Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah: Pandangan masyarakat tentang jasa klebun dalam membantu proses berperkara: Studi kasus di Pengadilan Agama Bangkalan

Abstract

INDONESIA:
Klebun merupakan kepala desa dalam bahasa Madura. Masyarakat Madura sangat percaya kepada Klebunnya sehingga banyak masyarakat yang meminta bantuan Klebun ketika akan berperkara di Pengadilan Agama dikarenakan belum memahaminya tata cara berperkara di Pengadilan Agama. Dalam hal ini, Klebun menentukan biaya diluar biaya panjar yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Bangkalan kepada masyarakatnya yang meminta bantuan tersebut.
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan masyarakat tentang jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama Bangkalan, dan bagaimana tanggapan dari pihak Pengadilan Agama Bangkalan tentang jasa Klebun tersebut. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologis (empiris) yaitu penelitian berdasarkan fakta sosial. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah dengan wawancara (interview) dan dokumentasi. Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan sumber data primer, sekunder dan Tersier. Untuk analisis data, peneliti menggunakan edit, klasifikasi, verifikasi, analisis, dan kesimpulan.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu mengenai pandangan masyarakat terhadap jasa Klebun dalam membantu peroses berperkara adalah masyarakat merasa dirugikan. Hal ini dikarenakan Klebun tersebut membantu mereka dengan imbalan yang jumlahnya melebihi tarif atau biaya untuk proses berperkara di Pengadilan Agama Bangkalan. Tanggapan lembaga Pengadilan Agama Bangkalan tentang adanya jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama adalah bahwasannya Pihak Pengadilan Agama Bangkalan sudah berupaya membantu masyarakat agar bisa melaksanakan proses berperkara secara mandiri, apabila terdapat kendala biaya maka masyarakat dapat mengajukan perkara tanpa biaya dengan berperkara secara prodeo sehingga bisa meminimalisir kebutuhan masyarakat yang meminta bantuan kepada Klebun.
ENGLISH:
Klebun is a term for the head of the village in Madura. Madura society toughly believes in Klebun. Consequently, they often have recourse to Klebun when they become litigants in religious court. It is caused by the lack of knowledge comprehended by the society related to the procedures for litigation in religious court. The problem is that Klebun asks extortion beyond the down payment fee set by Bangkalan religious court to those who asked for his help.
The problems in this research are what the society thinks of the services given by Klebun in assisting litigation in the religious courts and how do the religious court reacts toward this issue. This research is considered as sociological empirical research based on social facts. The approach used is a qualitative approach based on social facts. Methods of data collection are through interviews and documentation. In order to obtain the necessary data, researchers used primary, secondary and tertiary data sources whereas for data analysis, researchers used editing, classification, verification, analysis, and conclusions.


Conclusions derived from this research are society feels aggrieved with the help of Klebun because the aid rate exceeds the standard costs of the litigation in Bangkalan religious court. Moreover, according to Bangkalan religious court, they have suggested people to take care of litigation independently. If there are cost constraints, then the public can report the case freely to the court so that it can minimize the requests for assistance through Klebun.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
 Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam hal kehidupan sehari-hari, manusia berinteraksi dengan manusia lain tidak akan terlepas dari masalah. Terkadang memerlukan bantuan orang lain bahkan bantuan dari sebuah lembaga yang telah diberi kewenangan menurut peraturan yang berlaku (hukum positif) dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sistem hukum positif di Indonesia berlaku tiga sistem hukum yaitu, Hukum Adat, Hukum Barat dan Hukum Islam. Hukum Adat adalah suatu hukum 2 yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyatnya. Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa fungsi hukum adalah sebagai sarana (tool) pembangunan. Hukum yang baik menurutnya yaitu hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula dan merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.1 Indonesia merupakan negara yang menganut system hukum civil law dan common law.2 Dengan kata lain, selain menggunakan hukum yang tertulis, Indonesia juga menggunakan hukum tidak tertulis seperti hukum adat. Secara tertulis, struktur Pemerintahan Indonesia, yang dimulai dari atas yaitu Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, Camat, dan juga Lurah atau Kepala Desa memiliki peran yang penting untuk kemajuan wilayah yuridiksinya. Peranan Kepala Desa sangat penting sekali di suatu wilayah, khususnya bagi masyarakat yang masih kental menggunakan hukum adat. Desa sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Desa merupakan ujung tombak penyelenggaraan pemerintah daerah, Pemerintah Balai Desa dituntut untuk menunjukkan kemampuan manajerialnya terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat. Kepala Desa dituntut untuk profesional dan menguasai secara baik pekerjaannya melebihi rata-rata pegawai yang ada, serta memiliki komitmen moral yang tinggi atas pekerjaannya sesuai dengan kode etik profesinya sebagai pemimpin. Kepala Desa merupakan subjek 1 Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, (Bandung: Pranya Paramita, 2002) h. 22 2 Sudarsono, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003), h.7. 3 yang harus mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui tuntutan dan anjuran kepada masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan.3 Sebagai pemimpin dan panutan bagi masyarakatnya, Kepala Desa harus dapat memiliki keahlian dalam bersosialisasi secara cepat agar bisa memotivasi masyarakatnya untuk menjalankan program-program yang telah direncanakan sebelumnya. Selain keahlian sosialisasi, Kepala Desa juga harus memiliki keahlian yang lain seperti tingkat ekonomi atau tingkat spiritual yang tinggi, tergantung terhadap apa yang sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan dalam budaya masyarakat itu sendiri. Selama ini potret masyarakat Madura digambarkan sebagai masyarakat yang identik dengan keberagamaan yang kuat, sekaligus “dianggap” nyaris lekat dengan tradisi atau budaya yang tidak selamanya mencerminkan nilai-nilai Islam mengisyaratkan tentang kompleksitas tentang budaya keagamaan masyarakat Madura itu sendiri.4 Kenyataan semacam itu hadir sebagai hasil dari proses panjang perjalanan kehidupan mereka yang penuh dengan tarik menarik antara berbagai kekuatan, dari agama, ekonomi, pendidikan sampai budaya dan politik. Tarik menarik atau lebih tepatnya interplay itu mengantarkan mereka ke dalam suatu karakteristik budaya atau keagamaan sebagaimana tampak dalam suatu potret kehidupan mereka yang penuh dengan 3 Mahrus Ali, Menggugat Dominasi Hukum Negara: Penyelesaian Perkara Carok Berdasarkan Nilai-Nilai Masyarakat Madura (Yogyakarta: Rangkang Indonesia, 2009), h., 44. 4 Taufiqurrahman, Islam dan Budaya Madura. Makalah yang dipresentasikan pada forum Annual Conference on Contemporary Islamic Studies, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, di Grand Hotel Lembang Bandung, 26–30 November 2006. h., 1 4 warna-warni dalam bingkai dan referensi nilai berspektrum luas dan tidak tunggal.5 Berbagai kajian tentang Madura yang ada cenderung menyatakan bahwa Madura secara umum identik dengan struktur sosial pesantren dan pengaruh pesantren terhadap masyarakat sekitar, bahkan kajian-kajian tersebut telah mampu menganalisis bahwa kyai mempunyai peranan yang sangat penting sebagai makelar budaya, sebagai penghubung dan penerjemah dunia luar dengan masyarakat desa. Dapat dikatakan bahwa peranan kyai sebagai makelar budaya terkait dengan perannya di pesantren.6 Indikator kuatnya keberagamaan masyarakat Madura itu terlihat dari banyaknya pesantren, bahkan hampir di setiap desa berdiri pesantren. Hasan Alwi sebagaimana dikutip oleh Taufiqurrahman mengatakan bahwa masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas dan unik. Penggunaan istilah khas menunjuk pada pengertian bahwa entitas etnik Madura memiliki kekhususan kultural yang tidak serupa dengan etnografi komunitas etnik lain. Kekhususan kultural itu tampak antara lain pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka secara hirarkis kepada empat figur utama dalam berkehidupan, lebih-lebih dalam praksis keberagamaan. Keempat figur itu adalah Buppa’, Babbu, Guru, ban Rato (Ayah, Ibu, Guru, dan Pemimpin pemerintahan). Kepada figur-figur utama itulah kepatuhan hirarkis orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam 5 Abd A’la, “Membaca Keberagamaan Masyarakat Madura”. Dalam pengantar buku Menabur Kharisma Menuai Kuasa (Yogyakarta; Pustaka Marwa, 2004), h., V. 6 M. Endy Saputro, Kontestasi Para Makelar Budaya: Kiai Langgar dan Klebun di Desa NonPesantren di Madura, Indonesia. Makalah dipresentasikan di 3rd Singapore graduate forum on Southeast Asia, July 28-29, 2008, Asia Research Institute, National University of Singapore. 5 kehidupan sosial budaya mereka.7 Kepatuhan ini menjadi suatu aturan yang sangat normatif sekali dan mengikat bagi masyarakat Madura. Pengabaian secara sengaja terhadap aturan yang mengikat ini akan menyebabkan pelakunya mendapatkan sanksi sosial dan kultural. Dalam hal ini klebun termasuk dalam konteks yang nomer empat yaitu rato (Pemimpin Pemerintahan). Rato yang dipahami masyarakat dalam dimensi agama Islam disebut dengan ulil amri yaitu pemimpin formal yang menjabat dalam suatu pemerintahan. Mereka wajib dipatuhi karena rato dianggap berjasa dalam mengatur ketertiban kehidupan publik melalui penyediaan iklim dan kesempatan bekerja, mengembangkan kesempatan bidang ekonomi, mengakomodasi kebebasan beribadat, memelihara suasana aman, dan membangun kebersamaan atau keberdayaan secara partisipatif.8 Untuk menjadi figur rato, sebenarnya siapa pun bisa, baik dari etnik Madura sendiri maupun dari etnik lain. Sebab figur rato adalah suatu achievement status (status yang diraih karena prestasi) yang persyaratannya bukan faktor geneologis melainkan semata-mata sebagai faktor prestasi (achivement). Bila demikian, siapa pun yang dapat dan mampu meraih prestasi itu berhak pula menduduki posisi sebagai figur rato. Namun demikian, dalam realitasnya tidak semua orang Madura dapat mencapai prestasi itu. Oleh karena itu figur rato pun kemudian menjadi barang langka. Dalam konteks ini dan dalam bahasa yang lebih lugas, mayoritas masyarakat Madura sepanjang hidupnya masih tetap harus 7 Taufiqurrahman, Islam dan Budaya Madura… h., 11. 8 Taufiqurrahman, Islam dan Budaya Madura… h., 13. 6 berkutat pada posisi “subordinasi”.9 Rato dalam konteks tatanan geografis yang lebih kecil yaitu desa disebut dengan klebun atau Kepala Desa. Klebun merupakan orang yang sangat kuat bagi masyarakat di Madura khususnya di lokasi penelitian.10 Di dalam budaya masyarakat Madura, Kepala Desa yang biasa disebut dengan klebun merupakan orang yang sangat berperan penting dalam menyelesaikan suatu sengketa dalam masyarakatnya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Madura ketika sesorang akan berperkara di Pengadilan Agama, mereka memasrahkan segala urusan administratif kepada klebun mereka, mulai pendaftaran sampai pengambilan hasil keputusan atau penetapan perkara tersebut klebun yang mengurusnya. Dalam hal ini, klebun bisa mendapatkan untung secara materi dengan menaikkan harga panjar yang ditangguhkan kepada para pihak sebagai ganti rugi jasanya yang sudah mengurus segala kebutuhan pendaftaran administratif berperkara di Pengadilan Agama. Ganti rugi sebagai balas budi jasa klebun ini menjadi masalah ketika biaya melambung tinggi dan melebihi biaya panjar yang diberikan oleh Pengadilan Agama apabila dilakukan sendiri tanpa bantuan dari klebun. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang bantuan hukum, menjadikan masyarakat tidak mencari bantuan kepada orang atau lembaga yang memang berkompeten di bidangnya. Adanya pengecara atau advokad di Madura tidak benar-benar berfungsi sesuai dengan fungsinya. Pengacara atau advokad di Madura juga merangkap sebagai PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Dalam membantu perkara di Pengadilan Negeri, pengacara atau advokad berperan aktif 9 Mahrus Ali, Menggugat Dominasi Hukum Negara…. h. 33 10 Taufiqurrahman, Islam dan Budaya Madura… h., 14. 7 sebagaimana fungsinya, yaitu membantu para pihak yang berperkara untuk mendapatkan keadilan. Sedangkan di Pengadilan Agama pengacara atau advokad jarang sekali terlihat membantu para pihak yang berperkara karena peran pengacara atau advokad tersebut telah beralih peran kepada klebun. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pandangan masyarakat tentang jasa klebun dalam membantu masyarakat proses berperkaranya di Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Bangkalan. sehingga peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pandangan Masyarakat Tentang Jasa Klebun Dalam Membantu Proses Berperkara (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan masyarakat tentang jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama Bangkalan? 2. Bagaimana tanggapan pihak Pengadilan Agama Bangkalan tentang adanya jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama? 8 C. Batasan Masalah Peneliti membatasi permasalahan dalam ruang lingkup agar pembahasan tidak meluas. Oleh karena itu, peneliti membatasi kajian rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama Bangkalan 2. Untuk mengetahui tanggapan pihak Pengadilan Agama Bangkalan tentang adanya jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama Bangkalan. D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, peneliti bertujuan ingin memberikan sumbangsih pemikiran, sehingga tujuan tersebut bermanfaat bagi peneliti, masyarakat dan lembaga yang membaca hasil penelitian ini: 1. Secara Teori a. Memberikan dan menambah khazanah keilmuan mengenai pandangan masyarakat tentang jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama. b. Memberikan dan menambah khazanah keilmuan mengenai tanggapan lembaga Pengadilan Agama Bangkalan tentang 9 adanya jasa Klebun dalam membantu proses berperkara di Pengadilan Agama c. Sebagai landasan bagi para peneliti dalam melaksanakan penelitian di masa yang akan datang. 2. Secara Praktis a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang jasa Klebun tentang prosedur berperkara di Pengadilan Agama. b. Menghasilkan formulasi yang sesuai dalam meningkatkan pengatahuan tentang proses berperkara di Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan. E. Definisi Operasional Klebun : sebutan bagi seseorang yang menjabat sebagai Kepala Desa atau Kepala Desa di Madura yang dipilih melalui pemilihan yang demokratis oleh penduduk desa dan memiliki wewenang sesuai dengan Tupoksi sebagai Kepala Desa atau Kepala Desa.11 Jasa : aktivitas yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, 11 Abdurrahman, Sejarah Madura Selayang Pandang. (Sumenep: tanpa penerbit.1971) h. 115 10 hiburan, kesenangan atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi pelanggan.12 Administrasi : kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.13 F. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan ini terstruktur dengan baik dan dapat dipahami oleh pembaca dengan mudah, maka laporan penelitian ini nantinya akan disusun berdasarkan sistematika yang telah ada pada Panduan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Adapun sistematika pembahasan dalam laporan penelitian ini penelitian ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut; Pertama, pendahuluan. Kedua pembahasan tinjauan pustaka. Ketiga, metode penelitian. Keempat, adalah analisa dan pembahasan, dan Kelima adalah penutup. Kelima bagian tersebut selanjutnya akan disistematisasikan ke dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah atau penjelasan kata kunci (definisi operasional), dan deskripsi singkat sistematika pembahasan proposal penelitian. 12 Pius A Partanto dkk, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) h. 224 13 Pius A Partanto dkk, Kamus Ilmiah Populer h. 32 11 Bab II adalah tinjauan pustaka yang mencakup penelitian terdahulu dan kerangka teori atau landasan teori mengenai tugas pokok dan fungsi dari Klebun, tipologi kepemimpinan desa, dan prosedur berperkara di Pengadilan Agama, dan bantuan hukum di Indonesia. Bab III adalah metode Penelitian yang mencakup jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV adalah paparan data yang menguraikan kondisi umum dan pengatahuan Klebun Kabupaten Bangkalan tentang prosedur berperkara di Pengadilan Agama, Pandangan Masyarakat tentang jasa Klebun dalam membantu proses berkara perkara perkawinan di Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan dan tanggapan Pengadilan Agama Bangkalan tentang adanya jasa Klebun yang membantu proses berperkara di Pengadilan Agama yang berasal dari data awal hasil wawancara yang memiliki keterkaitan untuk menjawab rumusan masalah. Bab V adalah penutup. Pada bab ini Berisi tentang simpulan hasil dari masing-masing rumusan masalah, dan saran penelitian ini. Bab VI adalah lampiran-lampiran. Pada bab terakhir ini berisi tentang lampiran yang meliputi dokumetasi dan lain sebagainya.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Pandangan masyarakat tentang jasa klebun dalam membantu proses berperkara: Studi kasus di Pengadilan Agama Bangkalan." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment