Abstract
Zakat sebagai instrumen ekonomi dalam Islam tampaknyabelum dapat dikelola dengan baik dan profesional di negeri ini. Hal ini disebabkan selain karena faktor tidak efektifnya UU No 38 tahun 1999 dan hasil pengumpulannya masih relatif kecil, kinerja Badan/Lembaga Amil Zakat juga belum optimal. Mekanisme pendistribusian zakat di lembaga tersebut saat ini masih di dominasi oleh pola pendistribusian secara konsumtif sehingga belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
Sementara itu, bahwa pengelolaan zakat di BMH Surabaya terdapat usaha untuk mendistribusikan zakat secara produktif. Usaha-usaha produktif tersebut dilakukan melalui program pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. Adapun tujuan program tersebut adalah membantu peningkatan taraf hidup masyarakat sekaligus kemandiriannya baik mental atau spiritual. Sedangkan tujuan jangka panjang sesuai dengan visi dan misi BMH Surabaya yaitu mengangkat keluarga miskin (mustahiq) dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan menuju kemuliaan dan kesejahteraan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diteliti adalah bagaimana program peningkatan ekonomi keluarga di BMH Surabaya dan bagaimana efektifitas program tersebut terhadap peningkatan ekonomi keluarga. Adapun tujuan penelitian yaitu untuk mempelajari dan mengkaji peranan BMH Surabaya terhadap peningkatan ekonomi keluarga dan untuk mengetahui efektifitas program tersebut terhadap peningkatan ekonomi keluarga.
Paradigma yang digunakan adalah fenomenologi dengan pendekatan dramaturgis, jenis penelitiannya adalah kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. dalam menganalisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Paradigma yang digunakan adalah fenomenologi dengan pendekatan dramaturgis, jenis penelitiannya adalah kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. dalam menganalisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Adapun hasil penelitiannya bahwa peran BMH Surabaya terhadap peningkatan ekonomi keluarga melalui Bina Usaha Mandiri adalah: 1. Pemberian modal usaha yang dilakukan melalui tahap seleksi mustahiq, pembinaan, kemudian pemberian modal dan peralatan serta pengawasan. 2. Pelatihan, yang meliputi pelatihan tata boga, sablon dan otomotif. Adapun dari kedua program tersebut, mulai tahun 2004 sampai 2007 terdapat 23 mustahiq yang menerima bantuan modal usaha dan peralatan. Dari hasil temuan dilapangan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari mustahiq sesudah menerima bantuan modal usaha dari BMH Surabaya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Zakat adalah pilar Islam
setelah sahadat dan salat. Setelah orang masuk Islam dengan ditandai pernyataan
dua sahadat, orang itu harus melaksanakan Salat dan mengeluarkan zakat di
samping berpuasa Ramadlan dan berhaji jika mampu. Tali perhubungan dengan Allah
diikat dengan Salat, sedangkan tali perhubungan sesama manusia diikat dengan
zakat. Dua ikatan itulah berkali-kali disebut oleh Allah di dalam Al-Qur’an
secara bersama-sama pada 28 tempat.1 Zakat adalah suatu ibadah maliyah yang
lebih menjurus kepada aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia dalam
hubunganya dengan Allah, dan dalam hubunganya dengan sesama manusia. Kalau
salat lebih menjurus kepada pembinaan kepribadian yang mulia, maka zakat lebih
menjurus kepada pembinaan kesejahteraan masyarakat.2 Oleh sebab itu tidak
diherankan, jika ibadah zakat ini juga merupakan ibadah bagi umat-umat sebelum
Islam, sebagaimana yang telah diterangkan Allah di dalam Al-Qur’an.3 Sumber
pendapatan negara dalam sejarah Islam yang pertama-tama adalah zakat, tak heran
jika zakat diusahakan untuk ditransformasikan sebagai suatu konsep panacea
(obat mujarab) untuk mengumpulkan pendapatan negara. 1 Sjechul Hadi Permono,”UU
Nomor 38 Tahun 1999 dan pemberdayaan pengelolaan Zakat,” makalah, disajikan
pada Rapat Kerja Badan Amil Zakat Kabupaten Malang, tanggal 27 Agustus(Malang:
Aula Pemerintah Kabupaten Malang, 2001), 1. 2 Muhammadiyah Ja’far, Zakat, Puasa
dan Haji (Malang: Kalam Mulia, 1985), 3. 3 Al-Qur’an, surah al-Anbiya’ ayat 73,
Maryam ayat 54-55 dan ayat 30 - 31, dan al-Maidah ayat 12 Padahal, dalam
praktek, zakat dilakukan sekedar untuk memenuhi rukun Islam yang ketiga, dan
karena itu lebih banyak merupakan masalah pribadi, dan dampaknya tidak lebih
sekedar meringankan beban konsumsi seseorang untuk beberapa hari saja. Dengan
kata lain, dampak kesejahteraan dan kemakmuran negara belum nampak, kecuali
untuk beberapa kasus, dimana zakat telah diarahkan sebagai suatu program sosial
untuk kesejahteraan dan kemakmuran negara, tapi ini baru dilakukan dalam skala
kecil. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa dengan adanya Zakat yang dikelola
secara optimal, ternyata negara menjadi sejahtera dan rakyat menjadi makmur. Di
Singapura yang jumlah penduduk muslim kurang lebih 450.000 jiwa (kurang lebih
15 % dari jumlah penduduk), pada tahun 1997 perolehan ZIS mencapai kurang lebih
S$ 14.300.000 (kurang lebih Rp 71.500.000.000,00). Di negara tersebut
pelaksanaan ibadah Zakat, Infaq dan Sadaqah telah diatur dalam Undang-Undang
No. 27 tahun 1966 tentang Adeministrasi orang-orang Islam, bahagian 1V pasal 57
sampai 73 tentang Waqaf dan Zakat. Di wilayah persekutuan Malaysia yang jumlah
penduduk muslimnya kurang lebih 650.000 jiwa (kurang lebih 50% dari jumlah
penduduk), pada Tahun 1997 perolehan ZIS mencapai kurang lebih RM 52.800.000
(kurang lebih Rp. 105.600.000.000,00).4 Di Indonesia, sejak akhir tahun 1960
an, telah dirintis upaya-upaya pengelolaan zakat, melalui bermacam-macam usaha
dan berbagai cara, akan tetapi baru tanggal 23 September 1999, dapat diwujudkan
dalam bentuk UndangUndang, yaitu UURI No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat, sudak 4 Sjechul Hadi Permono,loc.cit.,1 dikeluarkan Kepmenag No. 581
Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat, dan Sudah diterbitkan Pedoman teknis pengelolaan zakat
dengan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, nomor
D/291 Tahun 2001 dengan keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 tentang Amil
Zakat Nasional. Menurut pengamatan sementara, bahwa daerah Kabupaten Malang
memiliki potensi zakat yang tidak kecil. Potensi besar seperti itu, tampaknya
belum bisa ditangkap secara baik oleh lembaga-lembaga sosial-keagamaan
khususnya yang bergerak dalam bidang pengelolaan zakat dimana selama ini
pengelolaan zakat masih banyak dilakukan secara tradisional baik dalam
pengumpulan maupun pendistribusian. padahal jika potensi umat itu dapat
dikelola dengan baik tentu akan sangat membatu dalam kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat, khususnya di bidang ekonomi umat Islam. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdusshomad bahwa kecilnya potensi yang tergali, menjadikan
masih minimnya peran zakat dalam mengatasi persoalan ummat, padahal jika
potensi yang besar ini dapat dikelola dengan baik maka permasalahan yang ada di
masyarakat akan segera mendapatkan alternatif pemecahannya.5 Termasuk rangkaian
dari pengelolaan zakat, pendayagunaan zakat merupakan bagian yang sangat
penting, karena merupakan nilai jatuh bangunnya sebuah lembaga zakat, jika
sebuah lembaga bisa mendayagunakannya dengan bagus otomatis pada sektor
pengumpulan akan mengalami peningkatan karena masyarakat sudah tahu hasilnya, akan
tetapi jika pada sektor pendayagunaan zakat 5 Abdusshomad,Pernak-pernik zakat
di jawa Timur,(Surabaya: Depag, 2007), 2 ini tidak jalan maka otomatis
masyarakat tidak akan percaya dan tidak memberikan zakatnya ke lembaga itu.
Menurit Sadewo6 bahwa pada sektor pendayagunaan ini merupakan nilai jatuh
bangunnya bagi sebuah lembaga zakat karena pada sektor ini memerlukan sebuah
kreatifitas yang lebih untuk mengembangkan dana ZIZ , sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Eri Sudewo bahwa sesungguhnya jatuh bangunnya sebuah lembaga
zakat terletak pada kreatifitas divisi pendayagunaan. Boleh-boleh saja lembaga
zakat memiliki sruktur organisasi yang lengkap serta ditunjang oleh fasilitas
yang lengkap dan juga boleh didukung oleh nama-nama besar, tetapi toh pada akhirnya
kembali pada kreatifitas, program pendayagunaan apa saja yang dikembangkan
untuk mustahiq. Karena dari situ pula masyarakat dapat mengetahui sampai sejauh
mana performance lembaga zakat. Sebagaimana dengan UU No 38 tahun 1999 BAB V
pasal 16 di situ disebutkan poin (1) “Hasil pengumpulan zakat didayagunakan
untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. Poin (2) Pendayagunaan hasil
pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Dari ketentuan pasal tersebut
pendayagunaan juga merupakan nilai bagi pengelola untuk mengetahui kinerja BAZ
sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh UU No 38 Tahun 1999 Karena peran
penting itulah, maka berdasarkan hasil pengamatan sementara, kinerja dari pihak
pengelola BAZ yang ada di Malang terkesan kurang optimal sehingga belum
memenuhi sasaran yang diharapkan. Hal ini 6 Eri Sudewo, Manajemen Zakat
(Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2004),218. diperkuat dari laporan BAZ Bulan
Agustus bahwa sisa sejumlah Rp.547.358.706 dari kas dan pemasukan Bulan Agustus
yang diperoleh dari dana ZIS sebanyak Rp.35.877.525 yang totalnya mencapai Rp.
583.236.231 kemudian didayagunakan untuk tukar tambah hewan ternak di Kecamatan
Jabung sebanyak Rp.100.000, bantuan keluarga tidak mampu di Desa Kendalpayak
Kecamatan Pakisaji sebanyak Rp.150.000, bantuan guru tidak tetap Rp.28.800.000,
Beasiswa untuk siswa tidak mampu yang berprestasi Rp. 4.250.000, bantuan untuk
Musafir Rp.25.000, bantuan sembako sebanyak 160 paket untuk Kecamatan Wonosari
dan Kecamatan Wagir Rp.24.684.000 dan bantuan Al-Qur'an, buku Tajwid dan iqro'
pada TPQ Al-Amin Desa Sumberpang Kecamatan Wagir Rp.1.000.000, sehingga saldo
524.227.231 dan terpakai kurang lebih 10%. Ada semacam kekhawatiran,trauma
memberikan kepada mustahik maupun keragu-raguan dari pengelola dalam
mendayagunakan dana ZIS, yang sesuai dengan sasaran yang bersifat lebih luas,
sesuai dengan cita dan rasa syara’, dan diperkuat lagi dengan kurang optimalnya
kinerja BAZ, mengingat beban yang sangat berat itulah sehingga peran BAZ di
Kabupaten Malang terkesan kurang begitu optimal dalam mendayagunakan ZIS,
sehingga muncul kekhawatiran dari kalangan masyarakat akan kinerja BAZ baik itu
di sektor pengumpulan, pendisrtibusian lebih-lebih di sektor pendayagunaan,
sehingga muncul kekhawatiran kalau Zakat itu tidak akan sampai ke tangan
penerima Zakat (mustahiq) yang sebenarnya berhak.7 7 Data di peroleh dari
kantor BAZ Kabupaten Malang pada tanggal 18-September.2007 Di Indonesia,
pengelolaan Zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) no. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan
Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat. Pada Bab III UU No. 38 Tahun 1999
dikemukakan bahwa organisasi pengelola Zakat terdiri dua jenis, yaitu Badan
Amil Zakat (pasal 6) dan Lembaga Amil Zakat (pasal 7). Selanjutnya pada bab
tentang sanksi (Bab VIII) dikemukakan pula bahwa setiap pengelola zakat yang
karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar tentang
zakat, Infaq, Shadaqah, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8, pasal 12 dan
pasal 11 UU No. 38 Tahun 1999, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya
tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah). Sanksi ini tentu dimaksudkan agar BAZ dan LAZ yang ada di negara kita
menjadi pengelola dalam mendayagunakan zakat yang kuat, amanah dan profesional
dan dipercayai masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat senantiasa
menyerahkan zakatnya kepada lembaga pengelola zakat. Dana ZIS yang dimaksud
pada pembahasan ini adalah dana zakat, infaq dan bentuk sadaqah serta amalan
ibadah yang berbentuk harta kekayaan lainnya. Karena wilayah kerja BAZ
Kabupaten Malang berkaitan dengan macam-macam sumber dana tersebut. Hal ini
sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu pasal 27 yang
berbunyi, bahwa lingkup kewenangan pengumpulan Zakat sebagaimana dimaksud pada
pasal 25 termasuk harta selain Zakat seperti Infaq, Hibah, Wasiat, Waris dan
Kafarat. Dari latar belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti
dan mengkaji dengan sengaja menyusun proposal penelitian ini dengan judul.
IMPLEMENTASI UU NO 38 TAHUN 1999 PASAL 16 TENTANG PENDAYAGUNAAN ZAKAT DI BAZ
KABUPATEN MALANG B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah
yang penulis ungkapkan diatas, maka permasalahan yang timbul sangatlah banyak.
Dan agar lebih terfokus, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini 1. Bagaimana pendayagunaan dana ZIS di BAZ Kabupaten Malang? 2. Mengapa
Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Pasal 16 tentang mekanisme
pendayagunaan ZIS di BAZ Kabupaten Malang cenderung konsumtif? C. Tujuan
Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, tentunya ada banyak tujuan
yang ingin dicapai sehingga penelitian ini mempunyai nilai standar penelitian,
dan agar penelitian ini tidak terkesan hampa dan memiliki makna yang urgen dan
signifikan yaitu : 1. Untuk mengetahui pendayagunaan ZIS di BAZ Kabupaten
Malang 2. Untuk mengetahui Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Pasal
16 di BAZ Kabupaten Malang D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari pada
penelitian ini adalah : a. Untuk memperkaya khazanah keislaman di bidang Hukum
Islam b. Untuk menambah wawasan tentang aspek hukum yang ada di UU No. 38 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Zakat. c. Dengan hasil penelitian ini diharapkan
menambah wawasan ilmiah bagi Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsyiah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. d. Sebagai acuhan refrensi bagi peneliti
selanjutnya dan bahan tambahan pustaka bagi siapa yang saja yang membutuhkan,
terutama tentang peran Zakat dalam masyarakat. e. Dapat dijadikan pertimbangan
dan masukan bagi para pengelola Zaka
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Peran Baitul Maal Hidayahtullah Surabaya terhadap peningkatan ekonomi keluarga" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment