Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah,:Pandangan masyarakat tentang perkawinan adat ganti suami: Studi kasus di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah

Abstract

INDONESIA:
Penelitian ini mengkaji realitas sosial di masyarakat, yang berkaitan dengan adat perkawinan di Lampung. Sebagai propinsi yang kental akan budayanya, maka tidak heran jika di Desa Pugungraharjo yang merupakan bagian dari Propinsi Lampung, menerapkan tradisi perkawinan ganti suami yang dilakukan oleh janda-janda di desa tersebut. Perkawinan adat ganti suami merupakan tradisi perkawinan ketika suami dari seorang perempuan meninggal, dan suaminya itu mempunyai saudara laki-laki yang cukup umur, maka saudara dari suami yang meninggal secara otomatis menggantikan posisi sebagai suami dari istri yang ditinggalkannya.
Berdasarkan hal itu, penelitian ini mencoba untuk membatasi keragaman adat perkawinan yang berlaku di Lampung, dengan memfokuskan pada perkawinan adat ganti suami. Dari fenomena tersebut dapat diambil sebuah rumusan masalah tentang faktor apa yang melatarbelakangi praktek perkawinan tersebut dan bagaimana pandangan masyarakat setempat tentang perkawinan adat ganti suami serta hukum perkawinan tersebut menurut hukum Islam.
Peneliti menganalisis permasalahan di atas berdasarkan realita dan sumber hukum Islam yang ada. Untuk mengelaborasi sumber hukum Islam dengan realita yang ada, maka peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa perkawinan adat ganti suami dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) faktor adat/kebiasaan, 2) faktor kekerabatan, 3) faktor garis keturunan, 4) faktor kehormatan. Dalam perkawinan adat ganti suami, terdapat beberapa syarat yang berkaitan dengan kedua mempelai, yaitu: 1) mempelai wanita adalah janda dari almarhum saudara mempelai pria, 2) mempelai pria merupakan saudara laki-laki sekandung dari almarhum suami mempelai wanita. Saudara laki-laki ini diutamakan yang masih bujang dan sudah cukup umur untuk menikah, jika tidak ada, maka saudara tertua dari almarhum suami mempelai wanita yang diharuskan untuk menikahi janda tersebut. Bila almarhum suami si janda tidak memiliki saudara laki-laki sekandung, maka si janda akan dikembalikan ke keluarganya, dan ia berhak menikah dengan laki-laki lain yang dikehendakinya. Adapun pandangan masyarakat mengenai perkawinan tersebut, ada sebagian yang setuju karena didasari tujuan yang baik, dan ada pula yang keberatan karena menganggap perkawinan semacam ini sering menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga si pelaku. Hukum perkawinan adat ganti suami menurut Islam adalah makruh bahkan menjadi haram ketika si suami pengganti tidak sanggup berlaku adil
ENGLISH:
This study examines the social realities in society, which is associated with wedding ceremonies at Lampung. As a province that thick would be culture, it is no wonder if in the Village Pugungraharjo which is part of Lampung province, apply the tradition of marriage by the husband instead of widows in the village. Replace traditional marriage is a tradition of marriage when the husband of a woman's husband died, and her husband had a brother who was old enough, the brother of the husband who dies automatically replace the position as the husband of the wife he left behind.
On that basis, the study sought to limit the diversity of marriage customs prevailing in Lampung, with a focus on traditional marriage instead of a husband. From this phenomenon can be taken a formulation of the problem about what factors underlying the practice of marriage and how the local community views about marriage customs replace husband.
Researcher analyzed the above problems based on the realities and existing sources of Islamic law. To elaborate on the source of Islamic law with the existing reality, the researchers used a type of case study research with qualitative research approach that is descriptive.

From the analysis shows that customary marriage instead of a husband against a background of several factors, namely: 1) factor customary, 2) the factors of kinship, 3) lineage factor, 4) factors of honor. In a traditional wedding dressing husband, there are some terms relating to both families, namely: 1) the bride is the widow of the late groom's brother, 2) the groom is the brother of the deceased husband by one venter of the bride. The brother is an advantage that is still bachelor and old enough to marry, if no, then the eldest brother of the bride's late husband who must marry the widow. When the widow's late husband has no brother by one venter, then the widow will be returned to his family, and he has the right to marry another man as he likes. The community views about marriage, there are some who agree, because based on good intentions, and there is also an objection because it considers such marriages often lead to strife in the household of the perpetrator. Customary marriage law instead of the husband in Islam is haram makruh even become a substitute when the husband could not be fair.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Jika ditinjau dari segi agama Islam, perkawinan tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah. 1 Perkawinan merupakan akad yang paling sakral dan agung dalam sejarah perjalanan hidup manusia yang dalam Islam disebut sebagai mîtsâqan ghalîdhan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah 2 . 1Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Cet II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 69 2Kompilasi Hukum Islam Bab II Tentang Dasar-dasar Perkawinan Pasal 2. 2 Selain itu perkawinan juga merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Karena dengan perkawinan kehidupan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kelakuan/adat istiadat masyarakat setempat. Membangun rumah tangga tidak terlepas dari peran dua insan yang berlainan jenis (suami-istri) di dalamnya, mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi masa depan. Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia (pria) secara naluriah, disamping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Demikian juga sebaliknya wanita mempunyai keinginan yang sama. Untuk memberikan jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui, yaitu perkawinan. 3 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi Artinya: Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. 5 Berdasarkan kedua ayat di atas dapat dipahami bahwasannya Islam tidak menyetujui seorang Muslim memilih hidup membujang. Namun sebaliknya, Islam justru memerintahkan umat Islam untuk menikah. Sedangkan tujuan perkawinan dalam Islam, pada hakikatnya bukan semata-mata untuk kesenangan lahiriah melainkan juga membentuk suatu ikatan kekeluargaan, pria dan wanita dapat memelihara diri dari kesesatan dan perbuatan tidak senonoh. Selain itu tujuan perkawinan adalah melahirkan keturunan dan memeliharanya serta memenuhi kebutuhan seksual yang wajar yang diperlukan untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan. Dalam hal ini perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. 6 Perkawinan merupakan masa yang paling dinanti-nanti oleh calon-calon pasangan suami-istri. Perkawinan tersebut merupakan satu dari tiga peristiwa penting dalam hidup manusia. Ia 5QS. An-Nahl (16): 72. 6 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 9. 4 berada di tengah-tengah antara peristiwa “kelahiran” dan “kematian”. 7 Oleh karena itulah, segala hal yang berkaitan dengan masalah perkawinan sangat diperhatikan demi menjaga sakralitas dari perkawinan itu sendiri. Dalam realita kehidupan, perkawinan berlaku di seluruh dunia termasuk Indonesia. Indonesia adalah Negara kepulauan yang terletak pada garis katulistiwa. Penduduk yang berdiam berasal dari pulau-pulau di dalamnya, bermacam ragam adat budaya dan hukum adatnya masih terasa kental, hal ini sesuai dengan semboyan Negara Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti meskipun terdapat perbedaan suku, adat, bahasa, ras, agama, budaya dan lain-lain tetapi tetap satu kesatuan. Sebagaimana tata tertib adat perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dengan masyarakat adat yang lain, antara suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain, antara yang beragama Islam berbeda dengan yang beragama Hindu, Kristen, Budha dan lain-lain. Hukum adat di Indonesia pada umumnya menjelaskan bahwa perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubunganhubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubunganhubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. 7Muhammad Idris Jauhari Daa, Generasi Robbi Rodliyya (Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), 48. 5 Selain itu, juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan manusia dengan sesama manusia (muamalah) dalam pergaulan hidup agar selamat di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya Ter Haar 8 menyatakan bahwa perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi. Hukum perkawinan adat di Indonesia itu dapat berbentuk “perkawinan jujur” dimana pelamaran dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita. Setelah pelaksanaan perkawinan, istri mengikuti tempat kediaman suami seperti di daerah Lampung, Palembang, Bali dan sebagian besar wilayah di Indonesia. 9 Pada pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut undang-undang ini, perkawinan bisa dikatakan ada apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita. 10 Terkait dengan masalah perkawinan, maka budaya dan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan masyarakat itu berada. Begitu juga pergaulan masyarakat setempat 8Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama (Bandung: Mandar Madu, 1990), 9. 9Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Hal: 9. 10Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam- Suatu Analisis Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1996), 54. 6 terbentuk karena dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat tersebut. Di Desa Pugungraharjo Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Tengah, ada tradisi perkawinan yang disebut perkawinan ganti suami. Ketika suami dari seorang perempuan meninggal, dan suaminya itu mempunyai saudara laki-laki yang cukup umur, maka saudara laki-laki dari suami secara otomatis menggantikan posisi sebagai suami dari yang ditinggalkannya. Dengan demikian si istri atau saudara dari suami yang telah meninggal tidak bisa menolak tradisi perkawinan seperti ini. Dalam perkawinan ganti suami ini, si pengganti suami atau saudara laki-laki dari suami yang telah meninggal, tidak perlu lagi melakukan pelamaran kepada pihak perempuan. Selain itu pemberian mahar/mas kawin diberikan dalam jumlah yang relatif kecil. Tidak sebanding dengan jumlah mahar yang diberikan oleh saudaranya yang telah meninggal. Hal terpenting dalam perkawinan adat ganti suami adalah pada saat akad nikah. Tetapi, ketika suami yang telah meninggal tidak mempunyai saudara laki-laki, maka si janda akan dikembalikan kepada keluarganya dan diperbolehkan untuk menikah lagi dengan laki-laki lain. Praktek perkawinan ganti suami tersebut unik dan menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang faktor yang melatarbelakangi praktek perkawinan tersebut serta pandangan masyarakat setempat tentang perkawinan adat ganti suami. Perkawinan tersebut terus dilakukan oleh masyarakat Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung sampai saat ini. 7 B. Batasan Masalah Agar permasalahan tetap fokus dan tidak meluas, pembatasan terhadap masalah ini sangat diperlukan, agar tujuan penelitian tercapai. Sehingga perlu menetapkan batasan-batasan masalah dengan jelas agar memungkinkan penemuan faktor-faktor yang termasuk ke dalam ruang lingkup masalah. Untuk itu, peneliti membatasi pada bahasan pandangan masyarakat Desa Pugungraharjo tentang perkawinan adat ganti suami di desa tersebut. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi perkawinan adat ganti suami di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung? 2. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Pugungraharjo Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Tengah terhadap perkawinan adat ganti suami? 3. Bagaimana Hukum perkawinan adat ganti suami dalam perspektif hukum Islam D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi perkawinan adat ganti suami di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. 8 2. Untuk menggali pandangan masyarakat Desa Pugungraharjo Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Tengah terhadap perkawinan adat ganti suami. 3. Untuk mengetahui hukum perkawinan adat ganti suami dalam perpektif hukum Islam. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka memperluas pengetahuan pendidikan dimasyakarat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Secara teoritis a) Menambah, memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan mengenai perkawinan adat ganti suami. b) Digunakan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis. 2. Secara praktis a) Memberikan pemahaman terhadap masyarakat Islam, khususnya mahasiswa Syari’ah mengenai pandangan masyarakat tentang perkawinan adat ganti suami. b) Digunakan sebagai bahan atau referensi dalam menyikapi halhal/fenomena yang ada di lingkungan masyarakat secara umum. F. Definisi Operasional Untuk lebih mempermudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa kata kunci yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini: 9 Pandangan : Konsep seseorang atau segolongan masyarakat terhadap masalah di dunia. 11 Masyarakat : Himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. 12 Perkawinan adat ganti suami : Tradisi perkawinan ketika suami dari seorang perempuan meninggal, dan suaminya itu mempunyai saudara lakilaki yang cukup umur, maka saudara dari suami yang meninggal secara otomatis menggantikan posisi sebagai suami dari yang ditinggalkannya. 13 G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut yaitu : Bab I, pendahuluan. Mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan. Bab II, tinjauan pustaka. Meliputi penelitian terdahulu dan kajian literatur yang terdiri dari pengertian perkawinan, dasar hukum perkawinan, tujuan 11 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991). 12 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1990), 166. 13 Jamaludin, wawancara (Pugungraharjo, 10 April 2010). 10 perkawinan, sahnya perkawinan (rukun dan syarat nikah), pengertian perkawinan adat ganti suami. Bab III, metode penelitian. Meliputi jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, tehnik pengolahan data, dan melakukan uji keabsahan data untuk lebih memahami tujuan dari penelitian ini. Bab IV paparan dan analisis data. Mencakup monografi Desa Pugungraharjo, pendeskripsian hasil temuan di lapangan mengenai pandangan masyarakat tentang perkawinan adat ganti suami di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung dan menganalisis hasil temuan tersebut. Bab V, penutup. Mencakup kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian mengenai pandangan masyarakat tentang perkawinan adat ganti suami di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung.



Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Pandangan masyarakat tentang perkawinan adat ganti suami: Studi kasus di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung TengahUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment