Abstract
INDONESIA:
Perkawinan di dekat mayit atau biasa dikenal dengan istilah kawin mayit merupakan tradisi pernikahan yang dilakukan di dekat jenazah sebelum dikebumikan.Perkawinan adat ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat seperti di Desa Plausan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang dan Desa Tarebungan Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep.
Pelaksanaan tradisi kawin mayit ini masih menjadi tanda tanya besar, pasalnya tradisi kawin mayit ini terdapat perbedaan yang begitu mencolok dengan pernikahan pada umumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah tinjauan dari hukum pernikahan dalam Islam sebagai analisa dari aspek keabsahan perkawinan tersebut, dan tinjauan dari kaidah “Al-‘Adatu Muhakkamat” untuk memastikan apakah tradisi kawin mayit layak untuk dijadikan sebuah pertimbangan hukum.
Skripsi ini merupakan sebuah penelitian jenis kepustakaan (Library Research) tentang pernikahan adat kawin mayit yang ditinjau dari sudut pandang hukum pernikahan Islam. Data penelitian dihimpun menjadi kajian teks dan kemudian dianalisis dengan tehnik deskriptif analisis.Dari beberapa argumen dan penjelasan-penjelasan atas data yang ada, bahwa tradisi pernikahan di dekat jenazah merupakan suatu permasalahan yang kontradiktif dengan hukum Islam, karena hukum Islam itu sendiri sudah mempunyai konsep tentang penikahan itu sendiri. Adapun adat istiadat, Islam juga berbicara masalah itu, bahwa adat tidak sepenuhnya dieliminasi, ada juga adat yang menjadi sebuah legitimasi syari’ah. Oleh karena itu Islam juga mempunyai konsep tentang penetapan sebuah adat yang menjadi sebuah hukum.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa tradisi kawin mayit menurut hukum pernikahan Islam hukumnya mubah ketika semua rukun dan syarat sahnya pernikahan sudah terpenuhi seperti halnya di Desa Plausan.Namun status hukum mubah,bisa berubah menjadi tidak boleh jika salah satu rukun dan syarat sahnya pernikahan tidak sempurna seperti yang terjadi di Desa Tarebungan.Meski dalam tradisi kawin mayit terdapat sebuah perbedaan dalam segi hal pelaksanaan dengan konsep pernikahan dalam Islam, tetapi perbedaan itu tidak ada pengaruhnya jika semua ketentuan pernikahan dalam Islam terpenuhi. Adapun menurut kaidah “Al-‘Adatu Muhakkamat” adalah kawin mayit itu tidak dapat dijadikan sebagai pertimbangan hukum karena tradisi kawin mayit tersebut tidaklah memenuhi kriteria adat yang dapat dijadikan sebagai penetapan hukum karena adat tersebut cenderung masuk pada kategori adat yang fasid karena dalam pelaksanaannya bertentangan dengan nash. Selain itu, salah satu unsur dari adat tersebut menurut hukum Islam tidak logis karena menganggap perkawinan tersebut sebagai bentuk bakti terakhir anak kepada orang tua.
ENGLISH:
Wedding nearby corpse of well known as corpse wedding is a wedding tradition which is performed in front of before it is buried. This wedding tradition has become hereditarity tradition that is still performed by some societies like in Plausan village, Wonosari subdistrict, Malang regency dan Tarebungan village, Kalianget subdistrict, Sumenep regency.
The implementation of this tradition still becomes a big question, because there is striking difference between this tradition and wedding in general. Therefore, a perspective on wedding in Islam is needed as analysis from validity aspect of that wedding, and a perspective from the principle “Al-‘Adatu Muhakkamat” to ensure whether corpse wedding tradition is suitable to be law consideration.
This thesis is a library research on wedding tradition of corpse wedding observed from Islamic marital law perspective and the principle “Al-‘Adatu Muhakkamat”. Research data are collected to be text study and then they are analyzed by using analysis descriptive tehnique. From some arguments and explanations from the collected data, that this tradition is contradictory with Islamic law, because Islamic law has the consept of wedding. Islam also talks about culture, that culture is not eliminated utterly, there is also tradition that become legitimation of Islamic law. Hance Islam also has consept about decision of tradition that become a law.
From this research result, the researcher can take conclusion that corpse wedding tradition is based on Islamic marital law is permitted when all of pillars and requerements of wedding have been fulfilled like in Plausan village. However, the status of permitted wedding can be changed to be forbidden wedding if one of pillars and requerements of wedding are not completed as like happen in Tarebungan village. Although in this tradition there is a difference in implementation side with wedding concept in Islam, there is no effect in that difference if all of wedding judgment in Islam has been fulfilled. Based on principle “Al-‘Adatu Muhakkamat”, this tradition cannot be used as law judgment because the tradition does not fulfill tradition criteria that can be used as law judgment because the tradition is forbidden tradition due to its implementation is contradictory with the source of Islamic teaching (nash). Besides one of elements from the tradition based on Islamic law is not logical because people consider that the wedding as the last loyality of men to their parents.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah tradisi mengandung
pengertian tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa sekarang. Ia menunjuk
kepada sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan wujudnya masih
ada hingga sekarang. Islam dalam banyak dan berbagai macam ajarannya bersikap
sangat kooperatif menyikapi fenomena kebudayaan ini. Adat-istiadat sebagai
sebuah proses dialektik-sosial dan kreativitas alamiah manusia tidak harus
dieliminasi, dibasmi atau dianggap musuh yang membahayakan. Melainkan dipandang
sebagai partner dan elemen yang harus diadopsi secara selektif dan
proporsional. Persoalan tradisi dapat dikatakan hampir mengisi seluruh dimensi
hukum. Hal ini memang sangat erat kaitannya dengan persepsi tentang sumber
hukum yang salah satunya adalah menyangkut persoalan adat. Di mana dalam proposisi
hukum dikatakan bahwa sebuah adat dapat dipandang sebagai hukum yang mempunyai
legalitas. Dari sinilah banyak bermunculan tradisi yang kemudian dianggap
sebagai hukum yang harus dijalankan. Terkait dengan persoalan adat istiadat,
setiap masyarakat pasti memiliki adat istiadat dan budaya masing-masing, salah
satunya adalah adat istiadat dalam sebuah perkawinan. Hal ini tergambar jelas
dalam prosesi pelaksanaan perkawinan yang terdiri dari beberapa aturan yang
harus dilaksanakan. Akan tetapi dalam perkembangannya pelaksanaan prosesi
perkawinan adat banyak menimbulkan berbagai macam persoalan. Misalnya seperti
pada prosesi pelaksanaan perkawinan adat yang dilakukan masyarakat Jawa pada
umumnya, dimana dalam prosesi perkawinan masyarakat Jawa disuguhi oleh adat-istiadat
yang menimbulkan beragam kontroversi di masyarakat. Salah satu contohnya adalah
tradisi kawin mayit. Tradisi kawin mayit adalah sebuah tradisi perkawinan adat
dalam suatu masyarakat tertentu, biasanya model pernikahan adat ini dilakukan
sebelum mayat dikebumikan, dan proses pelaksanaan perkawinan ini dilakukan di
dekat jenazah. Adapun alasan tentang pelaksanaan prosesi pernikahan di dekat
jenazah seperti tradisi kawin mayit ini adalah sebagai bentuk bakti terakhir
anak terhadap orang tua. Model tradisi kawin mayit ini hingga sekarang masih
dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Tarebungan Kec. Kalianget-Sumenep
dan di Desa Plausan Wonosari-Malang yang masih memegang kuat tradisi tersebut.
Tradisi kawin mayit ini terlaksana apabila terjadi sebuah peristiwa yang
menurut orang Jawa bilang adalah peristiwa “Kerubuhan Gunung”. Istilah ini
diperuntukkan kepada pasangan yang telah melakukan pertunangan dan sudah
bertekad bulat akan melangsungkan pernikahan pada waktu yang telah ditentukan,
namun ternyata dalam waktu yang (relatif) bersamaan ada anggota keluarga yang
meninggal.1 Jika sudah terjadi peristiwa tersebut, maka kedua mempelai yang
akan menikah melakukan beberapa serangkaian tradisi seperti: 1) Melaksanakan
Ijab Kabul sebagaimana yang telah direncanakan semula. Hal ini dikarenakan
pemahaman dan keyakinan terhadap sebuah adat istiadat yang berbeda. 2)
Mengundur waktu pernikahan hingga ganti tahun. Meski waktu pernikahan sudah
ditentukan oleh pihak yang bersangkutan, apabila hal tersebut dihadapkan dengan
peristiwa di atas, maka sebagian masyarakat ada yang mengambil langkah untuk
menunda pernikahan hingga berganti tahun menurut kalender Jawa. 3) Memutuskan
pertunangan untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan ketika menghadapi
peristiwa “Kerubuhan Gunung”. Memutuskan pertunangan ini boleh diikat kembali
setelah 40 hari atau setelah satu tahun setelah kematian 4) Menyegerakan
perkawinan sebelum jenazah orang tua yang bersangkutan di kebumikan.2 Tradisi
model keempat ini, pelaksanaannya tidak hanya maju atau disegerakan dari waktu
yang telah ditentukan sebelumnya. kedua mempelai juga 1 Siti Aminah, Tradisi
“Kawin Mayyit”: Studi Tentang Pandangan Tokoh Masyarakat Di Kecamatan Lumajang
Kabupaten Lumajang. Skripsi (Malang: Fakultas Syari‟ah UIN Malang, 2007), 2 2
Ibid.,3 melaksanakan pernikahan di dekat mayit sebelum dikebumikan. Hal inilah
yang kemudian dikenal dengan istilah kawin mayit. Jadi apabila ada seseorang
yang sudah bertunangan dan misalnya berencana untuk melaksanakan perkawinan
pada bulan depan, tetapi pada bulan ini salah satu anggota keluarga pihak
mempelai ada yang meninggal dunia, maka pasangan ini diminta untuk memutuskan
ikatan pertunangan. Akan tetapi, apabila pasangan yang telah bertunangan atau
dari pihak keluarga tidak ingin memutuskan ikatan pertunangan untuk sementara
waktu, maka biasanya pasangan ini dianjurkan untuk melakukan tradisi kawin
mayit (akad nikah di dekat mayit). Tradisi yang seperti kawin mayit di atas
menimbulkan kontradiksi dalam pelaksanaannya dengan hukum perkawinan Islam, di
mana jenazah yang identik dengan kematian dan berkaitan dengan kesedihan,
sementara pernikahan itu mempunyai hubungan erat dengan kebahagiaan tidak
seharusnya disatukan.3 Sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang selalu memposisikan
pernikahan itu dengan kebahagiaan. Bahkan sampai beliau memerintahkan agar
dihidangkan makanan pertanda berlangsungnya walimatul‟ursy, hingga
diperbolehkannya nyanyian dengan alat pukul. Semua itu memberi isyarat bahwa
pernikahan itu adalah kegembiraan bukan kesedihan. Selain itu, tradisi ini juga
bersinggungan dengan perintah agama perihal kematian, yaitu ketika ada yang
meninggal dunia hendaknya menyegerakan mengurus dan mengubur jenazah,
sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda: 3
http://tausyiah275.blogsome.com/2009/08/11/menikah-di-depan-jenazah-ajaran-siapa-itu/
(Diakses pada hari, Minggu 3 Maret 2011, jam 15.30WIB) عه أبي هريرة رضي اهلل عىه‘ عه الىبي ص؛ قال : أسرعىا بالجىازة, فإن تك
صالحت فخير)لعله قال( تقذّمىوها إليه, وإن تك غير رلك فشرُ تضعىوه عه رقابكم
)أخرجه البخاري( “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, Bahwa Nabi SAW bersabda:
Percepatlah pengurusan jenazah. Jika dia orang yang baik, maka segera kau
antarkan pada kebaikan/kenikmatan, dan jika dia orang yang tidak baik, maka
segera kau hindarkan kejelekan itu darimu.” (Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Ak-Bukhari, nomor hadits 1315)4 Dalam sebuah hadits lain dikatakan bahwa Nabi
SAW bersabda yang artinya: “Tiga perkara wahai Ali, tidak boleh
dipertangguhkan, yaitu shalat bila datang waktunya, jenazah bila telah terang
matinya, dan wanita tidak bersuami bila telah menemukan jodohnya.” (HR Ahmad
dan yang sepadan artinya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu
Majah, al-Hakim, Ibnu Hibban)”5 Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam
Ahkamul Jana‟iz menyebutkan bahwa kata percepat dalam kedua redaksi hadits
tersebut terdapat silang pendapat. Ada ulama yang memaksudkan percepat dalam
urusan yang berkaitan dengan si mayit, seperti persiapan memandikan,
mengkafani, dan seterusnya, serta menuntaskan urusan hutang-piutang atau wasiat
si mayit. Ada pula yang memaknai hadits di atas dengan percepat
penguburan/pemakaman si mayit. 6 Melihat adanya kontradiksi dari pelaksanaan
tradisi kawin mayit, perlu kiranya tradisi tersebut ditelaah kembali dengan
menggunakan kaidah ( العادة 4 Imam
Al-Mundziri,Ringkasan Hadis SHAHIH MUSLIM. (Jakarta: Pustaka Amani, Cet. I
2001) 267. 5
http://tausyiah275.blogsome.com/2009/08/11/menikah-di-depan-jenazah-ajaran-siapa-itu/
(Diakses pada hari, Minggu 3 Maret 2011, jam 15.30WIB) 6 http://glesyer.wordpress.com/2010/07/13/hukum-nikah-di-depan-jenazah/
(Diakses pada hari sabtu 12 februari 2011, jam 19.00 WIB) محكمت (agar tradisi tersebut nantinya dapat dikategorikan ke dalam
adat shahih yang patut dilestarikan keberadaannya dan dijadikan sebuah
pertimbangan hokum atau adat fasid yang harus dieliminasi karena
kemafsadatannya. Berdasarkan latar belakang inilah penulis ingin menelaah lebih
jauh serta mengkritisi lebih dalam lagi tradisi tersebut melalui penelitian
yang akan peneliti tuang dalam bentuk skripsi yang berjudul: TRADISI PERKAWINAN
DI DEKAT MAYIT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERNIKAHAN ISLAM. B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka perlu kiranya bagi peneliti
untuk membuat sebuah rumusan masalah yang nantinya dapat memudahkan peneliti
dalam melakukan kajian atau penelitian terhadap kasus tersebut. Adapun rumusan
masalahnya adalah bagaimana status hukum tradisi kawin mayit dalam perspektif
hukum pernikahan Islam? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang
telah dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian ini, bertujuan untuk menjawab
permasalahan yang muncul, yaitu untuk mengetahui status hukum tradisi kawin
mayit dalam perspektif hukum pernikahan Islam. D. Kegunaan Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini mempunyai
manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka aplikasinya di dunia
pendidikan maupun di masyarakat. Adapun manfaat yang akan dihasilkan dari
penelitian skripsi ini, yaitu : 1. Secara teoritis a. Dapat menambah,
memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan mengenai tradisi, pernikahan dan
kaidah-kaidah Fikih, khususnya tradisi perkawinan di dekat mayit dalam
perspektif hukum pernikahan Islam. b. Dapat digunakan sebagai landasan bagi
penelitian selanjutnya yang sejenis di masa yang akan datang. 2. Secara praktis
a. Penelitian ini akan sangat berguna bagi kalangan civitas akademika yang
memfokuskan dirinya pada pemahaman terhadap seluk beluk hukum Islam, terutama
sebagai bahan referensi tambahan dalam memahami tradisi kawin mayit dalam
perspektif hukum pernikahan Islam. b. Penelitian ini bisa dijadikan acuan dasar
untuk memecahkan permasalahan yang sama dengan apa yang penulis bahas pada
skripsi ini, yaitu permasalahan hukum tentang tradisi kawin mayit dalam
perspektif hukum pernikahan Islam. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi
kesalahpahaman atas judul skipsi ini, yaitu Tradisi Kawin Mayit Dalam
Perspektif Hukum Pernikahan Islam, maka berikut dijelaskan definisi operasional
terhadap istilah-istilah yang terdapat pada judul skipsi tersebut: 1. Tradisi:
Kata tradisi berasal dari bahasa latin, tradition yang artinya kabar/penerus.
Di sini tradisi diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan masa lampau
(sejarah), kebudayaan, pelestarian sebuah kebudayaan, cara dan proses penerusan
suatu kebudayaan dari generasi terdahulu hingga generasi selanjutnya.7 Dalam
kamus ilmiah populer dijelaskan bahwa tradisi adalah kebiasaan turun-temurun.8
2. Kawin Mayit adalah merupakan tradisi pernikahan atau akad nikah yang
dilakukan di dekat mayat (orang tua mempelai), dan pernikahan ini biasanya
dilakukan sebelum mayat dikebumikan. F. Penelitian Terdahulu Dalam kajian
ilmiah, hal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah melakukan
tinjauan atas penelitian-penelitian terdahulu. Ada beberapa alasan untuk
mendukung statemen ini. Pertama, untuk menghindari plagiasi. Kedua, untuk
membandingkan kekurangan dan kelebihan antara penelitian terdahulu dengan
penelitian yang dilakukan. Ketiga, untuk menggali informasi dari 7 Suharti,
Tradisi Kaboro Co‟I Pada Perkawinan Masyarakat Bima Perspektif „Urf di
Kecamatan Monta Kabupaten Bima. Skripsi (Malang: Fakultas Syari‟ah UIN Maliki
Malang, 2008) 7. 8 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah
Populer, (Surabaya: Arkola, 1994) 756. penelitian yang diteliti oleh peneliti
sebelumnya. Keempat, untuk meneruskan penelitian dari penelitian terdahulu yang
belum terselesaikan. Dalam menyusun skripsi ini setelah menimbang dan
memperhatikan skripsi yang telah ada, juga tulisan ilmiah serta penelitian.
Bahwa judul yang penulis ambil belum ada yang membahasnya. Kalaupun ada yang
membahas tentang tradisi kawin mayit hanya secara global (umum) yaitu hanya
dilihat dari sudut pandang tokoh masyarakat. Oleh karenanya penulis merasa
tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam pembahasannya. Pertama penelitian yang
dilakukan Siti Aminah (2007) Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas
Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dengan
judul “Tradisi “Kawin Mayit”: Studi tentang pandangan tokoh masyarakat di
Kecamatan Lumajang Kabupaten Lumajang”. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini tergolong penelitian studi
kasus (case study), adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif.
Sedangkan pengumpulan data, peneliti menggunakan pendekatan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Siti Aminah adalah bahwa para tokoh masyarakat di Kecamatan Lumajang berbeda
pendapat seputar tradisi kawin mayit tersebut. Golongan pertama, setuju dengan
pelaksanaan tradisi kawin mayit selama rukun dan syarat sah perkawinan
terpenuhi. Golongan kedua, tidak setuju dengan pelaksanaan tradisi kawin mayit
karena selain pernikahan tersebut dilakukan secara sirri, juga pelaksanaan
perkawinan seperti ini merupakan Su‟ul Adab. Golongan ketiga, pelaksanaan
tradisi kawin mayit tergantung situasi dan kondisi dalam masyarakat. Jadi
apabila pelaksanaan tradisi tersebut lebih banyak sisi negatifnya dari pada
sisi positifnya, maka lebih baik tradisi tersebut untuk tidak dilakukan.
Begitupula sebaliknya. Kedua Penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2008)
Mahasiswa Jurusan AlAhwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari‟ah Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Tradisi Kaboro Co‟i
Pada Perkawinan Masyarakat Bima Perspektif „Urf Di Kecamatan Monta Kabupaten
Bima.” Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam skripsi ini adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, dan sifat penelitiannya
adalah deskriptif, sedangkan pengumpulan datanya adalah dengan menggunakan
observasi, interview dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Dalam penelitiannya diperoleh sebuah
kesimpulan bahwa tradisi Kaboro Co‟i ini muncul dikarenakan adanya dua faktor
yaitu faktor pertama adalah faktor kekeluargaan/kekerabatan dan faktor kedua
karena faktor adat kebiasaan yang merupakan warisan budaya dan menjadi jati
diri sang Bima serta disepakati untuk menjadi dasar pemerintahan kerajaan Bima.
Tradisi Kaboro Co‟i ini tidak bertentangan dengan konsep „Urf karena merujuk
pada kaedah yang menegaskan bahwa peraturan yang terlarang secara adat adalah
sama saja terlarang secara hakiki. Dan di sana juga ada saling keterkaitan
antar keduanya (Tradisi Kaboro Co‟i dan „Urf), yaitu sama-sama menjadi sesuatu
yang telah diterima dan ditetapkan oleh masyarakat secara umum sebagai suatu
peraturan dan ketentuan yang wajib dilakukan. Dari penelitian di atas hampir
sama kajiannya dengan penelitian yang akan kami teliti yakni tentang kedudukan
sebuah tradisi perkawinan adat dalam tinjauan hukum perkawinan Islam dan kaidah
Al-„Adatu Muhakkamat, namun penelitian yang akan dilakukan peneliti akan
difokuskan pada tradisi kawin mayit dalam tinjauan hukum pernikahan Islam dan
kaidah Al-„Adatu Muhakkamat. Jadi hukum pernikahan Islam dan kaidah Al-„Adatu
Muhakkamat dijadikan pisau analasia untuk mengkritisi keberadaan tradisi
tersebut dan membedah status hukum dari tradisi kawin mayit yang hingga saat
ini masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat. Tinjauan seperti inilah yang
membedakan judul skripsi ini dengan judul skripsi yang pernah ditulis sebelumnya.
Dengan adanya beberapa perbedaan ini, peneliti menganggap cukup untuk
membuktikan orisinilitas skripsi ini. G. Metode Penelitian Metode penelitian
adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya
dan dibandingkan dengan standart ukuran yang telah ditentukan.9 Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode penelitian yang meliputi:
1. Jenis Penelitian 9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 126-127. Jenis penelitian dalam skripsi
ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research), metode yang
digunakan dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur. Penelitian ini juga
bisa dikatakan sebagai penelitian hukum normatif karena dalam penelitian hukum
normatif menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitian.10
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, karena dalam menganalisis data menggunakan kata-kata
bukan dalam bentuk angka-angka (rumusan statistik).11 Dalam hal ini datanya
adalah berupa sebuah teori-teori atau konsep-konsep yang berkaitan dengan
perkawinan adat yang kemudian ditelaah dan dianalisis dengan hukum pernikahan
Islam dan kaidah fikhiyah yang berhubungan dengan adat. 3. Bahan Hukum Bahan
hukum adalah sumber-sumber penelitian hukum. 12 Bahan hukum dalam penelitian
ini berupa buku-buku atau dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini, dan
apabila dilihat dari segi pentingnya data, maka bahan hukum dari sudut kekuatan
mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 10 Amiruddin & Zainal Asikin,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004),
133 11 Suharsimi Arikunto, Op.cit., 31 12 Ibid, 114. a) Bahan Hukum Primer
yaitu sumber data yang bersifat utama. Adapun bahan hukum primer dalam
penelitian ini adalah kitab Fikih Munakahat dan Qowaid Al-Fiqhiyah. b) Bahan
Hukum Sekunder berupa buku-buku, jurnal, majalah, naskah, dokumen dan sumber
literatur lainnya. Karena dalam penelitian hukum normatif, bahan pustaka
merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data
sekunder.13 c) Bahan Hukum Tersier merupakan penunjang, mencakup bahan-bahan yang
memberikan penjelasan terhadap sumber data primer dan sumber data sekunder yang
meliputi: kamus, ensiklopedi dan lain-lain.14 4. Metode Pengumpulan Data Untuk
teknik pengumpulan data dalam jenis penelitian pustaka adalah dengan mencari
dan menemukan data-data yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Kemudian
membaca dan meneliti data-data yang didapat untuk memperoleh data yang lengkap
sekaligus terjamin. Setelah itu, mencatat data secara sistematis dan konsisten.
Pencatatan yang teliti begitu diperlukan, karena manusia mempunyai ingatan yang
sangat terbatas.15 5. Metode Pengolahan Data Setelah mendapatkan data dengan
cara metode pengumpulan data, kemudian peneliti melakukan pengolaan data dengan
cara sebagai berikut: 1. Editing 13Sarjono Sukanto dan Sri Mamuji, Penelitian
Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006), 24 14 Amiruddin &
Zainal Asikin,Op,Cit,. 30 15 Ibid, 76 Pada bagian ini peneliti perlu untuk
meneliti kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan
makna, kesesuaian serta relevansinya dengan data-data yang lain. Teknik editing
ini bertujuan untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat pada pencacatan di
lapangan dan bersifat koreksi. Pada kesempatan ini kekurangan atau kesalahan
data dapat dilengkapi atau diperbaiki dengan pengumpulan data ulang atau
interpolasi (penyisipan).16 2. Verifying Verifying Adalah pengecekan kembali
data yang sudah dikumpulkan untuk memperoleh keabsahan data. Verifying
digunakan agar proses analisis benarbenar matang karena data yang sudah
terkumpul sudah diverifikasi terlebih dahulu. 3. Concluding Merupakan hasil
suatu proses penelitian.17 Di dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari
keseluruhan data-data yang telah diperoleh dari segala kegiatan penelitian yang
dilakukan. 6. Metode Analisis Data Data yang telah berhasil dihimpun akan
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis,
yaitu memaparkan data-data yang terkait dengan masalah yang dibahas yang
ditemukan di dalam berbagai literatur kemudian diurai dan ditelaah secara
mendalam. Kesimpulan diambil melalui 16 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 45 17
Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Cet. 20. Bandung: Remaja
Rosdakarya., 2005), 7 logika deduktif, yaitu memaparkan masalah-masalah yang
bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dengan
demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran penyajian laporan secara jelas. Dalam hal ini penulis mengkaji
buku-buku yang berhubungan dengan tradisi perkawinan adat dan kaidah-kaidah
ushuliyah yang berhubungan dengan kaidah Al-„Adatu Muhakkamat. Kemudian ditarik
kesimpulan tentang status hukum kawin mayit menurut kaidah Al-„Adatu
Muhakkamat. 7. Keabsahan Data Dalam menguji kevalidan data maka perlu dilakukan
verivikasi terhadap data yang diperoleh. Dalam hal ini peneliti menggunakan uji
kredibilitas dengan melakukan peningkatan ketekunan dalam penelitian.
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil
penelitian atau dokumentasidokumentasi yang terkait dengan temuan yang
diteliti.18 Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan
tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu
benar/dipercaya atau tidak. 18Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan
Kualittatif Dan R&D, Bandung, (Penerbit Alfabeta 2009), 272. H. Sistematika
Penulisan Dalam menulis penelitian ini penulis membagi dalam beberapa bab, yang
masing-masing bab terdiri dari sub bab, dengan harapan agar pembahasan dalam
penelitian ini dapat tersusun dengan baik memenuhi harapan sebagai karya tulis
ilmiah. Adapun sistematika dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
Pada bab pertama ini adalah pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
definisi operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penulisan. BAB II Pada bab kedua ini merupakan kajian teori meliputi tentang
kajian tradisi dan definisinya, konsep pernikahan dalam Islam (meliputi:
definisi, dasar hukum, rukun dan syarat sah pernikahan), kaidah Al-„Adatu
Muhakkamat. Dalam hal ini penulis menguraikan tentang: tradisi, konsep
pernikahan dalam Islam dan tentang kaidah Al-„Adatu Muhakkamat. BAB III Pada
bab ketiga ini membahas tentang deskripsi tradisi kawin mayit dalam tinjauan
hukum pernikahan Islam dan kaidah Al-„Adatu Muhakkamat. BAB IV Pada bab keempat
merupakan bab terakhir atau penutup dalam penelitian ini, yang berisi tentang
kesimpulan hasil penelitian ini secara keseluruhan, dan kemudian dilanjutkan
dengan memberi saransaran sebagai perbaikan dari kekurangan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Tradisi perkawinan di dekat mayit dalam perspektif hukum pernikahan Islam" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment