Abstract
INDONESIA:
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan mengenai “Konsep Islam Liberal Tentang Pernikahan Beda Agama Perspektif Hukum Islam”. Dimana pemikiran Islam Liberal sangat berbeda dengan konsep Hukum Islam secara umum, waluapun bermula dari satu sumber wahyu, yaitu al- Quran. Secara umum konsep Islam Liberal sangat mengedepankan orisinalitas pemikiran “akal” dari pada wahyu, dimana Gerakan pemikiran liberal selalu menjadikan Syari’ah sebagai objek kritik karena dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dan usaha tersebut selalu mereka identifikasikan dengan pembaharuan. Wacana pembaharuan atau sering disebut dengan tajdid, islah, atau ihya’ (renewal, reform) bukanlah barang baru dalam Islam, ia merupaka built in system dalam dunia intelektual Islam.
Penelitian ini adalah tentang konsep yang digunaknan oleh Islam liberal dalam melegalkan pernikahan antar agama, ada tiga aspek penting yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu tentang konsep Islam Liberal Terhadap Pernikahan Beda Agama, konsep pernikahan dalam Hukum Islam dan bagaimana Hukum Islam menanggapi konsep Islam Liberal terhadap pernikahan beda agama.
Berkenaan dengan hal itu, penelitian ini menggunakan metode deskriptif interpretatif yaitu menyajikan data tentang konsep Islam Liberal terhadap nikah beda agama perspektif hukum Islam dan ditata sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat dipahami.
Hasil dari penelitian ini adalah: bahwa kebebasan berpikir (rasionalisasi) dalam Islam yang kemudian menjadi jiwa/ roh gerakan Islam liberal ternyata otentik bersumber dari tradisi Islam. Hukum dari pernikahan antar agama yaitu perempuan beragama Islam menikah dengan laki- laki non Islam adalah haram secara mutlak, lelaki Muslim dengan perempuan ahli kitab, ahli kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi yang masih memegang teguh ajaran agamanya (tidak ada perubahan ajaran agama) hukumnya boleh dan Laki- laki Muslim dengan perempuan non ahli kitab banyak ulama yang melarang.
ENGLISH:
This thesis is the result of research literature on "Islamic Concept of Religious Liberal About Marriage Different Perspective of Islamic Law." Where is the Liberal Islamic thought is very different from the concept of Islamic law in general, stems from one source of revelation, namely the Koran. In general, the concept of originality Liberal Islam is very forward thinking "mind" of the revelation.
The object of this study is about the Islamic concept by liberals in legalizing marriages between religions, there are three important aspects discussed in this study, namely the concept of the Liberal Islam Against Marriage Different Religions, the concept of marriage in Islamic law and how to respond to the concept of Islamic Law Islam Liberal against interfaith marriage.
With regard to this, this research uses descriptive method that is present interpretive data about the Islamic concept of interfaith marriages Liberal perspective of Islamic law and arranged in such a way as to form a configuration problem that can be understood.
The results of this study are: that freedom of thought (rationalization) in Islam who later became the soul of liberal Islamic movements turned out to authentic sources of Islamic tradition. The law of inter-religious marriage is a Muslim woman married to non-Muslim men are forbidden absolutely, a Muslim man with a female scribe, scribe here is the religion of Christians and Jews who still adhere to the teachings of his religion (no change in religious doctrine) permissible and Muslim men with women non-expert books many scholars who forbid.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya
bila dilihat dari segi etnis atau suku bangsa dan agama, yang berakibat, dalam
menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada
perbedaanperbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang
hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah
dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan dan toleransi antar umat
beragama. Kemajemukan budaya, cara pandang hidup dan interaksi antar individu
yang ada di Indonesia, mengakibatkan berkembangnya pemikiran yang sangat luar
biasa, belum lagi pengaruh dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan
berbagai negara di Eropa, tidak terkecuali pemikiran-pemikiran yang
bersangkutan dengan tema keislaman (Hukum Islam), karena Hukum Islam adalah
salah satu aspek ajaran Islam yang menempati posisi penting dalam pandangan
umat Islam, karena ia 2 menjadi manifestasi paling kongkrit dari doktrin Islam
sebagai sebuah agama. Sedemikian pentingnya Hukum Islam dalam skema doktrin
Islam, sehingga seorang orientalis, Joseph Shacht menilai bahwa “adalah
mustahil memahami Islam tanpa memahami Hukum Islam”. Pada awal tahun 1990-an,
gerakan antar agama di negeri ini tumbuh bak jamur dimusim hujan. Ini menjadi
pertanda munculnya embrio gerakan civil society, yang nanti diharapkan akan
menjadi embrio dari gerakan sosial baru. Jika tahuntahun sebelumnya, gerakan
civil society direpresentasikan tumbuh dan berkembangnya organisasi- organisasi
yang bersifat kreatif, advokatif dan tranformatif, namun pada dasarnya, gerakan
ini berdasarkan fokus aktifitas, bukan bedasarkan kelompok yang dibangaun.1
Salah satu gerakan yang sangat menyita perhatian para pemikir dan kalangan
akademisi adalah gerakan Islam Liberal. Islam liberal adalah kelompok yang
menekankan kebebasan pribadi clan pembebasan dari struktur sosial-politik yang
menindas. Mereka percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada
kenyataannya Islam ditafsirkan secara bebeda-beda sesuai dengan kebutuhan
penafsirnya. Namun kali ini, Islam mencoba ditelaah dengan suatu sudat pandang
yang progresif, toleran dan non sektarian. Bagi umat yang menyikapi secara
sinis, wajah Islam yang ditampilkan secara segar ini lebih di kenal dengan
wacana “Islam Liberal”.2 Untuk mewujudkan Islam Liberal, di kalangan akademisi
membentuk sebuah kelompok diskusi dengan tema- tema pemikiran keislaman.
Kelompok 1 Zuli Qodir, Islam Liberal; Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam di
Indonesia (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2003). 18 2 Mu’arif Pembaharuan
Pemikiran Islam, (Bantul: Pondok Edukasi, 2005), 72. 3 diskusi tadi membentuk
Jaringan Islam Liberal (JIL). Jaringan Islam Liberal dideklarasikan pada 8
Maret 2001. Pada mulanya JIL hanya kelompok diskusi yang merespon fenomena- fenomena
sosial keagamaan, kemudian berkembang menjadi kelompok diskusi yang merespon
Islam Liberal. Kelompok ini terus mendiskusikan berbagai hal mengenai Islam,
negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Kelompok diskusi ini terdiri dari para
akademisi, intelektual dan pengamat politik seperti Taufik Adnan Amal, Rizal
Mallarangeng, Denny JA, Eep Saifulloh Fatah, Hadimulyo, Ulil AbsharAbdalla,
Saiful Mujani, Hamid Basyaib dan Ade Armando.3 Gerakan pemikiran baru ini
membawa misi suci yaitu memadu cita-cita liberal progesif dengan keimanan yang
saleh.4 Dalam wacana Arab kontemporer istilah liberal seringnya berkonotasi
‘negatif’, sehingga tak seorangpun pemikir Muslim Arab yang mau disebut
liberal, meskipun oleh penulis lain mereka selalu dipandang sebagai tokoh liberal.
Hasan Hanafi yang dikenal dengan aliran Islam kirinya dan dijadikan sebagai
pemikir liberal garda depan di Indonesia tidak ingin dikategorikan dalam
kelompok ini. Ia bahkan memberikan beberapa catatan kritis atas gerakan
liberalisme sekularis yang ia saksikan berkembang di dunia Arab. Menurutnya
gerakan ini telah gagal merealisasikan cita-cita kebangkitan (al-nahdah) karena
tidak berpijak pada warisan (turath atau heritage) sendiri, mereka melepaskan
diri dari warisan masa lalunya sendiri dan berpeluk pada warisan orang lain
(Barat), dan westernisasi jelas akan menemui kegagalan, kata Hanafi, karena ia
akan bertabrakan dengan warisan keagamaan yang sudah sejak ribuan tahun hidup
ditengah masyarakat dan dengan 3 http:/islamlib,com/od/ondex.php?pLige=urticle&id-784.
25/04/2005. diakses Tanggal 12 November 2010. 4 Greg Barton Gagasan Islam
Liberal di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1999), 8 4 budaya lokal yang
eksistensinya menancap jauh dalam kehidupan masyarakat.5 Apa yang dilakukan
kelompok ini bukannya reformasi tapi westernisasi dalam rangka memperluas
wawasan mereka mengenai Islam dengan menggunakan tafsir metaforis.6 Muhammad
‘Abid al- Jabiri, pemikir asal Maroko yang juga menjadi salah satu rujukan
utama para liberalis Indonesia, juga melontarkan kritik pedas atas trend
liberalisme. Dalam pandangannya trend ini tidak berpijak pada ‘bumi nyata’,
pendukungnya hidup dalam mimpi dan angan-angan. Mereka ingin menjiplak Barat
untuk merekonstruksi peradaban bangsanya tanpa menghiraukan perbedaan pengalaman
sejarah yang dilalui kedua bangsa ini. Jabiri bukan saja menolak liberalisme,
ia juga tidak setuju dengan penggunaan perkataan nahdah untuk mendiskripsikan
proyek pembaharuan yang berlangsung di dunia Arab Islam sejak abad XIX silam.7
Terlepas dari kritik yang mereka lontarkan, bila pemikiran kedua tokoh ini
diteliti lebih jauh, sebenarnya, baik mereka sadari atau tidak, merekapun
sebenarnya termasuk dalam kategori pengusung ide-ide liberal. Seperti orang
yang mereka kritisi, baik Hasan Hanafi dan Jabiri, kedua-duanya juga telah
menjadikan Barat sebagai model untuk membangun peradaban Islam Arab. Hasan
Hanafi yang getol mengkritisi trend liberalisme Islam adalah orang yang
bertanggung jawab membawa masuk dan mengembangkan metode hermeneutika dalam
kajian al-Qur’an. Padahal hermeneutika merupakan sebuah metode yang lahir dari
pandangan hidup sekuler 5 Charles Kurzman, “Islamic Liberalism; Prospects and
Challenges”, http://www.biu.ac.il/SOC. diakses tanggal 10 Desember 2010. 6
Tafsir metaforis adalah penafsiran ayat dengan cara menyerupakan isi kandugan
ayat dengan konteks kehidupan masa kini. Fauzan Saleh Teologi Pembaharuan;
Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu.
2001), 358 7 http://swaraindonesianews.com. diakses tanggal 10 Desember 2010 5
(secular worldview) yang bertujuan untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi
ketika berhadapan dengan Kitab Suci Bibel.8 Gerakan pemikir liberal selalu
menjadikan Syari’ah sebagai objek kritik karena dianggap tidak relevan lagi dengan
perkembangan zaman. Dan usaha tersebut selalu mereka identifikasikan dengan
pembaharuan. Wacana pembaharuan atau sering disebut dengan tajdid, islah, atau
ihya’ (renewal, reform) bukanlah barang baru dalam Islam, ia merupaka built in
system dalam dunia intelektual Islam. Dalam pemikiran Islam liberal, sering
kali dianggap sesat oleh beberapa kelompok Islam. Mereka menilai pemikiran
Islam Liberal cenderung diskonstruktif dan sangat bertolak belakang dengan
akidah dan syariat Islam. Seperti membolehkannya pernikahan beda agama. Menurut
mereka bahwa larangan pernikahan lintas agama sudah tidak relevan lagi.
Al-Quran tidak pernah secara tegas melarang hal itu, karena Al-Quran menganut
pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat
perbedaan agama. Segala produk Hukum Islam klasik yang membedakan kedudukan
orang Islam dan non-Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan
universal dalam tataran kemanusiaan.9 Pembahasan mengenai pernikahan beda
agama, khususnya mengenai pernikahan muslim dengan non-muslim dalam perspektif
Hukum Islam, tentunya berangkat dari penelusuran terhadap sumber pokok ajaran
Islam yaitu al-Quran dan Hadits. Dalam surat al-Baqoroh ayat 221 Allah
berfirman: 8 Kritik atas aplikasi hermeneutika atas alQur’an bisa dibaca pada
edisi perdana ISLAMIA
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mangajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS:Al-Baqarah: 221) Memang, ketika membaca ayat ini secara literal akan mendapatkan penafsiran yang serta merta, bahwa menikahi non-muslim hukumnnya haram. Cara pandang seperti ini dikarenakan sebagian masyarakat muslim masih beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori musyrik adalah semua non-muslim, termasuk diantaranya Kristen dan yahudi.10 Namun demikan, pandangan ini tidak serta- merta dapat dijadikan pegangan, karena dalam ayat lain ditemukan paradigma mengenai musyrik. Dapat dilihat bagaimana al-Quran secara cermat dan jelas membedakan pengertian antara kaum musyrik dan Ahli Kitab. Dalam surat A-Baqoroh ayat 105 Allah berfirman 10 Tim Penulis Paramadin, Fikih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), 155 7 yang artinya: ”............orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak mengengikan diturunkannnya suatu kebaikan kepada tuhanmu”. Dari beberapa ayat di atas, maka paling tidak terdapat dua golongan yang disebutkan dalam al-Quran, yaitu golongan musyrik dan golongan Ahli Kitab,11 namun yang menjadi permasalahan adalah definisi serta orang-orang yang digolongkan menjadi musyrik dan Ahli Kitab. Pada kenyataannya para ulama belum menemukan kata sepakat untuk mendefinikan dua kata tersebut, yaitu musyrik dan Ahli Kitab. Dari uraian latar belakang maka peneliti tetantang untuk meneliti Konsep Islam Liberal Tentang Pernikahan Beda Agama Perspektif Hukum Islam, sehingga akan menjadi pengetahuan yang sangat berharga bagi peneliti, perkembangan pemikiran keIslaman dan masyarakat akademis pada umumnya, dengan rumusan masalah sebagai berikut;
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mangajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS:Al-Baqarah: 221) Memang, ketika membaca ayat ini secara literal akan mendapatkan penafsiran yang serta merta, bahwa menikahi non-muslim hukumnnya haram. Cara pandang seperti ini dikarenakan sebagian masyarakat muslim masih beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori musyrik adalah semua non-muslim, termasuk diantaranya Kristen dan yahudi.10 Namun demikan, pandangan ini tidak serta- merta dapat dijadikan pegangan, karena dalam ayat lain ditemukan paradigma mengenai musyrik. Dapat dilihat bagaimana al-Quran secara cermat dan jelas membedakan pengertian antara kaum musyrik dan Ahli Kitab. Dalam surat A-Baqoroh ayat 105 Allah berfirman 10 Tim Penulis Paramadin, Fikih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), 155 7 yang artinya: ”............orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak mengengikan diturunkannnya suatu kebaikan kepada tuhanmu”. Dari beberapa ayat di atas, maka paling tidak terdapat dua golongan yang disebutkan dalam al-Quran, yaitu golongan musyrik dan golongan Ahli Kitab,11 namun yang menjadi permasalahan adalah definisi serta orang-orang yang digolongkan menjadi musyrik dan Ahli Kitab. Pada kenyataannya para ulama belum menemukan kata sepakat untuk mendefinikan dua kata tersebut, yaitu musyrik dan Ahli Kitab. Dari uraian latar belakang maka peneliti tetantang untuk meneliti Konsep Islam Liberal Tentang Pernikahan Beda Agama Perspektif Hukum Islam, sehingga akan menjadi pengetahuan yang sangat berharga bagi peneliti, perkembangan pemikiran keIslaman dan masyarakat akademis pada umumnya, dengan rumusan masalah sebagai berikut;
B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah konsep Islam Liberal tentang pernikahan beda agama?
2. Mengapa konsep Islam Liberal membolehkan pernikahan beda agama? 3.
Bagaimanakah tinjauan Hukum Islam terhadap konsep Islam Liberal tentang
pernikahan beda agama?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah
yang peneliti tulis, penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui konsep Islam
Liberal tentang pernikahan beda agama; 2. Untuk mengetahui landasan yuridis dan
sosiologis konsep Islam Liberal dalam membolehkan pernikahan beda agama; dan 3.
Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap konsep Islam Liberal tentang
pernikahan beda agama;
D. Manfaat Penelitian.
Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara teoritis : a. Untuk memperkaya wacana ke Islaman dalam pemikiran Islam.
b. Sebagai acuhan referensi bagi peneliti selanjutnya dan bahan tambahan
pustaka bagi siapa saja yang membutuhkan dan sebagai sumbangan pemikiran untuk
pembaca yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut. 2. Secara praktis
penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan ilmu pengetahuan bagi
semua pihak, khususnya bagi: a. Peneliti Penelitian ini berguna sebagai
tambahan wawasan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat berguna ketika
peneliti sudah berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. b. Masyarakat Hasil
penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat
seputar pemikiran Islam yang berkembang saat ini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Konsep Islam liberal tentang pernikahan beda agama perspektif hukum Islam" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment