Abstract
INDONESIA:
Wakaf bermakna berhenti dari milik diri sendiri dan menjadi milik Allah SWT. Wakaf selain merupakan ibadah kepada Allah SWT juga merupakan ibadah sosial. Dari sinilah letak berguna atau tidaknya aset yang diwakafkan demi memenuhi tujuan wakaf (amal jâriyah). Wakaf akan mendatangkan pahala terus menerus bagi wakif saat aset wakaf digunakan.
Idealnya, wakaf bersifat abadi dan biasanya berupa tanah, sebab tanah bersifat abadi. Namun bagaimana jika tanah wakaf tersebut ditukarkan? Pada dasarnya tanah yang sudah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan dari yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf. Akan tetapi dapat ditemui beberapa praktek tukar guling tanah wakaf, sebagaimana di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Tanah wakaf milik Pesantren ditukar dengan tanah milik warga. Tindakan menukar lokasi tanah wakaf merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang di atas, diidentifikasikan masalah yang menjadi kajian penelitian ini, yaitu : 1) Mengapa terjadi tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang? 2) Bagaimana praktik tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang?
Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris atau penelitian lapangan (field research) yang bertujuan mengetahui bekerjanya hukum di masyarakat. Penelitian ini ingin mengetahui praktek tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dengan kesesuaian prosedur yang ditetapkan oleh Undang-undang. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu wawancara terhadap informan yang memahami praktek tukar guling wakaf di sana. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa terjadinya tukar guling wakaf di PP Tebuireng Jombang disebabkan karena tanah aset wakaf yang dimiliki yayasan tidak cukup luas untuk dibangun asrama baru bagi pesantren putri serta letaknya yang berjauhan dengan pesantren (tidak strategis) karena berada di tengah kampung. Akhirnya tanah milik yayasan ditukarkan dengan milik alumni yang lebih luas dan strategis sebab letaknya yang bersebelahan dengan pesantren putri, untuk dibangun asrama bagi pesantren putri. Begitu juga saat tim penilai tukar guling wakaf menilai tanah penukar, tanah tersebut telah sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, tukar guling wakaf dapat diteruskan dan sekarang sudah mulai dilakukan pembangunan asrama baru di samping pesantren putri Tebuireng atas tanah yang telah ditukargulingkan.
ENGLISH:
Waqf means stopping from human personal ownership and becoming Allah SWT ownership. Waqf is a kind of devotion to Allah SWT as well as a contribution to social life. It can be managed to facilitate various intentions of wakif.
Waqf could be a square of land that can be used for unlimited time. But, a question is raised whether the land can be subtituted and relocated. Basically, waqf is forbidden to violate the wakif intention stated in the document of waqf. However, there is an interesting fact that Pondok Pesantren Tebuireng has an experience to subtitute waqf. The land of Pondok Pesantren Tebuireng is subtituted with the land of its neighbour. Then it is important to know more about this practice. The research question are as follows: 1) Why does the waqf subtitution happen in Pondok Pesantren Tebuireng?; 2) How does Pondok Pesantren Tebuireng proceed the waqf subtitution?
The study is an empirical research of law. It aims to know the effectiveness of law in society in the case of the waqf exchange in Pondok Pesantren Tebuireng. It observes whether the practice in line with the existing law. The data used in this research is primary data taken from informants by interviewing them about the waqf subtitution. Then, the data is analysed by using descriptive analysis.
The findings of this study show that the reason of waqf exchange results from the fact that the land of Pondok Pesantren Tebuireng is not wide enough to build a female dormitory. Also, it is quite far from Pondok Pesantren Tebuireng. Finally, the exchange happens and the dormitory is ready to be built. When the assessor team evaluate this exchange, they decide that the practice is in line with the law. Therefore, the waqf subtitution is valid and the construction is started.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Wakaf
merupakan salah satu ibadah yang
dapat mencakup hablu min Allâh dan hablu min an-nâs, yaitu ibadah yang selain
berhubungan dengan Tuhan juga berhubungan dengan sesama manusia. Sepanjang
sejarah Islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang sangat penting dalam
memajukan perkembangan agama. Menurut Rahmat Djatnika, tanah wakaf mempunyai
fungsi yang multidimensional dalam membantu kesejahteraan, perkembangan, dan
kemajuan masyarakat.1 Keseimbangan dalam hidup merupakan asas hukum universal
yang telah menjadi asas pembangunan nasional (kesejahteraan manusia), yaitu adanya
keseimbangan antara 1 Rahmat Djatnika, Tanah Wakaf, (Surabaya: Al-Ikhlas,1983),
31. 1 2 kepentingan pribadi dengan masyarakat serta kepentingan dunia dan
akhirat. Pemilikan harta benda menyangkut bidang hukum sedangkan pencarian dan
pemanfaatan harta benda menyangkut bidang ekonomi. Keduanya saling berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan. Berkaitan dengan harta benda, tanah merupakan hal
primer bagi sebagian besar orang termasuk bagi masyarakat Indonesia.Tanah
menempati kedudukan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari, terlebih bagi
rakyat pedesaan yang pekerjaan pokoknya bertani, berkebun atau berladang. Tanah
merupakan tempat bergantung hidup mereka. Sedangkan bagi masyarakat modern,
tanah merupakan faktor produksi terpenting yang menjadi topik kajian serius
para ahli ekonomi.2 Menyadari betapa pentingnya permasalahan tanah di
Indonesia, pemerintah bersama DPR RI telah menetapkan Undang-Undang tentang
Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA) yaitu UU No. 5 Tahun 1960 yang
disahkan tanggal 24 September 1960. Sehubungan dengan hal tersebut, pasal 14
ayat (1) huruf “b” UUPA menentukan bahwa pemerintah Indonesia dalam rangka
sosialisme Indonesia membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya. Dalam peruntukan seperti dimaksud di atas, termasuk untuk
keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.3
Secara lebih khusus, keperluan yang termasuk kepentingan agama (peribadatan) ini
disebut dalam pasal 29 ayat (3) UUPA. Menjelaskan bahwa perwakafan tanah milik
dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah, sedangkan ayat (1)
sebelumnya 2 Irfan Ra‟ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattâb,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), 17. 3Ahmad Djunaedi dkk, Himpunan Peraturan
PerUndang-Undangan Perwakafan Tanah Milik, (Jakarta: Proyek Pembinaan Zakat dan
Wakaf Depag. RI, 1984/1985), 1. 3 menyatakan bahwa hak milik badan-badan
keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula
akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang
keagamaan dan sosial”. Sebagai realisasi dan ketentuan ini, dikeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977.4 Wakaf maknanya berhenti dari
kepemilikan diri sendiri dan berpindah kepada pemilik jagat raya, Allah SWT.
Harta wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan. Sebagaimana dalam
pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang perubahan status harta benda
wakaf disebutkan bahwa : “Harta benda yang sudah diwakafkan dilarang untuk :
(a) dijadikan jaminan, (b) disita, (c) dihibahkan, (d) dijual, (e) diwariskan,
(f) ditukar, (g) dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.”5 Undang-Undang
tersebut terinspirasi dari sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu
Umar, yang bunyinya : قَا َل َ ر َ ُم ِن ع ْ ِن اب َ ُ
ع : َصلَّى اهلل َّي ِ َى النَّب فَأَت َ ر
َ ب ْ َخي ِ ْ ًضا ب أَر ُ ر َ ُم َب ع َصا أَ َقا َل افَ َ ْه ي ِ ف ُ ى ُ ر ُ أْم
َ ت ْ َس ي َ لَّم َ َس ِهو ْ لَي َ ُّط ِص ْ ع : قَ أُ ْ ْ ًضالَم ْ ُ أَر َصب ي
أَ ِّن ِ ِهلل َل ا ْ و ُ َس ار َ ي َ ُو ى ُ ْو ن ِ م ْ ِ ْ ن ِ ُ َْفس اَا أَ َ م
, ِ و ِ ب ْ ي ِ ُ ر ُ أْم َ ات َ َ فَم , قَا َل
: َصَّ قْ َ ت َ ا و َ ْصلَه ْ َ أَ َس ب َ ْ َ ح ئ ْن
شِ ِ ا َ ه ُ ب , ِ َ ر ْ ُو َات َ َ ُ و ى ْ ُو َات َ ااُ و َ ب ُ اَات َ أَ َّه
, قَا َل : ْ ِو ذَ َ و ِ آء َ ُفَقر ي الْ ِ ف ُ
ر َ ُم ا ع َ ه ِ َ َصَّ َق ب فَ ت َ ِب و رقَا ِّن ال َ َى و ب ْ ُقر الْ َ ِهلل
و ِل ا ْ ي ِ ب َ ي س ف ِل ِ ْ ي ِ َّسب ِن ال ْ اب ا َ ه َ ي ِ ل َ و ْ َن لَى م َ
ع َ اح َ ن ُ ِف اَ ج ْ ال َّضي َ و ااً َ وٍلل م ِّن َ َم ت ُ م َ ْر ًقا َي ْ ي َ
َص ِ م ِ ْ ُ ي َ ِ و ْ و ُ ْر َ الْم ِ ا ب َ ْه ن ِ م َ ُ ل أْ َ أَ ْن ي .
)رواه مسلم ( “Dari Ibnu Umar berkata, bahwa Umar memperoleh sebidang tanah
di tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW meminta untuk
mengolahnya seraya berkata : “Wahai Rasul, aku memiliki sebidang tanah di
Khaibar. Tetapi aku belum mengambil manfaatnya, apa yang harus ku perbuat?”
Nabi SAW bersabda : “Jika kamu menginginkannya, tahanlah tanah itu dan
sedekahkanlah hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh 4Ahmad Rofiq, Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. IV, 2000), 487. 5Abdul
Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar
Media, 2006), 161-162. 4 dijual, dihibahkan, maupun diwariskan. Lalu Umar
mewakafkan tanah Khaibar kepada fakir miskin, kerabat, budak, sabilillah, ibn
sabil, dan tamu. Pengelolanya boleh memakan hasilnya (upah) sepantasnya. (H.R.
Muslim).” 6 Berdasarkan hadist tersebut, diperoleh ketentuan wakaf yaitu bahwa
aset wakaf terlepas dari milik wakif. Aset wakaf tidak boleh dipindahkan,
diperjualbelikan, diwariskan atau dihibahkan. Sampai sekarang, wakaf telah
mengakar dan menjadi tradisi umat Islam di mana pun. Di Indonesia lembaga ini
telah menjadi penunjang utama perkembangan masyarakat. Hampir semua rumah
ibadah, perguruan Islam, dan lembagalembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di
atas tanah wakaf. Wakaf selain merupakan ibadah kepada Allah SWT juga merupakan
ibadah sosial sehingga tidak lepas dari dimensi sosial yang sangat terkait
dengan kultur, politik, ekonomi, dan relasi sosial. Banyak persoalan-persoalan
yang timbul akibat dari dimensi sosial ini. Salah satunya adalah masalah tukar
guling tanah wakaf yang dalam istilah fikih disebut al-istibdâl atau dalam
hukum positif disebut ruilslag. Al-Istibdâl diartikan sebagai penjualan barang
wakaf untuk dibelikan barang lain sebagai wakaf penggantinya. Ada yang
mengartikan, bahwa al-Istibdâl adalah mengeluarkan suatu barang dari status
wakaf dan menggantikannya dengan barang lain. Sedangkan menurut M. Abid
Abdullah al-Kabisi, yang dimaksud dengan al-Istibdâl adalah menjadikan barang
lain sebagai pengganti barang wakaf asli yang telah dijual.7 Dahulu, ketika
seseorang mewakafkan sebagian hartanya (tanah) pada sebuah daerah yang
ditentukan, maka pada tanah tersebut sudah secara paten menjadi aset wakaf pada
daerah itu. Alasannya adalah wakif berkehendak mewakafkan tanahnya di sana, dan
6Al-Imam Abi Husain bin Hajjaj, Shahîh Muslim, diterjemah oleh A. Razak dan
Rais Lathif, Terjemah Shahîh Muslim, Jilid 2,(Cet. 1: Jakarta, Pustaka
Al-husna, 1980), 281. 7M. Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf, (Jakarta: IIman
Press, 2003), 349. 5 hal ini biasanya detail disebutkan saat ikrar wakaf maupun
dalam sertifikat wakaf. Hal ini berhubungan dengan salah satu unsur wakaf,
yaitu keabadian. Namun bagaimana jika tanah wakaf tersebut dipindahkan atau
ditukar? Pada dasarnya tanah yang sudah diwakafkan tidak dapat dilakukan
perubahan fungsi maupun perpindahan daripada yang dimaksudkan dalam ikrar
wakaf. Akan tetapi dalam perkembangannya ditemui praktek tukar guling tanah
wakaf sebagaimana ditemukan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Tanah wakaf
milik Pesantren ditukar dengan tanah milik warga(alumni). Lantas bagaimana
praktek tukar guling wakaf pada studi kasus tersebut? Oleh karena itu, dalam
penelitian ini peneliti akan menganalisis mengenai perpindahan/ tukar guling
wakaf yang terdapat di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Sebab tindakan
menukar tanah wakaf merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti sebagai
tolok ukur masalah tukar guling wakaf yang kemudian dapat dijadikan contoh.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan praktek tukar guling tanah wakaf
yang terjadi di Pondok Pesantren Tebuireng dalam lapangan hukum keperdataan. B.
Rumusan Masalah 1. Mengapa terjadi tukar guling wakaf di Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang? 2. Bagaimana praktek tukar guling wakaf di Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang? C. Batasan Masalah Adanya batasan masalah dalam suatu
penelitian sangatlah diperlukan agar penelitian yang dilakukan lebih terfokus
pada substansi persoalan yang akan diteliti sehingga tujuan dari penelitian
dapat terarah dengan baik. Oleh karena itu batasan dalam 6 penelitian ini ialah
meneliti mengenai alasan dan praktek tukar guling wakaf yang terdapat di Pondok
Pesantren Tebuireng Jombang dengan kesesuaian prosedur yang berlaku di
Indonesia. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui alasan dan latar belakang
terjadinya tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang 2. Untuk
mengetahui praktek tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang E.
Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Menambah dan mengembangkan pengetahuan
tentang praktek tukar guling wakaf yang terjadi di lapangan. b. Memperkaya
wacana keislaman, khususnya dalam bidang perwakafan. c. Dapat memberikan
kontribusi ilmiah bagi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Secara Praktis a. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi
bagi akademis, masyarakat umum, dan peneliti lainnya dalam menggali
permasalahanpermasalahan tentang tukar guling dalam hal perwakafan. 7 b. Dapat
dijadikan salah satu bahan kajian bagi peneliti berikutnya yang lebih mendalam
untuk memperkaya dan membandingkan temuan-temuan dalam bidang perwakafan. F.
Definisi Operasional Dari penelitian yang peneliti angkat dalam judul “Tukar
Guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang”, terdapat istilah „Tukar
Guling‟ yang dalam bahasa Belanda disebut ruislag. Kata ini berasal dari kata
dasar ruilen yang berartikan tukar. Tambahan kata „guling‟ hanya sebagai
pembeda dengan tukar menukar sebagaimana seperti tukar tambah, tukar pakai dan
jenis tukar menukar yang lain.8 Istilah „tukar guling‟ biasanya digunakan untuk
benda-benda tidak bergerak, misalnya: rumah, tanah, dan macam bangunan lainnya.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan istilah kata „tukar guling‟ dikhususkan
pada bidang perwakafan tanah yang diartikan dengan tukar-menukar tanah wakaf.
Tukar guling wakaf merupakan pertukaran yang dilakukan atas tanah wakaf kepada
tanah baru yang telah disepakati sebagai ganti tanah wakaf lama. Hal ini
disebabkan tanah yang baru dirasa lebih layak untuk dijadikan tanah wakaf agar
tercapai tujuan daripada wakaf. Sebagaimana yang dilakukan di Tebuireng, tanah
wakaf milik pesantren yang dinilai kurang besar untuk pembangunan tambahan
gedung asrama bagi Pondok Pesantren Putri Tebuireng serta letaknya yang di
tengah kampung. Tanah tersebut ditukar dengan tanah milik warga (alumni) yang
lebih luas, strategis serta memenuhi RUTR yang dikehendaki oleh pesantren.
8www.kamusbesar.com., diakses pada Rabu 21 Desember 2011. 8 G. Penelitian
Terdahulu Agar dapat lebih memahami penelitian ini, maka sangat penting untuk
memberikan pemaparan terlebih dahulu terkait dengan penelitian serupa yang
telah ada sebelumnya. Hal tersebut agar dapat mengetahui dan lebih memperjelas
kembali bahwa penelitian ini memiliki perbedaan yang sangat substansial dengan
hasil penelitian yang lain. Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (Yeyen Solihat, 2010) “Tukar Guling Harta Wakaf
(Studi Kasus di Desa Mekarwangi Kecamatan Pagaden Barat Kabupaten Subang Jawa
Barat)”. Dalam skripsinya membahas mengenai tinjauan hukum Islam terhadap
praktek tukar guling harta wakaf yang dilaksanakan di Desa Mekarwangi Kec.
Pagaden Barat Kab. Subang yang diteliti menggunakan metode empiris dengan kesimpulannya
bahwa tidak boleh menukar tanah wakaf pada desa tersebut akibat tanah wakaf
yang akan dipertukarkan tidak senilai/ kurang dari nilai wakaf sebelumnya. Ada
juga penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
(Sulistyowati, 2006)“Pertukaran Tanah Wakaf Masjid Baiturrahim Jerakah
Kecamatan Tugu Semarang (Analisis Hukum Islam)”. Dalam penelitiannya, ia
membahas mengenai pertukaran tanah wakaf milik Masjid Baiturrahim Jerakah
kecamatan Tugu Kabupaten Semarang yang belum bersertifikat. Jadi, penelitian
ini hanya membahas mengenai pertukaran tanah wakaf Masjid yang tidak
bersertifikat ditinjau dan dianalisis menggunakan Hukum Islam dan penelitian
yang dilakukannya menggunakan metode penelitian secara normatif. 9 Sedangkan
penelitian yang peneliti lakukan dalam penelitian ini berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu mengenai “Praktek Tukar Guling Wakaf
yang ada di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang”. Penelitian ini membahas
tentang praktek tukar guling wakaf yang dilakukan di Pondok Pesantren Tebuireng
dan selanjutnya dianalisis menggunakan kajian Hukum Islam, khususnya wilayah
keperdataan. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada orang yang meneliti
mengenai tukar guling wakaf yang terdapat di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Oleh sebab itu penelitian ini tergolong baru dan dapat memberikan kontribusi
ilmiah. H. Sistematika Pembahasan Untuk melengkapi penjelasan dalam
pengembangan materi penelitian ini serta untuk mempermudah dalam memahami, maka
pembahasan dalam penelitian ini akan dipaparkan dalam 5 bab, dengan perincian
sebagai berikut: Bab I berisi tentang Pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang sebagai penjelasan timbulnya gagasan dalam penelitian ini yang
menguraikan dengan singkat faktor yang melatarbelakangi perlu adanya penelitian
tentang tukar guling wakaf dan sebagai gambaran permasalahan yang menjadi inti
persoalan dalam penelitian ini. Kemudian pokok-pokok masalah yang ada
dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai fokus permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian. Batasan masalah berfungsi untuk membatasi cakupan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini agar penelitian lebih terfokus.
Setelah mengemukakan pokok-pokok masalah, langkah 10 berikutnya ialah tujuan
penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dimunculkan.
Definisi operasional, untuk menyamakan pemahaman antara pembaca dan peneliti
mengenai istilah yang digunakan sebagai judul dalam penelitian ini. Manfaat
penelitian berisi tentang manfaat yang diperoleh setelah penelitian ini
selesai. Selanjutnya memaparkan penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan
kajian tetapi berbeda substansi. Serta sistematika pembahasan yang merupakan
pola dasar dari penelitian ini dalam bentuk bab dan sub bab yang saling
berhubungan. Pada bab II penelitian ini berisi tinjauan umum tentang wakaf
dengan mendeskripsikan secara teoritik wakaf dan tukar guling wakaf. Memuat
pengertian, dasar dan sumber hukum wakaf, syarat, rukun, penggunaan dan
perubahan status tanah wakaf serta tata cara perwakafan tanah dan perwakafan
tanah menurut hukum positif di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memahami
teori tentang wakaf dan tukar guling wakaf terlebih dahulu, sebagai bekal dalam
penelitian ini yang terkait dengan tukar guling wakaf di Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini akan
dipaparkan dalam bab III. Dalam bentuk metode-metode penelitian ilmiah dengan
langkah-langkah tertentu mulai dari pengumpulan data sampai menarik kesimpulan
terhadap data-data yang sudah ada, meliputi: jenis dan pendekatan penelitian,
lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan dan
analisis data yang akan digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis penelitian
terkait dengan tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng ini. 11 Pokok
dari penelitian ini terdapat pada bab IV, yang merupakan paparan dan analisis
data yang telah diperoleh saat penelitian. Mencakup profil Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang dan tukar guling wakaf yang terjadi di Pondok Pesantren Tebuireng
Jombang. Dalam bab IV juga sekaligus menjawab dari rumusan masalah yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bab V merupakan penutup dari penyusunan penelitian
ini,yang di dalamnya berisi tentang kesimpulan uraian singkat dengan merumuskan
jawaban penelitian atas pokokpokok masalah yang ada dalam penelitian ini.
Selanjutnya dipaparkan saran dari hasil pembahasan mengenai tukar guling wakaf
di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang atas manfaat yang dapat diperoleh setelah
penelitian ini dilakukan. Dalam bab selanjutnya akan dilampirkan daftar pustaka
yang dijadikan rujukan oleh peneliti dalam penulisan laporan penelitian ini.
Terkait dengan tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Serta
lampiran-lampiran yang diperoleh peneliti setelah melakukan penelitian pada
kasus tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Tukar guling wakaf di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment