Abstract
INDONESIA :
Perkawinan merupakan awal dari terbentuknya suatu keluarga, yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang sah menurut agama danNegara, untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dengan tujuan agar dapat menciptakan keturunan sebagai generasi penerus yang taat pada agama dan berguna bagi Negara. Pada tiap-tiap agama mempunyai peraturan dan upaya sendiri dalam hal apapun. Begitu juga dalam hal perkawinan. Aturan dan Upayaupaya tersebut juga diatur dalam agama Islam dan Katolik Seperti yang dilakukan para ustadzah (dalam agama Islam) dan biarawati (dalam agama Katolik) dalam upaya perkawinan dengan tujuan dapat terbentuk suatu keluarga yang bahagia. Rumusan masalahnya adalah bagaimana konsep perkawinan menurut Ustadzah dan biarawati, dan juga bagaimana upaya-upaya keteladanan yang dilakukan oleh ustadzah dan biarawati dalam membimbing jamaah menuju keluarga sakinah.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memahami makna perkawinan menurut pandangan ustadzah dan biarawati, dan juga untuk mengetahui upaya-upaya keteladanan yang dilakukan oleh ustadzah dan biarawati dalam membimbing jamaah menuju keluarga sakinah.
Penelitian ini bersifat empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat komparatif untuk mengetahui perbandingan pandangan dari ustadzah dan biarawati terhadap perkawinan. Mengenai data primer peneliti dapatkan dari hasil observasi lapangan dan wawancara dengan informan,
kemudian didukung dengan sumber data sekunder dalam menganalisis hasil penelitiannya.
kemudian didukung dengan sumber data sekunder dalam menganalisis hasil penelitiannya.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat disimpulkan bahwa perbandingan pendapat dari ustadzah dan biarawati menurut hukum Islam dan Katolik terhadap perkawinan tidak jauh berbeda, mereka berpendapat bahwasanya perkawinan itu merupakan suatu hal yang harus disahkan menurut agama. Dan mengenai upaya yang mereka lakukan dalam membimbing jamaah menuju keluarga yang sejahtera memang berbeda akan tetapi mereka mempunyai tujuan yang sama, yaitu agar perkawinan tersebut dapat dijaga dengan tanggung jawab yang sebaik-baiknya untuk menciptakan generasi yang baik menurut agama dan Negara.
ENGLISH :
Marriage is the beginning of a family in which a man and woman are legally married according to religious and State to establish a happy family and create next generation which is devout to their religion and country. Every religion has its own rules and efforts in any case including marriage field. Similarly, in Islam and Catholicism also arrange the marriage rule which usually conducted by Ustadzah (in Islam) and Nuns (in Catholic) in order to create a happy family.
The research problems of this research are how the marriage concept according to Ustadzah and Nuns and how the exemplary efforts which conducted by Ustadzah and Nuns in guiding married couples to be a happy family.
The aims of this research are to understand the meaning of marriage concept in the view of Ustadzah and Nuns and to know the exemplary efforts which conducted by Ustadzah and Nuns in guiding married couples to be a happy family.
This research is empirical research which used qualitative approach to compare the comparative view between Ustadzah and Nun in the marriage field. The data of this research are taken from observation and interview with informants. Then, this research also supported by secondary data sources in analyzing the results of the research.
To sum up, the comparison in the view of Ustadzah (Islam) and Nuns (Catholicism) in the marriage field have nearly similar rule where marriage must be legalized according to religious. Even, they have different perspective in guiding married couples to be a prosperous family (happy family) but they have a similar goal, which is a marriage can be preserved with responsibilities as well as possible to create a better generation according to religion and State.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah
yang berlaku umum pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhtumbuhan.1 Sunnatullah dalam Agama Islam ada pada kehidupan setiap
makhluk, hal ini ditegaskan Allah melalui sejumlah firman-Nya, antara lain
didalam ayat 49 Surah al-Dzariyat “Dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah ”.2 Manusia yang diberi berbagai kelebihan dari makhluk
lainnya, sehingga mereka menjadi subjek yang memiliki hak menentukan
pilihannya, dan karenaNya pula manusia diberi tanggung jawab atas segala
tindakannya. Bagi manusia perkawinan merupakan sunnatullah yang amat penting.
Demi menjaga martabat kemanusiannya, maka diberikan Allah ketentuanketentuan
yang mengatur hubungan antara dua jenis manusia yang berbeda. Dihadirkan para
Rasul Allah dengan membawa agama untuk mengatur manusia tadi. Disinilah nilai
sakral dari suatu perkawinan yang menempatkan manusia pada proporsi yang
dikehendaki Allah SWT, yaitu dalam kerangka pengabdi kepada-Nya. Hal tersebut
terjadi karena lembaga perkawinan merupakan bagian integral dari syari‟at
Islam. Akad nikah selain mengikuti kehendak Allah ia merupakan perjanjian
istimewa yang disebut “mitsaqan ghaliza”.3 Para Rasul Allah melaksanakan
perkawinan, sehingga perkawinan menjadi salah satu sunnah Nabi.4 Hukum
perkawinan merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang wajib ditaati dan
dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-Qur‟an dan
sunnah Rasul. Adapun tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kedamaian dan
ketentraman hidup serta dapat menumbuhkan rasa kasih sayang antara suami 2
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Khadim al Haramain al Syarifain, Medinah, 1418 H,
hal 862. 3 M. Karsayuda. Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam, PT. Buku Kita, Jakarta Selatan, 2006, hal 5 4 Sayid
sabiq, Fiqih Sunnah jilid 6 (Tarj. Drs. Moh. Thalib) PT. Alma‟arif, Bandung
1990, hal 9 3 dan istri yang bersangkutan khususnya, demikian juga dikalangan
keluarga yang lebih luas, bahkan juga dalam kehidupan umat manusia pada
umumnya. Oleh karena perkawinan merupakan tuntutan naluriah manusia untuk
berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan untuk memperoleh ketenangan
hidupnya serta menumbuhkan dan memupuk rasa kasih sayang insani, Islam
menganjurkan agar orang menempuh hidup perkawinan, dalam al-Qur‟an menjelaskan
tentang perintah mengawinkan perempuan tak bersuami dan laki-laki tak beristri
itu tertuju kepada seluruh umat Islam, sengaja membujang tidak dibenarkan,5
Dalam QS. An-Nur ayat : 32 Memerintahkan, “dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian, lakilaki yang tidak beristri dan perempuan yang tidak bersuami
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki maupun perempuan; bila mereka miskin, Allah akan memberi
kecukupan dengan karunia-Nya dan dia maha mengetahui perih keadaan
hamba-hamba-Nya.” Yahya Harahap membagi landasan perkawinan menjadi dua macam
yang ditetapkan melalui pasal 1 UU No.1 Tahun 1974. Diantaranya yaitu landasan
filosofis dan landasan idiil. Landasan filosofis perkawinan di Indonesia yakni
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, sila pertama dari pancasila. Landasan filosofis ini
dipertegas oleh pasal 2 Kompilasi Hukum Islam dengan tata nilai yang lebih
konkrit dan sesuai dengan ajaran Islam. 5 Kh. Ahmad Azhar Basyir, MA. Hukum
Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal 3 4 Tanpa bermaksud
mengecilkan makna landasan perkawinan yang disebutkan dalam pasal 1 UU No.1
tahun 1974 yaitu untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Landasan idiil
perkawinan yang disebutkan dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yang berisi
nilai-nilai keislaman yang diwujudkan dalam membina suatu rumah tangga tampak
lebih konkrit, yaitu terdapat dalam surah al-Rum ayat 21 menerangkan diwujudkan
dalam setiap rumah tangga muslim yaitu sakinah, mawaddah, warahmah. 6 Berkaitan
dengan hidup berumah tangga, tujuan yang tertinggi adalah memelihara
regenerasi, memelihara gen manusia dan masing-masing suamiistri mendapatkan
ketenangan jiwa karna kecintaan dan kasih sayangnya dapat disalurkan.7 Agar
dapat tercipatanya keturunan yang taat pada agama Islam serta berguna bagi
negara, khususnya negara Indonesia. Di Indonesia terdapat beberapa agama yang
diakui yaitu Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Kong hu chu dan Islam.
Masing-masing agama memiliki peraturan dan cara sendiri-sendiri dalam membentuk
suatu perkawinan. Termasuk umat agama Islam dan umat agama Katolik. Dalam agama
Islam telah dijelaskan beberapa makna, tujuan serta dijelaskan pula tentang
anjuran menikah, namun dalam agama Katolik juga terdapat beberapa anjuran,
tujuan dan fungsi dari pernikahan. Pernikahan menurut Katolik yaitu melibatkan
satu perjanjian di hadapan Allah. Pernikahan bukan hanya satu kesatuan antara
pria dan wanita yang melibatkan hak-hak perkawinan tetapi merupakan satu
kesatuan 6 M. Karsayuda. Perkawinan Beda Agama, hal 126 7 Abdul Aziz Muhammad
Azzam dkk, Fikih Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak), Alih Bahasa Abdul Majid
Khon, Jakarta: Amzah, 2009, hlm. 36. 5 yang dilahirkan dari satu perjanjian
dari janji-janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak dalam
konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan istrinya. Janji pernikahan
dinyatakan paling gamblang oleh Nabi Maleakhi ketika dia menulis8 : “Tuhan
telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau
telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu”.
(Maleakhi 2 : 14)9 Dalam kitab kanonik perkawinan didefinisikan sebagai
berikut: Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentuk antar mereka
kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodrati perjanjian itu terarah pada
kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak oleh Kristus
Tuhan perjanjian perkawinan antar orang-orang yang dibaptis diangkat kemartabat
sakramen, Kasih Kristus terhadap umatnya digambarkan oleh Rosul Paulus sebagai
kasih seorang suami terhadap istri. Allah mengasihi pernikahan sebagai ikatan
perjanjian diantara keduanya yang mengakui secara sah dengan syarat menerima
pertanggungjawaban penuh dibidang social dan legal serta ketergantungan penuh
di bidang tersebut. 10 Berfirman Allah: “Maka Allah menciptakan manusia menurut
gambarNYA, menurut gambar Allah diciptakaNYA dia laki-laki dan perempuan
diciptakanya mereka. Allah memberkati mereka , lalu Allah berfirman kepada
mereka beranak cuculah dan bertambah banya, penuhilah bumi dan taklukaalah itu,
8 Norman L. Geiser, Etika Kristen (Pilihan dan Isu), (Pasuruan: Departemen
Literatur Saat, t.th) hlm 355 9 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Perjanjian
Lama, Jakarta: 1992,hlm. 14 10 Dorothy I. Marx, Itu „kan Boleh?, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1997) hlm 54 6 berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan
burung-burung diudara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. (Kejadian
1:26-28)11 Karena Allah memandang bahwa manusia seorang diri tidak baik Maka
dari itu Allah memerintahkan mereka untuk bersekutu dan bersatu, oleh sebab itu
dorongan dan hasrat hati manusia untuk bersatu (kawin) adalah kuat kemudian
dorongan dan hasrat manusia untuk bersatu dan bersekutu diikat dalam sebuah
perkawinan. 12 Perkawinan juga bisa didefinisikan sebagai Lembaga dimana pria
dan wanita bergabung dalam sebuah kemandirian legal dan sosial dengan tujuan
untuk mendirikan dan memelihara sebuah keluarga. 13 Perkawinan Kristiani
bersifat sakramental. Bagi pasangan yang telah dibabtis, ketika mereka saling
memberikan konssesnsus dalam perjanjian, maka perkawinan mereka menjadi sah
sekaligus sakramen14 Perkawinan bukanlah sakramen yang sekedar diterima oleh
pasangan suami istri, akan tetapi sakramen lebih ditekankan pada bagaimana
kedua insan yang berbeda jenis kelamin menjadi suami istri. Pasangan yang
saling mencintai tanpa syarat, pengampunan dan penyerahan diri menjadi
perwujudan sacramental, sebagai bentuk komitmen untuk seumur hidup dengan cinta
kasih dikuduskan berkat sakramen Kristus dan cinta kasih 11 Lembaga Alkitab
Indonesia,hlm. 11-12 12 Warren W. Wiersbe, Hikmat Di Dalam Kristus, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1993, hlm.91 13Leanne Bell, Sebelum Anda Memutuskan Untuk
Menikah (What A Marriage Is), Jogjakarta , Zenith Publisher 2004. hlm.1 14Romo
Antonius Dwi Joko, Pr, Paham Perkawinan Menurut Kitab Hukum Kanonik 1983,
http://yesaya.indocell.net/id814.htm, (03/05/2014). 7 sebagai ramah untuk
menerima orang dari luar dan memberi kebahagiaan bersama.15 Dilihat dari
pemaparan diatas beberapa hal penting dalam perkawinan memang harus benar-benar
diperhatikan, karena perkawinan adalah suatu hal yang sakral, maka manusia
diwajibkan untuk bertanggung jawab dalam menjaga hubungan keluarga. Namun fakta
yang terjadi banyak dari umat agama Islam maupun umat agama Katolik yang gagal
dalam menjalin hubungan cinta kasihnya dalam keluarga bahkan ada juga sebagian
dari mereka yang enggan untuk menikah. Awalnya bahagia namun berakhir dengan
duka, awalnya pernikahan berakhir menjadi perceraian, seperti yang sering kita
dengar perceraian banyak terjadi salah satu penyebabnya akibat KDRT atau
kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Keresahan-keresahan inilah
yang membuat masyarakat takut dan khawatir akan mensakralkan hubungannya menuju
perkawinan. Maka sesungguhnya masyarakat membutuhkan seorang pengayom untuk
motivator atau konsultan sebelum melangsungkan pra nikah, hal ini diharapkan
agar masyarakat dapat menjalin keluarga yang harmonis dan bisa bertanggung
jawab dalam menata hubungan keluarganya. Dari sinilah peranan ustadzah sangat
dibutuhkan untuk memberikan motivasi-motivasi agar mereka bisa mewujudkan suatu
keluarga yang harmonis sampai akhir hidupnya. Karena peranan ustadzah di
Indonesia bukan hanya mengajar ilmu tentang keagamaan akan tetapi mereka juga
15 St. Darmawijaya Pr, Rahmat Dalam Sakramen, (Yogyakarta: Kanisius, 1992)
hlm,48 8 memiliki peranan social penting salah satunya dalam perkawinan,
seperti halnya peranannya menjadi seorang motivator dalam sebuah perkawinan
dengan harapan dapat mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Namun
disisi lain terdapat dalam umat agama Katolik yang seumur hidupnya memilih
untuk tidak menikah bahkan mereka dilarang untuk menikah, mereka merupakan
seorang yang ikut serta dalam mendampingi acara pernikahan di Gereja yaitu para
romo, biarawan dan biarawati. Akan tetapi mereka bukanlah pelaku bahkan tidak
akan pernah menjadi pelaku dalam hal pernikahan, akan tetapi peran serta dalam
pelaksanaan pernikahan merupakan hal yang sakral juga bagi mereka, mereka juga
mempunyai cara dan strategi sendiri dalam pelaksanaan pernikahan tersebut.
Berdasarkan fenomena-fenomena dalam perkawinan diatas peneliti semakin tertarik
ingin membahas dan mengkaji lebih mendalam mengenai pandangan ustadzah dan
biarawati terhadap perkawinan dengan membandingkan pendapat tersebut dalam
bentuk karya ilmiah yang berjudul Studi Komparatif Pandangan Ustadzah Dan
Biarawati Terhadap Perkawinan Di Kota Pasuruan. 9 B. Rumusan Masalah Dari
uraian latar belakang diatas, maka ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana konsep perkawinan menurut ustadzah dan
biarawati ? 2. Bagaimana upaya dalam model pendampingan yang dilakukan seorang
ustadzah dan biarawati dalam membimbing jamaah menuju keluarga sakinah? C.
Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
memahami konsep perkawinan menurut ustadzah dan biarawati. 2. Untuk mengetahui
upaya dalam model pendampingan yang dilakukan seorang ustadzah dan biarawati
dalam membimbing jamaah menuju keluarga sakinah. D. Manfaat Penelitian Hasil
dari penelitian ini peneliti harapkan dapat bermanfaat dan berguna serta
minimal dapat digunakan untuk dua aspek, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian
ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai teori tentang studi komparatif
mengenai perkawinan dari ustadzah dan biarawati sesuai dengan aturan agama
masing-masing serta dapat memberi sumbangan keilmuan. 10 2. Manfaat Praktis a)
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
masyarakat Pasuruan khususnya, umumnya bagi umat Islam maupun umat Katolik,
sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam
perkawinan. b) Agar masyarakat memahami tentang perbandingan pandangan dari
para ustadzah dan biarawati terhadap perkawinan di Indonesia. c) Dapat
digunakan untuk pedoman bagi peneliti-peneliti berikutnya. E. Sistematika
Penulisan Agar diperoleh pembahasan yang sistematis, terarah dan mudah dipahami
serta dapat dimengerti oleh pembaca. Maka akan dibagi menjadi lima bab, diantaranya
yaitu : Pada BAB I Laporan penelitian ini akan menjelaskan mengenai
Pendahuluan. Didalam Pendahuluan berisi beberapa sub bab, yang meliputi Latar
Belakang yang menjelaskan mengenai dasar dilakukannya penelitian, Rumusan
Masalah merupakan inti dari permasalahan yang diteliti, Tujuan Penelitian
berisi tentang tujuan dari diadakannya penelitian, Manfaat Penelitian berisi
manfaat teoritis dan manfaat praktis dari hasil penelitian, dan Sistematika
pembahasan menjelaskan mengenai tata urutan dari skripsi. BAB II membahas
Tinjauan Pustaka yang berisikan penelitianPenelitian Terdahulu yang mempunyai
keterkaitan dengan penelitian ini dan 11 selanjutnya dijelaskan atau
ditunjukkan keorsinilan penelitian ini serta ditunjukkan perbedaan dan
kesamaannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sub bab berikutnya yaitu
kerangka teori, pada sub bab ini penyusun mencoba memaparkan tentang
teori-teori yang menyangkut tentang perbandingan pendapat atau pandangan dari
ustadzah dan biarawati mengenai perkawinan. Pada BAB III terdapat beberapa poin
yang berkaitan dengan Metode Penelitian, antara lain berupa Jenis Penelitian
merupakan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian, Pendekatan
Penelitian digunakan untuk mempermudah dalam mengelola data sesuai dengan penelitian
yang dilakukan, Lokasi Penelitian adalah objek penelitian, Metode Penentuan
Subjek yang digunakan untuk mendeskripsikan prosedur dan alasan Penentuan
Subjek tersebut, Jenis dan Sumber Data berisi macam-macam data yang digunakan
dalam penelitian, Metode Pengumpulan Data adalah cara mendapatkan data dalam
penelitian, serta Metode Pengolahan Data merupakan cara mengelola data-data
yang telah diperoleh dalam penelitian. Pada bagian BAB IV menjelaskan mengenai
Hasil Penelitian dan Pembahasan. Terdapat tiga sub BAB utama menjelaskan
kondisi objektif penelitian, sub BAB kedua yang terdiri dari pembahasan
mengenai Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada sub BAB Hasil Penelitian
menjelaskan mengenai data-data yang diperoleh dari wawancara dengan ustadzah
dan biarawati di Pasuruan. Pada sub BAB berikutnya menjelaskan tentang 12
konsep dan upaya keteladanan yang dilakukan ustadzah dan biarawati dalam
perkawinan. Selanjutnya yang terakhir yaitu BAB V, bab ini berisi Penutup yang
didalamnya peneliti akan menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang
diperoleh, peneliti juga memberikan saran-saran yang dirasa dapat memberikan
alternatif dan solusi terhadap masalah-masalah studi komparatif khususnya dalam
perkawinan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Studi komparatif kandangan ustadzah dan biarawati terhadap perkawinan di Kota Pasuruan." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment