Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Implementasi zakat madu d Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang

Abstract

INDONESIA:
Zakat merupakan ibadah mâliyyah ijtima’iyyah, yaitu ibadah di bidang harta benda yang memiliki fungsi strategis, penting dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keberadaannya bagi umat Islam adalah selain menjadi doktrin keagamaan (normative religius) yang mengikat dan bahkan dianggap sebagai ma’lûm min al-dîn bi al-dharûrah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang, juga disadari mempunyai dimensi sosial ekonomi umat yaitu sebagai salah satu instrumen untuk menanggulangi problema ekonomi umat Islam.
Adapun ruang lingkup zakat madu yang dimaksud adalah zakat yang dikeluarkan oleh peternak lebah madu dan zakat yang dikeluarkan sesuai dengan kriteria masing-masing, jika madu yang dipanen termasuk ke dalam komoditas pertanian maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan zakat pertanian, dan jika dari awal sudah diniatkan ke dalam komoditas perdagangan, maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan zakat perdagangan. Sedangkan tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi zakat madu dan juga untuk mengetahui tipe masyarakat peternak lebah madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dalam mengeluarkan zakat madu.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris (empirical law research) dan juga menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi yang kemudian data tersebut diolah dengan cara editing, klasifikasi, verifikasi, yang kemudian di analisis dan sehingga dapat diambil kesimpulan dari data yang telah diolah.
Sebagaimana implementasi zakat madu yang dilaksanakan oleh para peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang terdapat tiga tipe pokok, yaitu peternak lebah yang mengerti tentang ketentuan zakat madu dan mengimplementasikannya berdasarkan pada zakat pertanian atau zakat perdagangan, peternak lebah yang tidak mengerti tentang ketentuan zakat madu dan mengimplementasikannya berdasarkan pada zakat pertanian atau zakat perdagangan serta peternak lebah yang tidak mengerti dan tidak melaksanakan zakat madu. Sedangkan faktor yang mendasari terjadinya perbedaan tipe penerapan dalam masyarakat peternak lebah ini adalah tingkat pengetahuan para peternak lebah terhadap ketentuan zakat madu yang berbeda, sehingga masing- masing peternak lebah menerapkan zakat madu sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing dan hanya satu peternak lebah saja yang menghitung nishab serta kadar zakat yang dikeluarkan secara rinci serta sesuai dengan ketentuan yang ada.
ENGLISH:
Tithe is worship of mâliyyah ijtima’iyyah, that is worship in the area of property that has a strategic function, important and decisive in building a welfare society. Therefore, the existence for muslims is a doctrine other than religious (normative religius) that fasten and even recognized as a ma’lûm min al-dîn bi al- dharûrah or recognized automatically and constitute absolute part of the Islamic one, also based on having the dimensions people of the social economy that is as one instrument to keep from Islam economic problem.
The scope tithe of honey is tithe that paid in accordance with their respective criteria, if the honey is harvested agricultural commodities, then the tithe must be paid appropriate accordance with the provisions from tithe of agricultural and if from beginning was intended to trade of commodities, then the tithe must be paid appropriate accordance with the provisions from tithe of trade.
The research uses empirical law research and also using a qualitative research approach. While the data collected from the primary data and secondary data, collected was done by using interview and documentation data is than processed by way editing, classification, verification and than in the analysis and so it can be concluded from the data that has been processed.

As the implementation tithe of honey had been done by breeder of bee in Tumpang subdistrict in Malang region there are three main types. That the breeder of bee who know about the provisions tithe of honey and they are had been implementation based on tithe of agricultural or tithe of trade, the breeder of bee who do not understand about the provisions tithe of honey, and had been implementation based on tithe of agricultural or tithe of trade and the last that the breeder of bee who do not understand and did not implement tithe of honey. While the factor underlying the different types of implementation in breeder of bee is the level of knowledge about of the provisions tithe of honey, so that each breeder of bee implementation in accordance with their own convictions and only one the breeder of bee to count the nishab and levels of tithe in detail and suitable with the provisions of tithe.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

 Zakat, di samping membina hubungan dengan Allah, juga akan menjembatani dan mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dan mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu dan tolong menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya membantu yang miskin.1 Di dalam zakat terdapat dua unsur, yaitu ta’abbudi dan ta’aqquli. Kedua unsur ini wajib serta diaplikasikan secara proporsional. Unsur ta’abbudi berkaitan erat dengan kemahdhah-an yang sakral, yaitu berupa ketentuan yang absolut dan cenderung kaku yang terletak pada zakatnya, seperti adanya zakat itu sendiri, ketentuan jenis zakat, nishab, haul, 1K.N. Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), 11. 2 persentase, dan sebagiannya ada pada waktu pengeluaran jika ditentukan oleh syar’i. Adapun unsur ta’aqquli berkaitan dengan ibadah mu’amalah yang cenderung fleksibel, situasional, dan kondisional (sesuai dengan kebutuhan), rasa keadilan, mendahulukan terhindarnya kemafsadat-an daripada mendatangkan manfaat, istihsan atau memilih yang lebih baik menurut akal, dan mengambil yang baru yang aslah (lebih bermasalah). Zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan bagi si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya dan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tangan segelincir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya di tangan pemiliknya, ia merupakan sumbangan wajib bagi kaum muslimin.2 Zakat merupakan ibadah mâliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan). Dalam al-Qur’an hanya disebutkan secara eksplisit tujuh jenis harta benda yang wajib dizakati (nishab) dan jatuh tempo zakatnya, yakni: emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz). Tetapi hal ini tidak berarti, bahwa selain tujuh jenis harta benda tersebut di atas tidak wajib dizakati. Misalnya mata uang, sertifikat, saham, 2Mannan, Ekonomi Islam; Teori dan Praktek Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993), 256. 3 obligasi, dan surat-surat berharga lainnya juga wajib dizakati dengan dalil qiyas (analogi reasoning), diqiyas-kan dengan emas dan perak, sebab pada hakikatnya mata uang dan surat-surat berharga itu tidak lain sebagai pengganti emas dan perak.3 Menurut Abu al-Hasan al-Wahidi bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya.4 Mengenai syarat yang berkenaan dengan orang yang wajib zakat, para ulama sepakat bahwa mengeluarkan zakat itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh dan mampu melaksanakannya, selain menjadi kewajiban zakat juga dapat mensucikan harta dan diri seseorang yang mengeluarkannya. Dalam ijtihad fiqh kontemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini telah membagi kategori zakat kedalam sembilan kategori, yaitu zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lainlain, zakat pencarian, jasa dan profesi serta zakat saham dan obligasi.5 Sedangkan madu merupakan salah satu pemberian Allah kepada para hamba-Nya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan, dan sari buah. Mengenai hal ini Allah berfirman dalam  “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”6 Budidaya madu sebagai suatu upaya peternakan lebah, agar mendapatkan madu untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dikomersilkan. Maka upaya ini harus disertai dengan keterampilan, modal yang memadai, serta lokasi yang menunjangnya sehingga mendatangkan hasil yang memuaskan. 7 Madu merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat untuk mengangkat taraf hidupnya agar menjadi lebih baik. Upaya manusia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari lebah yang dibudidayakannya, berarti pula peternak tersebut mendapatkan peluang untuk menjadikan hasil upayanya sebagai sarana ibadah, yaitu menunaikan 6QS. An-Nahl (16): 68-69. 7Mahjuddin, Masailul Fiqhiyyah; Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003). 184. 5 kewajiban mengeluarkan sebagian harta kekayaannya setelah dikeluarkan seluruh biaya perawatan dan gaji pegawainya.8 Berbicara tentang zakat madu terdapat beberapa perbedaan, yaitu: 1. Pendapat yang mewajibkan seperti Imam Hanafi dan Yusuf Qardhawi yang diqiyas-kan dengan hasil tanaman dan buah-buahan, yaitu bahwa penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.9 2. Pendapat yang tidak mewajibkan, seperti Imam Syafi’i yang menentukan kewajiban zakat madu yang dimasukkan dalam komoditas perdagangan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan madu yang tidak masuk dalam komoditas perdagangan, maka Imam Syafi’i mengqiyas-kan kepada susu yang dihasilkan dari hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutera yang tidak wajib dizakati. Berdasarkan pada perbedaan pendapat para ulama yang telah disebutkan di atas, maka penulis ingin mengetahui implementasi zakat madu yang dilakukan oleh para peternak lebah yang ada di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dan juga sejauh mana pemahaman mereka terhadap zakat madu yang terkait dengan adanya perbedaan pendapat para ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemporer. Selain pada dua hal di atas, penulis juga menganalisis tentang kesesuaian pelaksanaan zakat madu yang dilaksanakan 8 Mahjuddin, Masail. 197. 9 Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat; Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, (Cet. 3; Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993), 401. 6 oleh para peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dengan hukum Islam. B. Batasan Masalah Batasan masalah dalam ruang lingkup penelitian ini digunakan untuk menghindari terjadinya persepsi lain mengenai masalah yang akan dibahas oleh penulis. Penulis hanya membatasi masalah yang akan dibahas pada implementasi zakat madu pada masyarakat peternak lebah yang ada di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang serta analisis tentang kesesuaian pelaksanaan zakat madu yang ada di Kecamatan Tumpang dengan hukum Zakat. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang? 2. Bagaimana tipe masyarakat peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dalam pelaksanaan zakat madu? 7 D. Definisi Operasional Untuk lebih mudahnya memahami pembahasan dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan beberapa kata pokok yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Implementasi adalah pelaksaan atau penerapan dari teori yang sudah didapatkan yang sudah terwujud dalam bentuk praktek langsung di lapangan.10 2. Zakat madu adalah zakat yang dikeluarkan oleh pemilik madu atau peternak lebah atas hasil madu yang digembalakan. 11 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. 2. Untuk mengetahui tipe masyarakat peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. F. Manfaat Penelitian Dengan penyusunan dan pembahasan dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 10Risa Agustin, Kamus Ilmiah Poluler Lengkap; dengan EYD dan Pembentukan Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia, (Surabaya, Serba Jaya), 176. 11Khoirun Nisa’ A, Studi Komparatif tentang Zakat Madu Menurut Imam Syafi’i dan Yusuf Qardhawi, Skripsi S.Hi (Surabaya, IAIN Sunan Ampel, 2006), 12. 8 1. Secara Teoritik a. Untuk memperkaya wacana keislaman dalam bidang hukum yang berkaitan dengan tujuan disyari’at-kannya zakat. b. Untuk menambah wawasan yang lebih luas dalam memahami makna dan hakekat zakat yang sebenarnya. c. Dengan hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang khususnya Fakultas Syari’ah Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah. d. Penelitian ini nantinya dapat memberikan wacana bagi pembaca dan lebih terbuka hatinya untuk menunaikan zakat, terutama zakat madu bagi para peternak lebah. e. Sebagai acuan referensi bagi penulis selanjutnya dan bahan tambahan pustaka bagi siapa saja yang membutuhkan, terutama tentang implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. 2. Secara Praktis Dari pembahasan dalam penelitian ini, diharapkan bagi para mahasiswa dan praktisi hukum yang ingin mengembangkan dan mewujudkan dinamisasi hukum Islam dalam konteks keilmuan khususnya pada persoalan-persoalan zakat madu di kalangan masyarakat luas. 9 G. Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis menemukan ada tiga penulis yang sebelumnya telah memperbincangkan tentang zakat madu, yaitu: 1. ZAKAT AL-‘ASL (MADU LEBAH) DALAM PERSPEKTIF YUSUF AL-QARDHAWI (Skripsi) Skripsi ini ditulis oleh Johani (2100287) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 2005. Skripsi ini membahas tentang pandangan Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu. Menurut Yusuf Qardhawi bahwa zakat madu dianalogikan dengan zakat tumbuhan dan buah-buahan, karena penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah, yaitu madu. 2. MADU SEBAGAI OBYEK ZAKAT DALAM PERSPEKTIF IMAM HANAFI DAN IMAM SYAFI'I (Skripsi) Skripsi ini ditulis oleh Farid Kurniawan (C04399345) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya 2005. Skripsi ini membahas tentang zakat madu dalam pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukkan bahwa: a. Imam Hanafi menganjurkan supaya madu itu wajib atau ditunaikan zakatnya, jika sudah sampai waktu panen. Sedangkan Imam Syafi’i tidak mewajibkan. 10 b. Persamaan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i dalam zakat madu: 1) Bahwa Imam Syafi’i dalam qaul qadimnya sepaham dengan Imam Hanafi bila madu wajib di ambil zakatnya. 2) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i dalam istinbath hukum, zakat madu sama-sama menggunakan metode qiyas. 3) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i sama-sama berhujjah pada sumber dalil hadits. 4) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i sependapat jika madu wajib zakat, dengan syarat madunya dijadikan sebagai barang dagang. c. Perbedaan: 1) Dalam status hukum zakat madu, Imam Hanafi mewajibkan, sedangkan Imam Syafi’i tidak mewajibkan. 2) Dalam sumber hukum, Imam Hanafi berhujjah pada hadits Ibn Majjah, sedangkan Imam Syafi’i pada hadits riwayat al-Tirmidzi. 3) Dalam obyek qiyas, Imam Hanafi menganalogikan madu dengan hasil tanaman dan buah-buahan atau pertanian, sedangkan Imam Syafi’i menganalogikan dengan susu hewan atau sutra. 4) Imam Hanafi dan Imam Syafi’i berbeda dalam memahami dan menafsirkan hadits. Dalam hal ini terjadi perbedaan dalam penulisan skripsi diatas dengan penelitian yang telah penulis lakukan. Dalam sumber hukum, Imam Hanafi (menganalogikan madu dengan hasil tanaman dan buahbuahan atau pertanian) berhujjah pada hadits Ibn Majjah dan Imam Syafi’i 11 (menganalogikan madu dengan susu, maka susu tidak wajib dizakatkan dan yang menjadi wajib zakat apabila madu tersebut diperdagangkan) berhujjah pada hadits riwayat al-Tirmidzi, sedangkan pada penelitian yang penulis lakukan berdasarkan pada keumuman nash. 3. STUDI KOMPARASI TENTANG ZAKAT MADU MENURUT IMAM SYAFI'I DAN YUSUF QARDHAWI (Skripsi) Skripsi ini ditulis oleh Khoirun Nisa’ A (C04302077) mahasiswa fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya 2006. Skripsi ini membahas tentang perbandingan terhadap zakat madu menurut Imam Syafi’i dan Yusuf Qardhawi. Hasil penelitian menunjukkan: a. Imam al-Syafi’i tidak mewajibkan hukum zakat madu kecuali madu yang diperdagangkan, sedangkan Yusuf Qardhawi menganjurkan madu itu wajib diambil zakatnya, baik diperdagangkan maupun tidak. b. Istinbath hukum Imam Syafi’i dalam menentukan kewajiban zakat madu yang diperdagangkan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan madu yang tidak diperdagangkan diqiyaskan kepada susu yang dihasilkan dari hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutera. Kedua hal binatang tersebut tidak wajib dizakati. Sedangkan istinbath hukum Yusuf Qardhawi dalam menentukan kewajiban zakat madu diqiyas-kan pada zakat pertanian. c. Persamaan dan perbedaan Imam Syafi’i dan Yusuf Qardhawi mengenai hukum zakat madu. 12 1) Persamaan: Imam al-Syafi’i dan Yusuf Qardhawi mengenai zakat madu, sama-sama mewajibkan zakat madu yang diperdagangkan. 2) Perbedaan: a) Imam Syafi’i tidak mewajibkan zakat madu yang tidak diperdagangkan, karena dipersamakan dengan susu hewan dan sutera, sementara Yusuf Qardhawi mewajibkan zakat madu meskipun tidak diperdagangkan. b) Istinbath hukum Imam Syafi’i tentang kewajiban zakat madu yang diperdagangkan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan, baik yang ada dalam al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan Yusuf Qardhawi mengqiyas-kan kepada zakat hasil pertanian. Pada kedua penelitian di atas, membicarakan tentang zakat madu menurut pandangan para tokoh dan menggunakan metode penelitian yuridis normatif atau meneliti tentang literatur-literatur yang berkaitan dengan zakat madu. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian empiris atau yuridis sosiologis. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada implementasi zakat madu pada peternak lebah di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. 13 H. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan dalam penelitian ini mudah dipahami, maka penulis merasa perlu membatasi pembahasan ini sebagai berikut: Bab Pertama: Merupakan pendahuluan, yang meliputi beberapa keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah sebagai penjelasan tentang timbulnya ide dan dasar pijakan penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan penelitian terdahulu. Bab Kedua : Mencakup kajian pustaka yang berisi tinjauan umum tentang zakat madu yang meliputi pengertian dan dasar hukum zakat madu, dalam hal ini pembaca dapat mengetahui pengertian dan dasar-dasar hukum tentang diberlakukannya zakat madu, baik al-Qur’an, Hadits maupun qiyas, selain mengenai hal yang tersebutkan di atas, dalam bab ini juga mencakup tentang pendapat ulama dalam ketentuan zakat madu, baik yang mewajibkan maupun yang tidak mewajibkan serta pendapat yang dianggap paling kuat di antara keduanya. Dalam bab ini juga membahas tentang penghitungan zakat aktifitas produksi madu, besarnya zakat madu dan nishab zakat madu. Selain membahas tentang zakat madu, dalam bab ini juga membahas tentang zakat perdagangan dan zakat pertanian karena kedua hal ini berhubungan dengan pembahasan yang ada pada bab empat. Dalam bab ini berisi tentang penjelasan secara global dan kajian teoritis dan pemaparannya tentang zakat perdagangan dan zakat pertanian menurut berbagai referensi yang saling 14 menguatkan, sehingga terbentuk pengertian yang utuh tentang teori dan peran zakat madu. Bab Ketiga : Berisi tentang metode penelitian yang bertujuan untuk membantu penulis dalam menjalankan dan kodifikasi analisis serta penyajian data pada bab empat yang di dalamnya menjelaskan tentang lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis, bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan, metodemetode pengumpulan data yang digunakan, serta pengelolaan datanya. Bab Keempat : Mencakup pada pembahasan tentang penyajian dari hasil penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian, penyajian dan analisis data yang masing-masing bersumber dari konsep teori yang ada. Dalam hal ini meliputi tentang penerapan atau implementasi zakat madu di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang serta tipe masyarakat peternak lebah di Kecamatan tersebut, sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Bab Kelima: Merupakan bab terakhir atau penutup dari penyusunan penelitian ini, yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Implementasi zakat madu d Kecamatan Tumpang Kabupaten MalangUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment