Abstract
INDONESIA:
Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon Istri. Dalam Adat Ende Mahar yang biasa disebut belis sangat tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kadar mahar terendah yang harus diberikan yaitu sebesar tiga puluh juta, padahal mayoritas mata pencaharian penduduk Ende adalah sebagai nelayan dan petani. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kawin lari (paru de’ko) karena tidak sanggup untuk membayar mahar yang tinggi untuk seorang wanita.
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten yang berada di Nusa Tenggara Timur, yang mayoritas penduduknya bermata pancaharian Nelayan dan Petani. Dalam pelaksanaan perkawinan di Ende, adat sangat mendominasi dalam proses perkawinannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti secara mendalam pandangan masyarakat Ende terhadap kawin lari (paru de’ko) akibat tingginya mahar (belis) baik itu dalam proses perkawinan lari (paru de’ko) dan arti mahar dalam adat Ende yang dipahami oleh masyarakatnya serta cara pandang masyarakat dalam memperlakukan para pelaku kawin lari (paru de’ko).
Jenis penelitian ini adalah penelitian sosiologis dan bersifat deskriptif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, karena penelitian ini berusaha menangkap dan memahami fenomena yang ada dan segala hal yang dialami oleh subjek penelitian. Data yang diperoleh melalui 3 cara, yakni wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa proses perkawinan lari (paru deko) di daerah Ende berbeda dengan proses perkawinan lari di daerah lain dan mahar tinggi yang ditetapkan oleh adat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena wajibnya pemberian mahar dalam proses perkawinan adat, adat sangat menghormati kaum wanita, adanya kadar terendah mahar, pemahaman masyarakat Ende tentang mahar yang berbeda dengan islam serta budaya gengsi yang telah menjamur dalam masyarakat, sehingga terjadilah kawin lari (paru de’ko) yang terjadi dalam masyarakat. Kawin lari (paru de’ko) tetap sah menurut adat dan agama karena smua rukun dan syarat pernikahan dalam agama tetap ada dan dijalankan, hanya kawin lari (paru de’ko) masuk dalam pelanggaran adat karena ada tata tertib adat yang tidak dijalankan, tetapi bukan merupakan pelanggaran keras. Pada dasarnya masyarakat Ende memandang kawin lari (paru deko) tidak diperbolehkan dalam adat karena akan menimbulkan hal-hal yang negatif dalam kehidupan bermasyarakat dan dikucilkannya para pelaku kawin lari (paru de’ko) dalam kehidupan sosial.
ENGLISH:
Dowry is provision giving of the prospective husband to his prospective wife. In Ende’s customary, dowry that is commonly called belis is very high, it can be seen in the levels of Lowes dowry that should be given to his prospective wife. That is about thirty million, whereas the majority of livelihoods of Ende is as fishermen and farmers. That caused the occurrence of elopement (Paru De’ko) because of being unable to pay the high dowry for a woman.
Ende is one of the counties located in east south Nusa which is predominantly fishermen and farmers. In the implementation of marriage in Ende, the customary is dominating the process of marriage. The purpose of this study was to examine deeply the views of Ende society toward elopement (Paru De’ko) and the meaning of dowry in Ende’s customary that is understood by and society’s perspective in treating elopement doer (Paru De’ko).
The type of this research is a sociological and descriptive research. The approach used is a qualitative approach, because this study attempted to capture and understand the phenomena and all things experienced by research subjects. The data obtained through 3 ways, those interviews, observation, and documentation study.
The researcher found prove that the elopement process (Paru De’ko) in Ende is different with elopement process in other places and the high dowry is established by custom caused by several factors, namely because of the necessity of giving a dowry in the customs marriage, customs respect women, the lowest levels of dowry, understanding of Ende about the dowry that is different from Islam and the cultural prestige that has mushroomed in society, so there is elopement (Paru De’ko) that occurs in society. The elopement (Paru De’ko) Is still on legitimating based on custom and religion because all of the marriage pillars of religion terms still is kept and hold, The elopement (Paru De’ko) is in violation if discipline customs are not established , but that is not a hard foul. Basically The elopement (Paru De’ko) is allowed by Ende society because that lead to negative things in social life and actors of the elopement (Paru De’ko) has no value in social life.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan masyarakat terhadap kawin lari (paru de’ko) akibat tingginya mahar: Studi kasus di Kabupaten Ende, Flores, NTT" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment