Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah,: Konsep ahli waris penerima radd menurut Muhammad Alî al-Shâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam


Abstract

INDONESIA:
Permasalahan hukum kewarisan dalam Islam yang mengandung kontroversi adalah masalah radd. Masalah ini terjadi, apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa harta setelah ahli waris ash-hâb al-furûdl memperoleh bagiannya. Cara radd ditempuh untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris ash-hâb al-furûdl. Diantara ulama yang menyetujui tentang adanya masalah radd dalam pembagian harta waris adalah Muhammad „Alî al-Shâbûnî. Ia berpendapat bahwa apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris ash- hâb al-furûdl menurut bagiannya masing-masing, dan tidak ada ahli waris „ashâbah, maka sisa harta tersebut diserahkan kepada seluruh ahli waris ash-hâb al-furûdl selain suami atau istri. Berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam, dengan memperhatikan pasal 193, menurut Kompilasi Hukum Islam sisa harta tersebut diberikan kepada seluruh ahli waris ash-hâb al-furûdl, tanpa terkecuali.
Adapun tujuan dari pembahasan masalah ini, antara lain; (1) Untuk mengetahui konsep ahli waris penerima radd menurut Muhammad „Alî al-Shâbûnî dan cara perhitungannya, (2) Untuk mengetahui konsep ahli waris penerima radd menurut Kompilasi Hukum Islam dan cara perhitungannya, (3) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara Muhammad „Alî al-Shâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam dalam konsep penerima radd.
Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji sumber pustaka sebagai sumber data, adapun sumber data yang penulis perlukan dalam pembahasan ini berupa buku-buku hukum kewarisan Islam tentang masalah radd secara umum dan buku-buku yang ada kaitannya dengan ahli waris yang berhak mendapatkan sisa harta dalam masalah radd menurut Muhammad „Alî al-Shâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa menurut Muhammad „Alî al-Shâbûnîahli ahli waris ash-hâb al-furûdl yang berhak mendapatkan sisa harta dalam masalah radd ada delapan orang yaitu; Anak Perempuan, Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki, Saudara Perempuan Sekandung, Saudara Perempuan Seayah, Ibu, Nenek yang shâhih, Saudara Perempuan Seibu, Saudara Laki-laki Seibu. Cara penyelesaiannya yaitu, bagian suami atau istri diserahkan terlebih dahulu kemudian sisa harta setelah diserahkan kepada suami atau istri dikembalikan kepada ahli waris yang lain. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam ada dua belas yaitu suami atau istri, ayah, kakek keatas, Anak Perempuan, Cucu Perempuan dari Anak Laki- laki, Saudara Perempuan Sekandung, Saudara Perempuan Seayah, Ibu, Nenek yang shâhih, Saudara Perempuan Seibu, Saudara Laki-laki Seibu. Adapun cara penyelesaiannya yaitu, asal masalah diambilkan dari pembilangnya kemudian harta waris dibagi dengan pembilang, baru setelah itu diserahkan kepada ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing.
ENGLISH:
The problem of hereditary law in Islam which contains a controversial is radd. This happens if there is a residuary in the division of the heir after the inheritor ash- hâb al-furûdl receives each part. The radd is taken up for giving the residuary back to the inheritor ash-hâb al-furûdl and is devided equally. Ulama that agrees about radd is Muhammad Ali Al-Shabuni. According to Al-Shabuni, if in there is a residuary in the division of the heir after the inheritor ash-hâb al-furûdl receiving each part, and there is no „ashâbah inheritor, so the residuary is given over to all inheritors ash-hâb al-furûdl except a husband or a wife. It is different from the Islamic Law Complation. By considering the section of 193, residuary is given to all inheritors ash-hâb al-furûdl without no exception.
However, the aim of the discussion are: (1) to know the concept of the receiver of radd Inheritor According to al-Shâbûnî and the calculation, (2) to know the concept of the receiver of radd Inheritor According to Islamic Law Compilation and the calculation, (3) to know the similarity and the difference betwen them.
By seeing the type, this research is included to the library research by examining the bibliography as a data sources. And the data sources which researcher needs in this research are Islamic hereditary law books about radd in general and many books which have relation with the residuary in radd according to al-Shâbûnî and Islamic Law Compilation.


Based on the research, the researcher acquires a conclusion that according to al-Shâbûnî, 8 inheritors ash-hâb al-furûdl who get the residuary in radd are daughters, granddaughters from the son, blood sisters, sisters from the same father, mother, grandmother, sisters from the same mother. The resolution is the heir part for the wife is given first to her and the residuary is given back to the other inheritors. Whereas, according to Law Compilation, there are 12 inheritors. Those are husband or wife, father, grandfather to the up, daughter, granddaughter from the son, blood daughter, daughter from the same father, mother, grandmother, daughter from the same mother, son from the same mother. The resolution is taking the numerator then the heir is divided by the numerator and is given to the inheritor accord with each part.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan waris seringkali menjadi krusial yang terkadang memicu pertikaian dan menimbulkan keretakan hubungan keluarga. Penyebab utamanya ternyata keserakahan dan ketamakan manusia, di samping karena kekurangtahuan pihak-pihak yang terkait mengenai hukum pembagian waris. Syariat Islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan yang paling baik, bijak, dan adil. Agama Islam menetapkan hak pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk syara‟, seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisannya atau setelah dia meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa. Ilmu waris termasuk ajaran ilmu syari‟at yang memiliki kedudukan tinggi. Ilmu yang menangani tentang waris ini merupakan sebuah disiplin ilmu yang Allah sendiri berkenan menjelaskan pembagiannya secara tegas. Allah sendiri juga yang menjelaskan hukum-hukumnya dalam kitabNya, secara langsung, tanpa perantara malaikat atau nabi. Hal itulah yang menguatkan bahwa ilmu waris adalah ilmu yang amat mulia.2 Hukum kewarisan dalam Islam memang tergolong hukum yang paling sedikit mengandung kontroversi, tetapi tetap saja tidak steril dari silang pendapat. Karena hukum kewarisan dalam Islam merupakan hukum yang dijabarkan sendiri oleh Allah SWT. dalam al-Qur‟an yang berbunyi: Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagaian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian- 2Abu Umar Basyir, Warisan (Solo: Rumah Dzikir, 2006), 15. pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.3 Ditambah beberapa hadits Nabi SAW. yang memperjelas kandungan ayat-ayat tersebut. Dengan begitu mayoritas pembahasan hukum kewarisan dalam Islam tidak keluar dari dua sumber pokok tersebut.4 Sir William John sebagaimana yang dikutip Fatchur Rahman5 mengakui bahwa sistem hukum waris Islam mempunyai mutu yang sangat tinggi dibanding dengan sistem hukum waris yang lain, beliau mengatakan: “I am strongly disposed to believe that no possible question could occur on the Muhammadan Law of succession which might not be rapidly and correctly answered”. “saya cenderung untuk mempercayai bahwa tidak satu masalahpun mungkin timbul dalam lapangan hukum waris Islam yang tidak dapat dijawab.” Pengakuan beliau ini telah membuka mata kaum orientalis untuk mempelajari hukum waris Islam yang pada akhirnya menyetujuinya. Di antara permasalahan hukum kewarisan dalam Islam yang mengandung kontroversi adalah masalah radd. Masalah ini terjadi, apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa harta setelah ahli waris ash-hâb alfurûdl6 memperoleh bagiannya. Cara radd ditempuh untuk mengembalikan sisa harta tersebut kepada ahli waris ash-hâb al-furûdl seimbang dengan bagian yang diterima masing-masing secara proporsional. Caranya adalah mengurangi angka asal masalah, sehingga sama besarnya dengan jumlah bagian yang diterima oleh 3QS. an-Nisa‟ (4): 11. 4Basyir, Warisan, 18. 5 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Cet. III; (Bandung: PT Al Ma'arif, 1994), 22. 6 ash-hâb al-furûdl iyalah waris-waris yang mempunyai bagian yang telah ditentukan pada harta peninggalan dengan nash atau dengan ijma‟. mereka. Apabila tidak ditempuh dengan cara radd akan menimbulkan persoalan siapa yang berhak menerimanya, sementara tidak ada ahli waris yang menerima „ashâbah. 7 Untuk mendeteksi terjadinya masalah radd dapat diketahui apabila angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut yang pada dasarnya adalah merupakan kebalikan dari masalah 'aul, namun demikian penyelesaiannya tentu berbeda dengan masalah 'aul, karena 'aul pada dasarnya kurangnya angka yang akan dibagi, sedangkan radd ada kelebihan setelah diadakan pembagian.8 Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama, karena tidak ada nash yang shârih, baik dari al-Qur'an maupun al-Hadits, yang mereka sepakati. Sehingga dalam hal ini ada beberapa ulama yang menolak tentang adanya masalah tersebut dalam pembagian harta waris, diantaranya Zabit ibn Tsabit, Imam Malik dan Syafi'i. Menurut mereka apabila terdapat sisa harta setelah diambil bagiannya oleh ahli waris ash-hâb al-furûdl dan tidak terdapat ahli waris „ashâbah, maka sisa harta tersebut diserahkan kepada Baitul Mal.9 Sedangkan Jumhur ulama menyetujui masalah tersebut dalam pembagian harta waris hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan ahli waris ash-hâb al-furûdl yang manakah yang berhak mendapatkan sisa harta tersebut. Diantara ulama yang menyetujui tentang adanya masalah radd dalam pembagian harta waris adalah Muhammad „Alî al-Shâbûnî. Ia berpendapat bahwa apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris ash-hâb al-furûdl menurut bagiannya masing-masing,. tidak ada ahli waris „ashâbah, maka sisa harta tersebut diserahkan kepada seluruh ahli waris ash-hâb al-furûdl selain suami atau istri karena, kekerabatan mereka berdua bukan didasarkan pada hubungan nasabiyah, melainkan hubungan sababiyah, yakni semata-mata karena sebab perkawinan yang dapat terputus karena kematian. Karena itu, suami atau istri hanya berhak atas bagian pasti (fardl) saja, sedangkan sisa harta tersebut diberikan kembali kepada ahli waris ash-hâb al-furûdl yang lain.10 Apa yang dikemukakan oleh Muhammad „Alî al-Shâbûnî berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam, meskipun sama-sama menyetujui adanya masalah radd dalam pembagian harta waris, hal ini sebagaimana termaktub dalam pasal 193 : “Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furudl menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris „ashâbah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara radd, yaitu sesuai dengan hak masingmasing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di antara mereka”. 11 Akan tetapi, dengan memperhatikan pasal tersebut, menurut Kompilasi Hukum Islam sisa harta tersebut diberikan kepada seluruh ahli waris ash-hâb alfurûdl, tanpa terkecuali.12 Dari uraian singkat di atas, bahwa antara Muhammad „Alî al-Shâbûnî dengan Kompilasi Hukum Islam sama-sama menyetujui adanya masalah radd dalam pembagian harta waris, akan tetapi dalam menentukan ahli waris ash-hâb al-furûdl siapakah yang berhak mendapatkan sisa harta dalam masalah tersebut  antara keduanya terjadi perbedaan, karena itu penulis merasa tertarik untuk menulis skripsi berjudul "Konsep Ahli Waris Penerima Radd Menurut Muhammad ‘Alî al-Shâbûnî Dan Kompilasi Hukum Islam".
B.     Rumusan Masalah
 Dalam membahas dan mengkaji permasalahan diatas, kiranya penulis perlu memberi batasan-batasan pembahasan, agar dalam mengkaji permasalahan ini tidak melebar terlalu luas sehingga maksud dari pembahasan masalah ini tidak tercapai. Batasan-batasan tersebut terumus dalam sebuah rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep ahli waris penerima radd menurut Muhammad „Alî alShâbûnî dan bagaimana cara perhitungannya ? 2. Bagaimana konsep ahli waris penerima radd menurut Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana cara perhitungannya ? 3. Mengapa ada Persamaan dan perbedaan antara Muhammad „Alî al-Shâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam dalam konsep penerima radd ?
C.     Tujuan Pembahasan
 Adapun tujuan dari pembahasan masalah di atas, sesuai dengan tujuan penulis dalam rumusan masalah, antara lain : 1. Untuk mengetahui konsep ahli waris penerima radd menurut Muhammad „Alî al-Shâbûnî dan cara perhitungannya. 2. Untuk mengetahui konsep ahli waris penerima radd menurut Kompilasi Hukum Islam dan cara perhitungannya. 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara Muhammad „Alî alShâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam dalam konsep penerima radd.
D.    Kegunaan Pembahasan

 Adapun kegunaan yang diharapkan oleh penulis dalam pembahasan ini adalah : 1. Secara teoritis Pembahasan skripsi ini diharapkan menjadi tambahan informasi sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khazanah keilmuan, khususnya dalam hukum kewarisan Islam terutama tentang ahli waris yang berhak mandapatkan sisa harta dalam masalah radd menurut Muhammad „Alî alShâbûnî dan Kompilasi Hukum Islam. 2. Secara praktis Jika pembahasan skripsi ini selesai, maka diharapkan dapat memberikan wacana keilmuan atau wawasan pengetahuan bagi ahli hukum maupun masyarakat umum

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Konsep ahli waris penerima radd menurut Muhammad Alî al-Shâbûnî dan Kompilasi Hukum IslamUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment