung. Bukti lain dari diakuinya eksistensi hukum Islam di Indonesia adalah berupa adanya peraturan yang khusus 4Pengurus Pusat Ikatan Hakim Peradilan Agama (PP- IKAHA), dalam kata pengantar, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Amrullah Ahmad, dkk (ed), et. al., (Cet 1; Jakarta: Gema Insani Press, 1996), x. 5Ada lima teori eksistensi hukum Islam di Indonesia, yaitu: 1). Teori Receptio in Complexu (Lodewijk Willem Christian van den Berg): bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, demikian pula bagi pemeluk agama lain. 2) Teori Receptie (Cornelis van Vollenhoven dan Christian Snouck Hurgronje): hukum Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam, kalau ia sudah diterima (diresepsi) oleh dan telah menjadi hukum adat. 3). Teori Receptie Exit (Hazairin): pemberlakuan hukum Islam tidak harus didasarkan atau ada ketergantungan kepada hukum adat. 4). Teori Receptio A Contrario (Sayuti Thalib): hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam, ini adalah kebalikan dari teori Receptie. 5). Sebagai kelanjutan dari teori Receptie Exit dan Receptie A Contrario, muncullah Teori Eksisteni (Ichtianto S.A): teori ini menerangkan adanya hukum Islam dalam hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, bentuk eksistensi hukum Islam dalam hukum nasional itu ialah (a) Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian integral darinya; (b) Ada, dalam arti adanya kemandirian yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional; (c) Ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia; (d) Ada dalam hukum nasional dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia. Lihat H. Mustofa dan H. Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Cet I; Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 143-152. diperuntukkan bagi umat Islam dan bersumber dari ajaran Islam dan diformulasikan oleh para ulama Indonesia. Salah satunya ialah hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan. Oleh karena hukum Islam adalah bagian dari hukum Nasional di Indonesia dan hukum progresif adalah gagasan yang muncul di Indonesia, maka menurut hemat penulis, menarik untuk diteliti tentang keterkaitan antara hukum Islam di Indonesia (dalam hal ini hukum perkawinan) dengan gagasan hukum progresif. Penelitian ini difokuskan pada masalah latar belakang lahirnya hukum perkawinan di Indonesia, dalam hal ini Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai hasil ijtihad bangsa Indonesia serta aturan yang berkenaan dengan perceraian dan izin poligami. Hal ini didasari bahwa menurut Amir Syarifuddin 6 Undang- undang Perkawinan jika dihubungkan kepada fiqh munakahat memiliki empat bentuk hubungan. Salah satunya yang menurut penulis paling menarik adalah bahwa ketentuan Undang- undang secara lahiriah tidak terdapat dalam fiqih munakahat mazhab manapun, namun dengan menggunakan reinterpretasi dan mempertimbangkan maslahat, tidak salahnya untuk diterima dalam fiqh. Amir Syarifuddin mencontohkan bahwa tentang masalah perceraian dan izin poligami masuk dalam kategori hubungan semacam ini. Dan menurut penulis, karena aturan perceraian dan izin poligami dalam hukum perkawinan di Indonesia adalah merupakan hal yang baru yang tidak ada dalam fiqh terdahulu, maka dimensi progresivitasnya sangat menarik untuk diteliti. 6Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Cet II; Jakarta: Prenada Media, 2007), 29. Dan oleh karena prinsip dasar hukum progresif adalah "hukum dibuat untuk manusia" maka akan muncul pertanyaan filosofis "apakah hukum perkawinan Islam di Indonesia yang sudah disusun itu diperuntukkan untuk kepentingan (kebahagiaan) manusia muslim di Indonesia?" Karena penelitian yang mengaitkan antara hubungan gagasan hukum progresif dengan hukum Islam di Indonesia sampai saat ini - -sejauh pengetahuan penulis—belum ada, maka penelitian ini penting untuk dilakukan untuk menambah khazanah kepustakaan. B. Identifikasi Masalah 7 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa gagasan hukum progresif muncul dari ilmuwan hukun Indonesia setelah melihat keadaan hukum di Indonesia. Dan hukum progresif memiliki asas dasar bahwa hukum adalah untuk kebahagiaan manusia dan memiliki asumsi bahwa hukum memiliki dan mewakili karakteristik bangsanya. Dan hukum Islam di Indonesia telah melembaga dan salah satunya adalah hukum perkawinan. Maka dari itu, menurut penulis masalah yang ingin dipecahkan pada penelitian ini adalah mengenai apakah hukum perkawinan bagi umat Islam di Indonesia telah menerapkan nilai-nilai yang dianut oleh gagasan hukum progresif baik jika dilihat dari segi latar belakangnya maupun materi yang ada di dalamnya. C. Batasan Masalah 7 Identifikasi masalah adalah suatu proses mencari dan menemukan masalah. Identififikasi masalah merupakan tahap permulaan untuk menguasai masalah di mana suatu objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah. Lihat, Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (cet 1; Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004), 61. Agar penelitian yang dilakukan menjadi fokus dan tidak melebar, maka pada bagian ini akan dijelaskan tentang fokus yang menjadi batasan masalah yang akan diteliti. Masalah hukum perkawinan yang akan diteliti dibatasi pada latar belakang lahirnya hukum perkawinan di Indonesia, yaitu Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam berikut substansi aturan di dalamnya, yang dalam penelitian ini fokus kepada aturan tentang perceraian dan izin poligami. D. Rumusan Masalah Setelah batasan yang menjadi fokus masalah telah ditentukan, maka di sini akan dipaparkan rumusan masalah untuk penelitian ini.: 1. Bagaimana karakteristik hukum progresif itu dan bagaimana kesesuaiannya dengan asas-asas hukum Islam? 2. Bagaimana nilai-nilai hukum progresif yang terkandung dalam latar belakang kelahiran Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam? 3. Bagaimana nilai-nilai hukum progresif yang terkandung dalam aturan tentang perceraian dan izin poligami dalam Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tidak lain adalah jawaban dari rumusan masalah, yaitu: 1. Untuk mengetahui karakteristik hukum progresif itu dan bagaimana hubungannya dengan asas-asas hukum Islam. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai hukum progresif yang terkandung dalam latar belakang kemunculan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam 3. Untuk mengetahui nilai-nilai hukum progresif yang terkandung dalam aturan tentang perceraian dan izin poligami. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan praktis 8 . Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk perkembangan keilmuan terutama yang terkait dengan bidang ilmu fikih munakahat maupun hukum perdata Islam di Indonesia dan untuk mengisi kekosongan penelitian yang menelaah hubungan antara semangat dan niliai-nilai hukum progresif dengan hukum Islam. Dan manfaat secara praktis empirik, penelitian ini berguna bagi para hakim (khususnnya hakim peradilan agam) agar dalam menerapkan hukum, menggunakan prinsip- prinsip hukum progresif, yaitu agar hukum ada untuk kebahagiaan manusia. Selain itu karena penelitian ini nantinya adalah penelitian hukum normatif dengan tema utama hukum progresif, maka perlu kiranya dikutip pendapat 8Lihat, Saifullah, Konsep Dasar Proposal Penelitian (Fakultas Syari’ah UIN Malang, TK, 2006), 10. Sunaryati Hartono 9 yang menyebutkan beberapa manfaat penelitian hukum normatif, salah satunya adalah untuk melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum, khususnya apabila kita mencari asas hukum, teori hukum dan sistem hukum, terutama dalam hal-hal penemuan dan pembentukan asas-asas hukum baru, pendekatan hukum yang baru dan sistem hukum nasional yang baru
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Nilai­-nilai hukum progresif dalam aturan perceraian dan izin poligami.Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment