Abstract
INDONESIA:
Kyai dalam struktur masyarakat jawa secara substansi memiliki fungsi dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Dari sekian hukum Islam adalah hukum waris yang memiliki benturan dengan perkembangan pola kehidupan dan kebudayaan di masyarakat. Maka sesungguhnya menarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pembagian harta waris di keluarga kyai pesantren. Alasannya adalah kyai merupakan sosok yang dianggap lebih faham hukum Islam dari pada masyarakat awam, sehingga mereka menjadi panutan masyarakatnya dalam menjalankan hukum Islam yang berkaitan dengan hukum waris. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam lagi tentang pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren di Kabupaten Jember. Peneliti mengambil obyek dari penelitian ini dengan mengklasifikasikan kyai menjadi 2 bagian yaitu 1) kyai nasional, 2) kyai lokal juga tipologi kyai yaitu 1) Kyai spiritual, 2) Kyai advokatif, 3) Kyai politik adaptif, 4) Kyai politik mitra kritis. Karena di Kabupaten Jember juga memiliki pesantren dalam jumlah besar, perpaduan budaya jawa dengan madura dengan ciri khas ke-timuran, dan menjadi sentral pendidikan di wilayah tapal kuda.
Penelitian ini berfokus untuk mengetahui 1) cara pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren di Kabupaten Jember dan, 2)faktor pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren di Kabupaten Jember.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan dan menginterpretasikan data-data yang ada untuk manggambarkan realitas sesuai dengan fenomena yang sebenarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kyai di Kabupaten Jember memiliki kemiripan dalam membagi harta warisnya, yaitu dengan membaginya ketika hidup dengan cara hibah dan meninggalkan harta yang sekiranya tidak begitu berharga. Sehingga di akhir sisa kehidupannya para kyai hanya menumpang hidup di salah satu rumah anaknya atau di pondoknya serta mewarisi harta warisan berupa perabotan rumah tangga kelak jika kyai tersebut meninggal. 2) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi para kyai dalam membagi harta warisan mereka yaitu untuk menghindari permasalahan, pertengkaran, permusuhan dan ketakutan akan fakir di antara keluarga se peninggal para kyai tersebut. Di satu sisi yang penting, kyai-kyai tersebut ingin menjadikan ilmu sebagai warisan utama untuk memperjuangkan pesantren-pesantrennya.
ENGLISH:
Kiai, in the Javanese community structure, substantially serves to resolve issues relating to Islamic law. Among numerous Islamic laws, the inheritance law is conflicting with the development of the pattern of life and culture in the community. Then, it is interesting to know more about the division of inheritance among kiai pesantren’s family. The reason is that kyai is a figure who is considered to understand more about Islamic law than the laymen, so that they become role models in their communities in practising Islamic laws in relation to inheritance law. Therefore, the researcher is interested in studying more deeply about the division of inheritance among kiai pesantren’s family in Jember. The researcher took the object of this study by classifying kiai into 2 categories: 1) national kiai, 2) local kiai, then the kiai’s typologies: 1) spiritual kiai, 2) advocative kiai, 3) political adaptive kiai, 4) politically critical partner kiai. Because Jember also has a big number of pesantren, the assimilation of Javanese and Madurese culture has marked the easterlies and become the central of education in the so called “horseshoe” regions.
This study focuses on 1) the division of inheritance among kiai pesantren’s family in Jember and 2) what factors that influence the division of inheritance among kiai pesantren’s family in Jember. This study is aimed at knowing 1) the pattern used in the division of inheritance among kiai pesantren’s family in Jember and, 2) the influential factors in the division of inheritance among kiai pesantren’s family in Jember. The Method used for data collection is through the observation, interview and documentation. To analyze the data, the researcher uses the descriptive qualitative technical analysis which describes and interprets the available data to describe reality in accordance with the actual phenomena.
The results showed that 1) Kiai in Jember have similarities in the wealth division time that is when they are still alive as grants and leave less valuable wealth. Therefore, in the entire rest of his life, kiai only live in one of their sons’ house or pesantren and any household items are also inherited later on when kiai have passed away. 2) The factors that affect kiai in dividing the wealth are that they avoid the problems, quarrel, hostility and fear of shortage among the family upon their leave. On one important side, the kiai want their knowledge as a major inheritance to fight for the Islamic pesantren.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan manusia di dunia tidak akan pernah
berhenti, kehidupan akan terus berjalan walau sudah ada yang meninggalkan satu
di antara yang lain, hakikatnya meski kematian itu tercipta namun kehidupan
selalu berada berjalan seimbang di sisinya. Dalam arti lain, kehidupan yang di maksud
tersebut adalah kehidupan untuk melestarikan keturunan, walau yang tertua sudah
meninggal dunia, kehidupan untuk meneruskan perjuangan membela dan mendidik
umat, walau para pendiri sudah tidak lagi berusia, kehidupan untuk melanjutkan
misi wirausaha demi kemajuan bangsa, walau para pendahulu sudah wafat. Dalam
hal tersebut di atas agama Islam sangat peduli terhadap perlindungan materi
yang sifatnya duniawi, Islam sangat peduli terhadap perlindungan akan agama,
jiwa, dan harta seseorang yang mana telah kita kenal dengan hfdzu ad-diin,
hifdzu an-nafs, dan hifdzu al-maal. Dalam melindungi agama, Islam
memperjuangkan keyakinan seseorang dalam 11 2 beragama (baca : Islam),
kaitannya dengan agama, Islam datang untuk memberikan ruang yang sempurna bagi
pemeluknya dari agama-agama sebelumnya datang. Dan yang di maksud dengan
melindungi agama adalah bagaimana pemeluknya itu merasa nyaman, tenang, damai,
dan tentram di saat mereka berada di dalam Islam, karena indikasi ruh (baca :
perasaan) yang sangat di perhatikan oleh Islam. Lalu Islam memberikan konsep
dalam melindungi harta, dimana konsep Islam tersebut mengatur kehidupan manusia
dengan seimbang antara dunia dan akhirat. Bagaimana harta itu bisa mengalir
kepada yang membutuhkan, harta itu bisa menjadi halal untuk di manfaatkan,
harta itu bertahan sampai kepada yang berhak meski yang memiliki sudah
meninggal dunia. Dan Islam sendiri juga mengatur bagaimana pembagian harta
peninggalan bisa sampai kepada mereka yang berhak, supaya kelak antara satu
penerima harta peninggalan dengan penerima yang lain tidak terjadi kesenjangan,
sebab tidak di pungkiri bahwa penerima-penerima harta peninggalan tersebut
adalah satu darah. Dalam kehidupan manusia dewasa ini, banyak sekali hukum yang
mengatur aspek kehidupan moral, materi, dan aspek sosial manusia tersebut.
Hukum-hukum tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan hukum keluarga, dari
sekian hukum yang telah ada dan berlaku, selain dari hukum perkawinan maka
adalah hukum kewarisan yang mempunyai peranan sangat penting, bahkan menentukan
dan mencerminkan sistem dan bentuk yang berlaku dalam masyarakat itu. Hal itu
disebabkan hukum kewarisan sangat erat hubungannya dengan ruang lingkup
manusia, bahwa manusia akan mengalami peristiwa yang merupakan peristiwa hukum
dan lazim disebut meninggal dunia atau 3 wafat.1 Hukum kewarisan tersebut
merupakan cermin bahwa Islam peduli terhadap permasalahan harta, sebab harta
pula yang akan memperngaruhi manusia dalam menjalani kehidupannya dengan
aspek-aspek sosial, dan menjalani pengabdiannya kepada Allah SWT. Oleh karena
itu dengan wujud aturan hukum waris tersebut ini ditambahi pula dengan
aturan-aturan pemahaman dan penjelasan pelaksanaannya dari Rasulullah saw, maka
seluruh aspek pembagian waris ada aturan hukumnya. Oleh karenanya setiap orang
muslim wajib mantaati seluruh aturan hukum waris tersebut ketika melakukan
pembagian waris. Mawarist adalah perpindahan sesuatu dari seseorang kepada
seseorang yang lainnya atau dari salah satu golongan kepada golongan lainnya.
Akan tetapi pelaksanaannya adalah perpindahan penguasaan dari orang yang telah
meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup dan berhak atas berupa
uang, barang kebutuhan hidup atau hak-hak syara’.2 Bentuk masyarakat belum
dengan sendirinya memberikan pemahaman tentang jenis hukum kewarisan. Maka jika
akan menentukan jenis hukum kewarisan menurut AlQur’an, maka harus
mempergunakan aturan yang berdiri sendiri terlepas dari ukuran bagi bentuk
masyarakat yang dituju oleh Al-Qur’an.3 Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
waris, melaksanakan syariat yang ditunjuk oleh nash-nash yang sharih adalah
keharusan. Oleh sebab itu pelaksanaan waris berdasarkan hukum waris Islam
adalah wajib selama 1 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Acara Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam (Jakarta: Sinar Grafika,
2004), 93. 2 Muhammad Ali Ash Shabuni, ”Al-Mawaritsu Fis Syari’atil Islamiyyah
’ala Dlauil Kitabi Was Sunnati”, diterjemahkan oleh M.Samhuji Yahya, Hukum
Waris Dalam Syari’at Islam (Bandung: cv.Diponegoro, 1995),41. 3 Hazairin, Hukum
Kewarisan Bilateral (Jakarta: Tinta Mas, 1967),5. 4 peraturan tersebut tidak
ditunjuk oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidakwajiban. Dalam
Hadits riwayat Muslim dan Abu Daud diriwayatkan bahwa ”Bagilah harta pusaka antara
ahli waris menurut Kitabullah”.4 Seiring dengan perkembangan pola kehidupan dan
kebudayaan di suatu masyarakat, sesungguhnya pembagian harta waris merupakan
pekerjaan yang sangat sensitif untuk dilaksanakan, sebab akan melibatkan banyak
pihak, memandang harta adalah fitnah dunia yang akan bisa melahirkan
kesenjangan antara ahli waris. Sehingga untuk menghindari kesenjangan tersebut
banyak masyarakat yang membagi harta waris kepada ahli waris dengan cara sama
rata antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Menariknya Pembagian harta
waris dengan cara sama rata tersebut umumnya bukan hanya di laksanakan oleh
mereka yang masih menganut adat atau budaya setempat, atau mereka yang
pemahaman keilmuannya belum tercukupi, atau mereka yang hanya berketetapan dengan
pola “sama-rata, sama-untung, sama-senang”, bahkan pembagian harta waris sama
rata tersebut juga di laksanakan oleh sebagian mereka yang faham ilmu hukum
waris, seperti contohnya ustadz, ulama’, bahkan kyai. Umumnya suatu masyarakat
memiliki sosok pemimpin dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum
Islam, sosok pemimpin tersebut adalah kyai. Kyai disini secara terminologis
menurut Manfred Ziemek adalah "pendiri dan pemimpin sebuah pesantren bagi
muslim terpelajar dan telah membaktikan hidupnya demi Allah swt serta
menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui
kegiatan pendidikan Islam.5 Namun pada umumnya di masyarakat kata
"kyai" 4 Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Bandung: Al-Ma’arif, 1981),34. 5
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial. (Jakarta: P3M, 1986), hlm.
131 5 disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam khazanah Islam atau ulama
yang sudah faham akan hukum-hukum Islam dan melaksanakannya. Berbicara mengenai
hukum waris dengan memperhatikan tentang perkembangan pola kehidupan dan
kebudayaan di masyarakat, maka sesungguhnya menarik untuk mengetahui lebih jauh
bagaimana pembagian harta waris di keluarga kyai pesantren, sebab menurut hemat
peneliti, kyai adalah pilar dalam menjalankan hukum Islam, dan dalam hal ini
adalah pelaksanaan hukum waris tersebut. Karena setelah peneliti melakukan pra
penelitian sebelumnya, peneliti menemukan terdapat salah satu keluarga kyai
yang membagikan harta warisnya, salah satunya adalah keluarga KH. Masykur Abdul
Mu’id LML (Pimpinan Pondok Pesantren Baitul Arqom), dimana cara pembagian harta
warisan yang dilaksanakan adalah sama rata.6 Jika di pahami, kyai disini adalah
salah satu yang memberikan ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Islam, guru
spiritual dan sebagai guru ngaji dalam mendalami hukum-hukum Islam untuk
menjalani keseimbangan kehidupan ini, lain itu menjadi pemimpin umat Islam di
daerahnya tersebut, maka sudah sepatutnya hukum-hukum yang terkandung dalam
Kitabullah dan Hadits-hadits Nabi saw harus di jalanin. Maka apabila
hukum-hukum tersebut tidak di laksanakan, sebagai contoh hukum kewarisan, hal
ini akan menjadi pertanyaan mendalam bagi masyarakat sekitar. Lalu sungguh akan
terjadi kesenjangan antara yang memberikan ilmu pengetahuan hukumhukum Islam
(kyai) dengan mereka yang diberikan ilmu pengetahuan hukum-hukum Islam
tersebut. 6 Erfan Annuri, wawancara (Jember, 6 April 2012) 6 Sehingga disini
peneliti mempunyai keinginan untuk mengetahui apakah faktorfaktor yang
mempengaruhi dalam pembagian harta waris tersebut, bagaimana cara pembagian
harta waris oleh seorang kyai, mengingat beliau adalah kyai besar di Kabupaten
Jember. Dari paparan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “ PEMBAGIAN HARTA WARIS DI LINGKUNGAN KELUARGA KYAI PESANTREN
(STUDI DI LINGKUNGAN KELUARGA PESANTREN KABUPATEN JEMBER)”. B. Identifikasi
Masalah Dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasi beberapa lokasi masalah
pada beberapa pondok pesantren di kabupaten Jember, yaitu (1) Pondok Pesantren
Baitul Arqom Kecamatan Balung (keluarga KH. Masykur Abdul Mu’id LML) beliau
adalah salah satu kyai di Kabupaten Jember dan merupakan alumni Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo, serta menamatkan pendidikan S1 di Madinah
University, dan pondok pesantren yang di pimpin oleh beliau merupakan alumni
pertama Pondok Darussalam Gontor Ponorogo yang mendirikan lembaga pesantren,
selain itu juga merupakan pondok yang memiliki predikat pondok pesantren
mu’adalah dari Kementerian Agama78, beliau juga merupakan penasehat di Ikatan
Pengurus Jama’ah Haji Kabupaten Jember, dan merupakan anggota dari FKPM (Forum
Komunikasi Pondok Mu’adalah), dan yang terakhir beliau juga merupakan anggota
Darul Ifta’ 7 Farihin Al-Mayda, wawancara (6 april 2012) 8 Lihat SK MENDIKNAS
No. 25/C/kep/MN/2005. Namun pada tahun 2007 Pondok Pesantren Mu’adalah berada
di bawah naungan PD Pontren Kementerian Agama di bawah Direktori Madrasah
Diniyah Kasi. Pontren (baca : PP. No. 55 Tahun 2007) 7 Saudi (baca : lembaga
mufti), (2) Pondok Pesantren Salafiyah Al Multazam Kecamatan Balung (KH. Abdul
Kholiq.,Lc), kyai tersebut pernah menamatkan S1 di Ummul Qura’ University di
Makkah, saat ini beliau menjadi salah satu kyai sepuh yang memegang peranan
ta’mir masjid Kecamatan Balung Kabupaten Jember, beliau menjadi Ketua Ta’mir di
Kecamatan Balung selama 12 tahun9 , pondok yang di dirikan oleh beliau fokus
pada pendidikan kitab-kitab sehingga banyak sekali murid yang berdatangan dan
alumninya pun menjadi pemuka di daerahnya masing-masing, (3) Pondok Pesantren
Salafiyah Darul Arifin Kecamatan Curah Kalong (DR. KH. Abdullah Syamsul
Arifin.M.Ag) beliau merupakan kyai besar di Kabupaten Jember dan merupakan
salah satu kader muda NU dan saat ini beliau menjadi Ketua Tanfidziyah PCNU
Kabupaten Jember, selain di kenal sebagai seorang kader muda NU yang cerdas,
beliau juga merupakan ulama’ muda nasional, bahkan beliau juga sering kali
memberikan ceramah di benua Eropa seperti di Jerman, Prancis, dan Belanda.10
beliau juga mempunyai keberanian dalam bidang keilmuan, terbukti pernah
bertanding debat dengan Ketua PBNU Pusat Dr. H. Said Aqil Siradj dan juga
bertanding debat dengan Ulil Abshar (Jama’ah Islam Liberal)11, selain itu
beliau juga dosen di salah satu perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri, dan saat ini pondok pesantren yang di pimpin oleh beliau dikenal
oleh masyarakat luas, banyak dari kalangan masyarakat yang mengenyam pendidika
Islam di pondok pesantren tersebut, (4) Pondok Pesantren Bustanul (KH. Nashir
Abdul Majidi) kyai ini merupakan kyai yang jauh dari peradaban kota, namun merupakan
kyai yang dikenal dengan sisi kharismatik spiritualnya di Kabupaten Jember,
pondok pesantren yang di dirikan oleh beliau adalah pondok pesantren yang di
rintis mulai dari nol, dimana pendiriannya tepat jauh sekali dari peradaban
kota, dengan maksud pembelajaran agama (kitab kuning) lebih bisa di dalami oleh
para santri-santrinya, kyai yang memimpin pondok pesantren ini pernah mengenyam
pendidikan non formalnya (baca : ngaji kitab) di Masjidil Haram Makkah, meski
berada jauh dari kota, pondok pesantren ini menjadi rujukan dari para
santri-santri untuk belajar ilmu agama, (5) Pondok Pesantren An Nisa Kecamatan
Tegal Besar (Drs. KH. A. Fauzan.S.M.A). Beliau adalah sosok kyai sepuh di
Kabupaten Jember tepatnya berada di daerah perkotaan, namun meski beliau sudah
berumur diatas 73, beliau merupakan kyai yang mempunyai pendirian yang sangat
kuat dan teguh, bahkan beliau mampu mencetak alumni yang berkiprah di
masyarakat luas, terbukti salah satu alumninya adalah Dr. Sa’dullah., M.Ag.
yang menjadi Ketua 3 di IAIN Kudus. Dimana Sa’dullah ini juga merupakan pendiri
INISNU (Institut Islam Nahdlatul Ulama) Jepara Jawa Tengah. C. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren
di Kabupaten Jember? b. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi cara pembagian
harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren di Kabupaten Jember? D.
Tujuan Penelitian 9 a. Untuk mengetahui bagaimana cara pembagian harta waris di
lingkungan keluarga kyai pesantren di Kabupaten Jember. b. Untuk mengetahui
faktor-faktor cara pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren
di Kabupaten Jember. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Manfaat scara teoritis a. Sebagai bahan untuk menambah,
memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan mengenai hukum warisan b. Bagi
fakultas syari’ah dan instansi terkait dapat digunakan sebagai tambahan
referensi dan rujukan bagi penelitian selanjutnya 2. Kegunaan secara praktis a.
Sebagai masukan dalam rangka menambah pengetahuan bagi peneliti seputar topic
penelitian b. Peneliti yang bersangkutan diharapkan mampu memahami tentang
pentingnya hukum waris dalam keluarga c. Mengetahui kewarisan yang terdapat di
keluarga Kyai pesantren di Kabupaten Jember. F. Penelitian Terdahulu a. Ika
Islamiatiningsih. 2010. Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Al-ahwal
AsSyakhsiyyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembagian Harta Peninggalan
Dengan Pertimbangan Kemampuan Ekonomi Ahli Waris di Desa 10 Langkap
Kec.Bangsalsari Kab. Jember. Disini Ika Islamiatiningsih melihat fenomena yang
ada di desa Langkap, Ika Islamiatiningsih tertarik dengan adanya praktek
pembagian warisan dengan pertimbangan ekonomi ahli waris, bagi ahli waris PNS
akan mendapat pembagian harta peninggalan dengan jumlah sedikit daripada ahli
waris bukan PNS. Dalam pembagiannya berdasarkan atas kesepakatan ahli waris
karena dalam pembagian ini lebih mengutamakan asas musyawarah mufakat antar
ahli waris. Sehingga jelas, penelitian tersebut tidak sama sekali menyinggung masalah
pembagian harta warisan di keluarg kyai. 12 b. Inayatur Rahmah. 2007. Skrispsi
Fakultas Syari’ah Jurusan Al-ahwal AsSyakhsiyyah UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang. Hukum Waris Anak Dari Perkawinan Beda Agama Menurut Fiqh dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI). Permasalahan yang dibahas oleh Inayatur Rahmah dalam skripsi
ini adalah mengenai status dan hukum waris anak dari perkawinan beda agama
menurut fiqh dan KHI, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya
eksistensi anak dari perkawinan beda agama menurut fiqh dan KHI serta untuk
mengetahui lebih mendalam tentang hukum waris anak dari perkawinan beda agama
menurut fiqh dan KHI. Dalam penelitian hanya membahas pewarisan beda agama,
sehingga penelitian yang di angkat oleh peneliti masih terlihat orisinil untuk
di bahas, karena penelitian Inayatur Rahmah tidak menyinggung permasalah
warisan dalam konteks keluarga kyai. 13 12
http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=03210010 diakses pada tanggal
22 September 2012 13 http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=03210080
diakses pada tanggal 22 September 2012 11 c. Muhammad Najich Chamdi. 2008.
Skripsi Fakultas Syari’ah Jurusan Al-ahwal As-Syakhsiyyah UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.. Hak Waris Janda Dalam Tradisi Masyarakat Osing. Dalam skripsi ini
Muhammad Najich Chamdi membahas tentang hak waris janda dalam tradisi Di Desa
Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Hak waris janda adalah sesuatu
yang menjadi hak milik seorang janda yang berasal dari harta peninggalan
suaminya. Tradisi masyarakat Osing adalah suatu adat atau kebiasaan yang
berasal dari nenek moyang sebuah suku Osing (salah satu suku Jawa yang ada di
Kabupaten Banyuwangi). Namun tradisi masyarakat tersebut terdapat ketentuan
bahwa ada janda yang tidak bisa mendapatkan bagian warisan dari harta
peninggalan suaminya dan tradisi tersebut dilestarikan oleh masyarakatnya.
Sesungguhnya janda yang ditinggal mati suaminya berhak mendapatkan harta
warisan dari peninggalan suaminya tersebut. Untuk penelitian terdahulu yang
terakhir ini, peneliti hanya menemukan pembahasan hak waris janda di masyarakat
osing dan tidak menyinggung permasalahan yang di angkat oleh peneliti.14 G.
Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dan memperjelas dalam memahami
penelitian ini, maka sistematika pembahasannya akan dipaparkan dalam 5 (lima)
bab, dengan perincian sebagaimana berikut, yaitu pad : 14
http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=03210032 diakses pada tanggal
22 September 2012 12 BAB I (satu) berisi pendahuluan, yang meliputi: latar
belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II (dua) berisi kajian
pustaka yang meliputi penelitian terdahulu, pengertian waris, rukun dan syarat
waris, tingkatan ahli waris, pengertian kyai. BAB III (tiga) berisi tentang
metode penelitian, yang meliputi: jenis penelitian, pendekatan penelitian,
obyek penelitian yang mencakup lokasi penelitain dan subjek penelitian
(informan), sumber data, metode pengumpulan data, dan analisis data. BAB IV (empat)
menjelaskan tentang Pembagian Harta Waris di Lingkungan Keluarga Kyai Pesantren
di 5 pondok pesantren di Kabupaten Jember yang meliputi : gambaran kondisi
objek penelitian, kondisi mata pencarian kelarga kyai, kondisi sosial keluarga
kyai, kondisi stratatifikasi sosial keluarga kyai, kondisi pendidikan keluarga
kyai, dan deskripsi Pembagian Harta Waris di Lingkungan Keluarga Kyai
Pesantren. BAB V (lima), berisi penutup, yang terdiri dari: kesimpulan dan
saran-saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pembagian harta waris di lingkungan keluarga kyai pesantren: Studi di keluarga pesantren Kabupaten Jember" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment