Abstract
INDONESIA:
Perkawinan di bawah umur, merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Hampir pada setiap lingkungan masyarakat memiliki potensi dan alasan tersendiri dalam mendorong tumbuhnya fenomena ini. Dari data yang dihimpun oleh Pengadilan Agama Blitar sudah cukup membuktikan. Misalnya pada tahun 2008, perkara permohonan izin dispensasi perkawinan di bawah umur yang masuk ke Pengadilan Agama yang rata-rata masih berumur 14 tahun mencapai 46 perkara, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 59 perkara, dan belum lagi perkara yang terjadi pada tahun 2010. Pada tahun 2010, data yang diperoleh hanya pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni, dan itupun jika perkaranya dijumlah sudah mencapai 42 perkara permohonan dispensasi nikah, dan mayoritas perkara tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama. Karena tidak ada aturan khusus mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan permohonan dispensasi nikah, maka hakim dituntut untuk mempertimbangkan secara selektif sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang telah berlaku.
Dari pemaparan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal- hal yang menyebabkan menjamurnya fenomena pemberian dispensasi nikah di Pengadilan Agama Blitar pada tahun 2008-2010.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana pendekatan kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dikatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diketahui bahwa hal-hal yang menjadi fenomena pemberian dispensasi nikah pada tahun 2008-2010 adalah pergaulan bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah, kekhawatiran orang tua yang berlebihan terhadap hubungan anaknya dengan lawan jenis, dan masalah perekonomian. Dari beberapa alasan ini, faktor yang lebih mempengaruhi lajunya perkara permohonan dispensasi perkawinan adalah hamil di luar nikah. Jika diprosentasekan perkara hamil di luar nikah hampir mencapai 99% sehingga hamil di luar nikah menjadi alasan utama untuk mengajukan izin dispensasi perkawinan di bawah umur. Maka dari itu tidak dapat dielakkan lagi jika perkara permohonan dispensasi nikah selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sehingga hakim dalam hal memberikan izin dispensasi nikah di bawah umur, harus berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum, diantara pertimbangan tersebut adalah, telah memenuhi persyaratan administratif yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama, tidak ada halangan untuk menikah, dewasa secara fisik, saling mencintai dan tidak ada unsur paksaan, sudah memiliki pekerjaan, dan hamil di luar nikah.
ENGLISH:
Underage marriages, is a phenomenon that occurs in Indonesian society. Almost in every society has the potential and its own reasons to encourage the growth of this phenomenon. From the data gathered by the religious court is sufficient to prove Blitar. For example, in 2008, the case of marriage license application for exemption under the age of entry into the Islamic Court which on average are aged 14 years was 46 cases, and in 2009 increased to 59 cases, and not to mention the cases that occurred in 2010. In 2010, the data obtained only from January until June, and that too if his case had reached 42 cases add up application for exemption of wedlock, and the majority of the case is granted by the Religious Courts. Because there are no specific rules regarding the consideration of the judge in giving the determination of application for exemption of wedlock, then the judge is required to consider selectively in accordance with the regulations legislation have been enacted.
From the above presentation of the writer interested in conducting research on the things that led to the mushrooming phenomenon of granting dispensations of marriage in Pengadian Religion Blitar in 2008-2010.
From the above presentation of the writer interested in conducting research on the things that led to the mushrooming phenomenon of granting dispensations of marriage in Pengadilan Religion Blitar in 2008-2010.
The results obtained from this study can be seen that the things that became a phenomenon of marital exemption in the year 2008-2010 is promiscuity that causes pregnant out of wedlock, the excessive concern of parents towards their children with the opposite sex relationships, and economic problems. From some reason, the factors that affect its speed over the matter of marriage application for exemption is pregnant out of wedlock. If the system will be the case pregnant out of wedlock nearly 99% so that pregnant out of wedlock to be the main reason to apply for permits under the old dispensation of marriage. Thus it is unavoidable if the case application for exemption of marriage always has increased each year. So the judge gave permission for exemption in terms of under-age marriage, should be based on legal considerations, among these considerations is, in compliance with administrative requirements established by the religious court, there is no impediment to marriage, mature physically, and not love each other no element of coercion, already have jobs, and pregnant out of wedlock.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Allah menciptakan manusia
berpasang-pasangan melalui sebuah perkawinan yang ketentuanya dirumuskan dalam
wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan, dengan tujuan agar manusia
dapat berkembangbiak dari generasi kegenerasi berikutnya. Karena perkawinan
merupakan ikatan suci (mitsaqan ghalidza) yang terkait dengan keyakinan dan
keimanan kepada Allah. Dengan demikian dalam sebuah ikatan perkawinan terdapat
dimensi ibadah yang sakral. Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik
sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni
dapat terwujudnya keluarga yang mawaddah wa rahmah. 2 Perkawinan telah
disyariatkan oleh Allah. sesuai dengan firmannya yang berbunyi: Νà6uΖ÷t/ Ÿ≅yèy_uρ
$yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[ `≡uρø—r öΝä3Å¡à Ρr ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr
ÿϵÏG≈tƒ#u ÏΒuρ ∩⊄⊇∪
tβρã © 3x tGtƒ 5 Θöθs)Ïj9 ; M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨ βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Z
ο ¨ Šuθ ¨Β "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir”. (QS. Ar-Rum:21)1 Perkawinan merupakan salah satu perintah agama
Islam kepada orang yang mampu untuk segera melaksanakanya. Dalam membentuk keluarga
yang sejahtera dan bahagia, usia pernikahan merupakan faktor yang sangat
penting yang tidak boleh diabaikan oleh calon yang ingin melangsungkan
perkawinan. Mereka harus sudah cukup matang baik dilihat dari segi biologis
maupun psikologis. Hal ini penting sekali untuk mewujudkan tujuan perkawinan
itu sendiri, juga mencegah terjadinya perkawinan pada usia dini. Sebab
perkawinan yang dilaksanakan pada usia dini banyak mengakibatkan perceraian.
Namun demikian menikah di bawah umur, sebenarnya merupakan suatu fenomena yang
terjadi pada masyarakat Indonesia. Hampir pada setiap lingkungan masyarakat
mempunyai potensi dan alasan tersendiri dalam mendorong tumbuhnya fenomena ini.
Pernikahan di bawah umur yang selalu diidentikkan banyak terjadi pada wilayah
pedesaan ternyata marak pula di perkotaan. Tentunya dengan alasan dan faktor
pendorong yang berbeda sesuai dengan tingkat kesadaran dan pendidikan
masyarakat. 1 Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Semarang: CV.
Asy Syifa’, 1998), 324 3 Dari data yang dihimpun oleh Pengadilan Agama Blitar
cukup membuktikan. Misalnya pada tahun 2008, perkara permohonan izin dispensasi
perkawinan di bawah umur yang masuk ke Pengadilan Agama yang rata-rata masih
berumur 14 tahun mencapai 46 perkara, terhitung mulai Januari sampai Desember.2
Sedangkan pada tahun 2009, izin dispensasi perkawinan di bawah umur mulai
meningkat. Perkara yang masuk ke Pengadilan meningkat menjadi 59 perkara, dan
belum lagi perkara yang terjadi pada tahun 2010.3 Pada awal tahun 2010, izin dispensasi
yang dikeluarkan pada bulan Januari sampai April perkara yang sudah diputus
mencapai 26 perkara, dan mayoritas izin tersebut dikabulkan oleh Pengadilan
Agama.4 Melihat fakta tersebut perkawinan dibawah umur diprediksi akan semakin
meningkat hingga akhir tahun, walaupun Undang-undang Perkawinan masih
memberikan kelonggaran kepada orang yang ingin menikah, akan tetapi mereka yang
ingin mendapat izin dispensasi nikah dari Pengadilan, harus dapat memberikan
alasan yang tepat mengenai apa alasan mereka menikah diusia dini. apakah alasan
tersebut dapat diterima dan memenuhi kriteria atau tidak. Karena jika semua
orang yang mengajukan dispensasi dikabulkan maka secara otomatis tidak memenuhi
apa yang telah ditetapkan oleh Undang-undang No.1 Tahun 1974. Dari rangkaian
permohonan dispensasi ini, alasan yang lebih banyak diberikan oleh pemohon
adalah kasus hamil diluar pernikahan. Apalagi khusus untuk permohonan
dispensasi nikah karena hamil diluar nikah, majlis hakim lebih memberikan
prioritas. Alasanya adalah karena merasa kasihan terhadap nasib anak yang
dikandung oleh calon pengantin perempuan, agar kelak ketika sang bayi lahir 2
Laporan tahunan: 2008 Pengadilan Agama Blitar tentang perkara yang diterima 3
Laporan tahunan: 2009 Pengadilan Agama Blitar tentang perkara yang diterima 4
Laporan Tentang Perkara yang diterima dan diputus 4 dapat melihat kedua orang
tuanya yang sudah memiliki ikatan yang sah dimata hukum. Sedangkan batas umur
untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam tidak disebutkan secara pasti,
hanya saja disebutkan baik pria maupun wanita supaya sah melaksanakan
perkawinan atau akad nikah harus sudah akil baligh serta mempunyai kecakapan
yang sempurna. Jadi walaupun hukum Islam tidak menyebutkan secara pasti batas
umur tertentu, bukan berarti bahwa hukum Islam membolehkan perkawinan diusia
dini. Karena berdasarkan pertimbangan maslahah mursalah, maka perkawinan harus
dilaksanakan pada seorang yang sudah dianggap mampu dalam segala hal, dewasa
dan matang jiwanya.5 Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomer 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, banyak terdapat perkembangan dan penafsiran baru mengenai
masalah peraturan hukum. Khususnya Pasal yang akan penulis teliti, yaitu Pasal
7 ayat (1) menyatakan bahwa: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa perkawinan hanya
diperbolehkan bagi pria yang sudah berumur 19 tahun, dan wanita sudah berumur
16 tahun. Jika tidak sesuai dengan pasal tersebut maka tidak diperbolehkan
untuk melangsungkan perkawinan. Akan tetapi dalam ayat lain juga disebutkan
bahwa: 5 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,
(Yogyakarta: Liberty, 1999),71. 5 (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1)
pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. (3)
Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam
hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). Dalam Pasal ini tampak adanya perbedaan
yang berlawanan, walaupun pasal tersebut merupakan suatu upaya untuk mencarikan
jalan keluar apabila terjadi suatu permasalahan yang mendesak mengenai masalah
perkawinan, akan tetapi di sisi lain Undang-undang Perkawinan tidak memiliki
garis hukum yang konsisten, yang mana pada pasal tertentu dilarang sedangkan di
pasal lain diperbolehkan dengan syaratsyarat tertentu. Sehingga sudah pasti
banyak perkara yang masuk ke Pengadilan Agama terkait dengan masalah dispensasi
perkawinan, terutama yang terjadi di Pengadilan Agama Blitar. Jadi berdasarkan
alasan tersebut, penulis ingin meneliti tentang dispensasi yang terjadi pada
tahun 2008 sampai dengan 2010. Yang mana jika dihubungkan dengan batas usia
dalam mamasuki batas perkawinan berarti UU Perkawinan di satu sisi mempunyai
garis hukum yang tidak konsisten. Dan apabila dispensasi terus berkembang
apakah fungsi sebenarnya dari UU yang mengatur tentang batas usia perkawinan,
jika memang izin dispensasi begitu mudah diberikan kepada orang yang ingin
melangsungkan perkawinan di bawah umur. Terutama yang terjadi di Pengadilan
Agama Kota Blitar, yang pada kenyataanya Pengadilan Agama lebih 6 banyak
memberikan izin kepada mereka yang ingin melangsungkan pernikahan di usia dini.
Dari latar belakang di atas, menurut penulis hal ini perlu diadakan penelitian.
Dengan demikian penulis akan mengadakan penelitian dengan judul: FENOMENA
PEMBERIAN DISPENSASI PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI PENGADILAN AGAMA BLITAR (Studi
Kasus Tahun 2008-2010).
B.
Definisi
Operasional
Untuk menghindari kemungkinan
terjadinya penafsiran yang berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan
kata pada judul, maka kiranya perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi
variable penelitian. Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Pengadilan Agama adalah badan peradilan tingkat pertama yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam
untuk menegakkan hukum dan keadilan.6 2. Fenomena adalah Penampakan realitas
dalam kesadaran manusia, suatu fakta dan gejala-gejala, perstiwa adat serta
bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah.7 3.
Dispensasi adalah Pembebasan (dari kewajiban), kelonggaran waktu atau
keringanan.8 Sedangkan perkawinan menurut Sajuti Talib adalah suatu perjanjian
yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang
laki-laki dan perempuan membentuk keluarga yang kekal, santunmenyantuni,
kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.9 Adapun yang penulis maksudkan dengan
dispensasi perkawinan adalah keringanan yang diberikan Pengadilan Agama kepada
calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria
yang belum mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai 16
(enam belas) tahun.
C.
Batasan
Masalah
Dari masalah yang telah dijabarkan, sesungguhnya
banyak pula permasalahan yang timbul dari perkawinan. Maka untuk memperoleh
pemahaman yang lebih berfokus diperlukan batasan masalah agar tidak terjadi
pelebaran masalah terhadap pembahasan yang akan di kaji. Bertitik tolak dari
pemasalahan tersebut, pembahasan yang akan dikaji pada penelitian ini lebih
ditekankan pada dispensasi perkawinan usia di bawah umur di Pengadilan Agama
Blitar.
D. Rumusan Masalah
1. Hal-hal apa yang menyebabkan
fenomena pemberian dispensasi perkawinan di bawah umur pada tahun 2008-2010?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
maka terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, karena hal ini
sangat penting kegunaannya dalam penelitian terutama bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. 9 Amiur Nuruddin, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 38. 8 1. Untuk mengetahui hal-hal yang
menyebabkan fenomena pemberian dispensasi perkawinan di bawah umur di Pengadian
Agama Blitar pada tahun 2008- 2010.
F. Manfaat Penelitian
Adapaun manfaat yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah diharapkan peneliti bisa memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis bagi semua pihak. 1. Kegunaan secara teoritis a.
Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi penulis serta pembaca
mengenai masalah yang diteliti. b. Bisa melengkapi khazanah keilmuan atas
penelitian terdahulu mengenai masalah yang berkaitan dengan obyek penelitian.
c. Bisa digunakan sebagai salah satu rujukan bagi penulis mendatang atas objek
penelitian yang berdekatan dengan masalah dispensasi perkawinan. 2. Kegunaan
Secara Praktis a. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana S1. b. Bagi masyarakat atau bagi pembaca dapat
memberikan kontribusi pemahaman tentang dispensasi perkawinan. c. Bisa menjadi
solusi bagi instansi yang berwenang dalam memutuskan perkara hukum tentang
dispensasi perkawinan.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam melakukan penulisan ini,
sistematika penyajian yang akan digunakan oleh penulis secara berurutan sebagai
berikut: 9 BAB I : Dalam bab ini akan dijabarkan tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, definisi oprasional, kajian teori, kajian
terdahulu, dan sistematika pembahasan. BAB II : Dalam bab ini berisikan tentang
kajian teoritis yaitu konsep-konsep dari teori yang ada relevansinya dengan
masalah perkawinan. Serta Perkawinan yang meliputi, Batas Usia perkawinan,
Definisi Perkawinan, Alasan dispensasi Perkawinan, Perkawinan di bawah umur,
Definisi Dispensasi Perkawinan, Alasan Dispensasi Perkawinan, Dampak atau
Akibat Dispensasi. BAB III : Dalam bab ini akan dijelaskan tentang metode
penelitian yang digunakan meliputi: paradigma, pendekatan dan jenis penelitian,
lokasi penelitian, sumber data, teknik penggumpulan data, teknik pengolahan
data, analisis data. Metode penelitian adalah salah satu hal penting dalam
berjalannya penelitian, guna mendapatkan data yang diperlukan, karena tanpa ada
metode penelitian maka penulis akan kesulitan dalam mendapatkan data. Dalam hal
ini metode yang digunakan disesuaikan dengan pendekatan dan jenis penelitian
yang telah dipilih oleh penulis. BAB IV: Dalam bab ini berisikan laporan hasil
penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, terdiri dari
lokasi penelitian dan objek penelitian, analisis data. Dari data yang nantinya
diperoleh akan dianalisis dan dipaparkan pada bab IV dengan tujuan mempermudah
pembaca memahami hasil dari penelitian. BAB V : Dalam bab ini berisikan
Kesimpulan dan Saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Fenomena pemberian dispensasi perkawinan di bawah umur di
Pengadilan Agama Blitar: Studi kasus tahun 2008-2010" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment